Dayana menaruh belanjaannya di atas meja dengan sedikit keras. Perasaannya semakin bertambah buruk setelah bertemu dengan Laudya. Lebih baik mandi untuk mendinginkan kepalanya sekaligus meredam emosinya agar tidak meledak.Dayana menghabiskan waktu selama empat puluh menit lima menit untuk berendam di bak mandi. Setelah merasa sedikit tenang dia pun memutuskan untuk keluar dari kamar mandi dengan memakai bathrobe dan handuk kecil yang menutupi kepala.Karena terlalu asyik berendam, Dayana sampai tidak menyadari kalau sekarang sudah jam lima. Namun, Sakhala belum juga pulang sampai sekarang padahal suaminya itu biasanya selalu pulang tepat waktu. Mungkin saja Sakhala masih ada urusan, pikir Dayana. Dia pun memutuskan untuk ganti baju lalu menyiapkan makan malam. Sementara itu Sakhala sedang menyusun cara untuk membalas perbuatan Laudya dengan Erick di kantor. Dia pasti akan membuat Laudya menyesal karena sudah melenyapkan calon buah hatinya dan Dayana."Aku ingin membeli saham rumah s
Sakhala hanya tersenyum menanggapi pertanyaan dari Dayana. Dia memutuskan untuk tidak memberitahu Dayana tentang apa yang baru saja Erick sampaikan pada dirinya. "Hanya masalah kecil, Sayang. Tidak perlu dipikirkan," ujar Sakhala.Dayana percaya begitu saja dengan apa yang Sakhala katakan. Dia tidak bertanya lebih jauh lagi dan memilih untuk mengisi perutnya yang sudah berbunyi sejak tadi.Dayana menumpuk dua buah roti gandum dengan telur setengah matang di tengahnya lalu melahap makanannya dengan terburu-buru."Kalau makan pelan-pelan, Sayang. Lagi pula tidak akan ada yang merebut makananmu," ucap Sakhala setelah menyesap segelas kopi robustanya."Aku sudah tidak sabar ingin pergi denganmu, Sakha." Sakhala terkekeh pelan, sepertinya Dayana merasa sangat senang karena akan diajak pergi keluar. "Apa semua benar-benar baik-baik saja, Sakha? Entah kenapa aku merasa sedikit khawatir karena Erick jarang meneleponmu saat weekend." Raut wajah Dayana terlihat cemas."Tidak apa-apa, Sayang.
Laudya meremas ponsel yang berada di dalam genggamannya dengan erat setelah membaca pesan dari Sakhala. Wajah Laudya terlihat memerah, napas pun terengah karena menahan amarah. Dia bersumpah akan membalas perbuatan Sakhala bagaimana pun caranya.'Kamu tidak akan bisa menghancurkanku Sakha!' batin Laudya penuh dendam.Dia pun keluar dari ruangannya sambil membanting pintu dengan sangat keras lalu pergi ke rumah Sakhala. Dia ingin memberi sedikit kejutan pada Dayana karena wanita itu sedang berada di rumah sendirian.Laudya turun dari mobil sedan miliknya sambil membawa seikat bunga gradiola dan sekotak kue untuk Dayana. Dia mengetuk pintu yang ada di hadapannya dengan tidak sabar.Bik Suti yang mendengar suara pintu diketuk pun segera beranjak ke depan untuk membuka pintu."Tunggu sebentar!" teriaknya."Siapa yang datang, Bi?" tanya Dayana."Anu—" Tubuh Dayana menegang, jantungnya seolah-olah berhenti berdetak selama beberapa saat melihat seorang wanita yang berdiri tepat di belakang B
Erick tanpa sadar bergidik melihat reaksi Sakhala yang tampak begitu puas setelah mendengar berita kecelakaan Laudya. Namun, dia bisa menyembuyikan ekspresi wajahnya dengan sangat baik karena ingin menjaga perasaan bos sekaligus sahabat baiknya itu.Sampai sekarang Erick masih tidak menyangka Sakhala yang terkenal dingin tega melakukan hal segila itu untuk membalas perbuatan Laudya pada Dayana.Namun, Laudya memang pantas mendapat balasan atas perbuatannya karena dia sudah membunuh calon anak Sakhala dan Dayana. Jauh sebelum itu Laudya bahkan pernah menyelakai Dayana agar berpisah dari Sakhala."Kenapa kamu melamun, Rick?""Ah, ti-tidak, Tuan. Apa ada lagi yang Anda butuhkan?" Erick berusaha tetap terlihat tenang."Tidak ada. Lanjutkan saja pekerjaanmu."Erick mengangguk lalu pamit undur diri dari hadapan Sakhala.*** Dayana sibuk mengganti channel televisi untuk mencari acara yang menarik sambil menikmati camilan pedas kesukaannya. Setiap hari yang dia lakukan sekarang hanya bermala
Setelah pulang dari rumah sakit, Ruth dan Dayana tidak langsung pulang ke rumah. Mereka memilih mampir ke salah satu pusat perbelanjaan karena mereka sudah lama tidak menghabiskan waktu bersama. "Mama tidak tega melihat kondisi Laudya. Semoga dia bisa cepat pulih," ucap Ruth saat mereka sedang berjalan menyusuri pusat perbelanjaan. Mendengar ucapan Ruth barusan membuat Dayana menjadi teringat dengan ucapan Chandra di rumah sakit tadi. Apa benar yang menyebabkan Laudya kecelakaan adalah Sakhala?Dayana tanpa sadar menggelengkan kepala. Dia yakin sekali Sakhala tidak mungkin tega melakukan hal sejahat itu pada Laudya."Iya Ma, Dayana juga tidak tega melihatnya." Dayana dan Ruth memasuki sebuah toko pakaian karena Ruth ingin membeli baju. Setelah menemukan baju yang diinginkan, Ruth pun mengajak Dayana pulang. Ruth tidak sengaja bertemu dengan temannya ketika berjalan menuju pintu keluar. Temannya yang bernama Lina itu sedang berbelanja bersama menantu dan cucunya yang diletakkan di
Dayana merasa sangat haus, dia pun bangun lalu mengambil botol berisi air putih yang berada di atas meja samping tempat tidurnya.Sakhala tertidur sangat lelap. Suaminya itu pasti kelelahan karena bekerja di kantor seharian. Dayana pun menaikkan selimut untuk menutupi tubuh Sakhala sampai pada batas dada lalu mengecup kening lelaki itu dengan penuh sayang."Aku harap kamu tidak berbohong, Sakha. Aku percaya kamu tidak mungkin tega mencelakai Laudya." Dayana mengusap rambut Sakhala dengan lembut sebelum kembali merebahkan diri di samping lelaki itu.Namun, dia tidak bisa tidur karena ucapan Chandra terus terngiang-ngiang di kepalanya. Sepertinya dia harus menyelidiki penyebab kecelakaan yang dialami Laudya agar tahu kebenarannya.***"Selamat pagi, Sayang," sapa Sakhala.Wajahnya hanya berjarak satu sentimeter dari Dayana. "Selamat pagi juga, Sakha." Dayana menggeliat pelan lalu kembali mencari posisi tidur yang paling nyaman karena dia masih mengantuk."Apa aku membangunkanmu?" tanya
Dayana segera turun dari mobil begitu tiba di kantor Sakhala. Ada perasaan bahagia yang sulit dia jelaskan ketika menginjakkan kaki di Jordan Corps. Rasanya Dayana ingin sekali kembali bekerja, tapi Sakhala melarangnya.Dayana segera masuk ketika pintu lift yang ada di hadapannya terbuka lalu menekan angka dua belas karena dia ingin pergi ke ruangan Sakhala. Suaminya itu pasti terkejut jika melihatnya tiba-tiba ada di kantor. Dayana langsung menuju ruangan Sakhala begitu pintu lift terbuka. Meja kerja Erick terlihat kosong. Apa mungkin lelaki berkaca mata itu sedang ada di dalam bersama Sakhala?Dayana mendengar sayup-sayup Sakhala yang sedang berdebat dengan Erick ketika ingin membuka pintu. Namun, dia tidak mendengar dengan jelas apa yang sedang mereka bicarakan. Dayana pun membuka pintu ruangan Sakhala begitu saja lantas masuk ke dalam. Seperti yang sudah dia duga, Sakhala terlihat sangat terkejut ketika melihatnya datang."Dayana?!" Tubuh Sakhala menegang, jantungnya seolah-olah
Sakhala menatap lama layar ponselnya dengan lekat, mencoba mencerna pesan singkat yang Laudya kirim untuknya. "Ada apa, Sakha? Kenapa kamu diam saja?" "Ah, bukan apa-apa, Sayang." Sakhala tergagap lantas memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku celana.Sakhala tidak mungkin memberitahu Dayana jika dia mendapat pesan dari Laudya karena hal itu bisa membuat masalah. "Udaranya di luar semakin dingin, Sakha. Sebaiknya kita masuk ke dalam." Dayana memeluk tubuhnya sendiri untuk menghalau udara dingin yang semakin menusuk kulit. "Baiklah, mari kita menghangatkan diri bersama." Sakhala menggendong Dayana ala brydal style menuju kamar mereka lalu menutup pintu dengan kakinya. Lelaki itu terlihat sangat tidak sabar melakukan kegiatan panas dengan Dayana. ***"Sakha, bangun. Apa kamu ingin terlambat bekerja?" Dayana berusaha membangunkan Sakhala yang masih terlelap dengan menepuk-nepuk pipi suaminya itu dengan pelan.Sakhala tidak bergeming sedikit pun membuat kesabaran Dayana perlahan-