Dayana merasa sangat haus, dia pun bangun lalu mengambil botol berisi air putih yang berada di atas meja samping tempat tidurnya.Sakhala tertidur sangat lelap. Suaminya itu pasti kelelahan karena bekerja di kantor seharian. Dayana pun menaikkan selimut untuk menutupi tubuh Sakhala sampai pada batas dada lalu mengecup kening lelaki itu dengan penuh sayang."Aku harap kamu tidak berbohong, Sakha. Aku percaya kamu tidak mungkin tega mencelakai Laudya." Dayana mengusap rambut Sakhala dengan lembut sebelum kembali merebahkan diri di samping lelaki itu.Namun, dia tidak bisa tidur karena ucapan Chandra terus terngiang-ngiang di kepalanya. Sepertinya dia harus menyelidiki penyebab kecelakaan yang dialami Laudya agar tahu kebenarannya.***"Selamat pagi, Sayang," sapa Sakhala.Wajahnya hanya berjarak satu sentimeter dari Dayana. "Selamat pagi juga, Sakha." Dayana menggeliat pelan lalu kembali mencari posisi tidur yang paling nyaman karena dia masih mengantuk."Apa aku membangunkanmu?" tanya
Dayana segera turun dari mobil begitu tiba di kantor Sakhala. Ada perasaan bahagia yang sulit dia jelaskan ketika menginjakkan kaki di Jordan Corps. Rasanya Dayana ingin sekali kembali bekerja, tapi Sakhala melarangnya.Dayana segera masuk ketika pintu lift yang ada di hadapannya terbuka lalu menekan angka dua belas karena dia ingin pergi ke ruangan Sakhala. Suaminya itu pasti terkejut jika melihatnya tiba-tiba ada di kantor. Dayana langsung menuju ruangan Sakhala begitu pintu lift terbuka. Meja kerja Erick terlihat kosong. Apa mungkin lelaki berkaca mata itu sedang ada di dalam bersama Sakhala?Dayana mendengar sayup-sayup Sakhala yang sedang berdebat dengan Erick ketika ingin membuka pintu. Namun, dia tidak mendengar dengan jelas apa yang sedang mereka bicarakan. Dayana pun membuka pintu ruangan Sakhala begitu saja lantas masuk ke dalam. Seperti yang sudah dia duga, Sakhala terlihat sangat terkejut ketika melihatnya datang."Dayana?!" Tubuh Sakhala menegang, jantungnya seolah-olah
Sakhala menatap lama layar ponselnya dengan lekat, mencoba mencerna pesan singkat yang Laudya kirim untuknya. "Ada apa, Sakha? Kenapa kamu diam saja?" "Ah, bukan apa-apa, Sayang." Sakhala tergagap lantas memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku celana.Sakhala tidak mungkin memberitahu Dayana jika dia mendapat pesan dari Laudya karena hal itu bisa membuat masalah. "Udaranya di luar semakin dingin, Sakha. Sebaiknya kita masuk ke dalam." Dayana memeluk tubuhnya sendiri untuk menghalau udara dingin yang semakin menusuk kulit. "Baiklah, mari kita menghangatkan diri bersama." Sakhala menggendong Dayana ala brydal style menuju kamar mereka lalu menutup pintu dengan kakinya. Lelaki itu terlihat sangat tidak sabar melakukan kegiatan panas dengan Dayana. ***"Sakha, bangun. Apa kamu ingin terlambat bekerja?" Dayana berusaha membangunkan Sakhala yang masih terlelap dengan menepuk-nepuk pipi suaminya itu dengan pelan.Sakhala tidak bergeming sedikit pun membuat kesabaran Dayana perlahan-
Lima tahun berlalu semenjak kejadian nahas yang membuat Dayana kehilangan calon buah hatinya. Dia harus menjalani pengobatan ke psikiater selama hampir enam bulan untuk menghilangkan rasa traumanya. Semua sudah Dayana lalui meskipun tidak mudah. Sekarang dia sudah bisa menjalani kehidupan normal seperti dulu dan kembali bekerja di kantor Sakhala. "Tunggu sebentar, Sakha. Sebentar lagi aku selesai," ucap Dayana sambil menyiapkan sarapan.Sakhala mendudukkan diri di atas meja makan sambil memerhatikan Dayana yang terlihat sedang terburu-buru menyiapkan sarapan untuk mereka. "Maaf Sakha, aku hanya bisa menyiapkan ini karena tadi aku bangun kesiangan," ucap Dayana sambil memberikan satu piring yang berisi roti panggang, telur, dan tomat untuk Sakhala. "Tidak apa-apa sayang. Ini sudah cukup untukku." Sakhala menyuapkan sepotong roti ke mulutnya. Setelah itu tidak ada pembicaraan di antara keduanya, mereka sibuk dengan makanan masing-masing. Lima belas menit kemudian Sakhala dan Dayana
Setelah acara arisan yang terasa membosankan itu selesai, Dayana bergegas masuk ke dalam mobil lebih dulu meninggalkan Ruth yang terlihat masih bersalaman dengan teman-temannya.Bagi Dayana, acara arisan itu hanya sekedar ajang untuk pamer. Ada yang pamer mendapat menantu konglomerat, pekerjaan, dan menyombongkan diri seperti Maria yang tadi sempat mempermalukan Ruth dan dirinya.Dayana tidak habis pikir bagaimana bisa Ruth yang baik memiliki teman seperti mereka. Terlihat sekali jika mereka hanya bersikap baik di depan Ruth tapi di belakang menggunjing dengan yang lain."Maaf, Ma. Dayana tadi pergi duluan," ucap Dayana saat Ruth sudah masuk ke mobil dan duduk di sampingnya."Mama mengerti kamu sangat kesal, Day. Tapi lain kali tolong perhatikan ucapanmu, ya." "Iya, Ma. Maaf."Sedan hitam yang ditumpangi Ruth dan Dayana kemudian melaju meninggalkan pelataran rumah bercat putih itu.Selama beberapa menit tidak ada obrolan antara mertua dan menantu itu. Keduanya masih saling terdiam de
Dayana membereskan meja kerjanya lalu mematikan komputer karena sebentar lagi pulang. Setelah selesai dia meraih tas yang dia sampirkan di kursi lalu berjalan keluar dari ruangannya bersama Salsa. "Sudah lama aku tidak ke rumahmu, Sa. Aku kangen sekali sama oppa-oppa tampan yang ada di kamarmu." Dayana tersenyum jahil karena Salsa sangat menyukai boyband EXO. "Aku juga, Day. Dulu kita sering banget nonton film sama curhat bareng." Sebelum menikah dengan Sakhala, Dayana memang sering menginap di rumah Salsa. Namun, dia sekarang jarang, bahkan tidak pernah lagi datang ke rumah Salsa semenjak menjadi nyonya Sakhala."Bagaimana kalau hari Sabtu depan kita habiskan waktu bersama? Apa aku boleh ke rumahmu?""Ide bagus. Rumahku selalu terbuka untukmu Day." Mereka turun ke lobi bersama. Dayana tersenyum melihat Sakhala yang sudah menunggunya sambil bersandar di badan mobilnya. "Aku pergi dulu ya, Day," ucap Salsa sambil beranjak ke tempat parkir."Iya, hati-hati." Dayana berlari kecil me
Bu Tuti terdiam sejenak saat Sakhala mengungkapkan tujuannya datang ke panti. Wanita berambut sebahu itu kemudian menjawab dengan nada rendah, "Tentu saja bisa, Tuan." "Jadi, Tuan Sakhala dan Nyonya Dayana menginginkan seorang anak laki-laki atau perempuan?" lanjut Bu Tuti.Sakhala lantas menoleh ke arah Dayana bermaksud untuk menanyakan pertanyaan yang sama, tapi Dayana masih terlihat bingung dan tidak yakin.Sakhala yang paham dengan raut wajah istrinya kemudian meminta Bu Tuti untuk mengantarkan mereka keliling panti asuhan untuk melihat anak-anak. "Baik, Tuan Sakha. Mari ikut saya."Sakhala dan Dayana langsung mengikuti arahan dari pengelola panti asuhan itu sambil mendengarkan beberapa cerita yang dijelaskannya. Saat berkeliling di halaman belakang tempat anak-anak panti banyak bermain, pandangan Dayana tertuju pada seorang gadis cilik yang sedang duduk menyendiri di bangku taman. Gadis kecil itu terlihat melamun di antara teman-temannya yang lain yang sedang asyik bermain di
Dayana bangun lebih awal karena mulai saat ini dia tidak hanya mengurus Sakhala, tapi juga Anya. Apa lagi hari ini adalah hari pertama Anya pergi ke sekolah. Dia dan Sakhala sudah sepakat untuk menyekolahkan Anya karena anak itu sudah waktunya untuk sekolah.Dayana menyiapkan sarapan untuk Sakhala dan Anya di dapur. Setelah selesai dia beranjak ke kamar untuk membangunkan Anya lalu memandikan anak itu."Sayang!" Dayana mengecup pipi Anya dengan penuh sayang.Anya menggeliat pelan dan mengubah posisi tidurnya karena merasa terganggu. Dayana tersenyum gemas melihatnya dan kembali membangunkan Anya sambil mengusap pipi anak itu dengan lembut. "Sayang, ayo, bangun!"Anya mengerjapkan kedua matanya perlahan. Rasa kantuk yang menyerang membuatnya merasa kesulitan untuk membuka kedua mata. Anak itu pun kembali tidur lagi. "Anya hari ini kan, mau pergi ke sekolah. Ayo, bangun!"Anya sontak membuka mata mendengar Dayana menyebut kata sekolah karena dia sudah lama ingin pergi ke sekolah. Gad