"Khania! Kamu kenapa?" tanya Efgan yang terkejut saat melihat khania menjatuhkan Ponselnya. Efgan lalu menghampiri Khania dan akan mengambilkan ponsel Khania yang jatuh. Baru saja ia menyentuh ponsel itu, Khania sudah lebih dulu mengambilnya. "Aku gak apa-apa Mas! Ayo kita makan. Itu nenek udah datang." Khania menunjuk ke arah nenek yang sedang berjalan menuju meja makan. Ia dengan segera memasukan handphonenya ke dalam saku celananya.Efgan mengangkat alisnya saat melihat sikap Khania yang mencurigakan. "Sini'in HP kamu." Efgan mengulurkan tangannya kepada Khania.Khania mendongakkan kepalanya menatap Efgan yang kini berdiri di sampingnya. "Buat apa Mas?!" tanya Khania.Jantung Khania berdetak dengan cepat kala ia melihat wajah Efgan yang datar dan dingin. Tidak ada raut wajah menyebalkan yang biasa Efgan tunjukan pada Khania."Sini!" bantak Efgan yang membuat Khania terlonjak kaget.Nenek yang baru tiba di ambang pintu terkejut saat mendengar Efgan membentak Khania. Ia kemudian berb
Malam harinya.Efgan baru saja pulang. Ia celingukan mencari sosok sang istri, ia merasa menyesal karena sudah berbicara yang membuat Khania marah dan kecewa kepadanya. Efgan melangkahkan kakinya menuju kamar dan tersenyum saat ia melihat Khania yang tengan duduk menonton TV di atas kasur."Malam, sayang!" Efgan menghampiri Khania lalu mengecup kening Khania.Khania tidak menjawab dan hanya diam. Ia lalu bergegas pergi ke kamar mandi untuk menyiapkan air hangat untuk Efgan mandi. Walaupun ia marah tapi ia tidak melupakan tugas dan kewajibannya untuk melayani sang suami. Efgan yang melihat Khania hanya diam merasa gusar. Ia tidak menyangka jika omongan dia karena cemburu bisa membuat Khania berubah seperti ini. "Sayang, kamu marah? Maaf tadi pagi aku sudah menuduh kamu yang tidak-tidak! Aku menyesal, sayang!" ucapnya sambil memelas.Khania tidak menjawab. Ia hanya fokus pada layar TV di depannya.Efgan dengan lesu menuju kamar mandi. Ia sudah merenungkan seharian ini tentang kesalahann
Khania yang tadinya akan membuka selimut urung saat ia mendengar ucapan Efgan."Kamu juga sih yang salah! Kenapa kamu hapus pesan dari mantan kamu itu?! Kan, aku jadi curiga dan penasaran. Dia ngirim pesan apa sama kamu? Huft!" Efgan menghela napas panjang. Ia meluapkan semua kekesalan yang ada dalam hatinya. "Apa jangan-jangan kamu berkirim pesan yang mesra sama dia? Sampai kamu menghapus pesan itu."Efgan menatap sendu ke arah Khania. "Kalau kamu di suruh milih! Kamu akan memilih siapa, aku atau mantan kamu itu? Tapi aku yakin, sih! Kamu pasti pilih aku." Efgan bermonolog. "Secara aku kan tampan, kaya. Ya walaupun gak kaya kaya banget macam sultan! Tapi lumayan lah bisa buat anak cucu kita tidak kelaparan. Aku juga pengertian, perhatian, baik dan tidak sombong."Khania yang kesal terkekeh kecil saat mendengar ucapan Efgan. Ia kemudian membuka selimutnya. Khania menatap tajam Efgan yang kini tengah terkejut melihat Khania."Kenapa kamu liatin aku segitunya? Kayak yang baru melihat set
Nenek dan semua orang yang ada di rumah segera berlari menghampiri Khania. "Ada apa? Kamu kenapa Khania?!" tanya nenek saat ia sudah dekat dengan Khania. Ia terkejut saat melihat Khania yang terduduk di lantai."Tadi aku kepeleset di tangga Nek," jawab Khania sambil meringis."Kamu gak apa-apa? Sini Nenek bantu!" Nenek hendak membantu Khania namun terhenti saat ia mendengar suara Efgan yang berteriak."KHANIA!" Efgan dengan cepat berlari ke arah Khania yang duduk terdiam di atas lantai. "Kamu kenapa?" tanyanya dengan panik sambil membawa Khania berdiri."Aww!" Khania meringis kesakitan saat Efgan membantu ia berdiri."Kamu kenapa? Mana yang sakit?!" tanya Efgan lagi sambil memeriksa tubuh Khania."Pergelangan kaki aku sakit Mas, kayaknya keseleo," sahut Khania sambil meringis kesakitan.Efgan dengan segera membopong tubuh Khania dan membawanya ke kamar. "Kamu tunggu di sini."Khania menganggukan kepalanya.Efgan lalu keluar dari dalam kamar. Tak lama kemudian ia datang dengan ice pack
Siang harinya Khania yang tengah duduk bersantai di ruang keluarga bersama nenek terkejut saat bi Sumi datang dengan tergopoh-gopoh."Ada apa Bi?!" tanya nenek yang heran melihat bi Sumi."Itu Nek ... di depan ada yang mencari Non Khania," jawab bi Sumi.Khania mengerutkan dahinya saat mendengar perkataan bi Sumi. "Siapa Bi?!" tanyanya."Tidak tau Non! Tadi Bibi sudah tanya, tapi dia gak jawab. Dia wanita paruh baya, Non!" sahut bi Sumi.Khania tidak bertanya lagi dan segera bergegas ke depan. Ia terkejut saat melihat wanita yang selama ini membencinya berada di hadapannya."Ma ... Ekhem! Ibu?!" seru Khania pada Wanita yang kini berada di hadapannya."Khania!" sapanya dengan lembut sambil tersenyum.Khania mengerutkan alisnya saat melihat wanita itu tersenyum. Apa ia tidak salah lihat. Wanita ini. Ibu dari Albi! Memanggil dia dengan lembut dan tersenyum?!"A-ada apa Bu?!" tanya Khania dengan was-was."Enggak, Mami ke sini hanya ingin minta maaf sama kamu! Mami sadar jika Mami sudah ket
Efgan tidak bisa diam saja. Ia bergegas pergi dari rumah itu dengan wajah yang penuh amarah. Ia membawa mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi. Sampai tiba di sebuah area pemakaman. Ia memarkirkan mobilnya dengan sembarang, setelahnya ia keluar dan berlari menyusuri area pemakaman itu."KHANIAAA." Efgan berteriak sambil terus berlari menyusuri area pemakaman itu. Ia masih berharap Khania ada di sana. "Khania ... Khania," Efgan terus berteriak memanggil nama sang istri."Mas cari siapa?" tanya seorang pria paruh baya."Saya cari istri saya Pak!" jawab Efgan, ia seperti orang yang kehilangan arah, entah kenapa ada rasa takut di dalam hatinya. Namun ia hempaskan jauh-jauh rasa itu."Maaf Mas! Apa Masnya ada foto istrinya, siapa tau saja saya tadi lihat istri Masnya, kebetulan saya penjaga makam di sini," ucap pria itu.Efgan dengan segera merogoh jasnya. Namun ia baru sadar jika ponselnya tertinggal di rumah setelah ia lemparnya tadi. Ia menatap penjaga makam itu dengan memelas. "Ponsel s
Efgan baru tiba di depan rumah. Ia melangkahkan kakinya dengan gontai. Entah bagaimana nasib Khania sekarang. Efgan tidak tau. Ia hanya mampu berdo'a, agar Khania baik-baik saja dan pulang dengan selamat tanpa kekurangan apapun.Nenek menghampiri Efgan saat ia melihat Efgan masuk. "Gimana? Kamu sudah ketemu Khania?!" tanya nenek dengan khawatir.Efgan menggelengkan kepalanya dengan lesu. "Ya Allah! Semoga cucuku baik-baik saja. Semoga tidak terjadi sesuatu yang buruk padanya," Nenek berdo'a sambil menangis. Ia tidak menyangka akan ada kejadian seperti ini. "Maafkan Nenek Efgan, Nenek salah! Andai Nenek tau jika perempuan itu jahat. Nenek tidak akan pernah mengijinkan Khania pergi bersamanya.""Ini semua bukan salah Nenek! Efgan yang tidak bisa melindungi Khania!" Nenek mendekatkan tubuhnya pada cucunya itu. Lalu membawanya ke dalam dekapan. Ia memelih Efgan dan mengusap-usap pelan punggungnya. " Aku harus cari Khania kemana lagi, Nek? Aku takut! Benar-benar takut. Jika sampai terja
Khania sangat panik, saat ia melihat depan bangunan itu sudah terbakar. Khania berusaha membuka tali yang mengikat tangannya. Sampai akhirnya ia berhasil membukanya walaupun dengan dipaksa sampai tangannya terluka.Khania tidak memedulikan tangannya yang terluka. Ia mencari jalan agar ia bisa keluar dari bangunan yang terbakar itu. Ia tersenyum saat melihat ada celah di sebelah kirinya. Khania berjalan menuju celah itu. Namun, langkahnya terhenti saat sebuah balok kayu terjatuh tepat di kakinya. AAAKKKHHH!Khania merintih kesakitan. Rasa nyeri ia rasakan di kakinya. Akan tetapi ia tidak menghiraukan rasa sakit yang ada di kaki dan tangannya. Ia hanya ingin keluar dari bangunan yang terbakar itu.Dengan susah payah Khania melepas balok kayu yang ada di kakinya. Setelah terlepas ia berjalan menuju celah itu. Sampai akhirnya ia berhasil keluar dari bangunan yang terbakar itu.Khania menangis sambil terduduk di tanah. Ia tidak menyangka, jika ibu Astika dengan tega ingin membunuhnya. Kh
"Iya Nek, aku positif hamil," jawab Khania dengan lesu."Alhamdulillah, terima kasih Ya Allah Engkau telah memberikan kepercayaan lagi pada cucu dan cucu menantuku," ucap nenek dengan senang. "Efgan pasti akan sangat bahagia dengan kabar gembira ini, dan Kai pasti akan sangat senang dia kalau tau akan segera punya adik," Khania tampak tak senang."Kamu kenapa kok wajahnya seperti tidak senang gitu?" tanya nenek yang menyadari dengan raut wajah Khania yang ditekuk."Nia takut Nek," ucap Khania jujur."Apa yang kamu takutkan sayang?" tanya nenek dengan lembut."Nia takut, apa yang terjadi pada kehamilan Nia dulu nanti terulang lagi," "Sssttt, kamu gak boleh bilang begitu. Keadaan dulu dan sekarang itu berbeda. Kamu gak usah takut dan khawatir. Karena kita semua pasti akan menjaga kami dan anak yang asa di dalam kandungan kamu ini. Kamu sekarang jangan berpikiran yang buruk-buruk. Buang jauh-jauh pikiran itu dan kamu harus happy dengan kehadiran cicit Nenek ini," ucap nenek sambil menge
"Aku kenapa Nek?" tanya Khania penasaran."Apa mungkin kamu kesambet Nia? Jangan-jangan kamu itu kemasukan jin buto ijo?" ucap nenek ngawur.Khania yang mendengar itu sontak terbelalak.Pak supir yang mendengar ucapan nenek mengulum bibirnya. Ia ingin tertawa. Namun, tak berani."Ma-maksud Nenek apa? Kenapa Nenek bisa berpikiran seperti itu?" tanya Khania yang terkejut."Ya habisnya tingkah kamu itu gak biasa. Kamu biasanya gak pernah makan banyak. Tapi, hari ini Nenek lihat kamu makan banyak," ucap nenek.Khania nampak berpikir, ia mencerna ucapan nenek."Iya juga ya Nek! Aku juga merasa aneh Nek dengan diri aku belakangan ini," ucap Khania."Ya udah. Besok kita ke pak ustad buat Ruqyah kamu," usul nenek.Khania pun mengangguk-anggukan kepalanya."Iya Nek, boleh," sahut Khania.Setelah percakapan itu, tak ada lagi yang berbicara mau itu nenek ataupun Khania. Mereka sama-sama terdiam dengan pikirannya masing-masing.Sampai akhirnya mob
Malam harinya.Khania yang seharian ini bad mood hanya diam seharian di dalam kamar. Semua orang yang khawatir dengan Khania. Mereka semua berusaha membujuk Khania agar keluar kamar dan makan. "Sayang, buka dulu ya pintunya. Kamu makan dulu," bujuk Efgan.Namun, tak ada jawaban dari dalam kamar."Nia sayang. Buka dulu ya pintunya. Ini nenek sayang," ucap nenek sambil mengetuk pintu.Lama mereka menunggu sampai terdengar suara kunci yang dibuka dari dalam. Dan sesaat kemudian Khania pun muncul dari dalam kamar dengan pakaian yang sudah rapi."Kamu mau ke mana?" tanya nenek dan Efgan hampir bersamaan.Khania hanya diam saja tak menjawab. Ia menatap Efgan dengan tatapan yang nyalang. Lalu ia pun menoleh ke arah nenek dan tersenyum."Nia mau keluar sebentar ya Nek, mau cari bakso. Entah kenapa dari tadi Nia terus aja kepikiran bakso yang kuahnya itu pedes banget." Khania sengaja menekankan kata pedas agar suaminya mendengar.Efgan hendak menyela ucapan Khania. Namun, nenek lebih dulu men
"Kenapa Nek?" tanya Khania yang heran saat melihat nenek menatapnya dengan dalam dan intens.Nenek segera menggelengkan kepalanya dan tersenyum."Enggak, jadi kamu gak ada masalah ya sama Efgan?" tanya nenek lagi."Enggak Nek, aku gak ada masalah sama mas Efgan," "Syukurlah kalau gitu," ucap nenek."Oh iya Nek, tadi aku sempat denger mobilnya mas Efgan. Apa dia tadi keluar?" tanya Khania."Iya, tadi katanya mau cari angin sebentar keluar," sahut nenek.Khania menganggukan kepalanya."Ya udah, Nenek keluar dulu ya sayang," pamit nenek sambil berdiri."Iya Nek," jawab Khania.Setelah nenek pergi. Khania segera mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang."Hallo Mas," ucap Khania saat panggilan itu sudah terhubung."Ada apa sayang?" tanya Efgan yang terdengar khawatir."Enggak ada apa-apa, cuma kangen aja sama kamu," ucap Khania yang ssontak menbuat Efgan terkejut sampai-sampai ia mengerem mobilnya mendadak. Beruntung tak ada kenda
Waktu terus berlalu, sampai tidah terasa sudah dua tahun berlalu.Khania kini tengah sibuk menyipakan pernikahan Monic dan Glen, karena banyak hal yang membuat pernikahan Monic dan Glen harus diundur sampai sekarang."Mas, kamu itu kenapa malah asyik sendiri di sini sih? Kamu gak bantuin orang-orang apa?" omel Khania saat melihat Efgan yang tengah duduk di teras depan."Aku tadi udah bantuin lho sayang. Ini lagi istirahat bentar, lagian juga kenapa aku harus ikutan sibuk gini sih?" keluh Efgan.Khania yang mendengar keluhan Efgan bukannya iba malah memelototinya."Iya, iya. Ini aku mau bantu lagi." Efgan dengan malas bangkit dari duduknya dan kembali membantu orang-orang untuk mempersiapkan pernikahan Monic yang tinggal beberapa hari lagi.Khania tersenyum saat melihat Efgan kembali bekerja. Ia pun masuk ke dalam untuk bertemu sang anak yang memang sengaja ia titipkan pada Gabriel."Gab, Kai gak rewel kan?" tanya Khania saat ia sudah tiba di dekat Gabriel
Seorang suster datang ke ruangan Khania untuk memeriksa keadaan Khania. Dan setelah Khania diperiksa suster itu pun kembali."Nek. Apa Kai baik-baik saja?" ucap Khania tiba-tiba. "Kai baik-baik aja sayang. Dia tadi Nenek titipkan sama Monic jadi kamu gak udah khawatir ya," sahut nenek sambil membelai rambut Khania."Mas, gimana keadaan Gabriel?" tanya Khania."Dia baik-baik aja, dia juga udah lewati masa kritisnya. Jadi kamu gak usah khawatir lagi ya sayang. Gabriel baik-baik aja sekarang," jawab Efgan singkat.Khania menanggukan kepalanya.Nenek tak terkejut karena sudah diberi tahu tentang Gabriel yang menyelamatkan Khania dan juga Kai. Nenek malah sangat bersyukur dan berterima kasih pada Gabriel karena sudah menolong cucu menantu dan cicitnya.Dua minggu kemudian.Khania yang tengah memberi ASI pada Kai di kamar terkejut saat tiba-tiba seseorang menutup matanya dari belakang. Ia pun tersenyum karena sudah tau jika itu ulah suaminya."Mas
"Mas, kamu itu apaan sih? Lepas gak! Aku mau temui dokter dulu," pinta Khania.Efgan tidak melepaskan tangan Khania dan malah semakin kencang mengencangkan tangan Khania."Mas!" Khania yang merasa geram pada sang suami pun memelototkan matanya. "Lepas!""Kamu gak boleh pergi dari sini!" perintah Efgan.Khania yang terheran pun hanya bisa menatap Efgan dengan tatapan bingungnya."Mas! Lepas ya, aku mohon!" pinta Khania dengan memelas. "Mas, itu dokternya udah nunggu aku. Aku gak mau kalau sampai terjadi sesuatu sama Gabriel, jadi tolong lepas ya.""Biarkan saja, aku gak mau kamu memedulikan penjahat itu! Lebih baik kita pulang dan biarkan dia mati sekalian," ucap Efgan sambil menyeret Khania.Khania yang mendengar ucapan Efgan seketika naik oitam. Ia sungguh tak terima jika Efgan menyumpahi Gabriel mati, dengan sekali hentakan Khania melepaskan cengkraman tangan Efgan.Efgan spontan menoleh ke arah Khania."Kamu jangan pernah bicara seperti itu ya
"Eh, ada apa kok ribut-ribut." Khania yang baru saja keluar dari ruangan tindakan pun keheranan saat melihat ada keributan di depan pintu. Ia pun mendengar seseorang menangis. Khania mendekat dan bertanya pada wanita asing yang sudah menolongnya itu. Karena kebetulan wanita itu berdiri dekat pintu masuk."Mbak, itu ada apa?" tanya Khania pada wanita itu. Ia bertanya karena tak bisa melihat siapa yang sedang menangis histeris itu.Wanita itu menoleh dan terkekeh, ia lalu berbisik. "Suami kamu lagi nangis," Khania mengerutkan keningnya."Nangis? Nangis kenapa? Nangisin apa?" tanya Khania lagi."Dia ngira jenazah yang baru saja keluar itu kamu, tanpa cross-check dulu," jawab wanita itu sambil tertawa geli.Khania yang penasaran pun mendekat dan benar saja. Ia melihat Efgan tengah duduk bersimpuh di depan jenazah yang entah siapa. Khania melihat Efgan yang menagis tersedu-sedu sambil menciumi tangan jenazah itu.Khania bukannya marah melihat itu, i
"Mas Efgan ke mana ya? Kok gak diangkat-angkat telepon dari aku?" Khania bergumam sambil terus mencoba menelepon suaminya. Ia lalu melirik ke arah orang yang tadi sudah menolongnya membawa Gabriel ke rumah sakit. "Sebentar ya Mbak, suami saya gak angkat teleponnya," ucapnya pada orang yang sudah menolongnya itu.Wanita cantik itu menganggukan kepalanya."Santai aja Mbak, pakai aja ponselnya." Wanita itu tersenyum hangat pada Khania.Khania tersenyum kikuk dan memilih menyerah untuk menelepon Efgan. Tapi, saat ia akan mengembalikan ponsel itu. Tiba-tiba ponselnya berdering dan menampilkan nomor Efgan yang memanggil.Khania mengurungkan nitannya untuk mengembalikan ponsel itu dan gegas mengangkat panggilan sang suami."Hallo Mas, kamu kenapa gak angkat-angkat telepon aku sih? Aku tau kamu lagi marah! Tapi, setidaknya cari kek istrinya yang gak ada di rumah. Ini mah malah anteng-anteng bae, kamu itu udah gak sayang lagi sama aku ya? Kamu gak tau kalau aku itu habis