Khania terkejut mendengar ucapan nenek. Namun, ia masih berpikiran positif, ia tak ingin berburuk sangka terhadap Gabriel, ia pun berdiri dan berjalan ke arah depan. Dan benar kata nenek. Gabriel tak ada di sana. Jantung Khania berdetak dengan kencang, ia pun berlari ke dalam dan mencari Gabriel ke seluruh rumah.
"Gab ... Gabriel kamu di mana?" Khania berteriak sambil terus mencari Gabriel.Nenek pun ikut mencari.Semua orang yang berada di rumah ikut mencari. Namun, Gabriel tak juga ketemu.Khania meluruhkan tubuhnya yang terasa lemas dan jantung yang berdetak kencang. Apa mungkin ucapan suaminya benar tentang Gabriel. Apa memang benar Gabriel ada niat buruk kepadanya. Kepana Kai? Kenapq Kai yang harus jadi korbannya. Kenapa bukan dia saja. Pikir Khania. Air matanya jatuh tanpa diminta."Sayang kamu tenang dulu ya," ucap nenek menenangkan Khania, ia membawa Khania duduk di kursi.Khania tak bersuara. Ia hanya menangis tersedu-sedu."Gabriel gak ada diKhania segera membawa benda yang ia temukan di laci kamar yang Gabriel tempati dan langsung keluar dari sana. Khania mencari nenek di dapur untuk berpamitan keluar. Namun, ia tak menemukan nenek. Dengan terpaksa Khania pergi tanpa meminta izin pada nenek.Setelah di luar, Khania segera menghentikan taksii dan pergi menggunakan taksi itu."Mudah-mudahan apa yang aku pikirkan benar," ucap Khania saat sudah duduk di dalam mobil, ia menggenggam erat benda milik Gabriel.Disaat taksi sudah mau sampai, Khania baru teringat jika ia tak membawa ponsel dan juga dompetnya. Karena ia perginya terburu-buru ia sampai lupa membawa ponsel dan dompet."Ya ampun, aku bayar taksinya gimana?" Khania merogoh saku celananya dan beruntung dia masih punya uang yang ada di sana. "Ah, beruntungnya masih ada uang, tapi, apa ini cukup?" gumamnya dengan lirih, ia lalu melihat argo taksi dan bernapas lega karena uang yang ia pegang lebih dari cukup.Setelah tiba di tempat tujuan. Khania segera turun setelah memba
Khania membuka matanya dan bernapas lega saat peluru itu ternyata meleset dan mengenai tembok yang berada di belakang Khania.Gabriel yang terkejut pun menghela napas lega.Namun, baru saja mereka merasa lega, orang itu kembali mengarahkan pi-stol itu pada Khania."Kaget ya?" ucapnya sambik terkekeh menyebalkan. "Itu tadi hanya pemanasan," lanjutnya lagi sambil tersenyum jahat."Mau kamu apa?" tanya Khania.Orang itu menatap tajam Khania lalu berjalanendekati Khania dan berbisik. "Aku mau kamu mati.""Apa dengan aku mati? Kamu merasa puas dan bahagia?" tanya Khania lagi."Jelas, itu akan membuatku sangat puas dan bahagia," jawabnya lagi dengan tertawa menyeramkan.Gabriel terus mencoba melepaskan ikatan yang mengikat tangannya.Khania berusaha mengulur waktu. Dia terus memutar otaknya agar bisa terus mengulur waktu.Kenapa? Kamu takut ya?" ledek orang itu."Enggak, aku gak takut," jawab Khania dengan penuh percaya diri.Orang itu sonta
Efgan yang sudah berhasil menemukan Kai bergegas pulang. Ia sungguh tidak sabar ingin bertemu istrinya dan memberikan kabar bahagia ini secepatnya."Nenek," teriak Efgan saat mobil yang ditumpanginya sudah tiba di depan rumah. Ia pun dengan cepat keluar dan menghampiri sang nenek yang nampak terkejut melihatnya."E-Efgan," ucap nenek terbata. Ia nampak syok melihat kedatangan sang cucu."Lihat Nek, Kai sudah kembali. Dia gak apa-apa!" Efgan menunjukan Kai yang berada digendongannya.Nenek melihat Kai dan tersenyum."Syukurlah kalau Kai selamat," ucapnya. Namun, raut wajahnya tak menampilkan kebahagiaan."Nenek kenapa? Apa Nenek gak senang lihat cicit Nenek selamat?" tuduh Efgan yang terheran saat melihat raut wajah nenek yang nampak tak begitu senang.Nenek menggelengkan kepalanya."Ah, bu-bukan begitu. Nenek senang, senang sekali malahan kalau Kai itu baik-baik saja," sahut nenek dengan tersenyum paksa.Efgan menatap penuh curiga pada nenek."Terus kenapa raut wajah Nenek begitu?""Be
"Nia," teriak Gabriel saat melihat Khania tak sadarkan diri, ia membuang pis-tol di tangannya dan perlahan mendekat pada Khania, ia lalu membawan Khania dipangkuannya. Ia pun menoleh pada Anita yang sudah terkapar di lantai dengan darah mengalir di tubuhnya. "Nia ... Nia bangun!" Gabriel berusaha membangunkan Khania.Sampai beberapa saat kemudian Khania pun sadar dari pingsannya.Khania yang baru bangun melihat sekitar dan terkejut saat melihat Anita yang terkapar di lantai dengan bersimbah darah."Ga-Gab, Nita kenapa?" Khania lalu melihat pada dirinya sendiri. "Eh, kok bisa aku gak apa-apa? Bukannya tadi ada suara tembakan? Aku kira Anita nembak aku," ucap Khania kebinggungan.Gabriel menggengam tangan Khania."Anita memang bodoh. Harusnya tadi saat dia mau nembak kamu, pis-tol yang dia taruh di tanganku itu dia ambil dulu. Tapi, mungkin karena dia sangat berambisi untuk mem-bunuh kamu. Jadinya dia gak mikirin itu," sahut Gabriel."Ja-jadi kamu yang udah nembak Anita?" ucap Khania ta
"Ma-maafkan aku Gab," ucap Khania, ia lalu mendekat pada Gabriel dan menarik dan menyeret tubuh Gabriel.Gabriel terkejut. Namun ia tak bisa berbuat apa-apa karena tububnya pun sudah melemah dan tak bertenaga.Tiba di pinggir jalan raya. Khania meletakkan tubub Gabriel di sisi jalan dan ia mencari kendaraan yang mungkin saja lewat sana."Ya Tuhan. Tolong berikan pertolonganmu pada hamba dan juga Gabriel," ucap Khania sambil terus melihat kiri dan kanan berharap ada kendaraan yang lewat.Tak lama kemudian Khania melihat ada kendaraan dari jauh."Alhamdulillah ada kendaraan yang lewat," ucap Khania sambil tersenyum senang. Ia lalu berjalan ke tengah dan berniat untuk menghentikan kendaraan itu."Nia, awas bahaya." Gabriel yang sudah lemah dan tek berdaya pun mencoba merangkak dan mendekat pada Khania yang berdiri di tengah jalan."Gab, kamu diam aja di sana. Jangan ke sini," Gabriel menggelengkan kepalanya.Khania pun berjalan dan mendekat pada Gab
"Mas Efgan ke mana ya? Kok gak diangkat-angkat telepon dari aku?" Khania bergumam sambil terus mencoba menelepon suaminya. Ia lalu melirik ke arah orang yang tadi sudah menolongnya membawa Gabriel ke rumah sakit. "Sebentar ya Mbak, suami saya gak angkat teleponnya," ucapnya pada orang yang sudah menolongnya itu.Wanita cantik itu menganggukan kepalanya."Santai aja Mbak, pakai aja ponselnya." Wanita itu tersenyum hangat pada Khania.Khania tersenyum kikuk dan memilih menyerah untuk menelepon Efgan. Tapi, saat ia akan mengembalikan ponsel itu. Tiba-tiba ponselnya berdering dan menampilkan nomor Efgan yang memanggil.Khania mengurungkan nitannya untuk mengembalikan ponsel itu dan gegas mengangkat panggilan sang suami."Hallo Mas, kamu kenapa gak angkat-angkat telepon aku sih? Aku tau kamu lagi marah! Tapi, setidaknya cari kek istrinya yang gak ada di rumah. Ini mah malah anteng-anteng bae, kamu itu udah gak sayang lagi sama aku ya? Kamu gak tau kalau aku itu habis
"Eh, ada apa kok ribut-ribut." Khania yang baru saja keluar dari ruangan tindakan pun keheranan saat melihat ada keributan di depan pintu. Ia pun mendengar seseorang menangis. Khania mendekat dan bertanya pada wanita asing yang sudah menolongnya itu. Karena kebetulan wanita itu berdiri dekat pintu masuk."Mbak, itu ada apa?" tanya Khania pada wanita itu. Ia bertanya karena tak bisa melihat siapa yang sedang menangis histeris itu.Wanita itu menoleh dan terkekeh, ia lalu berbisik. "Suami kamu lagi nangis," Khania mengerutkan keningnya."Nangis? Nangis kenapa? Nangisin apa?" tanya Khania lagi."Dia ngira jenazah yang baru saja keluar itu kamu, tanpa cross-check dulu," jawab wanita itu sambil tertawa geli.Khania yang penasaran pun mendekat dan benar saja. Ia melihat Efgan tengah duduk bersimpuh di depan jenazah yang entah siapa. Khania melihat Efgan yang menagis tersedu-sedu sambil menciumi tangan jenazah itu.Khania bukannya marah melihat itu, i
"Mas, kamu itu apaan sih? Lepas gak! Aku mau temui dokter dulu," pinta Khania.Efgan tidak melepaskan tangan Khania dan malah semakin kencang mengencangkan tangan Khania."Mas!" Khania yang merasa geram pada sang suami pun memelototkan matanya. "Lepas!""Kamu gak boleh pergi dari sini!" perintah Efgan.Khania yang terheran pun hanya bisa menatap Efgan dengan tatapan bingungnya."Mas! Lepas ya, aku mohon!" pinta Khania dengan memelas. "Mas, itu dokternya udah nunggu aku. Aku gak mau kalau sampai terjadi sesuatu sama Gabriel, jadi tolong lepas ya.""Biarkan saja, aku gak mau kamu memedulikan penjahat itu! Lebih baik kita pulang dan biarkan dia mati sekalian," ucap Efgan sambil menyeret Khania.Khania yang mendengar ucapan Efgan seketika naik oitam. Ia sungguh tak terima jika Efgan menyumpahi Gabriel mati, dengan sekali hentakan Khania melepaskan cengkraman tangan Efgan.Efgan spontan menoleh ke arah Khania."Kamu jangan pernah bicara seperti itu ya