"Ma-maafkan aku Gab," ucap Khania, ia lalu mendekat pada Gabriel dan menarik dan menyeret tubuh Gabriel.Gabriel terkejut. Namun ia tak bisa berbuat apa-apa karena tububnya pun sudah melemah dan tak bertenaga.Tiba di pinggir jalan raya. Khania meletakkan tubub Gabriel di sisi jalan dan ia mencari kendaraan yang mungkin saja lewat sana."Ya Tuhan. Tolong berikan pertolonganmu pada hamba dan juga Gabriel," ucap Khania sambil terus melihat kiri dan kanan berharap ada kendaraan yang lewat.Tak lama kemudian Khania melihat ada kendaraan dari jauh."Alhamdulillah ada kendaraan yang lewat," ucap Khania sambil tersenyum senang. Ia lalu berjalan ke tengah dan berniat untuk menghentikan kendaraan itu."Nia, awas bahaya." Gabriel yang sudah lemah dan tek berdaya pun mencoba merangkak dan mendekat pada Khania yang berdiri di tengah jalan."Gab, kamu diam aja di sana. Jangan ke sini," Gabriel menggelengkan kepalanya.Khania pun berjalan dan mendekat pada Gab
"Mas Efgan ke mana ya? Kok gak diangkat-angkat telepon dari aku?" Khania bergumam sambil terus mencoba menelepon suaminya. Ia lalu melirik ke arah orang yang tadi sudah menolongnya membawa Gabriel ke rumah sakit. "Sebentar ya Mbak, suami saya gak angkat teleponnya," ucapnya pada orang yang sudah menolongnya itu.Wanita cantik itu menganggukan kepalanya."Santai aja Mbak, pakai aja ponselnya." Wanita itu tersenyum hangat pada Khania.Khania tersenyum kikuk dan memilih menyerah untuk menelepon Efgan. Tapi, saat ia akan mengembalikan ponsel itu. Tiba-tiba ponselnya berdering dan menampilkan nomor Efgan yang memanggil.Khania mengurungkan nitannya untuk mengembalikan ponsel itu dan gegas mengangkat panggilan sang suami."Hallo Mas, kamu kenapa gak angkat-angkat telepon aku sih? Aku tau kamu lagi marah! Tapi, setidaknya cari kek istrinya yang gak ada di rumah. Ini mah malah anteng-anteng bae, kamu itu udah gak sayang lagi sama aku ya? Kamu gak tau kalau aku itu habis
"Eh, ada apa kok ribut-ribut." Khania yang baru saja keluar dari ruangan tindakan pun keheranan saat melihat ada keributan di depan pintu. Ia pun mendengar seseorang menangis. Khania mendekat dan bertanya pada wanita asing yang sudah menolongnya itu. Karena kebetulan wanita itu berdiri dekat pintu masuk."Mbak, itu ada apa?" tanya Khania pada wanita itu. Ia bertanya karena tak bisa melihat siapa yang sedang menangis histeris itu.Wanita itu menoleh dan terkekeh, ia lalu berbisik. "Suami kamu lagi nangis," Khania mengerutkan keningnya."Nangis? Nangis kenapa? Nangisin apa?" tanya Khania lagi."Dia ngira jenazah yang baru saja keluar itu kamu, tanpa cross-check dulu," jawab wanita itu sambil tertawa geli.Khania yang penasaran pun mendekat dan benar saja. Ia melihat Efgan tengah duduk bersimpuh di depan jenazah yang entah siapa. Khania melihat Efgan yang menagis tersedu-sedu sambil menciumi tangan jenazah itu.Khania bukannya marah melihat itu, i
"Mas, kamu itu apaan sih? Lepas gak! Aku mau temui dokter dulu," pinta Khania.Efgan tidak melepaskan tangan Khania dan malah semakin kencang mengencangkan tangan Khania."Mas!" Khania yang merasa geram pada sang suami pun memelototkan matanya. "Lepas!""Kamu gak boleh pergi dari sini!" perintah Efgan.Khania yang terheran pun hanya bisa menatap Efgan dengan tatapan bingungnya."Mas! Lepas ya, aku mohon!" pinta Khania dengan memelas. "Mas, itu dokternya udah nunggu aku. Aku gak mau kalau sampai terjadi sesuatu sama Gabriel, jadi tolong lepas ya.""Biarkan saja, aku gak mau kamu memedulikan penjahat itu! Lebih baik kita pulang dan biarkan dia mati sekalian," ucap Efgan sambil menyeret Khania.Khania yang mendengar ucapan Efgan seketika naik oitam. Ia sungguh tak terima jika Efgan menyumpahi Gabriel mati, dengan sekali hentakan Khania melepaskan cengkraman tangan Efgan.Efgan spontan menoleh ke arah Khania."Kamu jangan pernah bicara seperti itu ya
Seorang suster datang ke ruangan Khania untuk memeriksa keadaan Khania. Dan setelah Khania diperiksa suster itu pun kembali."Nek. Apa Kai baik-baik saja?" ucap Khania tiba-tiba. "Kai baik-baik aja sayang. Dia tadi Nenek titipkan sama Monic jadi kamu gak udah khawatir ya," sahut nenek sambil membelai rambut Khania."Mas, gimana keadaan Gabriel?" tanya Khania."Dia baik-baik aja, dia juga udah lewati masa kritisnya. Jadi kamu gak usah khawatir lagi ya sayang. Gabriel baik-baik aja sekarang," jawab Efgan singkat.Khania menanggukan kepalanya.Nenek tak terkejut karena sudah diberi tahu tentang Gabriel yang menyelamatkan Khania dan juga Kai. Nenek malah sangat bersyukur dan berterima kasih pada Gabriel karena sudah menolong cucu menantu dan cicitnya.Dua minggu kemudian.Khania yang tengah memberi ASI pada Kai di kamar terkejut saat tiba-tiba seseorang menutup matanya dari belakang. Ia pun tersenyum karena sudah tau jika itu ulah suaminya."Mas
Waktu terus berlalu, sampai tidah terasa sudah dua tahun berlalu.Khania kini tengah sibuk menyipakan pernikahan Monic dan Glen, karena banyak hal yang membuat pernikahan Monic dan Glen harus diundur sampai sekarang."Mas, kamu itu kenapa malah asyik sendiri di sini sih? Kamu gak bantuin orang-orang apa?" omel Khania saat melihat Efgan yang tengah duduk di teras depan."Aku tadi udah bantuin lho sayang. Ini lagi istirahat bentar, lagian juga kenapa aku harus ikutan sibuk gini sih?" keluh Efgan.Khania yang mendengar keluhan Efgan bukannya iba malah memelototinya."Iya, iya. Ini aku mau bantu lagi." Efgan dengan malas bangkit dari duduknya dan kembali membantu orang-orang untuk mempersiapkan pernikahan Monic yang tinggal beberapa hari lagi.Khania tersenyum saat melihat Efgan kembali bekerja. Ia pun masuk ke dalam untuk bertemu sang anak yang memang sengaja ia titipkan pada Gabriel."Gab, Kai gak rewel kan?" tanya Khania saat ia sudah tiba di dekat Gabriel
"Kenapa Nek?" tanya Khania yang heran saat melihat nenek menatapnya dengan dalam dan intens.Nenek segera menggelengkan kepalanya dan tersenyum."Enggak, jadi kamu gak ada masalah ya sama Efgan?" tanya nenek lagi."Enggak Nek, aku gak ada masalah sama mas Efgan," "Syukurlah kalau gitu," ucap nenek."Oh iya Nek, tadi aku sempat denger mobilnya mas Efgan. Apa dia tadi keluar?" tanya Khania."Iya, tadi katanya mau cari angin sebentar keluar," sahut nenek.Khania menganggukan kepalanya."Ya udah, Nenek keluar dulu ya sayang," pamit nenek sambil berdiri."Iya Nek," jawab Khania.Setelah nenek pergi. Khania segera mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang."Hallo Mas," ucap Khania saat panggilan itu sudah terhubung."Ada apa sayang?" tanya Efgan yang terdengar khawatir."Enggak ada apa-apa, cuma kangen aja sama kamu," ucap Khania yang ssontak menbuat Efgan terkejut sampai-sampai ia mengerem mobilnya mendadak. Beruntung tak ada kenda
Malam harinya.Khania yang seharian ini bad mood hanya diam seharian di dalam kamar. Semua orang yang khawatir dengan Khania. Mereka semua berusaha membujuk Khania agar keluar kamar dan makan. "Sayang, buka dulu ya pintunya. Kamu makan dulu," bujuk Efgan.Namun, tak ada jawaban dari dalam kamar."Nia sayang. Buka dulu ya pintunya. Ini nenek sayang," ucap nenek sambil mengetuk pintu.Lama mereka menunggu sampai terdengar suara kunci yang dibuka dari dalam. Dan sesaat kemudian Khania pun muncul dari dalam kamar dengan pakaian yang sudah rapi."Kamu mau ke mana?" tanya nenek dan Efgan hampir bersamaan.Khania hanya diam saja tak menjawab. Ia menatap Efgan dengan tatapan yang nyalang. Lalu ia pun menoleh ke arah nenek dan tersenyum."Nia mau keluar sebentar ya Nek, mau cari bakso. Entah kenapa dari tadi Nia terus aja kepikiran bakso yang kuahnya itu pedes banget." Khania sengaja menekankan kata pedas agar suaminya mendengar.Efgan hendak menyela ucapan Khania. Namun, nenek lebih dulu men