Bima tidak sedang ingin membatasi hubungan, justru ucapannya mengarah satu hal; lelaki itu mempersilahkan Aluna masuk ke dalam hatinya tanpa harus menyingkirkan Cassandra.
Itu yang Aluna tangkap dari obrolannya dengan sang Suami.Analoginya, jika selama ini Bima hidup bersama Cassandra di dalam rumah, Aluna yang ada di luar lelaki itu persilahkan masuk tanpa harus mengusir Cassandra dari dalamnya. Tuk itulah, Bima meminta dirinya 'menghargai' Cassandra sebagai sosok baik yang bisa dipelajari kisah hidupnya—alih-alih mantan calon istri suaminya.Jika Aluna belum ke Bali, dan belum mendapat pencerahan atas perasaannya, mungkin sekarang Aluna akan bahagia sebab dia satu langkah lebih maju.Kalau Bima sudah mengizinkannya masuk, apapun bisa Aluna lakukan. Termasuk menendang Cassandra keluar.Sayangnya ... Aluna sudah apatis sekarang.Dia malah mentertawai permintaan Bima tuk mengenal Cassandra lebih lanjut.Baiklah, aJika hantu Cassandra benar-benar ada, maka dia salah langkah, sebab kedatangannya malah membuat Bima makin perhatian dengan Aluna. Lelaki itu memeluk Aluna dan menariknya dari kamar mandi. Petir menyambar dari luar. Cahayanya mampu menembus jendela yang bertirai sehingga kamar seketika terang benderang."Kamu enggak apa-apa?" tanya Bima menurunkan Aluna di pinggir ranjang. Aluna mengangguk. Dia buru-buru masuk ke dalam selimut dan meringkuk memeluk guling. Tempat favoritnya yang adalah ujung ranjang, sekarang dihindari sebab bayangan tangan putih pucat mencuat dari kolong ranjang benar-benar mengerikan. Aluna sangat takut tetapi dia tidak mau terkesan mencari perhatian Bima sehingga alih-alih mengatakan ketakutannya, Aluna hanya diam dan lekas tidur. "Kamu ternyata penakut ya Al ..." gumam Bima. Aluna sama sekali tidak menoleh. Dia mendengar suara ranjang bergerak, mungkin Bima sedang mencari posisi rebah yang nyaman.
Menurut Bima, mengenalkan Aluna kepada Cassandra akan membuat Aluna memahami alasan kenapa perempuan itu sulit dilupakan. Namun Aluna punya opini lain ketika langkahnya menjejak rumah mertuanya. Dia akan mencari tahu soal Cassandra dari mulut Mitha dengan tujuan; memperkuat hatinya untuk berpisah ketika hamil nanti. Pikir Aluna, kalau dia tahu sesempurna apa Sandra, barangkali sel-sel di tubuhnya akan makin kuat melindungi perasaannya. "Ngapain kamu tanya soal dia?"Tidak Aluna duga, tanggapan Mitha begitu 'ketus'."Udah ya Al, dia hanya masa lalu suami kamu. Enggak usah dibahas lagi," tambah Mitha mengangkat tangannya tuk meremas bahu Aluna yang dibalut kemeja kotak-kotak. Mitha melukis senyum simpul. "Kamu enggak perlu tahu dia siapa, bagaimana rupanya dan asalnya. Dia udah jauh. Enggak bakal jadi ancaman buat kamu."Memang tidak ada penelitian khusus berapa jarak dunia dan akhirat, tetapi Aluna tidak akan menjadi wartawan y
Selagi mengajari Bee matematika, Aluna sedikit salah tingkah karena Bima yang makan sore, sesekali melihat ke arahnya. Okay, Aluna memang berpikir dia aneh karena memakai riasan. Mungkin karena itu, Bima memandanginya terus-menerus. Hal serupa juga dilakukan Aluna. Membayangkan hidup pedih lelaki itu membuat Aluna terus menerus memandang lelaki itu. Aluna sedang menggelontorkan rasa bencinya dengan memandang iba. Rasa benci seperti kentang yang dia peluk, semakin lama akan membusuk di tangannya. Harus Aluna lepaskan agar dia bisa lekas hamil dan benar-benar meninggalkan Bima dengan lukanya. Aluna bukan Wonder Woman yang bisa menaklukan Abimanyu Basudewa. Bima telah terpuruk selama 5 tahun, disadarkan oleh orang tuanya saja tidak bisa, Aluna yang hanya 'orang baru' bisa apa? Nyatanya, sepasang suami istri yang sudah lama tak bermesraan itu telah salah dengan melirik satu sama lain. Ada yang terbangun dari dalam diri mereka d
"Kamu buat sarapan Al?"Sebuah tanya mengentikan gerakan Aluna membalik omelet. Mendongak, Aluna yang lagi ini terlihat 'fresh' dengan kaos oversize berwarna biru tua menyengir. Bima tak kuasa mengerjap melihat wajah Aluna begitu cerah. Dia tentu tak mau kehilangan moment ini sekalipun hanya sedetik. "Hooh," jawab Aluna. "Tapi buat diriku sendiri." Hal itu Aluna utarakan sembari mengangkat teflon dan menjatuhkan omeletnya yang tergulung ke atas piring. Ya, hanya satu piring. Bima pikir semalam sangat spesial sampai Aluna melupakan komitmennya tuk masing-masing di luar urusan ranjang. Namun ternyata, Aluna tetap konsisten. Jujur, Bima agak kecewa, kendati dia juga memahami sikap Aluna sangat logis. Dengan piring dikedua tangan, Aluna melewati tubuh Bima yang masih terpaku di lantai dapur. "Enggak disini makannya?" tanya Bima menyadari sang Istri melewati pintu dapur. "Di ruanganku aja," teriak Aluna sebab
Bima baru saja meminta maaf atas nama Aluna dan pergi ke dalam mobil saat seorang lelaki yang memakai kemeja hitam membungkuk di jendela. Tatapannya serta merta menajam sebab kepalanya mengenali lelaki ini. Prasasti. Teman Aluna yang dia ketahui masih berstatus sebagai mahasiswa di salah satu universitas swasta Kuningan. Pertemuan mereka singkat tetapi Bima tidak lupa bahwa Pras adalah lelaki yang menggendong Aluna di camp Palutungan Ciremai ketika Aluna terkilir. Lelaki ini benar-benar mengganggu Bima oleh karena kejadian itu sehingga Bima tentu hapal di luar kepala bagaimana perawakan Pras. Prasasti berpostur tinggi, sedikit berotot, punya rambut gondrong dan wajah tengil khas anak remaja yang belum mengenal susahnya hidup. "Ini kenapa?" tanya Bima meminta perhatian. Pras menoleh mendengar pernyataan itu. Lelaki itu serta merta menatap Bima tepat di muka. Tatapannya tidak mencerminkan anak muda yang belasan tahu
Damai sekali rasanya terbangun dari ranjang masa kecilnya dengan guling sebagai teman. Aluna menggeliat dan membuka jendela sehingga angin subuh yang segar memanjakan paru-parunya. Aluna tersenyum tipis, sekarang dia tidak perlu berpura-pura lagi. Apa yang dia tampilkan di wajahnya adalah realita yang dia rasakan di hatinya. Keabsent-an Bima di hidupnya pagi ini, membuat Aluna punya banyak energi untuk bahagia. Energi yang sebelumnya dia pakai untuk membuat topeng juga benteng, sekarang utuh banyak sekali.Alhasil, ya seperti ini, Aluna merasa tenang. Namun paginya yang damai, terusik oleh teriakan bayi yang digendong ayahnya. "Ini siapa? Subuh-subuh kok udah culik bayi?" tanya Aluna menghampiri ayahnya. Satria tidak lekas menjawab. Lelaki yang sudah beruban itu menimang bocah perempuan yang sepertinya baru belajar merangkak itu agar teriakan mengantuknya lekas hilang. "Ini Gigi," jawab Satria mengecupi pipi bayi i
Aluna mengatupkan bibirnya rapat-rapat ketika suara tamparan keras mengalun kencang. Wajah Bima sampai tersentak ke sisi saking kuatnya Mitha mengumpulkan tenaga tuk memberi tamparan.Genderang di kepala Aluna berdetak keras. Dia harus mengambil keputusan sebelum ada pihak lain yang menyadari pertengkaran ini. Aluna takut semuanya kacau dan dia akan kesulitan menghandle sebab di rumah ini memang hanya ada mereka bertiga. "Udah ya mah," bujuk Aluna memeluk bahu Mitha yang bergetar hebat. "Dia udah menutup diri selama 5 tahun Al, bagi Mamah itu bodoh!" hardik Mitha meloloskan isak tangis. "Bim, coba lihat Mamah! Apa kamu enggak kasihan sama Mamah? Kamu boleh berduka, Mamah sama sekali enggak larang, tapi ada batas waktunya."Sungguh, Aluna bingung harus menengahi dengan cara apa. Mitha yang emosional bukan hanya akan merusak suasana tetapi juga merusak kesehatan tubuh Mitha sendiri. Akhirnya Mitha bisa dibujuk agar duduk. Itupu
Sikap Aluna yang tiba-tiba condong ke arahnya, ibarat pisau tajam yang mengiris tipis perasaan Bima.Lelaki itu sadar begitu banyak rasa sakit yang dia torehkan di hidup Aluna. Dan perempuan itu bisa-bisanya masih membela dirinya?Di ujung rasa frustasi karena harus membakar semua barang-barang yang telah menemaninya selama 5 tahun terakhir, Bima menunjukan tatapan penuh permohonan kepada Aluna. Please ....Bima tidak mungkin membakar hangus satu-satunya kenangan dirinya dan Cassandra. Perempuan itu adalah titik balik dirinya bisa hidup senormal sekarang, Bima tidak mungkin melupakan Cassandra. Tanpa Bima duga, Aluna mengabulkan permintaannya. Perempuan itu menolak permintaan Mitha dan menjelaskan bahwa benda-benda itu tidak bisa mendefinisikan apapun soal pernikahan dirinya dan Aluna.Bima pikir dia akan lega. Dia pikir hatinya akan meluas seperti samudera mendengar izin dari Aluna, bahwa dia bebas menyimpa