Aluna mengatupkan bibirnya rapat-rapat ketika suara tamparan keras mengalun kencang.
Wajah Bima sampai tersentak ke sisi saking kuatnya Mitha mengumpulkan tenaga tuk memberi tamparan.Genderang di kepala Aluna berdetak keras. Dia harus mengambil keputusan sebelum ada pihak lain yang menyadari pertengkaran ini. Aluna takut semuanya kacau dan dia akan kesulitan menghandle sebab di rumah ini memang hanya ada mereka bertiga."Udah ya mah," bujuk Aluna memeluk bahu Mitha yang bergetar hebat."Dia udah menutup diri selama 5 tahun Al, bagi Mamah itu bodoh!" hardik Mitha meloloskan isak tangis. "Bim, coba lihat Mamah! Apa kamu enggak kasihan sama Mamah? Kamu boleh berduka, Mamah sama sekali enggak larang, tapi ada batas waktunya."Sungguh, Aluna bingung harus menengahi dengan cara apa. Mitha yang emosional bukan hanya akan merusak suasana tetapi juga merusak kesehatan tubuh Mitha sendiri.Akhirnya Mitha bisa dibujuk agar duduk. ItupuSikap Aluna yang tiba-tiba condong ke arahnya, ibarat pisau tajam yang mengiris tipis perasaan Bima.Lelaki itu sadar begitu banyak rasa sakit yang dia torehkan di hidup Aluna. Dan perempuan itu bisa-bisanya masih membela dirinya?Di ujung rasa frustasi karena harus membakar semua barang-barang yang telah menemaninya selama 5 tahun terakhir, Bima menunjukan tatapan penuh permohonan kepada Aluna. Please ....Bima tidak mungkin membakar hangus satu-satunya kenangan dirinya dan Cassandra. Perempuan itu adalah titik balik dirinya bisa hidup senormal sekarang, Bima tidak mungkin melupakan Cassandra. Tanpa Bima duga, Aluna mengabulkan permintaannya. Perempuan itu menolak permintaan Mitha dan menjelaskan bahwa benda-benda itu tidak bisa mendefinisikan apapun soal pernikahan dirinya dan Aluna.Bima pikir dia akan lega. Dia pikir hatinya akan meluas seperti samudera mendengar izin dari Aluna, bahwa dia bebas menyimpa
Kelihatan berat, Abimanyu Basudewa mengangguki ucapan sang Ayah. Sungguh di luar dugaan lelaki itu mau berkompromi dengan dua hal sulit dalam waktu singkat. Haruskah Aluna bertepuk tangan dan melakukan selebrasi?Aluna tidak menampik dia sedikit bahagia karena Bima mau sedikit 'berusaha' agar hubungan mereka 'tak retak'. Namun tentu, ini bukan tentang perasaan, melainkan hanya semata demi punya anak. Sebut Aluna gila, tetapi obsesinya untuk punya anak benar-benar membuatnya seperti bukan manusia. Dia sudah kehilangan perasannya di pernikahan ini, setidaknya izinkan dia punya keinginan maniak untuk punya anak. "Untuk sementara ini, karena cari tempat yang bagus itu susah, kalian bisa tinggal disini," cetus Mitha memberi opsi ketika Bima diam saja ditanya soal tempat tinggal. "Sekalian Mamah awasi Bima biar enggak macam-macam."Bima menghela nafas. Pasti berat jadi Bima, gumam Aluna. Dalam satu hari, lelaki itu diminta meruba
"Ini bagus, tapi nanti disimpan dimana?" Aluna menunjuk kamar Bima yang sudah disesaki dengan rak buku. "Rak-nya dikeluarin satu," jawab Bima.Aluna mengangguk. "Ini mau dibuang?" tanya Mitha menunjuk tumpukan buku di depan pintu. Sangat menumpuk dan berdebu. "Ditaruh gudang aja, nanti aku yang turunin," jawab Bima. "Enggak sekalian sewa tukang aja kalau mau dicat ulang?""Enggak usah, bisa dicat sendiri.""Aku juga suka ngecat, nanti berdua lebih cepat Mah," timpal Aluna membuat Bima menatapnya.Aluna merealisasikan ucapannya dengan mengambil alih bagian mengecat. Bima memilih putih sebagai warna dasar. Baguslah, Aluna jadi tidak perlu mendebat hal itu. "Emang enggak ada kerjaan?" Aluna mencelupkan kuas ke ember yang berisi cat. Perempuan itu mengusap peluh di dahi dengan lengan bagian dalam. "Fleksibel. Nanti malam juga bisa.""Ini karena nanti bau cat, paling malam i
Selama masa konsultasi ke psikolog, Aluna menutup diri dari semua informasi tentang apa, siapa, dimana, dan bagaimana. Dia membiarkan Mitha menjadi 'pengawas' Bima ke psikolog. Menurut Mitha, Bima sudah sedikit terbuka sekarang. Aluna sendiri tidak tahu spesifiknya seperti apa. Dia lebih banyak menghabiskan waktu bersama Bee alih-alih Bima. Dia hanya bertemu dengan Bima di meja makan untuk sarapan dan makan malam lalu di ranjang ketika tidur. Itupun jarang mengobrol karena Aluna tidur cukup larut sebab jadwal bekerjanya dari sore sampai malam. Namun yang pasti, Aluna merasa psikolog itu ada 'efeknya' ketika hari Jumat Bima tidak pergi ziarah. Entah Bima benar-benar tulus untuk 'menyembuhkan diri' atau bukan. Lelaki itu malah meminta Aluna menemaninya ke toko buku. Kata Bu Novita, membuat jurnal bisa membuat Bima mengenali perasaannya. Ini akan membuat proses penyembuhan 'jiwa' Bima lebih mudah, sebab tahu apa yang menjadi penyebab Bi
Fokus Bima sudah sangat kacau ketika Aluna yang duduk di jok sebelah, tiba-tiba meminta izin ke jok belakang. Mereka dalam perjalanan pulang setelah nge-date tipis-tipis. "Mau ngapain?" tanya Bima tidak sadar bernada sengit. "Mau pakai celana."Bima menatap Aluna dengan tatapan tidak mengerti. Sudah hampir satu jam menempuh perjalanan dari Grage Mall Cirebon ke Jalaksana, Aluna baru ingat memakai celana? Aluna memang memakai atasan super pendek tanpa bawahan. Di atas lutut. "Nanti ayahku bisa ngomel kalau liat aku pakai baju ini aja," ungkap Aluna. "Dari tadi aku suruh pakai celana kamu enggak mau, tapi sama ayah kamu takut?" tanya Bima tak habis pikir. "Kenapa kita enggak ke Gramedia ya Al, beli buku tentang kewajiban istri untuk mematuhi suaminya.""Ck, kamu kaya Mamah Mitha ya, bawa-bawa begituan," ledek Aluna menepuk lengan Bima agar menyingkir dari sisi jok. Aluna merunduk dan memaksa tubuh kurusnya untuk melom
"Kenapa kamu menginginkanku?" tanya Aluna merah merona. "Apa kamu enggak menginginkanku?" Bima balas bertanya. Sepasang mata Bima penuh kabut. Aluna tenggelam di sana. Aluna tidak punya apapun untuk membuat seorang lelaki tergila-gila, tetapi ketika mereka bermesraan, cara Bima memperlakukannya begitu lembut dan penuh pemujaan seolah Aluna adalah perempuan tercantik di dunia. Aluna tidak akan pernah bosan mengatakan hal itu karena rasanya memang sangat aneh. Tubuhnya kurus seperti tulang dibungkus kulit. Aluna tidak merasa spesial. Aluna yang duduk di pangkuan Bima berjengit ketika Bima meremas bokongnya. "Kamu enggak menginginkanku juga Al?" ulang Bima menagih jawaban. Bima mengelus punggung Aluna yang lembut. Perempuan di pelukannya ini hanya memakai panties sehingga punggungnya bebas dari tali bra. Bima menunggu jawaban itu sembari menurunkan mulutnya. Aluna menatap langit-langit dengan mata terpejam
Ditinggal tidur, kekesalan Aluna akibat pillow talk 'panas membara' tentang evaluasi pernikahan malah membesar. Aluna cemberut sepanjang pagi dan mendelik ketika Bima mengajaknya bicara. Aluna juga tidak tahu kenapa pagi ini sulit sekali untuk memaafkan.Sialnya Bima telah mencuri start. Lelaki itu sudah izin untuk pulang dan mengatasnamakan nama Aluna. Aluna jadi tidak bisa mengelak karena Satria, Lizy dan Wira terlanjur percaya bahwa dia akan pulang pagi bersama Bima karena banyak pekerjaan."Aku enggak bilang mau pulang, kenapa kamu izinnya atas nama berdua?" sengit Aluna ketika Bima mengajaknya pulang. "Kamu mau ribut di depan rumah kamu dan kedengeran sama ibu kamu?" tanya Bima menyerang titik sensitif Aluna yang memang sangat mementingkan kebahagiaan orang tuanya. "Licik kamu Bim, kaya ular," maki Aluna. "Nah kan, untuk ini kita harus pulang. Kita harus bicara! Kamu masih marah," cetus Bima melempar tas Aluna
Sudah menulis banyak teori tentang tanda-tanda hamil di novel-novelnya, baru di Minggu kedua pasca mertuanya pergi, Aluna ingat dia telah berubah kian drastis. Damn, maki Aluna menatap kalender yang sudah bergulir sejak terakhir kali dia haid. Aluna lupa kapan spesifiknya, tetapi dia ingat sudah telat cukup lama dari terakhir haid—sebab pembalutnya di kamar mandi biasanya habis akhir bulan. Sementara sekarang yang adalah awal bulan, pembalutnya masih ada. Okay, sekarang Aluna ingin berteriak. Dia sangat antusias kendati perubahan tubuh serta siklus mentruasi yang terlambat bisa saja dikarenakan faktor internal dan bukan pertanda hamil saja. Namun ketika pandangannya teralihkan oleh cermin di sebelah kalender dinding, Aluna jadi gugup. Sudah satu Minggu ini dia mudah gerah yang mengakibatkan tubuhnya sering dibalut tank top setiap hari. Bukankah ini juga keanehan yang sulit dijelaskan? Berbekal kesenanga
"Al jangan lari!"Aluna tidak mengindahkan teriakan itu. Dia tetap berlari. Dia menggunakan seluruh energinya untuk cepat sampai tangga dan naik ke kamarnya. Aluna akan mengunci pintu sehingga Bima tidak perlu ada di satu ruangan dengannya. Untuk malam ini saja, Aluna ingin sedikit egois. Dia lelah bertengkar. Situasi tegang tak bagus untuk bayinya, apalagi sekarang adalah jam tidur. Aluna tidak boleh stress. "Aku minta maaf Al ..."Di belakang, Bima masih saja meracau. "Selama 3 hari kemarin aku mikirin soal kita, aku mikirin bayi kita juga."Aluna tidak menyukai panggilan 'bayi kita' kendati faktanya bayi ini memang memiliki setengah gen dirinya dan Bima. "Al ..." Teriakan Bima menjadi suara terakhir yang Aluna ingat ketika rasa pening karena terlalu banyak berpikir membuatnya limbung. Dia hampir jatuh terguling di atas tangga, tetapi urung karena Bima tiba-tiba sudah ada di belakang
"Al, bangun! Ada A Bima jemput kamu pulang!" Aluna menggeliat karena diganggu tidurnya. Perempuan itu bergeming berpikir bisikan itu hanya potongan mimpinya. Namun, dengan tangan yang mengelus pipi, Aluna tahu suara itu nyata. Dibukanya mata, Aluna mendapati Lela menatapnya cemas. Tatapan perempuan berwajah manis ini terlihat pucat. Entah karena ini sudah tengah malam atau karena alasan lain."Ada A Bima di depan," bisik Lela mengulang informasi. "Bima?" tanya Aluna menekuk sikut sehingga dia bisa duduk. Aluna menatap kamar Lela yang serba pastel. Ternyata dia memang tidur di kamar Lela, pantas kasurnya terasa lain. Ditatapnya jam dinding yang menjadi dekorasi kamar, ternyata sudah pukul 10 malam."Kok aku bisa tidur disini La?" "Tadi teteh kan ketiduran di kamarnya A Kalis, terus sama Ibu diajak pindah kamar, enggak inget?"Aluna menggeleng. "Oke, oke, yang penting selamat. Yuk keluar?
Wajah Aluna sudah macam korban sengatan lebah. Aluna mengompres matanya yang bengkak di dapur. Dia melakukannya sembari menunggu air di dalam teko yang dia panaskan di kompor lekas mendidih. Desing teko menguar keras. Aluna terjerat dalam lamunan. Perempuan yang memakai kaos semalam itu masih melamun dengan es batu mencair di tangannya. Ketika suara desing teko mendidih makin konstan, Aluna terlonjak dan lekas mematikannya. Betapa terkejutnya Aluna mendapati teko itu sudah kehilangan banyak air. Lamanya waktu yang dia biarkan membuat air di dalamnya menguap hilang. Mendesah, Aluna kembali mengulang. Mungkin perempuan itu tidak sepenuhnya sadar, bahwa alam bawah sadar telah membuatnya berulang kali melihat pintu. Bima tidak pulang sampai pagi. Kemana lelaki itu pergi? "Udahlah Al, mending kamu kerja biar cepet selesai," gumam Aluna menepis rasa khawatirnya. Dia membawa nampan berisi susu hamil rasa strawb
"Kapan aku bilang begitu?" tanya Bima ketika Aluna menyindirnya soal suami tanpa perasaan. Nada suara Abimanyu Basudewa yang mendesis adalah pertanda, lelaki itu tidak sepenuhnya ingat soal kalimat lamarannya yang menyakitkan. "Waktu melamarku, kamu bilang bisa menghamiliku tanpa perasaan ..." jawab Aluna mengatakannya secara gamblang. Otak Bima tampaknya sedang mencerna, kening lelaki itu mengernyit. Lalu ketika hasilnya telah terproses, Abimanyu Basudewa termenung. "Al ...." lirihnya memanggil. Aluna menyeringai. "Semua kemarahan kamu di jalan tadi ... terlalu berlebihan Bim. Kamu keterlaluan karena hampir mencelakakan kita bertiga ...." maki Aluna.Bima mengerjap nanar mendengar kata 'bertiga'."Kamu harus malu marah-marah hanya karena telat dikasih tahu soal kehamilanku Bim, karena sebenarnya sejak awal, kamu udah ngomong ... hamilku itu bukan sesuatu yang bisa kita selebrasikan seperti pasutri pada umumnya!"
Ketika Bima tiba-tiba mengajak pulang dengan nada dingin, Aluna buru-buru menghampiri Bima dan mengajaknya bicara di kamar. Namun, Bima sepertinya mengalami hari buruk. Lelaki itu memaksa Aluna segera pulang. Begitu mutlak, tegas dan tak terbantahkan. "Aku udah izin mau nginep sama Mamah dan Ayah, sorry tadi enggak ngabarin karena ponselku ketinggalan lagi," jelas Aluna tersenyum tipis. "Kamu ikut nginep aja ya Bim?""Kamu enggak paham maksudku Al? Aku bilang pulang, ya pulang!!" Aluna melebarkan pupil terkejut bukan main mendengar nada tajam Bima. Aluna menoleh tuk melihat reaksi orang tuanya, syukurlah suara televisi menjadi peredam suara sehingga mereka tidak mendengar ucapan Bima yang begitu tajam. Aluna kemudian mengalihkan tatapan ke depan. Menatap suaminya. Aluna bukan pembaca ekpsresi, tetapi tajamnya sorot pandang Bima, tentu adalah hal buruk.Menghela nafas, Aluna pun terpaksa mengangguki permintaan Bima u
Rutenya selalu sama, apapun yang tidak diharapkan selalu Tuhan datangkan sebagai ujian. Seperti bakteri dan virus, yang lebih mahir membuat sistem imun belajar untuk kuat (Aluna)***Aluna pernah mendengar, jika kita sudah terlalu yakin akan suatu 'planning' maka akan ada saja sesuatu yang menggagalkannya. Aluna mengalaminya sekarang. Berniat mengabari keluarganya soal kehamilannya satu hari pasca USG, planningnya malah molor sampai 4 hari setelahnya. Ya, telat 3 hari. Dan itu semua tidak sengaja dia lewatkan. Aluna benar-benar lupa akan hal itu. Dia sibuk mengejar deadline pekerjaan setelah hari dimana Bima membawanya ke kampus lantas main ke bioskop.Disini, kadang Aluna sadar bahwa manusia jangan terlalu percaya diri. Aluna yang sudah memikirkan reaksi kedua orang tuanya ketika tahu dia hamil sejatinya sudah melampaui takdir. Dia melupakan Tuhan dalam proses memikirkan planning itu. Yeah, karena sekaran
"Astaga sekarang jam berapa?""Jam setengah 7.""Ya ampun aku belum makan," seru Aluna panik. Bima mengernyitkan dahinya. Aluna si Perempuan gila kerja yang suka mengurung diri tanpa makan sekarang panik hanya karena lupa makan? "Hati-hati Al!" tegur Bima ketika sang Istri hampir terjatuh karena belum sepenuhnya sadar pasca tidur berjam-jam. "Padahal aku setting alarm tahu.""Capek banget kayaknya kamu Al. Kerja dari tadi?""Enggak kerja sama sekali. Cuma duduk doang.""Ya udah jangan cemberut gitu, sekarang sholat dulu, kalau mau mandi pakai air hangat biar enggak masuk angin," kata Bima memberi saran lembut. Aluna mengangguk. Bima gemas sekali karena wajah Aluna yang berkeringat secara otomatis membuat kedua pipinya memerah alami. Sangat cantik. Terutama karena wajah habis bangun Aluna benar-benar menggemaskan dengan mata bengkak menyipit dan juga bibir menekuk.
Ternyata seperti ini rasanya ...Aluna duduk di kursi ruang Obgyn dengan seorang perempuan berkacamata mewawancarainya dengan banyak pertanyaan basic. Tujuan datang ke Obgyn? Kehamilan pertama atau bukan? Sudah cek pakai testpack lebih dulu atau belum? Dan lain sebagainya. Aluna menjawabnya dengan antusias. Sungguh, dia bahagia sekali bisa hamil sehingga setiap moment-nya dia nikmati dengan penuh sukacita. Aluna bahkan tidak insecure ketika ibu-ibu hamil yang datang ke klinik ini hampir semuanya diantar suaminya masing-masing. Fokus utama Aluna saat ini adalah kesehatan bayinya. "Bu Aluna, kayaknya bener deh kita udah pernah ketemu. Di The Jungle ...."Aluna ber-oh panjang. The Jungle adalah restoran milik ayahnya yang sekarang punya banyak cabang. "Iya itu memang punya ayah saja Dok.""Wah kebetulan, The Jungle itu tempat favorit saya.""Ya ampun, dunia sempit ya, lain kali kalau mampir bisa hubun
Testpack digital telah melakukan pekerjaannya. Di jendelanya, tertera 'yes' sebagai jawaban. Aluna menarik nafas dan menghembuskannya secara perlahan. Emosinya sudah tersedot kemarin malam sehingga subuh ini dia bisa mengontrol diri. Aluna keluar dari kamar dan mencengkram testpack digital itu untuk dia masukan ke dalam kotak. Abimanyu Basudewa yang masih terlelap, dia lewati begitu saja. Alih-alih memberitahu Bima soal ini, Aluna malah membuka laptop. Dia menghitung usia pekerjaannya selama mengambil dua pekerjaan freelance sekaligus. Aluna tidak boleh mengambil banyak pekerjaan selama hamil karena begadang tidak dianjurkan. Dia akan menawarkan pekerjaannya yang belum selesai—dengan kontrak yang lama, ke temannya sesama freelance. "Bisa enggak? Sekitar 113 bab lagi, itu optional, bisa diperpendek maupun diperpanjang kalau memang butuh duit banget," kata Aluna menggigiti ujung kukunya karena gugup. Aluna bahkan belum cuci m