Kelihatan berat, Abimanyu Basudewa mengangguki ucapan sang Ayah. Sungguh di luar dugaan lelaki itu mau berkompromi dengan dua hal sulit dalam waktu singkat.
Haruskah Aluna bertepuk tangan dan melakukan selebrasi?Aluna tidak menampik dia sedikit bahagia karena Bima mau sedikit 'berusaha' agar hubungan mereka 'tak retak'. Namun tentu, ini bukan tentang perasaan, melainkan hanya semata demi punya anak.Sebut Aluna gila, tetapi obsesinya untuk punya anak benar-benar membuatnya seperti bukan manusia.Dia sudah kehilangan perasannya di pernikahan ini, setidaknya izinkan dia punya keinginan maniak untuk punya anak."Untuk sementara ini, karena cari tempat yang bagus itu susah, kalian bisa tinggal disini," cetus Mitha memberi opsi ketika Bima diam saja ditanya soal tempat tinggal. "Sekalian Mamah awasi Bima biar enggak macam-macam."Bima menghela nafas. Pasti berat jadi Bima, gumam Aluna. Dalam satu hari, lelaki itu diminta meruba"Ini bagus, tapi nanti disimpan dimana?" Aluna menunjuk kamar Bima yang sudah disesaki dengan rak buku. "Rak-nya dikeluarin satu," jawab Bima.Aluna mengangguk. "Ini mau dibuang?" tanya Mitha menunjuk tumpukan buku di depan pintu. Sangat menumpuk dan berdebu. "Ditaruh gudang aja, nanti aku yang turunin," jawab Bima. "Enggak sekalian sewa tukang aja kalau mau dicat ulang?""Enggak usah, bisa dicat sendiri.""Aku juga suka ngecat, nanti berdua lebih cepat Mah," timpal Aluna membuat Bima menatapnya.Aluna merealisasikan ucapannya dengan mengambil alih bagian mengecat. Bima memilih putih sebagai warna dasar. Baguslah, Aluna jadi tidak perlu mendebat hal itu. "Emang enggak ada kerjaan?" Aluna mencelupkan kuas ke ember yang berisi cat. Perempuan itu mengusap peluh di dahi dengan lengan bagian dalam. "Fleksibel. Nanti malam juga bisa.""Ini karena nanti bau cat, paling malam i
Selama masa konsultasi ke psikolog, Aluna menutup diri dari semua informasi tentang apa, siapa, dimana, dan bagaimana. Dia membiarkan Mitha menjadi 'pengawas' Bima ke psikolog. Menurut Mitha, Bima sudah sedikit terbuka sekarang. Aluna sendiri tidak tahu spesifiknya seperti apa. Dia lebih banyak menghabiskan waktu bersama Bee alih-alih Bima. Dia hanya bertemu dengan Bima di meja makan untuk sarapan dan makan malam lalu di ranjang ketika tidur. Itupun jarang mengobrol karena Aluna tidur cukup larut sebab jadwal bekerjanya dari sore sampai malam. Namun yang pasti, Aluna merasa psikolog itu ada 'efeknya' ketika hari Jumat Bima tidak pergi ziarah. Entah Bima benar-benar tulus untuk 'menyembuhkan diri' atau bukan. Lelaki itu malah meminta Aluna menemaninya ke toko buku. Kata Bu Novita, membuat jurnal bisa membuat Bima mengenali perasaannya. Ini akan membuat proses penyembuhan 'jiwa' Bima lebih mudah, sebab tahu apa yang menjadi penyebab Bi
Fokus Bima sudah sangat kacau ketika Aluna yang duduk di jok sebelah, tiba-tiba meminta izin ke jok belakang. Mereka dalam perjalanan pulang setelah nge-date tipis-tipis. "Mau ngapain?" tanya Bima tidak sadar bernada sengit. "Mau pakai celana."Bima menatap Aluna dengan tatapan tidak mengerti. Sudah hampir satu jam menempuh perjalanan dari Grage Mall Cirebon ke Jalaksana, Aluna baru ingat memakai celana? Aluna memang memakai atasan super pendek tanpa bawahan. Di atas lutut. "Nanti ayahku bisa ngomel kalau liat aku pakai baju ini aja," ungkap Aluna. "Dari tadi aku suruh pakai celana kamu enggak mau, tapi sama ayah kamu takut?" tanya Bima tak habis pikir. "Kenapa kita enggak ke Gramedia ya Al, beli buku tentang kewajiban istri untuk mematuhi suaminya.""Ck, kamu kaya Mamah Mitha ya, bawa-bawa begituan," ledek Aluna menepuk lengan Bima agar menyingkir dari sisi jok. Aluna merunduk dan memaksa tubuh kurusnya untuk melom
"Kenapa kamu menginginkanku?" tanya Aluna merah merona. "Apa kamu enggak menginginkanku?" Bima balas bertanya. Sepasang mata Bima penuh kabut. Aluna tenggelam di sana. Aluna tidak punya apapun untuk membuat seorang lelaki tergila-gila, tetapi ketika mereka bermesraan, cara Bima memperlakukannya begitu lembut dan penuh pemujaan seolah Aluna adalah perempuan tercantik di dunia. Aluna tidak akan pernah bosan mengatakan hal itu karena rasanya memang sangat aneh. Tubuhnya kurus seperti tulang dibungkus kulit. Aluna tidak merasa spesial. Aluna yang duduk di pangkuan Bima berjengit ketika Bima meremas bokongnya. "Kamu enggak menginginkanku juga Al?" ulang Bima menagih jawaban. Bima mengelus punggung Aluna yang lembut. Perempuan di pelukannya ini hanya memakai panties sehingga punggungnya bebas dari tali bra. Bima menunggu jawaban itu sembari menurunkan mulutnya. Aluna menatap langit-langit dengan mata terpejam
Ditinggal tidur, kekesalan Aluna akibat pillow talk 'panas membara' tentang evaluasi pernikahan malah membesar. Aluna cemberut sepanjang pagi dan mendelik ketika Bima mengajaknya bicara. Aluna juga tidak tahu kenapa pagi ini sulit sekali untuk memaafkan.Sialnya Bima telah mencuri start. Lelaki itu sudah izin untuk pulang dan mengatasnamakan nama Aluna. Aluna jadi tidak bisa mengelak karena Satria, Lizy dan Wira terlanjur percaya bahwa dia akan pulang pagi bersama Bima karena banyak pekerjaan."Aku enggak bilang mau pulang, kenapa kamu izinnya atas nama berdua?" sengit Aluna ketika Bima mengajaknya pulang. "Kamu mau ribut di depan rumah kamu dan kedengeran sama ibu kamu?" tanya Bima menyerang titik sensitif Aluna yang memang sangat mementingkan kebahagiaan orang tuanya. "Licik kamu Bim, kaya ular," maki Aluna. "Nah kan, untuk ini kita harus pulang. Kita harus bicara! Kamu masih marah," cetus Bima melempar tas Aluna
Sudah menulis banyak teori tentang tanda-tanda hamil di novel-novelnya, baru di Minggu kedua pasca mertuanya pergi, Aluna ingat dia telah berubah kian drastis. Damn, maki Aluna menatap kalender yang sudah bergulir sejak terakhir kali dia haid. Aluna lupa kapan spesifiknya, tetapi dia ingat sudah telat cukup lama dari terakhir haid—sebab pembalutnya di kamar mandi biasanya habis akhir bulan. Sementara sekarang yang adalah awal bulan, pembalutnya masih ada. Okay, sekarang Aluna ingin berteriak. Dia sangat antusias kendati perubahan tubuh serta siklus mentruasi yang terlambat bisa saja dikarenakan faktor internal dan bukan pertanda hamil saja. Namun ketika pandangannya teralihkan oleh cermin di sebelah kalender dinding, Aluna jadi gugup. Sudah satu Minggu ini dia mudah gerah yang mengakibatkan tubuhnya sering dibalut tank top setiap hari. Bukankah ini juga keanehan yang sulit dijelaskan? Berbekal kesenanga
Testpack digital telah melakukan pekerjaannya. Di jendelanya, tertera 'yes' sebagai jawaban. Aluna menarik nafas dan menghembuskannya secara perlahan. Emosinya sudah tersedot kemarin malam sehingga subuh ini dia bisa mengontrol diri. Aluna keluar dari kamar dan mencengkram testpack digital itu untuk dia masukan ke dalam kotak. Abimanyu Basudewa yang masih terlelap, dia lewati begitu saja. Alih-alih memberitahu Bima soal ini, Aluna malah membuka laptop. Dia menghitung usia pekerjaannya selama mengambil dua pekerjaan freelance sekaligus. Aluna tidak boleh mengambil banyak pekerjaan selama hamil karena begadang tidak dianjurkan. Dia akan menawarkan pekerjaannya yang belum selesai—dengan kontrak yang lama, ke temannya sesama freelance. "Bisa enggak? Sekitar 113 bab lagi, itu optional, bisa diperpendek maupun diperpanjang kalau memang butuh duit banget," kata Aluna menggigiti ujung kukunya karena gugup. Aluna bahkan belum cuci m
Ternyata seperti ini rasanya ...Aluna duduk di kursi ruang Obgyn dengan seorang perempuan berkacamata mewawancarainya dengan banyak pertanyaan basic. Tujuan datang ke Obgyn? Kehamilan pertama atau bukan? Sudah cek pakai testpack lebih dulu atau belum? Dan lain sebagainya. Aluna menjawabnya dengan antusias. Sungguh, dia bahagia sekali bisa hamil sehingga setiap moment-nya dia nikmati dengan penuh sukacita. Aluna bahkan tidak insecure ketika ibu-ibu hamil yang datang ke klinik ini hampir semuanya diantar suaminya masing-masing. Fokus utama Aluna saat ini adalah kesehatan bayinya. "Bu Aluna, kayaknya bener deh kita udah pernah ketemu. Di The Jungle ...."Aluna ber-oh panjang. The Jungle adalah restoran milik ayahnya yang sekarang punya banyak cabang. "Iya itu memang punya ayah saja Dok.""Wah kebetulan, The Jungle itu tempat favorit saya.""Ya ampun, dunia sempit ya, lain kali kalau mampir bisa hubun