Semalam memerankan sosok istri penggoda, pagi harinya Aluna begitu tak tersentuh. Perempuan itu bangun lebih dulu dan sibuk di dapur menyiapkan banyak makanan. Bima yang sudah siap untuk pergi ke kampus menghampiri Aluna. "Kakinya udah enggak sakit?"Aluna yang tengah berjinjit mengambil sesuatu di lemari kabinet, menoleh menatap suaminya. Perempuan itu mengangguk. Memberi jempol.Aluna memang tersenyum ramah tetapi Bima seperti tidak mengenali istrinya. Kemana Aluna yang semalam bermanja-manja di pelukannya?"Masaknya kok banyak banget?" tanya Bima. "Kamu enggak usah kesini Bim, bau semur jengkol. Nanti baju kamu kotor," tegur Aluna tidak mau Bima mencampuri urusannya. Dua kompor listrik milik Bima sekarang tengah sibuk memanaskan wajan dan presto. Aluna berniat menjadikan rumahnya restoran mendadak. Ada begitu banyak makanan yang sudah Aluna masak di pukul setengah 7 ini. Bima jadi iri karena Aluna lebih antusias membuat makanan untuk teman-temannya dibanding untuk dirinya.
Alih-alih pergi setelah 'memaksa' Aluna menutupi lengannya dengan jaket, lelaki berambut cepak itu malah meminta sumpit tuk dia gunakan membolak-balik daging di barbeque pan. Suasana yang semula riuh seketika berubah hening. "Gimana ngajar Bim? Lancar?" tanya Kalis memutuskan angkat bicara sebab teman-temannya bungkam. Bukan tanpa sebab semua teman Aluna terlihat takut dengan Bima. Abimanyu Basudewa memang digambarkan sebagai lelaki kaku. Semua orang jadi menjaga sikap sebab khawatir tingkah mereka membuat Bima tidak nyaman. Padahal dengan diam pun mereka sudah mencipta kesan tak nyaman tersebut. "Lancar," jawab Bima. Aluna yang menipiskan bibir tidak suka kehadiran sang Suami di lantai barbeque sekarang memutuskan menerima Bima. Tidak apa. Lagipula tidak ada yang perlu dipikirkan. Anggap saja seperti Pras, David dan juga Rangga. Seolah teman. Lagipula pikirnya Bima pasti tidak cocok dengan lingkar pertemanannya dan akan membuat lelaki itu pergi. Namun ternyata Aluna salah, B
Aluna menjatuhkan tubuhnya di atas kursi bar. Dia sangat lelah. Seluruh sisi rumah sudah rapih dan bersih, tetapi giliran tubuhnya yang tak bersih. Peluh mengalir deras di tubuhnya. Aluna merasa kaos lengan pendek yang dia pakai tak ubahnya baju basah yang melingkupi tubuhnya. Berbeda dengan Aluna yang begitu berantakan, Bima masih saja terlihat charming. Sekarang lelaki itu sedang meniriskan piring, begitu 'cool' dengan wajah datar tanpa ekspresi. "Jam berapa ngajar?" tanya Aluna menoleh ke arah suaminya. "Jam 7."Aluna melebarkan pupil. Dia terkejut. "Sekarang udah jam 12.""Aku tahu.""Awas ya kalau besok telat nyalahin aku, kamu kan suka playing viktim," gerutu Aluna. "Hm.""Kamu dulu deh yang mandi biar cepet tidur, Pak Dosen harus tepat waktu," kata Aluna mempersilahkan sang suami menggunakan kamar mandi. Kalimat terakhir tentu saja bukan pujian, sebab wajah Aluna yang menyeringai sangat menyebalkan. "Baju kamu basah Al, mending kamu dulu.""Iya bajuku emang basah, aku gam
Tamu tidak terduga Dugaan Aluna sangat tepat, seringnya mendoktrin pikiran agar menganggap perhatian Bima tak ubahnya kebaikan semata membuat dia benar-benar 'kebal' terhadap sikap manis lelaki tersebut. Memang masih harus banyak berlatih, tetapi Aluna yakin perlahan-lahan dia tidak akan 'nelangsa' melihat Bima pergi ziarah. Sang Ibu, yang merupakan sarjana Pendidikan Biologi pernah mengatakan soal ini kepada Aluna, sebuah masalah adalah hal yang harus dihadapi bukan dihindari. Masalah, Lizy analogikan sebagai mikroba yang bisa membuat kekebalan tubuh seorang anak makin kuat. Sel imunitas di dalam tubuh 'belajar mengendalikan diri' setiap mikroba datang menyerangnya. Ini sudah ada penelitiannya dan mendukung banyak fakta; bahwa anak-anak yang sering bermain mengeksplor dunia luar lebih kebal dibanding anak-anak yang 'dikurung' di dalam rumah. Pun dengan Bima. Semua kebaikan lelaki itu sama sekali tidak Aluna tolak. Dia terima dan pelajari semuanya. Sehingga dalam kurun satu Min
Ingatan Aluna melompati banyak kenangan. Dia sedang mengingat-ingat sesuatu. Aluna melihat dirinya ada di kamar Bima, menguak album yang berisi potret manis Abimanyu Basudewa beserta kekasihnya yang sangat anggun. Cassandra Sudjono. Ya, seraut wajah yang dia kenali dari album itu kini ada di hadapannya. Dengan rambut lurus serupa, sepasang mata besar yang sama dan bibir dengan lekukan sensual. Namun ada kerutan samar di kulit wajahnya yang membuat intuisi Aluna mengatakan ini bukan Cassandra. Dan ketika dilihat secara teliti, Cassandra lebih lonjong dan matanya lebih bagus. Mereka hanya mirip sedikit. Tidak sepenuhnya serupa. Aluna berpikir perempuan di hadapannya ini Sandra sebab dia memang hanya mengenali Sandra lewat sebuah buku album. "Halo?" sapa perempuan itu tersenyum. Sangat lebar. Perempuan itu mengulurkan tangan yang tidak langsung diterima oleh Aluna. "Istrinya Bima ya?""Iya," jawab Aluna. "Saya Maudy, dan ini ibu saya.""Siapa ya?" tanya Aluna menanyakan status m
Abimanyu Basudewa beserta masalah peliknya ibarat pusaran air. Aluna adalah orang luar yang tak tahu apapun ketika Bima duduk di meja perjodohan menawari Aluna sebuah pernikahan.Seharusnya Aluna tidak perlu buru-buru seperti itu sampai menikah tanpa melihat masalah rumit yang menjerat Bima.Sekarang, semuanya sudah terlambat. Aluna mendapat satu cakaran dari Maudy yang dia tampar duluan. Ya, mendengar jawaban Maudy membuat Aluna tidak mengontrol emosinya. Dia menampar pipi Maudy, dan perempuan itu balas mencakar wajahnya. "Kenapa kami masih mempermasalahkan Bima sekarang? Tentu jawabannya ada di kalimat kamu sendiri Al, yaitu karena Bima masih hidup di masa lalunya. Dia menjadikan masa lalunya sebagai masa depan. Dan kamu, mungkin hanya sebagai pajangan saja."Aluna memejamkan mata mengingat kalimat menyakitkan itu lagi. Namun sekuat apapun dia menepis pemikiran itu, suara Maudy yang cempreng tetap berdengung. Ucapan itu nyatanya lebih membekas dibanding goresan kuku di pipi kanan
Barangkali Pak Dosen satu itu tersindir dan mengakui kesalahannya sehingga ketika Aluna terang-terangan menunjuk-nunjuk wajahnya, lelaki itu hanya bergeming. Baguslah ...Lagipula ini sudah malam dan Aluna lelah untuk memperpanjang urusan dengan orang-orang aneh 'seperti suaminya' ini. Di kamar ketika hendak tidur, Bima tiba-tiba meminta maaf. Lelaki itu hanya berkata 'maaf' tanpa menjelaskan kesalahan yang diakuinya. "Kamu tahu Bim, aku marah bukan karena cemburu suamiku masih hidup di masa lalunya." Aluna berbicara hanya ingin menekankan hal itu. "Tapi kemarahanku ini ... karena mereka lancang hina aku. Ayo gunakan akal sehat dan enggak ada satupun alasan yang membenarkan tingkah mereka 'mengunjungi rumah ini' menemuiku, menghina fisikku, dan merendahkan harga diriku sebagai istri kamu.""Mereka udah lancang melanggar hakku di pernikahan ini Bim. Kalau kamu waras, kamu tahu kan apa yang harus kamu lakuin?""Aku enggak tahu harus ngapain," kata Bima menjawab pertanyaan Aluna. "K
Belum 24 jam Aluna pergi, Bima sudah dua kali memegang handle pintu ruangan perempuan itu. Refleks tubuhnya membuat dia bertanya-tanya; kenapa dia melakukannya? Bima mengusap wajahnya secara kasar. Lelaki itu putuskan tetap membuka pintu ruangan kerja Aluna kendati penghuninya pun tidak ada. Pandangannya menyapu kursi putar yang ada di depan meja. Biasanya Aluna duduk dengan kaki kanan terangkat, perempuan itu akan berputar-putar saat pekerjaan telah berhasil menyeretnya ke lubang kesuntukkan. Bima menghidupkan laptop dan mendapati Aluna menggunakan background hitam sebagai wallpaper depan dan juga kunci.Kuncinya dengan mudah Bima ketik, sebab Aluna memang pernah mengatakannya. Entah perempuan itu sadar atau tidak. Bima menatap quick access laptop Aluna yang berisi banyak file. Perempuan itu menghandle banyak pekerjaan dan selalu pintar mengerjakannya. Aluna terlihat 'tidak peduli' terhadap apapun, tetapi mengenalnya secara lebih dekat membuat Bima paham istrinya itu sangat pek