“Beberapa dokumen yang harus segera ditandatangi, Pak,” kata Stefani lalu ia meletakkan dokumen-dokumen itu di atas meja, tepat di hadapan Nico.
Nico menatap dokumen yang disodorkan oleh sekretarisnya itu sebelum ia membuka sekilas dokumennya. Ternyata lumayan banyak dan semuanya harus ditandangani.
“Aku harus membacanya dulu ….”
“Baik, Pak.”
“Apa ada lagi?” tanya Nico ke sekretarisnya.
“Tidak ada, Pak,” jawab Stefani.
“Oh, ya … bukannya hari ini ada meeting dengan clien ya? Jam berapa itu?”
“Maaf, Pak,” sahut Stefani sambil sedikit membungkukkan kepalanya, “kemarin Pak Jeremy berpesan kalau hari ini biar beliau yang meeting dengan clien.”
“Oh …” sejenak Nico tampak merenung, “ya sudah, kau kembalilah!”
“Baik, Pak.” Kemudian Stefani be
Baik Nico maupun Raihan, mereka terdiam saling berpandangan. Lagi-lagi Nico begitu takjub melihat istrinya yang sudah siap dengan dress bermotif kembang selutut dengan warna dasar putih, rambut gelap yang telah memanjang sepunggung dan biasa tampak lurus kini menjadi bergelombang, begitu cantik di mata Nico.Nico berdehem sekali. “Apa … kau sudah siap?” tanyanya canggung.Sejenak Raihan diam memandang datar suaminya, kemudian dia berbalik pelan dan menarik rambut indahnya ke samping. “Bisakah kau membantuku mengikatnya?”Nico menelan liurnya saat punggung mulus Raihan terpampang nyata tepat di hadapannya, lelukannya begitu indah hingga membuat darah Nico berdesir. Nico terdiam menatap punggung indah itu, entah sudah berapa lama ia tak menjamahnya.Raihan sedikit menoleh karena Nico tak kunjung mengikatkan tali belakang dress-nya. “Nic?”Nico tersentak. “Ah, iya ….” Deng
Akhirnya yang Raihan tunggu-tunggu tiba juga, suaminya kini mau bicara serius dengannya. Ia segera melepaskan antingnya dan menaruhnya ke dalam kotak perhiasannya lalu dia mengubah posisi duduknya, menghadap ke arah Nico.“Ya, bicaralah Nico … aku sudah menunggunya ….” “Kau … pasti sudah tahu tentang Olive ….”Raihan hanya diam memandang Nico dan suaminya itu kini mengambil posisi bertekuk satu lutut di depannya.“Kami dulu pacaran dan aku berencana melamarnya tapi …,” Nico diam memberi jedah, “tiba-tiba dia memutusku dan bertunangan dengan laki-laki lain.”“Lalu?”“Tidak lama kemudian, ayahku menyuruhku menikahimu. Kau tahu sendiri kan pernikahan kita sangat tiba-tiba?”“Apa … kau masih mencintainya?”Nico menatap mata Raihan begitu lekat. “Saat kita menikah, aku memang masih mencinta
Tut… Tut…“Ya, Halo?”“Nyonya Raihan, ini William…”“Iya Om, ada apa? Kak Barack baik-baik saja, kan?”“Tuan Barack sedang sakit, beliau ingin menemuimu anda.”“Kak Barack sakit? Baik aku segera ke sana ….”***“Wah … hari ini kau terlihat lebih cerah dibandingkan kemarin…” seru Jeremy begitu masuk ke ruangan Nico. “Sorry, ya, semalam aku tidak sempat datang ke acara adikmu, aku ada pertemuan dengan clien ….”“Iya, tidak apa-apa … aku mengerti karena kamu sibuk sekali menggantikanku.”“Lalu … bagaimana hubunganmu dengan istrimu?”“ya, kau tahu Jeremy? Semalam aku sudah berbicara dengan istriku?”“Berbicara?” Jeremy tampak terperangah, “tentang Olive?”“Ya … aku menceritakan h
Raihan merasa sial, sengaja ia datang agak pagi untuk menghindari para anggota keluarga bangsawan itu. Yah, walaupun Raihan sendiri adalah gadis yang diangkat langsung oleh kepala keluarga Adhinata sebagai adiknya namun bukan berarti ia sepenuhnya diterima oleh anggota keluarga Adhinata lainnya. Sejujurnya, diangkat adik oleh Barack adalah hal yang Raihan paling tidak inginkan saat itu mengingat hubungan Barack dan Maria begitu ditentang oleh para tetua dari keluarga bangsawan itu. Raihan cukup tahu diri bahwa dirinya tak dianggap oleh keluarga Adhinata, satu-satunya yang membuatnya kuat berada di sana adalah kehadiran Maria yang menginginkan kehidupan mereka yang lebih baik jika bersama Barack.“Raihan… jika kita menjadi anggota keluarga Adhinata… hidup kita tidak akan sulit lagi…” demikian pesan Maria ketika Barack menawarkan Raihan untuk mengangkatnya sebagai adiknya.Bukan tanpa alasan Maria meminta Raihan mengiyakan tawara
Bily menghela napas berat, entah sudah keberapa kali panggilan telpon darinya tidak diubris oleh Raihan, bahkan chat yang sejak seminggu yang lalu tidak dibaca sama sekali oleh wanita itu. Bily mulai putus asa, tidak tahu lagi harus bagaimana agar Raihan mau mendengarnya, wanita yang telah bersuamikan atasan Bily sendiri itu masih saja berpikir bahwa Bily adalah seorang pengkhianat.Haruskah ia mengikhlaskan Raihan untuk pria yang kini menjadi suaminya? Billy menggeleng, ia hanya mencintai Raihan dan ia tak peduli jika wanita itu sudah menikah atau belum. Ia sudah sejauh ini, bahkan nekat bekerja di perusahaan milik keluarga Kuiper, ia tidak akan mundur sebelum Raihan mengetahui kejadian yang sebenarnya.“Loh, Pak Bily belum pulang ternyata.”Bily tersentak oleh suara seorang cleaning servis yang berdiri di ambang pintu, cepat-cepat ia menegakkan punggungnya. “Iya, aku sudah mau pulang sekarang ….” Bily lalu menaruh ha
Raihan terkejut, tiba-tiba gelas yang ingin dia raih malah tersenggol dan jatuh. Raihan berdecak jengkel lalu ia berdiri dan hendak membereskan pecahan-pecahan gelasnya.“Aww ….” Raihan merintis perih, ia melihat telunjuknya, darah segar keluar dari ujung jari telunjuknya, jarinya tertusuk oleh serpikan kaca.“Raihan, ada apa?” Nico tiba-tiba muncul dan wajahnya tampak panik karena mendengar suara pecahan gelas.“Oh, tidak apa-apa ….”“Tidak apa-apa bagaimana?” sergah Nico, “jarimu terluka!”“Tapi ini cuma luka kecil saja, tidak apa-apa kok.”Nico langsung bergerak ke dalam, mengambil kotak P3K di dalam lemari lalu dengan tergesa-gesa ia menghampiri Raihan dan mengobati luka di jari telunjuk Raihan.“Aduh …” rintih Raihan ketika Nico meneteskan cairan antiseptik berwarna merah, “pelan-pelan, Nic!”“Iya, tah
Hasya merenung, ia mengingat kembali kejadian semalam dimana ia menemukan seorang pria dalam keadaan babak belur di parkiran club malam. Ia penasaran bagaimana keadaan pria itu sekarang, sayang sekali ia lupa menanyakan siapa nama pria itu. tapi hasya yakin pria itu bekerja di kantor yang sama dengannya.Ah, tidak mungkin dia masuk ke kantor dalam keadaan penuh luka-luka di wajahnya, batin Hasya.“Whoi!”Hasya tersentak dari lamunannya, ia menoleh ke depan dan mata coklat Nico kini sedang menatapnya aneh. “Apa?” tanya Hasya dengan polosnya.“Apanya yang apa?” sewot Nico, “tadi kubilang sebaiknya kau di sini saja, tidak usah ikut-ikutan proyek!”Hasya mendengus, “Kak Nico bagaimana, sih? Kakak kan tahu aku tidak suka lama di dalam ruangan!” timpalnya lebih jutek.“Proyek itu tidak cocok buat perempuan ….” lanjut Nico.“Ah, aku tetap mau meliha
Raihan begitu panik melihat Bily yang kini tampak begitu mengenaskan dan tak berdaya. Wajahnya penuh lebam dan luka serta ada banyak darah kering mengotori dagu dan pelipisnya hingga ada noda darah di kemeja putihnya. Dengan gemetaran Raihan mengangkat tangannya untuk meraih wajah Bily, ekspresinya begitu prihatin dan menatap tanya, ada apa gerangan yang menyebabkan Bily seperti ini?“Siapa yang sudah melakukan ini?” suara Raihan terdengar parau.“… Raihan ...” Suara Bily terdengar begitu lirih, “rasanya benar-benar sakit … tapi tidak apa-apa ….”Raihan segera melepaskan kimononya, “biar aku obati kamu …” katanya sambil mengerudungkan wajah Bily dengan kimononya, membantu Bily turun dari mobil dan melingkarkan salah satu lengan Bily ke pundaknya lalu membopongnya menuju gedung apartemen.Walau berat, Raihan membawa Bily menuju aparteman. Sambil terus membopong Bily, ia membawanya