Raihan merasa sial, sengaja ia datang agak pagi untuk menghindari para anggota keluarga bangsawan itu. Yah, walaupun Raihan sendiri adalah gadis yang diangkat langsung oleh kepala keluarga Adhinata sebagai adiknya namun bukan berarti ia sepenuhnya diterima oleh anggota keluarga Adhinata lainnya. Sejujurnya, diangkat adik oleh Barack adalah hal yang Raihan paling tidak inginkan saat itu mengingat hubungan Barack dan Maria begitu ditentang oleh para tetua dari keluarga bangsawan itu. Raihan cukup tahu diri bahwa dirinya tak dianggap oleh keluarga Adhinata, satu-satunya yang membuatnya kuat berada di sana adalah kehadiran Maria yang menginginkan kehidupan mereka yang lebih baik jika bersama Barack.
“Raihan… jika kita menjadi anggota keluarga Adhinata… hidup kita tidak akan sulit lagi…” demikian pesan Maria ketika Barack menawarkan Raihan untuk mengangkatnya sebagai adiknya.
Bukan tanpa alasan Maria meminta Raihan mengiyakan tawara
Bily menghela napas berat, entah sudah keberapa kali panggilan telpon darinya tidak diubris oleh Raihan, bahkan chat yang sejak seminggu yang lalu tidak dibaca sama sekali oleh wanita itu. Bily mulai putus asa, tidak tahu lagi harus bagaimana agar Raihan mau mendengarnya, wanita yang telah bersuamikan atasan Bily sendiri itu masih saja berpikir bahwa Bily adalah seorang pengkhianat.Haruskah ia mengikhlaskan Raihan untuk pria yang kini menjadi suaminya? Billy menggeleng, ia hanya mencintai Raihan dan ia tak peduli jika wanita itu sudah menikah atau belum. Ia sudah sejauh ini, bahkan nekat bekerja di perusahaan milik keluarga Kuiper, ia tidak akan mundur sebelum Raihan mengetahui kejadian yang sebenarnya.“Loh, Pak Bily belum pulang ternyata.”Bily tersentak oleh suara seorang cleaning servis yang berdiri di ambang pintu, cepat-cepat ia menegakkan punggungnya. “Iya, aku sudah mau pulang sekarang ….” Bily lalu menaruh ha
Raihan terkejut, tiba-tiba gelas yang ingin dia raih malah tersenggol dan jatuh. Raihan berdecak jengkel lalu ia berdiri dan hendak membereskan pecahan-pecahan gelasnya.“Aww ….” Raihan merintis perih, ia melihat telunjuknya, darah segar keluar dari ujung jari telunjuknya, jarinya tertusuk oleh serpikan kaca.“Raihan, ada apa?” Nico tiba-tiba muncul dan wajahnya tampak panik karena mendengar suara pecahan gelas.“Oh, tidak apa-apa ….”“Tidak apa-apa bagaimana?” sergah Nico, “jarimu terluka!”“Tapi ini cuma luka kecil saja, tidak apa-apa kok.”Nico langsung bergerak ke dalam, mengambil kotak P3K di dalam lemari lalu dengan tergesa-gesa ia menghampiri Raihan dan mengobati luka di jari telunjuk Raihan.“Aduh …” rintih Raihan ketika Nico meneteskan cairan antiseptik berwarna merah, “pelan-pelan, Nic!”“Iya, tah
Hasya merenung, ia mengingat kembali kejadian semalam dimana ia menemukan seorang pria dalam keadaan babak belur di parkiran club malam. Ia penasaran bagaimana keadaan pria itu sekarang, sayang sekali ia lupa menanyakan siapa nama pria itu. tapi hasya yakin pria itu bekerja di kantor yang sama dengannya.Ah, tidak mungkin dia masuk ke kantor dalam keadaan penuh luka-luka di wajahnya, batin Hasya.“Whoi!”Hasya tersentak dari lamunannya, ia menoleh ke depan dan mata coklat Nico kini sedang menatapnya aneh. “Apa?” tanya Hasya dengan polosnya.“Apanya yang apa?” sewot Nico, “tadi kubilang sebaiknya kau di sini saja, tidak usah ikut-ikutan proyek!”Hasya mendengus, “Kak Nico bagaimana, sih? Kakak kan tahu aku tidak suka lama di dalam ruangan!” timpalnya lebih jutek.“Proyek itu tidak cocok buat perempuan ….” lanjut Nico.“Ah, aku tetap mau meliha
Raihan begitu panik melihat Bily yang kini tampak begitu mengenaskan dan tak berdaya. Wajahnya penuh lebam dan luka serta ada banyak darah kering mengotori dagu dan pelipisnya hingga ada noda darah di kemeja putihnya. Dengan gemetaran Raihan mengangkat tangannya untuk meraih wajah Bily, ekspresinya begitu prihatin dan menatap tanya, ada apa gerangan yang menyebabkan Bily seperti ini?“Siapa yang sudah melakukan ini?” suara Raihan terdengar parau.“… Raihan ...” Suara Bily terdengar begitu lirih, “rasanya benar-benar sakit … tapi tidak apa-apa ….”Raihan segera melepaskan kimononya, “biar aku obati kamu …” katanya sambil mengerudungkan wajah Bily dengan kimononya, membantu Bily turun dari mobil dan melingkarkan salah satu lengan Bily ke pundaknya lalu membopongnya menuju gedung apartemen.Walau berat, Raihan membawa Bily menuju aparteman. Sambil terus membopong Bily, ia membawanya
Dengan langkah cepat, raihan berjalan ke arah ruang tamu namun baru saja ia di ruang tengah, suaminya sudah berada di sana mencarinya. Raihan menyambut suaminya dengan pelukan hangat dan memberi satu kecupan di pipi Nico.“Kau sudah makan?” tanya Raihan berbisik.“Iya tadi aku dinner bersama clien.”“Baiklah, aku siapkan air hangat, ya?”Nico tersenyum sembari mengangguk, ia semakin senang karena hubungan dia dan Raihan semakin harmonis. Nico lalu duduk menyandarkan punggung di sofa, memejamkan matanya sebentar sebelum air hangatnya siap namun tiba-tiba ia mendengar suara aneh, tidak begitu jelas namun ia bisa mendengar suara seperti suara gesekan sendok dan piring. Nico mengangkat sedikit kepalanya, berusaha mempertajam indera pendengarannya namun ia sudah tidak mendengar suara itu lagi.Tidak lama kemudian Raihan datang membawakan handuk untuk Nico. “Nico, cepatlah mandi! Air hangatmu su
Nico mau pun Raihan langsung menoleh ke arah pintu begitu mendengar suara gaduh tersebut. Cepat-cepat Nico beranjak dari ranjangnya lalu keluar dari kamarnya menuju dapur dengan langkah yang cepat.Sejak sebelum mandi, Nico sudah mendengar ada suara-suara aneh di apartemennya. Ia curiga bahwa penghuni apartemennya saat ini bukan hanya dia dan Raihan saja. Memang sebelum Nico mandi, ia mendengar ada suara-suara aneh seakan di apartemen itu bukan hanya dia dan Raihan yang menjadi menghuninya. Nico kini berada di dapur, di sana gelap karena semua penerangan, ia segera menekan tombol lampu.“Meong ….”Seekor kucing berhidung pesek dengan bulu putih yang lebat dan panjang tiba-tiba tampak duduk di meja dapur dan menoleh ke arah Nico.Nico mengernyit. “Kucing darimana ini?” ia lalu mengalihkan pandangannya ke samping bawah meja, ada pecahan gelas di sana.“Lily ….” Suara Raihan yang tiba-tiba muncul di sa
“Iya,” kata Nico serius, “darah haidmu terlalu banyak kalau seperti ini, kau perlu diperiksa ke dokter kandungan!”Seketika Raihan menghela napas lega. “Ku kira apa …” gumam Raihan.“Kau bilang apa?”“Tidak,” sahut Raihan buru-buru, “aku benar-benar baik-baik saja kok, Nic. Sungguh ….”“Tapi, kalau terjadi apa-apa dengan rahimmu ….”“Benaran, aku baik-baik saja kok,” potong Raihan berusaha meyakinkan suaminya yang tampak khawatir padanya, ia lalu memegang kedua tangan suaminya. “Baiklah, kalau kau mau aku periksa ke dokter, aku akan ke dokter nanti,” lanjutnya seraya tersenyum manis pada Nico.“Oke, lebih cepat lebih baik, aku tidak mau terjadi apa-apa dengan istriku tersayang,” kata Nico begitu serius.Mereka lalu berjalan sambil merangkul menuju pintu keluar. Nico memeluk Raihan begitu ha
Raihan menyisir rambuatnya, wajah cantiknya merenung ke depan cermin. Satu pertanyaan terus bergelayut di kepalanya, mau apa gadis bernama Olive itu ingin bertemu dengannya? Lalu Raihan mencoba mengenyahkan pertanyaan itu karena toh akhirnya ia akan tahu juga apa maksud Olive ingin bertemu dengannya.Raihan beranjak dari kursi dan mengambil coat hitamnya yang tergeletak di ranjang, mengenakannya dan kembali bercermin sekali. Tidak begitu “wah” namun ia tampak sangat elegan dengan penampilan simple sekalipun.***Entah sudah berapa kali Olive mengintip jam yang bertengger di lengan kecilnya. Ia lalu melihat ke samping sembari mengulum bibirnya, jari-jarinya bergerak-gerak mengetuk-ngetuk permukaan meja, tampak agak gelisah. Sepertinya pemandangan taman bunga di café outdoor itu tidak bisa membuatnya lebih rileks.Tiba-tiba handphone-nya berdering. Matanya membulat sempurna ketika melihat siapa gerangan yang mem