Beranda / Romansa / Jodoh Karena Wasiat / Laki Laki yang Nyebelin

Share

Laki Laki yang Nyebelin

Penulis: Syafa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-27 15:23:04

Feri Ardiansyah, seorang pengusaha muda yang baru saja bertemu dengan Dina di depan toilet. Di usianya yang masih muda, Feri telah menyelesaikan kuliahnya dan saat ini menjabat sebagai CEO di perusahaan As Syifa. Meskipun Feri adalah anak dari seorang pemilik usaha, orangtuanya tidak pernah memanjakannya, sehingga Feri dituntut untuk mandiri dan tidak bergantung pada mereka.

Jika Feri melakukan kesalahan, ayahnya akan memberikan teguran dan bahkan memberikan hukuman seperti karyawan lainnya. Hal ini terjadi hari ini. Feri seharusnya menghadiri meeting satu jam yang lalu, namun karena ia terlambat lima menit, ayahnya yang menghadiri pertemuan tersebut dan memerintahkan Feri untuk menunggu di depan ruangan sampai pertemuan selesai.

"Ini semua karena wanita yang tidak jelas tadi. Andai aku tidak bertemu dengannya, pasti aku tidak akan berada dalam situasi seperti ini," gerutu Feri merutuki dirinya sendiri. Sejak satu jam yang lalu, ia masih menyalahkan perempuan yang tidak sengaja menabraknya atas keterlambatan dirinya.

Ceklek.

Pintu ruangan meeting, Feri yang awalnya duduk langsung berdiri saat Papanya berjalan keluar.

"Ikut ke ruangan papa," ucap Papa Feri langsung straight to the point, terlihat auranya yang dingin. Papanya Feri sendiri memang terkenal akan ketegasannya dan ia paling tidak suka jika ada karyawan yang lelet dan teldor dalam masalah apapun itu, bahkan hal sekecil apapun.

Feri yang mendengar itu langsung menghembuskan napas kasar, sudah bisa ia duga jika papanya akan marah akibat keterlambatannya tadi. Feri pun akhirnya memilih untuk mengikuti papanya dari belakang menuju ruangannya.

Deg deg

Feri Ardiansyah, seorang pengusaha muda, berdiri di depan pintu ruangan saat papa memasukinya dan duduk di kursi. Feri merasa tidak berani duduk dan memilih untuk tetap berdiri, menundukkan kepala. Meskipun papanya tergolong orang tua yang suka bercanda dengan anak-anaknya di rumah, namun dalam situasi seperti ini, Feri merasa tidak berani menatap langsung mata papa.

"Kamu sudah tahu apa kesalahanmu, Fer?" tanya papa dengan suara baritonnya, sedangkan tatapan matanya tajam mengarah ke wajah putranya.

"Ayah, tolong, ini bukan kesalahanku. Ini salah perempuan yang tadi, Papa," jawab Feri, mencoba memberi penjelasan kepada papanya. 

"Hah? Maksudnya? Kamu tidak perlu menyalahkan orang lain, salahkan dirimu sendiri. Mengapa bisa terjadi seperti ini? Coba jelaskan dulu," ujar papa dengan suara tegas. Beruntung papa bukanlah seseorang yang egois karena selalu mau mendengarkan penjelasan sebelum memberikan keputusan.

"Feri tadi ada seminar di kampus AL FATAH. Feri sudah berusaha secepat mungkin untuk ke sampai ke perusahaan tapi saat menuju ke parkiran ada seorang perempuan yang menabrak Feri dan membuat semua berkas yang Feri pegang jatuh. Feri masih mengurus itu, Papa, sehingga Feri datang terlambat. Selain itu, laptop dan flashdiskku jatuh ke air, jadi semuanya terlambat," jelas Feri. Dalam hatinya, Feri berharap papa mau memaklumi kesalahannya setelah mendengar penjelasan ini.

"Alasan saja. Kamu harus lebih hati-hati, sebagai seorang pengusaha, kamu harus bisa mengatur waktu dengan baik. Meskipun kamu sudah mempersiapkan semuanya, sudah berusaha untuk datang, kamu harus lebih berhati-hati. Kamu tidak bisa menyalahkan orang lain begitu saja. Siapa tahu kesalahan itu juga bagian darimu. Lain kali, jangan hanya menyimpan file di flashdisk dan laptop saja, tetapi juga di drive agar aman. Beruntung Papa hari ini tidak ada jadwal pertemuan sehingga bisa menangani klien dengan cepat dan baik. Kalau tidak, bisa-bisa proyek kita akan gagal, bahkan kita akan merugi besar," ujar papa dengan tegas.

"Iya, Pa. Saya minta maaf. Kedepannya, saya akan berusaha untuk lebih baik lagi," jawab Feri sambil menundukkan kepala.

"Tetap saja, kamu melakukan kesalahan dan konsekuensinya adalah kamu akan mendapat surat peringatan. Papa juga tidak ingin hal ini terulang lagi. Terus, mana file yang ayah minta tadi?" tanya Papa Feri dengan suara yang tegas.

Deg.

Feri, yang tiba dengan panik karena terlambat, lupa semua dokumen yang ia titipkan pada wanita sebelumnya. Feri berpikir, "Kenapa aku lupa? Sudah satu jam tapi wanita itu belum mengantarkan dokumen."

"Feri," panggil Papa Feri, namun Feri mengabaikan kata-kata ayahnya.

"Maaf, Pa. Aku terburu-buru tadi dan meninggalkan dokumen-dokumen itu pada wanita itu. Tapi jangan khawatir, aku sudah menyuruhnya untuk segera mengantarkannya ke perusahaan. Aku juga meminta wanita itu bertanggung jawab dan mengetik ulang semua dokumen yang dia rusak," jelas Feri.

"Kamu sudah gila, kenapa kamu menyuruhnya mengetik ulang semuanya? Seharusnya kamu tidak memintanya melakukan itu, itu banyak dokumen, apalagi kamu tidak mengenalnya! Di mana dokumen-dokumen itu sekarang, belum selesai?" tegur Papa Feri.

"Belum, Pa," jawab Feri. Dia tidak memberi alasan lagi karena dia tahu ini adalah kesalahannya yang ceroboh.

"Aku tidak peduli, dalam dua jam, semua barang itu harus ada di ruanganku. Sekarang, pergi dan jangan kembali sebelum selesai," perintah Papa Feri dengan tegas.

"Iya, Pa. Aku meminta maaf sekali lagi. Permisi," ucap Feri sebelum meninggalkan ruangan.

Feri keluar dari ruangan Ayahnya, Feri juga mengusap wajahnya kasar, dan menuju ke kantornya sendiri. Di koridor rumah sakit, ia tanpa sengaja melihat wanita yang menabraknya sebelumnya. "Bukankah itu wanita tadi? Apakah dia di sini untuk mengembalikan barang-barang?" gumam Feri saat melihat Dina berjalan bergandengan tangan dengan abangnya.

"Aku harus cek dengan satpam atau resepsionis, mungkin dia meninggalkan barang itu pada mereka," pikir Feri. Dia berjalan ke arah mereka dan bertanya tentang wanita tersebut, namun tidak ada yang tahu atau menerima barang dari wanita itu.

"Aku harus mencari wanita itu. Dia asyik sendiri sambil lupa mengembalikan barang-barangku," gerutu Feri sambil berjalan kembali ke tempat ia bertemu dengan wanita tersebut sebelumnya.

****

Dina dan Yazid sudah kembali ke rumah sakit lagi, setelah dari mall, ke rumah sakit, dan menuju perusahaan as syifa lalu kembali ke Rumah Sakit Ibnu Sina. Dina sendiri masih dalam kepanikan saat memasuki ruangan kakeknya yang belum sadar. Di dalam ruangan, sudah ada umi dan abinya, sementara kedua abangnya sedang dalam rapat penting dan akan menyusul kemudian.

"Bi, kenapa kakek masih belum sadar?" tanya Dina pada Abinya.

"Dokter tadi mengatakan bahwa ginjal kakek bermasalah, sehingga kakek harus melakukan cuci darah agar kondisinya membaik," jelas Abi Dina dengan wajah serius.

"Inalillahi Bi, kok sampai harus cuci darah?" tanya Dina syok, karena selama ini kakeknya jarang mengalami sakit serius, biasanya hanya sakit ringan karena faktor usia.

"Iya Nak, dokter menjelaskan bahwa masalah ginjal kakek sudah lama ada namun tidak pernah diobati," tambah Umi Aida.

Mendengar hal tersebut, bahu Dina terasa lemas. Dia merasa bersalah karena tidak menyadari masalah ginjal padahal sebelumnya Dina sendiri selalu memperhatikan kesehatan kakeknya.

"Kamu tenang saja, Nak! Insya Allah kakek akan segera sembuh. Kita harus banyak berdoa untuk kesembuhan kakek. Dokter juga mengatakan kakek tidak boleh stres, jadi kita harus memberikan semangat padanya agar cepat sembuh," ujar Yazid sambil memeluk adiknya dari samping.

"Apa ayah sudah dihubungi Bi?" tanya Dina lagi. Ayah yang dimaksud Dina adalah adik Abinya yang baru saja kembali ke mekkah tiga hari yang lalu.

"Sudah, Nak. Mereka mungkin akan datang besok atau lusa," jawab Abi Dina.

"Adek sudah salat ashar?" tanya Umi Aida.

"Belum, Umi," jawab Dina.

"Lebih baik sekarang adek sholat dulu ya, biar ditemani abang."

"Baiklah, ayo abang temani sholat dulu, nanti kita mampir ke kantin untuk membeli makanan," ajak Yazid.

Setelah sholat, Dina dan Yazid keluar dari ruangan kakeknya menuju masjid rumah sakit. Mereka singgah ke kantin terlebih dahulu untuk membeli makanan bagi orang tua dan saudaranya yang akan segera tiba. Sambil menunggu pesanan, Yazid meminta Dina untuk duduk di kursi kantin.

"Dek, boleh abang tanya sesuatu?" ucap Yazid.

"Tentu, apa yang ingin ditanyakan Abang?" jawab Dina.

"Apakah kamu sudah memikirkan perkataan kakek kemarin?"

"Hmm, sejujurnya Dina ingin menolaknya karena perjalanan Dina sebagai seorang pengusaha masih panjang. Dina tidak suka jika harus berhenti di tengah jalan. Dina masih mencari cara yang tepat untuk menolaknya agar kakek bisa menerimanya," ungkap Dina dengan jujur.

"Mau abang membantu bicara dengan kakek?" tawar Yazid.

Dina menggelengkan kepala, menandakan penolakan. "Biarkan Dina yang bicara langsung kepada kakek, ini menyangkut masa depan Dina. Dina akan mempersiapkan diri agar kakek tidak salah paham atau kecewa dengan penolakan Dina."

"Masyaallah, adik abang sudah dewasa," ucap Yazid sambil mengelus kepala adiknya dengan lembut.

"Ih, kan Dina sudah dewasa, Salwa sudah 22 tahun kalau Abang lupa."

"Tetap saja bagiku kamu masih anak kecil," goda Yazid.

"Abang, jangan bilang Dina masih kecil," protes Dina sambil menggembungkan pipinya.

"Iya, yang sudah dewasa. Abang hanya minta agar dalam waktu dekat ini jangan menyampaikan penolakanmu dulu, karena kakek masih dalam kondisi belum stabil. Kita tunggu kakek membaik baru kamu bicara dengan kakek," pinta Yazid.

"Iya, Abang. Dina pasti akan memprioritaskan kesehatan kakek," jawab Dina.

Setelah itu, Dina dan Yazid melanjutkan pembicaraan tentang hal lain. Tanpa disadari, ada seorang pria yang menatap tajam ke arah mereka.

"Wah enak sekali perempuan itu, malah asyik pacaran di rumah sakit, tidak tahu malu," gerutu Yazid yang sejak tadi mengejar mobil Dina dan Yazid, dan kini mereka berada di rumah sakit, duduk di kantin. Saat Feri hendak mendekati Dina, tiba-tiba asistennya memanggilnya.

"Selamat sore, Pak," ucap asisten tersebut.

"Sore, ada apa?" tanya Feri.

"Bapak diminta oleh ayah bapak untuk segera menangani rapat karena ada tamu yang datang ke perusahaan," jelas asisten tersebut.

"Hmm, baiklah. Saya akan segera ke sana," kata Feri sambil menuju ke tempat parkir. Dia tidak ingin terlambat dan ingin menghindari teguran dari papa.

Bab terkait

  • Jodoh Karena Wasiat    Bertemu Kembali

    Malam itu, suasana di rumah sakit terasa hangat dengan kehadiran Dina yang setia menemani kakeknya. Meskipun kakeknya masih lemah, namun cahaya kebahagiaan terpancar dari wajahnya saat mulai pulih. Dina tak sendirian, dia ditemani oleh kedua abangnya, Yazid dan Ulum, yang setia berada di sampingnya. Sementara itu, Hamka dengan penuh tanggung jawab memilih kembali ke rumah untuk merawat anak balitanya yang membutuhkan perhatian ekstra. Meskipun Abi Yusuf dan Umi Aida awalnya berniat menginap di rumah sakit, namun keputusan bijak anak-anak mereka untuk kembali ke rumah agar tidak kelelahan, menunjukkan kepedulian mereka yang mendalam. Mereka barzanj akan kembali keesokan pagi dengan semangat dan kehangatan yang sama."Dek, kalau kamu merasa lelah, lebih baik istirahat saja," kata Ulum dengan penuh perhatian, menyarankan Dina untuk lebih memperhatikan kesehatannya di tengah situasi yang menuntut perhatian."Bang, masih jam 9, Dina belum merasa ngantuk. Lebih baik bang yang istirahat, kan

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-03
  • Jodoh Karena Wasiat    Hari Pertama Magang

    Dua minggu telah berlalu, kondisi kakek Dina sudah membaik sehingga sudah diperbolehkan untuk pulang kerumah. Namun, sayangnya, Dina harus membatalkan liburan dengan sahabatnya karena selama Dina sendiri lebih memilih untuk merawat kakeknya selama dua minggu, dan bahkan Dina selalu menemani kakeknya untuk cuci darah Tepat hari ini adalah hari pertama Dina untuk menjalani magang di perusahaan As syifa, Sejak semalam Dina sudah mempersiapkan semuanya termasuk mentalnya karena banyak rumor yang dia dengar dari seniornya jika di perusahaan as Syifa CEOnya itu banyak yang killer. dan di sana juga sangat ketat sehingga Dina mempersiapkan fisik maupun mentalnyaTepat pukul 06.00 Dina sudah siap untuk pergi ke perusahaan as Syifa, karena ini memang hari pertamanya makanya dia harus datang lebih awal sebelum dia terlambat. Namun, sebelum itu Dina turun ke bawah untuk sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat ke perusahaan as Syifa. Saat turun ke bawah Dina melihat keponakan dan kakak iparnya

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-23
  • Jodoh Karena Wasiat    Wasiat

    Suara ketukan halus menggema di kamar Dina."Dina, Nak, boleh umi masuk sebentar? Umi Aida ingin berbincang sejenak," tutur Umi Aida dengan nada lembut, suaranya menembus celah pintu kamar putrinyaDina yang tengah berkutat dengan tugas kuliahnya, sejenak menghentikan aktivitasnya saat mendengar suara Umi. Tanpa keraguan, ia bangkit dari kursinya dan melangkah menuju pintu untuk membukanya.Ceklek! Pintu kamar Dina terbuka, menampakkan wajahnya yang ceria."Iya Ummi, ada apa?" tanya Dina dengan nada penasaran."Ayo ikut ummi ke ruang tengah, kakek ingin bicara sesuatu," jawab Ummi Aida dengan senyum.Dina mengerutkan keningnya sedikit. "Penting sekali ya Ummi? Dina lagi mengerjakan tugas nih, sebentar lagi hampir selesai. Apa bisa Dina menyusul saja nanti?" tanyanya dengan ragu.Dina terbiasa dengan kedisiplinan dalam mengerjakan tugas. Ia selalu mematuhi prinsipnya untuk fokus dan menyelesaikan satu tugas hingga tuntas sebelum beralih ke tugas lainnya. Kebiasaan ini membuatnya selalu

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-27
  • Jodoh Karena Wasiat    Perjodohan

    Dina, yang duduk di antara mereka, merasa perasaannya berkecamuk. Hatinya terasa terhimpit di tengah sejuta pertanyaan dan kekhawatiran. Ia ingin menyelesaikan pendidikannya dan mengejar impian-impian lainnya sebelum memasuki dunia pernikahan. Ia merasa terjebak dalam keadaan yang sulit, antara membahagiakan keluarga dan menjalankan keinginannya sendiri.Kakek, melihat kegelisahan dan keberatan para cucunya, menghela napas berat. "Aku memahami perasaan kalian. Wasiat ini mungkin terasa sulit untuk diterima. Namun,nenekmu memiliki alasan dan harapan tersendiri dalam menentukan hal ini."Ummi dan Ayah Dina mencoba menenangkan suasana. "Mari kita pikirkan dengan kepala dingin dan hati terbuka. Keputusan ini bukanlah hal yang mudah, namun penting untuk mempertimbangkan semua faktor dan berdiskusi dengan baik."Mereka semua setuju untuk memberikan waktu dan ruang bagi Dina untuk berpikir lebih lanjut. Tidak ada keputusan yang harus dibuat dengan terburu-buru. Semua pemikiran dan perasaanny

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-27
  • Jodoh Karena Wasiat    Olaraga

    Pagi harinya Dina melakukan aktivitas seperti biasa, Dina saat ini lebih memilih untuk mengabaikan perkataan kakeknya karena menurut Dina masih ada waktu 2 bulan untuk ia mengambil keputusan. Setelah selesai salat dan membaca Al Qur an Dina langsung berganti pakaian dengan baju olahraga, dan ia juga segera menghampiri Umminya yang saat ini berada di dapur."Dek kamu ke mana? Kok pakai baju olahraga! Katanya nanti ada ujian kenapa masih mau lari?" tanya Umi Aida saat melihat putrinya turun dengan pakaian olahraga."Hehehe iya Ummi, Dina cuma mau olahraga sebentar, sudah satu minggu Dina tidak olahraga jadi Dina mau lari sebentar untuk melemaskan badan," sahut Dina."Ya sudah jangan jauh-jauh, kamu mau minta ditemani oleh abang nggak?" Entah mengapa meski Dina sudah berusia 21 tahun Umi Aida lebih tenang jika Dina keluar bersama anak laki-lakinya yang lain."Tidak usah Umi, Dina lari sendiri saja. Abang pasti capek karena semalam kan ada meeting juga, apalagi pekerjaan haru ini juga men

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-27
  • Jodoh Karena Wasiat    Pertemuan Pertama

    Tepat pukul 07.00 Dina berangkat ke kampus, seperti biasa diantar oleh abangnya kebetulan yang kebagian mengantar hari ini adalah abang keduanya. Ulum abang keduanya itu memiliki karakter laki-laki lemah lembut dan sabar berbeda dengan abang pertamanya yang tegas dan berwibawa sedangkan abang ketiganya lebih ke pecicilan sering jahil juga."Hey," panggil Ulum saat mereka sudah berada dalam mobil sedang menuju kampus Dina."Iya, kenapa Bang?" balas Dina sambil menoleh ke arah kakaknya."Bagaimana keadaanmu sekarang? Apakah baik-baik saja?" tanya Ulum."Alhamdulillah, seperti apa yang terlihat kok," jawab Dina dengan senyum manisnya."Dina, kalau kamu ada masalah jangan ditahan sendiri ya. Kamu memiliki abi, umi, kakak, abang, dan Yazid yang selalu siap mendukung dan menyayangimu. Kakak siap mendengarkan dengan baik jika kamu ingin bercerita."Dina yang mendengar itu tersenyum manis pada Abangnya merasa bersyukur memiliki keluarga yang sangat peduli padanya. "Abang tidak perlu khawatir,

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-27

Bab terbaru

  • Jodoh Karena Wasiat    Hari Pertama Magang

    Dua minggu telah berlalu, kondisi kakek Dina sudah membaik sehingga sudah diperbolehkan untuk pulang kerumah. Namun, sayangnya, Dina harus membatalkan liburan dengan sahabatnya karena selama Dina sendiri lebih memilih untuk merawat kakeknya selama dua minggu, dan bahkan Dina selalu menemani kakeknya untuk cuci darah Tepat hari ini adalah hari pertama Dina untuk menjalani magang di perusahaan As syifa, Sejak semalam Dina sudah mempersiapkan semuanya termasuk mentalnya karena banyak rumor yang dia dengar dari seniornya jika di perusahaan as Syifa CEOnya itu banyak yang killer. dan di sana juga sangat ketat sehingga Dina mempersiapkan fisik maupun mentalnyaTepat pukul 06.00 Dina sudah siap untuk pergi ke perusahaan as Syifa, karena ini memang hari pertamanya makanya dia harus datang lebih awal sebelum dia terlambat. Namun, sebelum itu Dina turun ke bawah untuk sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat ke perusahaan as Syifa. Saat turun ke bawah Dina melihat keponakan dan kakak iparnya

  • Jodoh Karena Wasiat    Bertemu Kembali

    Malam itu, suasana di rumah sakit terasa hangat dengan kehadiran Dina yang setia menemani kakeknya. Meskipun kakeknya masih lemah, namun cahaya kebahagiaan terpancar dari wajahnya saat mulai pulih. Dina tak sendirian, dia ditemani oleh kedua abangnya, Yazid dan Ulum, yang setia berada di sampingnya. Sementara itu, Hamka dengan penuh tanggung jawab memilih kembali ke rumah untuk merawat anak balitanya yang membutuhkan perhatian ekstra. Meskipun Abi Yusuf dan Umi Aida awalnya berniat menginap di rumah sakit, namun keputusan bijak anak-anak mereka untuk kembali ke rumah agar tidak kelelahan, menunjukkan kepedulian mereka yang mendalam. Mereka barzanj akan kembali keesokan pagi dengan semangat dan kehangatan yang sama."Dek, kalau kamu merasa lelah, lebih baik istirahat saja," kata Ulum dengan penuh perhatian, menyarankan Dina untuk lebih memperhatikan kesehatannya di tengah situasi yang menuntut perhatian."Bang, masih jam 9, Dina belum merasa ngantuk. Lebih baik bang yang istirahat, kan

  • Jodoh Karena Wasiat    Laki Laki yang Nyebelin

    Feri Ardiansyah, seorang pengusaha muda yang baru saja bertemu dengan Dina di depan toilet. Di usianya yang masih muda, Feri telah menyelesaikan kuliahnya dan saat ini menjabat sebagai CEO di perusahaan As Syifa. Meskipun Feri adalah anak dari seorang pemilik usaha, orangtuanya tidak pernah memanjakannya, sehingga Feri dituntut untuk mandiri dan tidak bergantung pada mereka.Jika Feri melakukan kesalahan, ayahnya akan memberikan teguran dan bahkan memberikan hukuman seperti karyawan lainnya. Hal ini terjadi hari ini. Feri seharusnya menghadiri meeting satu jam yang lalu, namun karena ia terlambat lima menit, ayahnya yang menghadiri pertemuan tersebut dan memerintahkan Feri untuk menunggu di depan ruangan sampai pertemuan selesai."Ini semua karena wanita yang tidak jelas tadi. Andai aku tidak bertemu dengannya, pasti aku tidak akan berada dalam situasi seperti ini," gerutu Feri merutuki dirinya sendiri. Sejak satu jam yang lalu, ia masih menyalahkan perempuan yang tidak sengaja menabr

  • Jodoh Karena Wasiat    Pertemuan Pertama

    Tepat pukul 07.00 Dina berangkat ke kampus, seperti biasa diantar oleh abangnya kebetulan yang kebagian mengantar hari ini adalah abang keduanya. Ulum abang keduanya itu memiliki karakter laki-laki lemah lembut dan sabar berbeda dengan abang pertamanya yang tegas dan berwibawa sedangkan abang ketiganya lebih ke pecicilan sering jahil juga."Hey," panggil Ulum saat mereka sudah berada dalam mobil sedang menuju kampus Dina."Iya, kenapa Bang?" balas Dina sambil menoleh ke arah kakaknya."Bagaimana keadaanmu sekarang? Apakah baik-baik saja?" tanya Ulum."Alhamdulillah, seperti apa yang terlihat kok," jawab Dina dengan senyum manisnya."Dina, kalau kamu ada masalah jangan ditahan sendiri ya. Kamu memiliki abi, umi, kakak, abang, dan Yazid yang selalu siap mendukung dan menyayangimu. Kakak siap mendengarkan dengan baik jika kamu ingin bercerita."Dina yang mendengar itu tersenyum manis pada Abangnya merasa bersyukur memiliki keluarga yang sangat peduli padanya. "Abang tidak perlu khawatir,

  • Jodoh Karena Wasiat    Olaraga

    Pagi harinya Dina melakukan aktivitas seperti biasa, Dina saat ini lebih memilih untuk mengabaikan perkataan kakeknya karena menurut Dina masih ada waktu 2 bulan untuk ia mengambil keputusan. Setelah selesai salat dan membaca Al Qur an Dina langsung berganti pakaian dengan baju olahraga, dan ia juga segera menghampiri Umminya yang saat ini berada di dapur."Dek kamu ke mana? Kok pakai baju olahraga! Katanya nanti ada ujian kenapa masih mau lari?" tanya Umi Aida saat melihat putrinya turun dengan pakaian olahraga."Hehehe iya Ummi, Dina cuma mau olahraga sebentar, sudah satu minggu Dina tidak olahraga jadi Dina mau lari sebentar untuk melemaskan badan," sahut Dina."Ya sudah jangan jauh-jauh, kamu mau minta ditemani oleh abang nggak?" Entah mengapa meski Dina sudah berusia 21 tahun Umi Aida lebih tenang jika Dina keluar bersama anak laki-lakinya yang lain."Tidak usah Umi, Dina lari sendiri saja. Abang pasti capek karena semalam kan ada meeting juga, apalagi pekerjaan haru ini juga men

  • Jodoh Karena Wasiat    Perjodohan

    Dina, yang duduk di antara mereka, merasa perasaannya berkecamuk. Hatinya terasa terhimpit di tengah sejuta pertanyaan dan kekhawatiran. Ia ingin menyelesaikan pendidikannya dan mengejar impian-impian lainnya sebelum memasuki dunia pernikahan. Ia merasa terjebak dalam keadaan yang sulit, antara membahagiakan keluarga dan menjalankan keinginannya sendiri.Kakek, melihat kegelisahan dan keberatan para cucunya, menghela napas berat. "Aku memahami perasaan kalian. Wasiat ini mungkin terasa sulit untuk diterima. Namun,nenekmu memiliki alasan dan harapan tersendiri dalam menentukan hal ini."Ummi dan Ayah Dina mencoba menenangkan suasana. "Mari kita pikirkan dengan kepala dingin dan hati terbuka. Keputusan ini bukanlah hal yang mudah, namun penting untuk mempertimbangkan semua faktor dan berdiskusi dengan baik."Mereka semua setuju untuk memberikan waktu dan ruang bagi Dina untuk berpikir lebih lanjut. Tidak ada keputusan yang harus dibuat dengan terburu-buru. Semua pemikiran dan perasaanny

  • Jodoh Karena Wasiat    Wasiat

    Suara ketukan halus menggema di kamar Dina."Dina, Nak, boleh umi masuk sebentar? Umi Aida ingin berbincang sejenak," tutur Umi Aida dengan nada lembut, suaranya menembus celah pintu kamar putrinyaDina yang tengah berkutat dengan tugas kuliahnya, sejenak menghentikan aktivitasnya saat mendengar suara Umi. Tanpa keraguan, ia bangkit dari kursinya dan melangkah menuju pintu untuk membukanya.Ceklek! Pintu kamar Dina terbuka, menampakkan wajahnya yang ceria."Iya Ummi, ada apa?" tanya Dina dengan nada penasaran."Ayo ikut ummi ke ruang tengah, kakek ingin bicara sesuatu," jawab Ummi Aida dengan senyum.Dina mengerutkan keningnya sedikit. "Penting sekali ya Ummi? Dina lagi mengerjakan tugas nih, sebentar lagi hampir selesai. Apa bisa Dina menyusul saja nanti?" tanyanya dengan ragu.Dina terbiasa dengan kedisiplinan dalam mengerjakan tugas. Ia selalu mematuhi prinsipnya untuk fokus dan menyelesaikan satu tugas hingga tuntas sebelum beralih ke tugas lainnya. Kebiasaan ini membuatnya selalu

DMCA.com Protection Status