“Baru selama lima tahun diberi kekuasaan atas perusahaan ini saja, Dimas sudah mampu mendoktrin beberapa staf hingga satpam harus tunduk padanya. Aku tak akan segan untuk mencari akar dari masalah ini dan mencabutnya hingga tuntas!”
Indah, wanita hamil 8 bulan begitu kesal. Pasalnya, di perusahaan ayahnya sendiri yang kini dipimpin oleh sang suami—Dimas, ia dihalang-halangi untuk bertemu suaminya.
Beruntung, seorang satpam masih mau mendengarkan titahnya.
Ia jadi curiga, ada sesuatu yang disembunyikan Dimas di sini.
Sesampai di depan ruang kerja Dimas, Indah langsung meraih hendel pintu dan membukanya.Ceklek! Ceklek!
Pintu ruang kerja Dimas tak dapat dibuka. Indah tampak mengamati beberapa ruang yang kosong di lantai empat dan bertanya pada satpam yang menemaninya, “Kenapa di lantai empat ini beberapa ruangan dikosongkan? Kemana beberapa staf yang ada di sini? Di mana ruang kerja Rara?”
“Lapor Bu! Di lantai empat hanya digunakan sebagai tempat rapat dan hanya ada ruang kerja bapak. Untuk ruang ibu Rara ada dilantai tiga bersama dengan ruang accounting dan HRD,” jawab satpam tersebut secara detail.
Sejenak Indah terdiam dan memejamkan matanya seraya menghirup udara dari lantai empat dengan sangat dalam. Indah mengingat beberapa bagian yang ada di ruangan tersebut. “Setahu kamu. Apa hari ini pak Dimas ada keluar kantor?”“Yang saya tahu, bapak baru satu jam lalu balik dari luar, Bu!”
“Terima kasih atas kejujuranmu,” ucap Indah menganggukkan kepalanya. “Apa kamu bisa menendang pintu ini, sampai terbuka?” perintah Indah yang beranjak dari depan pintu ruang kerja Dimas dan mempersilakan Galih melakukan hal yang diminta.
BRAK! BRAK!Terlihat, Dimas tengah menarik resleting celana panjangnya. Sementara wanita yang bersamanya, tengah sibuk menurunkan rok span yang tersingkap hingga atas.
Dengan emosi memuncak, Indah yang hatinya telah begitu hancur, mendekati Dimas dan menampar wajah lelaki yang telah lima tahun menjadi suaminya.
PLAK ! PLAK ! “Brengsek kamu, Mas! Ruang kerja almarhum ayahku, kalian pakai untuk berzina! Apa kalian tidak punya moral melakukan disaat semua karyawan bekerja?!” umpat Indah berurai air mata. Seketika Dimas bersujud di kaki Indah, memegangnya seraya meminta maaf. “Maafkan aku, Indah. Ampuni aku ... Demi Allah aku bersumpah ini yang terakhir kali. Aku dan Angel—" “Diam bajingan! Ingat! Jangan sebut nama Allah dalam dosamu! Kamu lelaki laknat yang nggak tahu diri! Begini cara kamu membalas semua kebaikan orang tuaku! BAJINGAN!!!” BUGH ...! Indah menendang bahu Dimas kala lelaki itu memegang kakinya. Namun, lelaki tampan yang kini tampak berantakan tak membalas apapun yang dilakukan oleh Indah. Setelah itu, pandangan Indah beralih ke wajah Angel yang juga tampak berantakan dan masih bertelanjang kaki. Indah maju menuju ke tempat Angel yang masih berdiri di sisi meja besar milik Dimas bekerja. Bayangan perzinaan di meja kerja itu terlintas dalam benak Indah. Hingga wanita hamil delapan bulan itu pun, kalap saat mendekati Angel. “Aduh ... Sakitttt!” teriak Angel saat Indah menarik rambut panjangnya.Indah menggiringnya keluar ruangan dan membuangnya seperti sampah.
“Rasakan ini penzina! Dasar pelacur!” teriak Indah seraya terus menyerang Angel membabibuta.
Namun, bukannya menyerah, Angel justru semakin berani. Usai dihempas ke lantai, wanita jalang itu kembali bangkit. Ia berjalan menuju pintu darurat, kemudian berbalik dan bertolak pinggang menatap Indah dengan sengit.
“Jangan salahkan kami yang berselingkuh!” katanya dengan ujaran yang keras. “Kamu adalah istri yang gagal! Kenapa aku yang kamu salahkan, kalau suamimu terpikat padaku? Memang benar aku berzina! Tapi perlu kamu tahu, kami saling mencintai.”
“Asal kamu tahu juga. Dimas tidak akan menikahi kamu, jika kamu tidak memiliki perusahaan ini! Sampai disana, jelas bukan ... Kalau kamu bukan siapa-siapa bagi Dimas. Kamu hanya ladang uangnya!"
Mendengar kata yang menyudutkan dirinya, Indah berjalan cepat mendekati Angel. Sesaat kemudian, sebuah tamparan telah meluncur keras ke pipi wanita dua puluh lima tahun itu.
PLAK ! PLAK ! “Dasar pelacur! Apa orang tuamu yang mengajari kamu untuk bangga jadi penzina seperti ini? Hah!” teriak Indah meraih bagian leher Angel. Namun, wanita muda yang kini berada dalam cengkeraman Indah mendorong bagian bahu wanita hamil itu hingga ia jatuh.Tubuh Indah terguling-guling menuju lantai dua dengan teriakan keras.
“AAAAHHHH ... Ayahhhhh!” teriak Indah. Namun beberapa saat kemudian tak terdengar lagi suara wanita hamil delapan bulan itu.Sementara itu, Angel yang berjongkok di tangga darurat lantai tiga hanya memandangi tubuh Indah yang tergolek tak berdaya. Dari atas ia berbisik, “Selamat jalan Indah! Dimas memang hanya milikku!”
“Indah! Tidakkkkk! Ya Allah! Bangun Indah! Indahhhhh!”Zara, teman dekat Indah berteriak saat melihattubuh Indah tergeletak berada di depan tangga darurat lantai 2. Ia memeluktubuh sahabatnya yang masih terlihat napasnya, pelan.“Cepat hubungi ambulans Pak! Tolong! Cepat Pak, hikss....,” tangis Zarameraung-raung dengan terus memeluk tubuh sahabatnya yang dalam keadaan taksadarkan diri atau koma.Disaat ia menangis, dilihatnya seorang wanita diam berjongkok memandang ke arahZara dan terlihat dua orang pria yang tak lain Dimas dan seorang satpammenuruni tangga darurat menuju tempat Zara bersimpuh memangku tubuh Indah yangberlumuran darah pada bagian kepalanya.Zara yang berfokus pada diri Indah hanya mampu menangis dan berusahamenyadarkan sahabatnya dengan kata-kata yang menyayat hati bagi orang yangmendengarnya.“Indah..., bangun sayang. Indah jangan tinggalkan aku seperti ini. Kenapa kamuke kantor ini sendirian? Siapa yang melakukan ini padamu, Indah...., bangunsayang..., i
Bersamaan dengan Indah yang dilarikan ke rumah sakit, datanglagi mobil Ambulance lain yang membawa seorang wanita dalam kondisimengenaskan. Kaki dan tangannya terpisah dari tubuhnya dengan kondisiwajah hampir tak dapat dikenali. Ialah Elvira, yang ternyata masih dalamkondisi sadar meski mengalami kecelakaan parah.“Ibu orang tua dari pasien Elvira?” tanya suster jagatersebut ketika melihat seorang wanita paruh baya menangisi pasien kecelakaantragis barusan.“Benar, saya Ibunya. Tolong izinkan saya melihat putrisaya,” pinta Maharani mengiba.“Silakan Ibu...,” jawab perawat yang berjaga diluar sebelahruang ICU.“Suster, tunggu! Kenapa ibu ini bisa melihat pasien didalam? Sedangkan saya nggak bisa melihat keluarga saya?” tanya Zara dengan matasembab.“Sabar Ibu, kondisi putrinya sudah bisa melewati masakritis. Untuk pasien Indah, kondisinya masih koma. Harap Ibu bersabar,” ungkapperawat yang berjalan menuju ruang ICU.Mendengar keterangan dari perawat tersebut, Zara terkulai
“Tolong! Perutku sakit! Tolong...!”Dua orang perawat dan satu dokter yang berjaga di ruanganICU terkejut atas teriakan Indah yang awalnya diprediksi tidak punya harapanhidup.Bersamaan dengan jeritan keras Indah yang sebenarnya adalahjiwa Elvira, terdengar pula bunyi peringatan pada layar monitor yang memantaudenyut jantung. Monitor itu secara tiba-tiba datar dengan bunyi panjang dangaris datar lurus hingga batas nol. Padahal gadis cantik yang kini cacat itu telah melewati masakritis dengan denyut jantung yang kian berangsur membaik. Melihat monitor perekam jantung dan organ tubuh Elvira yangdipantau menunjukkan garis datar tanpa irama sama sekali, membuat Maharani yangmemandangi wajah putrinya memucat, berteriak histeris.“Dokter! Tolong putri saya! Tolong...! Ada apa dengan putrisaya? Tolong selamatkan nyawanya dokter!”Dengan sigap seorang dokter menghampiri Elvira danmemberikan pertolongan dengan alat kejut jantung yang dilakukan berulang kali. Namun monitor pada sis
Zara meninggalkan ruang ICU dan berencana untuk bertemudengan dokter yang menangani kesehatan Indah. “Dokter, saya ingin besok Indah bisa mendapatkan pemeriksaanMRI. Kalau memungkinkan, biarkan Indah tetap dirawat di ruang ICU seminggu ini?Masalah biaya, saya yang bertanggung jawab.”Mendengar penjelasan dari Zara, Dokter pun menjawab, “Baik,saya dan team akan melakukan pemantauan berkala atas pasien Indah dan tetapakan kami beri waktu satu minggu di ruang ICU.”“Uhm, satu lagi Dokter. Apa bisa saudara saya, tidakmenerima kunjungan dari siapa pun, selain saya?” tanya Zara penuh harap.“Mengenai pembatasan orang yang menjenguk pasien, nantidikoordinasikan saja dengan kepala perawat,” jawab Dokter.Mendengar jawaban dari dokter, Zara undur diri dan langsungmencari kepala perawat.Setelah duduk di hadapan kepala perawat, Zara memintapadanya agar Indah tidak boleh dijenguk oleh siapa pun, kecuali dirinya. Namun, kepala perawat itu balik bertanya pada Zara. “MaafIbu, kalau suam
“Pagi Suster. Saya keluarga pasien bernama Indah. Bagaimanaperkembangan saudara saya?” tanya Zara sebelum meminta izin masuk keruang ICU.“Pagi Ibu, kebetulan sekali Ibu sudah datang. Ada yang mausaya sampaikan perihal pasien Indah,” jawab perawat jaga.“Dia baik-baik saja kan, Suster?” tanya Zara cemas.“Sejauh ini, pemeriksaan mengenai kondisi fisiknya baik.Hanya saja, saat akan menyusui bayinya, ibu Indah agak ragu dan tampak bingung.Kemungkinan besar hal itu disebabkan oleh trauma pada benturan saat iaterjatuh, seperti yang ia sampaikan,” jawab perawat tersebut.“Iya Suster. Sepertinya cedera kepalanya yang buat saudarasaya sedikit mengalami amnesia. Tapi, kalau dia sudah mengingat jatuh daritangga, kemungkinan besar dia akan mengingat kembali semua peristiwa yangterjadi,” ujar Zara bernapas lega.“Baiklah Bu, kemungkinan besar hari ini pasien akan kitapindahkan ke ruang perawatan VIP A," jelas perawat tersebut.Zara menganggukkan kepala dan berucap. “Baik suster, sayase
“Pagi Suster. Saya keluarga pasien bernama Indah. Bagaimanaperkembangan saudara saya?” tanya Zara sebelum meminta izin masuk keruang ICU.“Pagi Ibu, kebetulan sekali Ibu sudah datang. Ada yang mausaya sampaikan perihal pasien Indah,” jawab perawat jaga.“Dia baik-baik saja kan, Suster?” tanya Zara cemas.“Sejauh ini, pemeriksaan mengenai kondisi fisiknya baik.Hanya saja, saat akan menyusui bayinya, ibu Indah agak ragu dan tampak bingung.Kemungkinan besar hal itu disebabkan oleh trauma pada benturan saat iaterjatuh, seperti yang ia sampaikan,” jawab perawat tersebut.“Iya Suster. Sepertinya cedera kepalanya yang buat saudarasaya sedikit mengalami amnesia. Tapi, kalau dia sudah mengingat jatuh daritangga, kemungkinan besar dia akan mengingat kembali semua peristiwa yangterjadi,” ujar Zara bernapas lega.“Baiklah Bu, kemungkinan besar hari ini pasien akan kitapindahkan ke ruang perawatan VIP A," jelas perawat tersebut.Zara menganggukkan kepala dan berucap. “Baik suster, sayase
Zara meninggalkan ruang ICU dan berencana untuk bertemudengan dokter yang menangani kesehatan Indah. “Dokter, saya ingin besok Indah bisa mendapatkan pemeriksaanMRI. Kalau memungkinkan, biarkan Indah tetap dirawat di ruang ICU seminggu ini?Masalah biaya, saya yang bertanggung jawab.”Mendengar penjelasan dari Zara, Dokter pun menjawab, “Baik,saya dan team akan melakukan pemantauan berkala atas pasien Indah dan tetapakan kami beri waktu satu minggu di ruang ICU.”“Uhm, satu lagi Dokter. Apa bisa saudara saya, tidakmenerima kunjungan dari siapa pun, selain saya?” tanya Zara penuh harap.“Mengenai pembatasan orang yang menjenguk pasien, nantidikoordinasikan saja dengan kepala perawat,” jawab Dokter.Mendengar jawaban dari dokter, Zara undur diri dan langsungmencari kepala perawat.Setelah duduk di hadapan kepala perawat, Zara memintapadanya agar Indah tidak boleh dijenguk oleh siapa pun, kecuali dirinya. Namun, kepala perawat itu balik bertanya pada Zara. “MaafIbu, kalau suam
“Tolong! Perutku sakit! Tolong...!”Dua orang perawat dan satu dokter yang berjaga di ruanganICU terkejut atas teriakan Indah yang awalnya diprediksi tidak punya harapanhidup.Bersamaan dengan jeritan keras Indah yang sebenarnya adalahjiwa Elvira, terdengar pula bunyi peringatan pada layar monitor yang memantaudenyut jantung. Monitor itu secara tiba-tiba datar dengan bunyi panjang dangaris datar lurus hingga batas nol. Padahal gadis cantik yang kini cacat itu telah melewati masakritis dengan denyut jantung yang kian berangsur membaik. Melihat monitor perekam jantung dan organ tubuh Elvira yangdipantau menunjukkan garis datar tanpa irama sama sekali, membuat Maharani yangmemandangi wajah putrinya memucat, berteriak histeris.“Dokter! Tolong putri saya! Tolong...! Ada apa dengan putrisaya? Tolong selamatkan nyawanya dokter!”Dengan sigap seorang dokter menghampiri Elvira danmemberikan pertolongan dengan alat kejut jantung yang dilakukan berulang kali. Namun monitor pada sis
Bersamaan dengan Indah yang dilarikan ke rumah sakit, datanglagi mobil Ambulance lain yang membawa seorang wanita dalam kondisimengenaskan. Kaki dan tangannya terpisah dari tubuhnya dengan kondisiwajah hampir tak dapat dikenali. Ialah Elvira, yang ternyata masih dalamkondisi sadar meski mengalami kecelakaan parah.“Ibu orang tua dari pasien Elvira?” tanya suster jagatersebut ketika melihat seorang wanita paruh baya menangisi pasien kecelakaantragis barusan.“Benar, saya Ibunya. Tolong izinkan saya melihat putrisaya,” pinta Maharani mengiba.“Silakan Ibu...,” jawab perawat yang berjaga diluar sebelahruang ICU.“Suster, tunggu! Kenapa ibu ini bisa melihat pasien didalam? Sedangkan saya nggak bisa melihat keluarga saya?” tanya Zara dengan matasembab.“Sabar Ibu, kondisi putrinya sudah bisa melewati masakritis. Untuk pasien Indah, kondisinya masih koma. Harap Ibu bersabar,” ungkapperawat yang berjalan menuju ruang ICU.Mendengar keterangan dari perawat tersebut, Zara terkulai
“Indah! Tidakkkkk! Ya Allah! Bangun Indah! Indahhhhh!”Zara, teman dekat Indah berteriak saat melihattubuh Indah tergeletak berada di depan tangga darurat lantai 2. Ia memeluktubuh sahabatnya yang masih terlihat napasnya, pelan.“Cepat hubungi ambulans Pak! Tolong! Cepat Pak, hikss....,” tangis Zarameraung-raung dengan terus memeluk tubuh sahabatnya yang dalam keadaan taksadarkan diri atau koma.Disaat ia menangis, dilihatnya seorang wanita diam berjongkok memandang ke arahZara dan terlihat dua orang pria yang tak lain Dimas dan seorang satpammenuruni tangga darurat menuju tempat Zara bersimpuh memangku tubuh Indah yangberlumuran darah pada bagian kepalanya.Zara yang berfokus pada diri Indah hanya mampu menangis dan berusahamenyadarkan sahabatnya dengan kata-kata yang menyayat hati bagi orang yangmendengarnya.“Indah..., bangun sayang. Indah jangan tinggalkan aku seperti ini. Kenapa kamuke kantor ini sendirian? Siapa yang melakukan ini padamu, Indah...., bangunsayang..., i
“Baru selama lima tahun diberi kekuasaan atas perusahaan inisaja, Dimas sudah mampu mendoktrin beberapa staf hingga satpam harus tundukpadanya. Aku tak akan segan untuk mencari akar dari masalah ini dan mencabutnyahingga tuntas!”Indah, wanita hamil 8 bulan begitu kesal. Pasalnya, diperusahaan ayahnya sendiri yang kini dipimpin oleh sang suami—Dimas, iadihalang-halangi untuk bertemu suaminya. Beruntung, seorang satpam masih mau mendengarkan titahnya.Ia jadi curiga, ada sesuatu yang disembunyikan Dimas disini.Sesampai di depan ruang kerja Dimas, Indah langsung meraih hendel pintu danmembukanya. Ceklek! Ceklek!Pintu ruang kerja Dimas tak dapat dibuka. Indah tampakmengamati beberapa ruang yang kosong di lantai empat dan bertanya pada satpamyang menemaninya, “Kenapa di lantai empat ini beberapa ruangan dikosongkan?Kemana beberapa staf yang ada di sini? Di mana ruang kerja Rara?”“Lapor Bu! Di lantai empat hanya digunakan sebagai tempatrapat dan hanya ada ruang kerja bapak.