Jawabannya tentu saja tidak. Dia tahu bahwa Boris sudah curiga, dan beberapa hal pasti akan lelaki itu selidiki hingga tuntas. Oleh karena itu, Mahendra telah bersiap sejak awal agar tidak meninggalkan informasi apa punbagi Boris. Namun, apakah kenyataannya memang demikian?Morrison Group.Jesse Kembali ke Morrison Group setelah mengantarkan kakak sepupunya korban ke Morrison Group. Lelaki itu langsung ke kantor Boris dan berkata, “Pak Boris, Anda sudah melihat videonya?”“Iya, lelaki ini sama dengan yang bawa istrinya Budi.”"Saya juga berpikir begitu. Jadi, saya berencana untuk memeriksa tempat di mana video tersebut diambil dan area taman di sekitarnya untuk melihat apakah ada CCTV yang dapat memberikan informasi lebih lanjut tentang lelaki ini." Boris mengangguk menyetujuinya, dan dia menambahkan, "Jangan sampai ada orang ketiga yang tahu tentang hal ini. Untuk sementara, cukup kita berdua yang tahu." Di masa krisis seperti ini, ada yang harus ditangani dengan sangat hati-hati.
Zola mengangguk pelan dan berkata, “Aku mengerti. Hanya saja dia terlalu banyak membantuku, makanya aku nggak bisa begitu saja mendefinisikannya seperti itu.”Dia menghela napas dan berkata lagi, “Sudahlah, jangan dibahas. Mungkin dia berniat baik, tapi ucapannya saja terlalu terus terang.”Jeni sedikit cemberut dan berkata, “Kalau benaran berniat baik, seharusnya dia mendukung keputusanmu.”Zola tidak menanggapi lagi dan suasana pun hening untuk sejenak. Dalam urusan-urusannya, terutama yang berkaitan dengan Boris, kata-kata Mahendra memang terasa terlalu langsung dan kurang lembut. Namun, setelah insiden ini terjadi, Mahendra telah berulang kali menemuinya dan menawarkan untuk menggantikannya sebagai arsitek untuk menanggung segala konsekuensinya.Mengingat hal itu, hati Zola menjadi sedikit tersentuh dan juga menceritakannya pada Jeni.“Aku nggak tahu bagaimana sikapnya pada orang lain, tapi dia sangat baik denganku.”Kening Jeni berkerut dan berkata, “Zola, di antara kamu dan dia,
Makin Zola memikirkannya, haitnya mulai timbul berbagai pikiran yang tidak terduga. Namun, dia segera menepisnya Ketika pemikiran tersebut terbit.Tidak mungkin, tidak mungkin akan seperti itu. Mahendra tidak akan mengajukan diri menjadi arsitek untuk menggantikannya hanya demi membuat Morrison Group mengakui insiden ini. Pasti dia yang terlalu banyak berpikir.Zola menggelengkan kepalanya dengan wajah yang semakin keruh. Jeni mengulurkan tangannya dan mengayunkannya di depan wajah Zola sambal bertanya, “Apa yang kamu pikirkan?”Zola tersadan dan matanya langsung bertemu dengan mata Jeni. Dia menggeleng dan tidak berbicara. Hanya saja, dalam hatinya terlintas sebuah kalimat yang pernah dia dengar.“Kalau seseorang sudah mulai curiga dengan orang lain, maka rasa lagu itu akan terus berlanjut tanpa henti.”Perasaan Zola menjadi makin muram dan wajahnya menunjukkan sedikit kekhawatiran. Jeni melihat hal itu dan memutuskan untuk tidak mengatakan apa pun lagi agar tidak menambah beban pikir
Suara di ruang tengah masih belum menunjukkan tanda-tanda berhenti. Melihat Rosita yang tetap diam tanpa tanggapan, Linda mencoba bertanya dengan hati-hati, "Bu Rosita, kenapa Anda nggak berbicara? Apakah yang kami bicarakan ini sama dengan apa yang Anda pikirkan?"Rosita menatap Linda sekilas dengan raut datar dan berkata, “Bu Linda, pertunangan Wina dan Tedy sudah berlangsung cukup lama, ‘kan? Keluarganya Tedy nggak ada mengajukan permintaan menikah, ya?”“Aku rasa, sepertinya kamu harus urus urusan keluargamu dulu. Mengenai Boris dan Zola, aku rasa nggak perlu ikut campur orang lain. Morrison Group juga nggak perlu seorang perempuan yang menanggung apakah perkembangannya kelak akan baik atau buruk.”Rosita memang selalu bersikap lembut pada semua orang. Dia jarang sekali berbicara dengan nada setajam ini. Ini kedua kalinya Zola melihatnya bersikap begini. Yang pertama kali adalah pada ibunya dan kali ini pada ibunya Wina.Ucapan Rosita juga berhasil membuat Linda bungkam. Di sana ju
Kedua wanita itu segera menyadari situasinya. Meski merasa tidak terima, tetapi saat ini mereka hanya ingin pergi dari tempat ini. Jika tidak, jantung mereka sudah nyaris melompat keluar. Oleh karena itu, mereka bergegas berkata,“Maaf, Zola. Kami yang salah paham, benar-benar maaf. Semoga kamu nggak mempermasalahkannya dan bisa memaafkan kami.”“Maaf.”Namun, Zola hanya menatap keduanya dengan pandangan dingin tanpa memberikan respons apa pun. Menerima permintaan maaf? Tentu saja dia tidak akan menerimanya. Menilai sesuatu tanpa dasar hanya karena tanggapan orang lain sama saja dengan orang yang buta huruf. Karenanya, Zola tidak mengatakan apa-apa, seolah tidak mendengar permintaan mereka.Rosita pun tahu betul sifat Zola. Dia memahami apa yang menjadi Batasan Zola dan hal-hal yang penting bagi perempuan itu. Sehingga, Rosita juga tidak akan memaksa Zola. Meski demikian, Linda dan Dwi adalah teman lama keluarga mereka. Jika terlalu keras pun rasanya kurang baik.Maka, Rosita mencoba m
Zola menjawab dengan jujur, “Baik.”Kakek berkata, “Apakah pandanganmu pada dia sedikit berubah?”Sebenarnya Kakek ingin tahu apakah perempuan itu masih ada rencana untuk cerai. Zola juga bisa menangkap maksud lelaki paruh baya itu. Dia menundukkan kepala dan terdiam sejenak sambal berkata,“Kakek, sebenarnya aku juga nggak tahu. Aku sendiri nggak tahu apa yang aku pikrikan sekarang.”Begitu banyak hal terjadi akhir-akhir ini, dia bahkan tidak punya waktu untuk memikirkan apakah ingin bercerai dengan Boris atau tidak. Namun, jika tidak bercerai, apakah ini akan berlangsung seumur hidup? Zola tidak terima jika di hati Boris ada orang lain. Itu bagaikan duri yang tertancap dalam hatinya. Dia memilih diam dan tidak bersuara. Kakek juga ikut tercenung dan akhirnya tersenyum sambal berkata,“Kalau kamu masih ragu, sepertinya Boris belum berbuat cukup baik. Kalau dia sudah cukup baik dan cukup mencintaimu, kamu nggak akan berpikir untuk meninggalkannya.” Ekspresi di wajah Zola tetap tenan
Terdengar suara seorang lelaki yang tertawa ringan. Zola dan Hartono secara refleks menoleh ke belakang. Lelaki bertubuh jangkung itu berjalan perlahan ke arah mereka. Wajah tampannya membuat jantung Zola berdegup cepat tanpa sadar.Meskipun telah banyak hal terjadi, dia masih saja gugup di dekatnya. Zola tahu dengan jelas bahwa dirinya masih mencintainya. Namun, apakah cinta satu pihak bisa bertahan lama?Sebelum Zola sempat memikirkan jawabannya, suara Kakek pun terdengar, “Apa? Aku nggak boleh bicara lebih lama dengan Zola?”"Kurasa nggak boleh, sudah cukup larut. Kami harus segera pulang," jawab Boris, sambil melirik jam di tangannya dan berjalan mendekat ke arah Zola. Dengan santai, dia meletakkan tangannya di pinggangnya. Gerakannya tampak begitu alami seolah-olah dia sudah sering melakukannya. Zola terkejut sejenak, tetapi dia tetap berusaha menjaga ketenangannya.Kakek melihat pemandangan itu dengan senyum tidak terbendung di matanya, dia berkata pada Boris dengan nada yang ter
Meski Kakek dan kedua orang tua Boris sangat yakin tidak ada pemikiran seperti itu, tetapi Zola ingin tahu apa yang ada dalam benak Boris.Dia terdiam sejenak, lalu berkata, “Boris, aku mengerti maksudmu. Aku hanya ingin tahu, apa kamu benar-benar nggak pernah merasakan meski hanya sedetik saja kalau semua ini nggak akan terjadi kalau nggak ada aku?”Boris mengerutkan alisnya dan wajah tampannya menunjukkan sedikit ketidakpedulian. Dia kemudian melirik ke arah kendaraan di kaca spion dan langsung menepi. Dia berbalik menghadapnya dan berkata dengan suara rendah, “Kalau ini nggak terjadi, apakah kamu bisa memastikan nggak akan ada hal lain yang terjadi?”Zola menatapnya tidak mengerti.“Setiap hal yang terjadi pasti ada alasannya. Kalau nggak, hidup akan terlalu datar, bukan? Karena hal ini sudah terjadi, apakah menyalahkan seseorang bisa menyelesaikan semua masalah? Nggak, ‘kan? Jadi daripada menyalahkan orang lain, lebih baik kita cari solusi untuk segera menyelesaikannya.”“Zola, kat
Namun, karya desain bagus saja tidak cukup. Harus memiliki nuansa desain dan gaya yang unik juga agar dapat meninggalkan kesan yang mendalam sekali dilihat orang. Zola membantu revisi dan memberi mereka arah inspirasi baru. Draf desain saat ini sepenuhnya dipoles berulang kali, buat lagi, dipoles lagi.Zola sibuk sampai jam pulang kerja. Dia memeriksa ponselnya, berencana makan di luar bersama Jeni sebelum pulang. Sejak pindah kembali ke apartemen, si bibi belum pernah datang untuk menyiapkan makanan. Zola tidak ingin bertanya dulu. Sedangkan dia sendiri malas mau masak. Jadi dia memilih makan di luar.Namun, baru saja Zola dan Jeni masuk ke mobil dan hendak berangkat ke restoran, ponsel Zola tiba-tiba berdering. Telepon dari Boris.Zola memegang erat ponselnya dan tertegun sejenak, tidak langsung mengangkat telepon, lalu Jeni berkata, “Angkat saja.”Jeni langsung menepikan mobilnya dan menunggu Zola mengangkat telepon. Zola menekan tombol jawab, lalu suara Boris datang dari ujung tele
“Memang medan perang, kan? Bahkan medan perang di dalam sana jauh lebih sulit untuk dihadapi daripada yang di luar,” goda Jeni.Zola tersenyum, lalu dia keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah. Akhir-akhir ini Jerico sedang memulihkan diri di rumah. Setelah mengetuk pintu, Zola membuka pintu dan masuk. Begitu melihat Zola, Jerico langsung bertanya, “Kenapa kamu datang ke sini?”Sikap dingin Jerico membuat Zola diam sejenak, tapi dia sudah terbiasa. Jadi, Zola merasa tidak apa-apa. Dia menatap ayahnya dan berkata, “Ada yang ingin aku tanyakan pada Papa.”Jerico melihatnya sekilas. “Mau tanya apa?”Zola mengerutkan bibirnya. Pada akhirnya, dia segera bertanya, “Aku ingin tanya soal Budi. Budi sudah jadi sekretaris Papa bertahun-tahun. Kenapa dia tiba-tiba berkhianat? Selama ini Papa selalu baik padanya. Apakah dia ada kesulitan atau rahasia yang nggak bisa dikatakan?”Begitu Zola selesai bicara, raut wajah Jerico langsung berubah. Dia memelototi Zola dengan tidak senang.“Zol
Usai berkata, Boris berjalan keluar sambil berkata, “Aku panggil dokter dulu untuk periksa kamu. Nanti sudah boleh keluar dari rumah sakit.”Mata Zola mengikuti sosok Boris. Kata-kata Boris terulang-ulang terus di dalam otaknya. Dibandingkan Sandra yang cerdas, Zola lebih cocok menjadi istri Boris? Maksud Boris, Zola kurang cerdas?Zola yang sedang hamil sama sekali tidak menyadari kalau dirinya sedang melalui proses otak tidak bisa berpikir dengan cepat selama kehamilan. Setelah berpikir lama, dia masih tidak mengerti maksud Boris. Apakah Boris sedang memujinya? Namun, sepertinya itu tidak sepenuhnya memuji.Setelah melalui pemeriksaan, dokter memastikan Zola tidak apa-apa. Semuanya stabil. Dia pun dipulangkan. Boris yang mengantarnya kembali ke apartemen. Sepanjang perjalanan pulang, Zola dan Boris tidak bicara. Karena Boris menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengangkat telepon.Boris tampak sangat sibuk, tapi Boris tetap menemani Zola. Zola memperhatikan wajah Boris dari sam
Zola juga tercengang. Sandra ingin memberi Boris saham? Dia semakin fokus memperhatikan Boris, tidak ingin melewatkan ekspresi apa pun di wajah pria itu. Apakah Boris akan terharu?“Kamu jangan salah paham. Aku nggak ingin lakukan apa pun. Ini bentuk ketulusanku. Kamu tahu, kelak aku akan ambil alih Gordi Group. Tapi aku tahu seberapa besar persaingan dalam dunia bisnis. Aku butuh penopang. Aku tahu kamu nggak ada perasaan apa pun padaku, juga nggak mungkin menikah denganku. Tapi aku butuh kerja sama jangka panjang dengan Morrison Group.”“Ini bukan masalah kecil. Aku belum bisa kasih jawaban.”“Kalau begitu, kamu pertimbangkan dulu.”Boris menutup telepon. Wajahnya tampak dingin. Zola tidak mendengar semua percakapan antara Boris dan Sandra, tapi Zola mendengar jelas setiap kata yang Boris ucapkan. Setelah panggilan telepon berakhir, Boris meletakkan ponselnya. Dia spontan melihat ke arah Zola. Tidak disangka, Zola sedang memperhatikannya. Saat mata keduanya bertemu, Zola sama sekali
Zola menyadari kalau dirinya semakin tidak memahami Mahendra, bahkan boleh dibilang dia merasa seperti tidak pernah memahami pria itu sebelumnya. Apa tujuan Mahendra melakukan hal ini?Zola tidak bisa menemukan jawaban yang masuk akal. Jadi dia tidak menanggapi pertanyaan Boris. Suasana pun menjadi sunyi senyap. Sesaat kemudian, ponsel Boris berdering. Sandra yang meneleponnya.“Kamu nggak di kantor?”“Ada urusan?”“Iya, ada sedikit urusan. Soal proyek kerja sama. Aku baru saja dapat kabar, ada perusahaan real estate asing yang berencana datang ke Kota Binru untuk berinvestasi. Kalau kita bisa dapatkan kerja sama ini, itu akan sangat membantu untuk go public nanti. Jadi kamu mau pertimbangkan, nggak?”Meskipun Morrison Group merupakan sebuah perusahaan besar, sampai saat ini Morrison Group belum mendaftarkan diri ke bursa efek. Baik Boris maupun keluarganya tidak peduli dengan hal itu. Jika Morrison Group mau go public, pasti sudah go public sejak kepemimpinan Hartono. Namun nyatanya t
Setiap kali memikirkan hal itu, Boris pasti berpikir kalau Zola ingin berpisah dengannya demi Mahendra. Akan tetapi, pesan Guntur terngiang kembali di benaknya. Sekarang Zola tidak boleh emosi, harus tetap dalam suasana hati yang baik. Sehingga kata-kata yang sudah sampai di ujung bibirnya akhirnya ditelan kembali.Zola menatap Boris, mengira pria itu ingin mengatakan sesuatu lagi. Jadi dia menatap Boris dalam diam. Kata-kata Boris barusan membuat Zola merasa hatinya seperti dicengkeram dengan erat hingga membuatnya sulit bernapas.Namun, beberapa saat berlalu. Boris tak kunjung bicara. Zola menatapnya dengan bingung dan berkata, “Mau ngomong apa ngomong saja.”Sikap Boris melembut, tidak sekeras tadi. Dia menatap Zola sambil berpikir keras. Kemudian, dia menanyakan keraguan yang selalu Boris sembunyikan di dalam hatinya.“Aku hanya mau tanya satu hal. Katakan padaku, apakah kamu pernah pacaran dengan Mahendra?”Zola mengerutkan kening, tampak semakin bingung. “Boris, sebenarnya apa ya
“Oke, aku mengerti.” Boris menjawab dengan serius, seperti seorang murid yang penurut.Guntur jarang melihat reaksi seperti itu dari Boris. Dia spontan tertawa dan berkata, “Baguslah kalau kamu bisa bekerja sama seperti ini. Kakek dan orang tuamu belum tahu. Perlu beritahu mereka?”Boris menatap Guntur dan bertanya balik, “Menurutmu?”Guntur terus tertawa. “Oke, oke, aku mengerti. Kalau begitu aku kerja dulu. Kamu temani Zola. Kalau dia bangun, dia boleh sarapan.”Boris menganggukkan kepala. Guntur pun pergi. Beberapa menit kemudian, Zola membuka matanya dan mendapati dirinya sedang berada di rumah sakit. Dia spontan mengangkat tangannya dan memegang perutnya. Setelah merasakan perutnya yang buncit, dia baru merasa lega.Zola ingat Jeni mengantarnya ke rumah sakit dan dia diperiksa oleh dokter. Namun saat itu, dia benar-benar sudah terlalu lelah. Dokter juga memberinya obat yang boleh diminum ibu hamil. Jadi dia tidur sampai sekarang baru bangun.Zola bangun dan duduk. Begitu duduk, di
Boris punya kebiasaan marah ketika dibangunkan dari tidurnya, apalagi kalau dibangunkan secara tiba-tiba. Akan tetapi, sebelum dia bisa melampiaskan kekesalannya, suara yang masuk telinganya langsung membuat matanya terbelalak lebar.“Zola lagi di UGD rumah sakit?” tanya Boris dengan suara serak.“Kamu nggak tahu?”“Kenapa dia ke rumah sakit jam segini?”Boris mengangkat selimutnya dan turun dari tempat tidur. Sambil mengganti pakaian, dia bertanya kepada Guntur dengan wajah serius. Guntur bilang kalau muridnya yang melihat Zola. Zola baring di ranjang pemeriksaan, sepertinya baru selesai diperiksa. Dia masih belum tahu bagaimana situasi jelasnya.Boris tidak banyak bicara. Setelah menjawab singkat, dia langsung menutup telepon. Wajah tampannya tampak tegang. Rahangnya mengeras sampai seolah-olah bisa hancur kapan saja. Dia bahkan tidak sempat memakai sepatu lagi. Dia langsung mengambil kunci dan keluar.Boris mengebut sepanjang jalan. Dia mencoba menghubungi ponsel Zola, tapi Zola tid
Manusia sangat mudah membiasakan diri. Begitu sudah terbiasa, manusia bisa saja melupakan semua hal negatif yang pernah dialaminya sebelumnya.“Apakah aku sudah kehilangan diriku sendiri?” tanya Zola kepada Jeni.Jeni memikirkannya dengan serius. “Sayang, kalau kamu sudah mempertanyakan apakah kamu sudah kehilangan dirimu sendiri, menurutku kamu benar-benar perlu merenungkan diri dulu.”Karena kata-kata Jeni barusan, Zola pun jadi berpikir keras. Benar, dia bahkan sudah mempertanyakan dirinya sendiri. Apa yang akan dipikirkan orang lain?Zola bangun dan duduk di sofa, lalu berkata dengan yakin, “Aku percaya aku masih diriku yang dulu. Aku nggak akan kehilangan diri sendiri demi siapa pun.”“Ini baru betul.”Keduanya saling menatap dan tersenyum. Di malam hari, Zola rela mengeluarkan uang mentraktir Jeni makan mie, sebagai penghargaan kepada Jeni karena telah memberinya pencerahan dan semangat. Saat itu, Jeni merasa sangat kesal. Ingin rasanya memarahi Zola.Zola justru berkata, “Maklum