“Zola? Maaf, ini Tyara.”Suara lembut Tyara datang dari ujung telepon lainnya. Zola langsung tercengang ketika mendengar suara perempuan itu.“Kenapa kamu yang angkat?” tanya Zola.“Boris suruh aku pegang ponselnya. Dia pergi ke kamar mandi. Bagaimana kalau kamu telepon lagi nanti? Kalau kamu ada waktu, kamu boleh datang langsung ke sini. Kami sedang pilih gaun pengantin. Lebih bagus kalau kamu bisa datang. Kamu juga bisa beri masukan. Bagaimanapun juga, kamu ahli di bidang ini.”Begitu mendengar Tyara mengatakan kalau mereka sedang memilih gaun pengantin, Zola langsung mematung, sorot matanya menjadi dingin. Setelah terdiam sesaat, dia mengulangi ucapan Tyara barusan, “Kamu bilang, kalian lagi pilih gaun pengantin?”“Iya, Boris bilang aku sudah semakin membaik. Setelah kalian cerai, kami bisa mengadakan pesta pernikahan. Foto pernikahan bisa disiapkan dulu untuk menghemat waktu. Biar saatnya tiba kami nggak terlalu terburu-buru. Zola, kamu nggak keberatan, kan? Bagaimanapun juga, kamu
“Apa yang harus aku mengerti?” tanya Boris dengan bingung.Zola mengatupkan bibirnya, lalu bertanya langsung, “Malam ini kamu pergi ke mana? Bukannya kamu bilang akan pulang lebih awal dan pergi bareng ke rumah sakit untuk jenguk Kakek?”“Aku mendadak ada urusan. Aku sudah beritahu Mama.”“Kamu beritahu aku, nggak?”Alis pria itu semakin berkerut. Dia semakin merasa kalau Zola telah berubah menjadi orang yang berbeda. Setiap kata yang dia ucapkan penuh dengan pertanyaan yang menyudutkan. Setelah melihat sosoknya yang lemah lembut, Boris sama sekali tidak terbiasa dengan Zola yang sekarang.“Kalau kamu begini karena aku nggak beritahu kamu, aku minta maaf. Kali ini memang aku yang lalai. Aku janji nggak akan lagi, oke?”Zola tidak bicara. Wajah Boris tampak serius, dia berkata dengan suara berat, “Apa lagi yang buat kamu kesal, katakan saja semuanya.”“Bukan aku mau merasa kesal. Tapi aku hanya ingin tahu sebenarnya mau sampai kapan kamu bohongi aku?”“Aku bohongi kamu?”Zola merasa ama
Tatapan Boris yang dingin membuat hati Zola semakin sakit. Tatapan dingin itu langsung menusuk ke dalam hati Zola. Dia menatap lurus ke arah Boris tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Mereka saling menatap satu sama lain sejenak. Pada akhirnya, Boris memilih keluar dari kamar. Hubungan yang semula membaik kini menjadi lebih kaku daripada sebelumnya. Boris tidak mengakui apa yang Tyara katakan. Lantas, apakah Tyara berbohong? Zola diam seribu bahasa. Bibirnya terkatup rapat, suasanya hatinya semakin memburuk.Sepanjang malam, Boris tidak kembali ke kamar. Namun, pria itu juga tidak meninggalkan Bansan Mansion. Karena Zola tidak mendengar suara mobil. Mereka berdua tetap bersikukuh, tidak ada yang mau mengalah. Keesokan harinya, saat Zola turun ke bawah, Boris sudah pergi ke Morrison Group.Di jalan, Jesse diam-diam melirik beberapa kali ke arah pria yang diam dan berwajah dingin yang duduk di kursi belakang. Jesse tampak ingin mengatakan sesuatu tapi ragu-ragu. Entah sudah berapa kali di
Apa maksud dari kata-kata yang Boris ucapkan? Apakah pria itu sedang memberikan penjelasan? Namun, mereka sebentar lagi akan bercerai. Jadi mengapa Boris masih melakukan hal-hal yang bisa membuat Zola mudah salah paham?Zola benar-benar tidak mengerti apa yang ada di pikiran pria itu. Namun, pendirian Zola benar-benar sedikit goyah ketika menghadapi kelembutan Boris. Setelah mencintainya selama sepuluh tahun, Zola tidak bisa langsung berhenti mencintai pria itu. Sekalipun dia bisa menahan hati yang sulit dikendalikan ini, perasaan lembut yang datang sekilas itu tetap meninggalkan gelombang di hatinya.Zola menahan napas, air mata menggenang di matanya, tapi dia tidak mengizinkan air matanya untuk mengalir.“Kenapa kamu ngomong seperti itu padaku?” tanya Zola dengan tenang.Boris tertawa pelan, “Kenapa? Kamu tanya kenapa? Kalau aku nggak jelaskan ke kamu, malam ini aku sepertinya nggak bisa masuk ke kamar lagi. Pelayan di rumah mungkin sudah tertawakan aku nggak punya status keluarga. J
Zola seketika diam tercengang. Bagaimana dia menjawab pertanyaan ibu mertuanya itu? Dia tidak tahu harus menjawab apa.Oleh karena itu, Zola hanya bisa mengatupkan bibirnya dan menatap Boris dengan bingung. Pria itu sepertinya telah menangkap isyarat meminta bantuan dari Zola, tapi Boris tidak bermaksud membantunya. Dia hanya berkata, “Zola, Mama tanya sama kamu. Kamu harus bantu aku jelaskan, kalau nggak aku akan disalahpahami.”Boris menatap Zola dengan lekat. Sorot mata pria itu seperti sedang tersenyum. Apa maksud Boris? Pria itu jelas tidak membantunya, malah mendorongnya ke dalam masalah.Zola merasa sangat malu, jadi dia hanya bisa mengubah topik pembicaraan, “Ma, karena Kakek baik-baik saja, aku dan Boris pergi dulu, ya. Kami sudah janjian mau pergi nonton film.Usai berkata, Zola menarik tangan Boris dan berjalan keluar dari rumah sakit. Zola masih sempat mendengar suara ibu mertuanya datang dari belakang, “Kalau Kakek tahu kalian pergi kencan, dia pasti senang banget dan sege
Zola, kamu takut Mahendra akan salah paham?” tanya Boris dengan curiga.“Kenapa kamu beranggapan begitu? Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau kita nggak boleh libatkan orang lain dalam urusan kita?” tukas Zola.Boris tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia langsung menginjak pedal gas dan memacu mobilnya dengan sangat cepat. Sepanjang jalan, suasana di dalam mobil sunyi senyap. Zola merasa sangat tidak adil baginya. Dia jelas tidak salah, mengapa Boris marah padanya?Meskipun keduanya tidak saling mengabaikan satu sama lain seperti tadi malam, semua orang di Bansan Mansion bisa merasakan kalau Boris sedang dalam suasana hati yang buruk.Tentu saja, Zola juga tidak akan membujuk pria itu. Zola sudah memikirkannya baik-baik. Rasa sakit jangka pendek lebih baik daripada rasa sakit jangka panjang. Jika dia berhasil membujuk Boris, lalu pria itu bersikap baik padanya lagi, Zola hanya akan terjatuh dalam pesona pria itu lagi. Oleh karena itu, lebih baik tetap seperti ini.***Karena campur tan
Boris baru sadar, suara serak keluar dari tenggorokannya, “Hmm.”Pria itu duduk tegak sambil menatap Zola, lalu bertanya dengan lembut, “Maaf, aku tiba-tiba merasa jantungku sakit, jadi nggak sempat injak rem sehingga tabrak kalian. Nggak buat kamu ketakutan, kan?”Zola menatap pria itu dengan ekspresi rumit. Apakah benar karena dia tidak sempat menghentikan mobilnya sehingga dia menabrak mereka? Bukan karena hal lain?Segera, Zola berhenti berpikir. Boris tidak mencintainya, bagaimana mungkin karena pria itu cemburu?“Aku nggak apa-apa. Jantungmu kenapa?”“Nggak kenapa-kenapa. Mungkin akibat kurang istirahat karena terlalu banyak pekerjaan. Aku hanya perlu istirahat sebentar saja.”Wajah Boris tampak sedikit pucat. Zola berkata, “Kalau begitu cepat masuk ke dalam rumah dan istirahat dulu.”“Kamu bisa bantu aku?”Boris bertanya dengan suara pelan. Matanya menatap Zola dengan penuh harap. Tatapan mata pria itu terlalu lembut, sehingga Zola sama sekali tak kuasa menolak.Zola terdiam sej
Pada akhirnya, Zola memutuskan tidak memanggil dokter. Zola membawa Boris ke kamar tidur di lantai atas. Setelah itu, dia memasak bubur sendiri dan melihat Boris makan.Tidak bisa dipungkiri, pria ini selalu memiliki aura yang luar biasa. Terlebih lagi wajahnya yang tampan itu. Makan bubur pun tetap terlihat elegan.Dulu Zola juga tertarik dengan wajahnya pada pandangan pertama. Saat mengenang kembali masa lalu, seulas senyum tipis spontan merekah di bibir Zola. Dia tiba-tiba merasa penasaran. Oleh karena itu, dia bertanya pada Boris, “Kamu masih ingat pertama kali kita bertemu?”“Ingat, kakekmu bawa kamu ke rumah kami dan bilang ingin menikahkan kamu denganku.”Wajah Boris sedikit pucat mungkin karena sedang tidak enak badan. Namun, hal itu sama sekali tidak mengurangi ketampanannya. Seiring dengan suara beratnya bergema di dalam kamar, adegan hari itu muncul kembali di otak Boris.Sebelum pertemuan itu, Boris sudah mengetahui kalau dia akan menikah dengan putri keluarga Leonarto. Bah