Tatapan Boris yang dingin membuat hati Zola semakin sakit. Tatapan dingin itu langsung menusuk ke dalam hati Zola. Dia menatap lurus ke arah Boris tanpa mengucapkan sepatah kata pun.Mereka saling menatap satu sama lain sejenak. Pada akhirnya, Boris memilih keluar dari kamar. Hubungan yang semula membaik kini menjadi lebih kaku daripada sebelumnya. Boris tidak mengakui apa yang Tyara katakan. Lantas, apakah Tyara berbohong? Zola diam seribu bahasa. Bibirnya terkatup rapat, suasanya hatinya semakin memburuk.Sepanjang malam, Boris tidak kembali ke kamar. Namun, pria itu juga tidak meninggalkan Bansan Mansion. Karena Zola tidak mendengar suara mobil. Mereka berdua tetap bersikukuh, tidak ada yang mau mengalah. Keesokan harinya, saat Zola turun ke bawah, Boris sudah pergi ke Morrison Group.Di jalan, Jesse diam-diam melirik beberapa kali ke arah pria yang diam dan berwajah dingin yang duduk di kursi belakang. Jesse tampak ingin mengatakan sesuatu tapi ragu-ragu. Entah sudah berapa kali di
Apa maksud dari kata-kata yang Boris ucapkan? Apakah pria itu sedang memberikan penjelasan? Namun, mereka sebentar lagi akan bercerai. Jadi mengapa Boris masih melakukan hal-hal yang bisa membuat Zola mudah salah paham?Zola benar-benar tidak mengerti apa yang ada di pikiran pria itu. Namun, pendirian Zola benar-benar sedikit goyah ketika menghadapi kelembutan Boris. Setelah mencintainya selama sepuluh tahun, Zola tidak bisa langsung berhenti mencintai pria itu. Sekalipun dia bisa menahan hati yang sulit dikendalikan ini, perasaan lembut yang datang sekilas itu tetap meninggalkan gelombang di hatinya.Zola menahan napas, air mata menggenang di matanya, tapi dia tidak mengizinkan air matanya untuk mengalir.“Kenapa kamu ngomong seperti itu padaku?” tanya Zola dengan tenang.Boris tertawa pelan, “Kenapa? Kamu tanya kenapa? Kalau aku nggak jelaskan ke kamu, malam ini aku sepertinya nggak bisa masuk ke kamar lagi. Pelayan di rumah mungkin sudah tertawakan aku nggak punya status keluarga. J
Zola seketika diam tercengang. Bagaimana dia menjawab pertanyaan ibu mertuanya itu? Dia tidak tahu harus menjawab apa.Oleh karena itu, Zola hanya bisa mengatupkan bibirnya dan menatap Boris dengan bingung. Pria itu sepertinya telah menangkap isyarat meminta bantuan dari Zola, tapi Boris tidak bermaksud membantunya. Dia hanya berkata, “Zola, Mama tanya sama kamu. Kamu harus bantu aku jelaskan, kalau nggak aku akan disalahpahami.”Boris menatap Zola dengan lekat. Sorot mata pria itu seperti sedang tersenyum. Apa maksud Boris? Pria itu jelas tidak membantunya, malah mendorongnya ke dalam masalah.Zola merasa sangat malu, jadi dia hanya bisa mengubah topik pembicaraan, “Ma, karena Kakek baik-baik saja, aku dan Boris pergi dulu, ya. Kami sudah janjian mau pergi nonton film.Usai berkata, Zola menarik tangan Boris dan berjalan keluar dari rumah sakit. Zola masih sempat mendengar suara ibu mertuanya datang dari belakang, “Kalau Kakek tahu kalian pergi kencan, dia pasti senang banget dan sege
Zola, kamu takut Mahendra akan salah paham?” tanya Boris dengan curiga.“Kenapa kamu beranggapan begitu? Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau kita nggak boleh libatkan orang lain dalam urusan kita?” tukas Zola.Boris tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia langsung menginjak pedal gas dan memacu mobilnya dengan sangat cepat. Sepanjang jalan, suasana di dalam mobil sunyi senyap. Zola merasa sangat tidak adil baginya. Dia jelas tidak salah, mengapa Boris marah padanya?Meskipun keduanya tidak saling mengabaikan satu sama lain seperti tadi malam, semua orang di Bansan Mansion bisa merasakan kalau Boris sedang dalam suasana hati yang buruk.Tentu saja, Zola juga tidak akan membujuk pria itu. Zola sudah memikirkannya baik-baik. Rasa sakit jangka pendek lebih baik daripada rasa sakit jangka panjang. Jika dia berhasil membujuk Boris, lalu pria itu bersikap baik padanya lagi, Zola hanya akan terjatuh dalam pesona pria itu lagi. Oleh karena itu, lebih baik tetap seperti ini.***Karena campur tan
Boris baru sadar, suara serak keluar dari tenggorokannya, “Hmm.”Pria itu duduk tegak sambil menatap Zola, lalu bertanya dengan lembut, “Maaf, aku tiba-tiba merasa jantungku sakit, jadi nggak sempat injak rem sehingga tabrak kalian. Nggak buat kamu ketakutan, kan?”Zola menatap pria itu dengan ekspresi rumit. Apakah benar karena dia tidak sempat menghentikan mobilnya sehingga dia menabrak mereka? Bukan karena hal lain?Segera, Zola berhenti berpikir. Boris tidak mencintainya, bagaimana mungkin karena pria itu cemburu?“Aku nggak apa-apa. Jantungmu kenapa?”“Nggak kenapa-kenapa. Mungkin akibat kurang istirahat karena terlalu banyak pekerjaan. Aku hanya perlu istirahat sebentar saja.”Wajah Boris tampak sedikit pucat. Zola berkata, “Kalau begitu cepat masuk ke dalam rumah dan istirahat dulu.”“Kamu bisa bantu aku?”Boris bertanya dengan suara pelan. Matanya menatap Zola dengan penuh harap. Tatapan mata pria itu terlalu lembut, sehingga Zola sama sekali tak kuasa menolak.Zola terdiam sej
Pada akhirnya, Zola memutuskan tidak memanggil dokter. Zola membawa Boris ke kamar tidur di lantai atas. Setelah itu, dia memasak bubur sendiri dan melihat Boris makan.Tidak bisa dipungkiri, pria ini selalu memiliki aura yang luar biasa. Terlebih lagi wajahnya yang tampan itu. Makan bubur pun tetap terlihat elegan.Dulu Zola juga tertarik dengan wajahnya pada pandangan pertama. Saat mengenang kembali masa lalu, seulas senyum tipis spontan merekah di bibir Zola. Dia tiba-tiba merasa penasaran. Oleh karena itu, dia bertanya pada Boris, “Kamu masih ingat pertama kali kita bertemu?”“Ingat, kakekmu bawa kamu ke rumah kami dan bilang ingin menikahkan kamu denganku.”Wajah Boris sedikit pucat mungkin karena sedang tidak enak badan. Namun, hal itu sama sekali tidak mengurangi ketampanannya. Seiring dengan suara beratnya bergema di dalam kamar, adegan hari itu muncul kembali di otak Boris.Sebelum pertemuan itu, Boris sudah mengetahui kalau dia akan menikah dengan putri keluarga Leonarto. Bah
Boris berkata dengan santai, tapi wajah Zola langsung memerah. Sekalipun hubungan paling intim pun pernah mereka lakukan, rasanya sangat memalukan mendengar Boris secara blak-blakan memintanya membantunya mandi.Zola langsung menarik tangan dan menundukkan kepalanya, ingin segera melarikan diri dari sini, “Kamu cepat mandi sana. Aku bawa mangkuk bubur ke bawah biar mereka bisa cuci dulu.”Boris tidak mau melepaskan tangan Zola. Sebaliknya, dia malah bertanya, “Zola, kamu malu, ya?”Tentu saja Zola tidak akan mau mengakuinya. Dia mendongakkan kepala untuk menatap Boris dan bertanya dengan serius, “Kamu benar-benar butuh bantuanku?”“Kita suami istri, bukannya ini hal yang sangat lumrah?”“Oke kalau begitu.” Usai berkata, Zola memutar badan menghadap Boris. Kemudian, dia mulai membuka kancing kemeja pria itu. Jarinya yang dingin sesekali menyentuh kulit pria itu tanpa sengaja. Hal itu membuat suasana yang awalnya biasa saja menjadi sedikit berbeda.Boris berdiri dengan kaku dan diam. Zol
Usai berkata, Zola tidak melihat Boris lagi. Dia berbaring lagi dan menutupi dirinya dengan selimut, lalu memejamkan matanya.Sikap Zola yang acuh tak acuh membuat Boris spontan mengerutkan kening. Dia merasa seolah-olah ada angin dingin bertiup di hatinya, membuatnya hanya bisa diam tercengang. Namun, Boris tidak memikirkannya lebih jauh. Dia bergegas keluar dari kamar setelah selesai berganti pakaian.Begitu mendengar suara pintu ditutup, mata Zola langsung terbuka. Hatinya begitu dingin seperti habis disiram air es. Hanya karena Tyara bilang takut, Boris sampai tidak peduli dengan kesehatannya sendiri lagi. Jadi bagaimana mungkin Zola masih memiliki peluang untuk menang? Sejak awal dia sudah kalah telak.Kelembutan singkat yang pria itu berikan padanya bukan karena memiliki perasaan padanya, tapi karena Zola masih berstatus sebagai istri Boris dan menantu keluarga Morrison. Selain itu, tidak ada alasan lain.Zola berkata pada dirinya sendiri berulang kali. Dia meletakkan tangannya d
Namun, karya desain bagus saja tidak cukup. Harus memiliki nuansa desain dan gaya yang unik juga agar dapat meninggalkan kesan yang mendalam sekali dilihat orang. Zola membantu revisi dan memberi mereka arah inspirasi baru. Draf desain saat ini sepenuhnya dipoles berulang kali, buat lagi, dipoles lagi.Zola sibuk sampai jam pulang kerja. Dia memeriksa ponselnya, berencana makan di luar bersama Jeni sebelum pulang. Sejak pindah kembali ke apartemen, si bibi belum pernah datang untuk menyiapkan makanan. Zola tidak ingin bertanya dulu. Sedangkan dia sendiri malas mau masak. Jadi dia memilih makan di luar.Namun, baru saja Zola dan Jeni masuk ke mobil dan hendak berangkat ke restoran, ponsel Zola tiba-tiba berdering. Telepon dari Boris.Zola memegang erat ponselnya dan tertegun sejenak, tidak langsung mengangkat telepon, lalu Jeni berkata, “Angkat saja.”Jeni langsung menepikan mobilnya dan menunggu Zola mengangkat telepon. Zola menekan tombol jawab, lalu suara Boris datang dari ujung tele
“Memang medan perang, kan? Bahkan medan perang di dalam sana jauh lebih sulit untuk dihadapi daripada yang di luar,” goda Jeni.Zola tersenyum, lalu dia keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah. Akhir-akhir ini Jerico sedang memulihkan diri di rumah. Setelah mengetuk pintu, Zola membuka pintu dan masuk. Begitu melihat Zola, Jerico langsung bertanya, “Kenapa kamu datang ke sini?”Sikap dingin Jerico membuat Zola diam sejenak, tapi dia sudah terbiasa. Jadi, Zola merasa tidak apa-apa. Dia menatap ayahnya dan berkata, “Ada yang ingin aku tanyakan pada Papa.”Jerico melihatnya sekilas. “Mau tanya apa?”Zola mengerutkan bibirnya. Pada akhirnya, dia segera bertanya, “Aku ingin tanya soal Budi. Budi sudah jadi sekretaris Papa bertahun-tahun. Kenapa dia tiba-tiba berkhianat? Selama ini Papa selalu baik padanya. Apakah dia ada kesulitan atau rahasia yang nggak bisa dikatakan?”Begitu Zola selesai bicara, raut wajah Jerico langsung berubah. Dia memelototi Zola dengan tidak senang.“Zol
Usai berkata, Boris berjalan keluar sambil berkata, “Aku panggil dokter dulu untuk periksa kamu. Nanti sudah boleh keluar dari rumah sakit.”Mata Zola mengikuti sosok Boris. Kata-kata Boris terulang-ulang terus di dalam otaknya. Dibandingkan Sandra yang cerdas, Zola lebih cocok menjadi istri Boris? Maksud Boris, Zola kurang cerdas?Zola yang sedang hamil sama sekali tidak menyadari kalau dirinya sedang melalui proses otak tidak bisa berpikir dengan cepat selama kehamilan. Setelah berpikir lama, dia masih tidak mengerti maksud Boris. Apakah Boris sedang memujinya? Namun, sepertinya itu tidak sepenuhnya memuji.Setelah melalui pemeriksaan, dokter memastikan Zola tidak apa-apa. Semuanya stabil. Dia pun dipulangkan. Boris yang mengantarnya kembali ke apartemen. Sepanjang perjalanan pulang, Zola dan Boris tidak bicara. Karena Boris menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengangkat telepon.Boris tampak sangat sibuk, tapi Boris tetap menemani Zola. Zola memperhatikan wajah Boris dari sam
Zola juga tercengang. Sandra ingin memberi Boris saham? Dia semakin fokus memperhatikan Boris, tidak ingin melewatkan ekspresi apa pun di wajah pria itu. Apakah Boris akan terharu?“Kamu jangan salah paham. Aku nggak ingin lakukan apa pun. Ini bentuk ketulusanku. Kamu tahu, kelak aku akan ambil alih Gordi Group. Tapi aku tahu seberapa besar persaingan dalam dunia bisnis. Aku butuh penopang. Aku tahu kamu nggak ada perasaan apa pun padaku, juga nggak mungkin menikah denganku. Tapi aku butuh kerja sama jangka panjang dengan Morrison Group.”“Ini bukan masalah kecil. Aku belum bisa kasih jawaban.”“Kalau begitu, kamu pertimbangkan dulu.”Boris menutup telepon. Wajahnya tampak dingin. Zola tidak mendengar semua percakapan antara Boris dan Sandra, tapi Zola mendengar jelas setiap kata yang Boris ucapkan. Setelah panggilan telepon berakhir, Boris meletakkan ponselnya. Dia spontan melihat ke arah Zola. Tidak disangka, Zola sedang memperhatikannya. Saat mata keduanya bertemu, Zola sama sekali
Zola menyadari kalau dirinya semakin tidak memahami Mahendra, bahkan boleh dibilang dia merasa seperti tidak pernah memahami pria itu sebelumnya. Apa tujuan Mahendra melakukan hal ini?Zola tidak bisa menemukan jawaban yang masuk akal. Jadi dia tidak menanggapi pertanyaan Boris. Suasana pun menjadi sunyi senyap. Sesaat kemudian, ponsel Boris berdering. Sandra yang meneleponnya.“Kamu nggak di kantor?”“Ada urusan?”“Iya, ada sedikit urusan. Soal proyek kerja sama. Aku baru saja dapat kabar, ada perusahaan real estate asing yang berencana datang ke Kota Binru untuk berinvestasi. Kalau kita bisa dapatkan kerja sama ini, itu akan sangat membantu untuk go public nanti. Jadi kamu mau pertimbangkan, nggak?”Meskipun Morrison Group merupakan sebuah perusahaan besar, sampai saat ini Morrison Group belum mendaftarkan diri ke bursa efek. Baik Boris maupun keluarganya tidak peduli dengan hal itu. Jika Morrison Group mau go public, pasti sudah go public sejak kepemimpinan Hartono. Namun nyatanya t
Setiap kali memikirkan hal itu, Boris pasti berpikir kalau Zola ingin berpisah dengannya demi Mahendra. Akan tetapi, pesan Guntur terngiang kembali di benaknya. Sekarang Zola tidak boleh emosi, harus tetap dalam suasana hati yang baik. Sehingga kata-kata yang sudah sampai di ujung bibirnya akhirnya ditelan kembali.Zola menatap Boris, mengira pria itu ingin mengatakan sesuatu lagi. Jadi dia menatap Boris dalam diam. Kata-kata Boris barusan membuat Zola merasa hatinya seperti dicengkeram dengan erat hingga membuatnya sulit bernapas.Namun, beberapa saat berlalu. Boris tak kunjung bicara. Zola menatapnya dengan bingung dan berkata, “Mau ngomong apa ngomong saja.”Sikap Boris melembut, tidak sekeras tadi. Dia menatap Zola sambil berpikir keras. Kemudian, dia menanyakan keraguan yang selalu Boris sembunyikan di dalam hatinya.“Aku hanya mau tanya satu hal. Katakan padaku, apakah kamu pernah pacaran dengan Mahendra?”Zola mengerutkan kening, tampak semakin bingung. “Boris, sebenarnya apa ya
“Oke, aku mengerti.” Boris menjawab dengan serius, seperti seorang murid yang penurut.Guntur jarang melihat reaksi seperti itu dari Boris. Dia spontan tertawa dan berkata, “Baguslah kalau kamu bisa bekerja sama seperti ini. Kakek dan orang tuamu belum tahu. Perlu beritahu mereka?”Boris menatap Guntur dan bertanya balik, “Menurutmu?”Guntur terus tertawa. “Oke, oke, aku mengerti. Kalau begitu aku kerja dulu. Kamu temani Zola. Kalau dia bangun, dia boleh sarapan.”Boris menganggukkan kepala. Guntur pun pergi. Beberapa menit kemudian, Zola membuka matanya dan mendapati dirinya sedang berada di rumah sakit. Dia spontan mengangkat tangannya dan memegang perutnya. Setelah merasakan perutnya yang buncit, dia baru merasa lega.Zola ingat Jeni mengantarnya ke rumah sakit dan dia diperiksa oleh dokter. Namun saat itu, dia benar-benar sudah terlalu lelah. Dokter juga memberinya obat yang boleh diminum ibu hamil. Jadi dia tidur sampai sekarang baru bangun.Zola bangun dan duduk. Begitu duduk, di
Boris punya kebiasaan marah ketika dibangunkan dari tidurnya, apalagi kalau dibangunkan secara tiba-tiba. Akan tetapi, sebelum dia bisa melampiaskan kekesalannya, suara yang masuk telinganya langsung membuat matanya terbelalak lebar.“Zola lagi di UGD rumah sakit?” tanya Boris dengan suara serak.“Kamu nggak tahu?”“Kenapa dia ke rumah sakit jam segini?”Boris mengangkat selimutnya dan turun dari tempat tidur. Sambil mengganti pakaian, dia bertanya kepada Guntur dengan wajah serius. Guntur bilang kalau muridnya yang melihat Zola. Zola baring di ranjang pemeriksaan, sepertinya baru selesai diperiksa. Dia masih belum tahu bagaimana situasi jelasnya.Boris tidak banyak bicara. Setelah menjawab singkat, dia langsung menutup telepon. Wajah tampannya tampak tegang. Rahangnya mengeras sampai seolah-olah bisa hancur kapan saja. Dia bahkan tidak sempat memakai sepatu lagi. Dia langsung mengambil kunci dan keluar.Boris mengebut sepanjang jalan. Dia mencoba menghubungi ponsel Zola, tapi Zola tid
Manusia sangat mudah membiasakan diri. Begitu sudah terbiasa, manusia bisa saja melupakan semua hal negatif yang pernah dialaminya sebelumnya.“Apakah aku sudah kehilangan diriku sendiri?” tanya Zola kepada Jeni.Jeni memikirkannya dengan serius. “Sayang, kalau kamu sudah mempertanyakan apakah kamu sudah kehilangan dirimu sendiri, menurutku kamu benar-benar perlu merenungkan diri dulu.”Karena kata-kata Jeni barusan, Zola pun jadi berpikir keras. Benar, dia bahkan sudah mempertanyakan dirinya sendiri. Apa yang akan dipikirkan orang lain?Zola bangun dan duduk di sofa, lalu berkata dengan yakin, “Aku percaya aku masih diriku yang dulu. Aku nggak akan kehilangan diri sendiri demi siapa pun.”“Ini baru betul.”Keduanya saling menatap dan tersenyum. Di malam hari, Zola rela mengeluarkan uang mentraktir Jeni makan mie, sebagai penghargaan kepada Jeni karena telah memberinya pencerahan dan semangat. Saat itu, Jeni merasa sangat kesal. Ingin rasanya memarahi Zola.Zola justru berkata, “Maklum