Pada akhirnya, Zola memutuskan tidak memanggil dokter. Zola membawa Boris ke kamar tidur di lantai atas. Setelah itu, dia memasak bubur sendiri dan melihat Boris makan.Tidak bisa dipungkiri, pria ini selalu memiliki aura yang luar biasa. Terlebih lagi wajahnya yang tampan itu. Makan bubur pun tetap terlihat elegan.Dulu Zola juga tertarik dengan wajahnya pada pandangan pertama. Saat mengenang kembali masa lalu, seulas senyum tipis spontan merekah di bibir Zola. Dia tiba-tiba merasa penasaran. Oleh karena itu, dia bertanya pada Boris, “Kamu masih ingat pertama kali kita bertemu?”“Ingat, kakekmu bawa kamu ke rumah kami dan bilang ingin menikahkan kamu denganku.”Wajah Boris sedikit pucat mungkin karena sedang tidak enak badan. Namun, hal itu sama sekali tidak mengurangi ketampanannya. Seiring dengan suara beratnya bergema di dalam kamar, adegan hari itu muncul kembali di otak Boris.Sebelum pertemuan itu, Boris sudah mengetahui kalau dia akan menikah dengan putri keluarga Leonarto. Bah
Boris berkata dengan santai, tapi wajah Zola langsung memerah. Sekalipun hubungan paling intim pun pernah mereka lakukan, rasanya sangat memalukan mendengar Boris secara blak-blakan memintanya membantunya mandi.Zola langsung menarik tangan dan menundukkan kepalanya, ingin segera melarikan diri dari sini, “Kamu cepat mandi sana. Aku bawa mangkuk bubur ke bawah biar mereka bisa cuci dulu.”Boris tidak mau melepaskan tangan Zola. Sebaliknya, dia malah bertanya, “Zola, kamu malu, ya?”Tentu saja Zola tidak akan mau mengakuinya. Dia mendongakkan kepala untuk menatap Boris dan bertanya dengan serius, “Kamu benar-benar butuh bantuanku?”“Kita suami istri, bukannya ini hal yang sangat lumrah?”“Oke kalau begitu.” Usai berkata, Zola memutar badan menghadap Boris. Kemudian, dia mulai membuka kancing kemeja pria itu. Jarinya yang dingin sesekali menyentuh kulit pria itu tanpa sengaja. Hal itu membuat suasana yang awalnya biasa saja menjadi sedikit berbeda.Boris berdiri dengan kaku dan diam. Zol
Usai berkata, Zola tidak melihat Boris lagi. Dia berbaring lagi dan menutupi dirinya dengan selimut, lalu memejamkan matanya.Sikap Zola yang acuh tak acuh membuat Boris spontan mengerutkan kening. Dia merasa seolah-olah ada angin dingin bertiup di hatinya, membuatnya hanya bisa diam tercengang. Namun, Boris tidak memikirkannya lebih jauh. Dia bergegas keluar dari kamar setelah selesai berganti pakaian.Begitu mendengar suara pintu ditutup, mata Zola langsung terbuka. Hatinya begitu dingin seperti habis disiram air es. Hanya karena Tyara bilang takut, Boris sampai tidak peduli dengan kesehatannya sendiri lagi. Jadi bagaimana mungkin Zola masih memiliki peluang untuk menang? Sejak awal dia sudah kalah telak.Kelembutan singkat yang pria itu berikan padanya bukan karena memiliki perasaan padanya, tapi karena Zola masih berstatus sebagai istri Boris dan menantu keluarga Morrison. Selain itu, tidak ada alasan lain.Zola berkata pada dirinya sendiri berulang kali. Dia meletakkan tangannya d
Zola menggelengkan kepalanya, “Nggak apa-apa, Ma. Ayo kita pergi makan, Ma. Dia lagi sibuk.”Sorot mata Zola menjadi dingin. Bagaimana mungkin Boris bisa menemaninya makan siang? Pria itu hanya ingin menemani pujaan hatinya, siapa lagi kalau bukan Tyara. Apalah artinya Zola baginya?Zola tertawa sinis di dalam hati. Dia merasa dirinya benar-benar rendah. Pria yang tidak mencintai sangatlah tegas. Apakah Zola masih ingin bertahan?Rosita yang membuat reservasi restoran. Restoran itu adalah restoran kelas atas yang tidak jauh dari rumah sakit, juga merupakan restoran yang sudah lama berdiri di Kota Binru.Mereka berdua meminta ruang VIP dan memesan tiga jenis hidangan serta satu sup. Ini pertama kali Zola makan berdua dengan ibu mertuanya. Namun, sama sekali tidak ada rasa canggung atau tidak nyaman. Karena Rosita adalah orang yang sangat lembut dan suka mengobrol.Rosita bertanya pada Zola, “Perusahaan berjalan dengan lancar, nggak? Kalau kamu butuh dana langsung cari Boris. Kalau kamu
Tyara mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Dia menarik ujung pakaian Boris dengan wajah memelas, lalu berkata dengan suara pelan, “Boris, Tante benar. Aku yang salah.”Boris mengerutkan kening sambil menatap ibunya, “Ma, kalau ada apa-apa kita ngomong di rumah saja, oke? Tyara masih dalam tahap pemulihan, nggak boleh mengalami gejolak emosi yang terlalu besar. Jangan seperti ini, Ma.”“Ada apa denganku? Memangnya aku salah ngomong apa?” Rosita benar-benar marah. Dia langsung menarik Zola ke depannya dan bertanya, “Ini siapa? Katakan padaku, Zola siapa kamu?”Zola sama sekali tidak sadar. Dia langsung tercengang ketika ditarik ibu mertuanya. Bisa tidak ibu mertuanya jangan begitu terus terang? Zola merasa ditempatkan di posisi yang membuatnya serba salah.Matanya bertemu dengan tatapan pria itu, tatapan yang dingin. Entah karena Zola terlalu banyak berpikir atau bukan, dia merasa pria itu sedang menyalahkannya. Menyalahkannya karena dia tidak seharusnya datang ke restoran ini? Atau menyala
Boris tidak menjawab pertanyaan itu, hanya sikapnya yang terlihat semakin dingin.Boris merenggangkan matanya, kemudian berbicara dengan suara datar, “Tyara, aku antar kamu kembali ke rumah sakit.”“Boris, apa kamu nggak senang? Apa karena Zola marah makanya kamu merasa kasihan sama dia? Bilang saja yang sebenarnya, aku nggak akan menyalahkan kamu. Aku mengerti, kok, setelah setahun kalian menikah, berbagai hal yang seharusnya dan tidak seharusnya terjadi sudah kalian lewati. Kalau kamu bilang sekarang kamu mencintai dia, aku akan pergi, aku nggak akan mengganggumu lagi.”Tyara mulai emosional, matanya menatap Boris seraya menunggu jawabannya. Boris kemudian memandang Tyara dengan tatapan datar dan wajah tanpa emosi apa pun.Boris berkata tenang, “Tyara, kamu khawatirkan apa? Sudah kubilang, aku akan menceraikan dia dan menikahi kamu. Atau kamu ingin aku benar-benar jatuh cinta sama Zola dan meninggalkanmu? Kalau memang itu yang kamu mau, mungkin aku bisa mencobanya, hmm?”“Jangan, Bor
Dimas mengerutkan keningnya dan berkata, "Jangan sembarangan, ah." Pada saat yang bersamaan, telepon pun terhubung. Rosita berkata dengan tegas, "Boris, pulang ke rumah malam ini. Kita perlu mengadakan rapat keluarga. Mama peringatkan, kalau kamu nggak pulang, kamu akan menyesal." "Ma ...." "Apa, ha? Jadi sekarang kamu nggak mengindahkan kata-kata Mama?" potong Rosita dengan sangat emosi.Dimas merebut telepon dan memotong perkataan Boris, "Kamu itu seharusnya bersikap hati-hati. Jangan lupa siapa kamu sekarang. Setiap perkataan dan tindakanmu nggak hanya mewakili dirimu sendiri, tetapi juga keluarga Morrison dan Grup Morrison, juga reputasi kakekmu."Boris dengan wajah datar berkata, "Pa, jangan dengarkan kata-kata Mama. Aku nggak ngapa-ngapain, kok." "Masih berani membantah, heh? Apa kamu mau Papa temui wanita itu?" ancam Dimas."Ya sudah, iya. Aku ngerti. Aku pulang malam ini." Setelah mengucapkan itu, telepon langsung ditutup. Boris tampak pasrah dengan kening berkerut.Tyara,
Zola menatap Boris heran, "Mana ada?""Jadi, apa maksudmu sekarang?" tanya Boris."Aku nggak ngapa-ngapain, kok.""Kita biasanya makan sama-sama, tapi hari ini kamu nggak kirim satu pun pesan ke aku. Kamu sudah melaksanakan kewajibanmu sebagai istri?" Ucapan Boris tajam dan penuh dengan ketidakpuasan.Zola tersenyum getir, "Boris, kamu rela mengorbankan tubuhmu demi Tyara, gimana aku bisa tahu kalau kamu mau pulang makan di rumah atau nggak, hah? Lagipula, kalau aku telepon, aku juga nggak bisa pastikan bukan Tyara yang angkat. Jadi, ngapain aku telepon?"Zola masih kesal karena peristiwa semalam, dimana Boris mengabaikan tubuhnya sendiri. Hal itu tak bisa Zola lupakan. Namun, Boris justru tak berpikir demikian."Bukannya kamu hanya marah karena apa yang terjadi di restoran?" tanya Boris."Em, jadi kamu bicara tentang kamu memilih makan dengan Tyara ketimbang aku dan Mama, atau Tyara yang memelukmu di depan kami berdua?"Boris seharusnya tidak menyebutnya, tapi dia sendiri yang malah m
Boris menatap Sandra dengan wajah tanpa ekspresi. “Kompetisinya belum di mulai, kan? Kamu sangat peduli padanya?”Sandra mengerutkan kening. “Boris, aku perempuan, nggak suka sama perempuan.”Boris hanya mendengus sinis, seolah sedang berkata pada Sandra kalau di matanya pria atau perempuan sama saja.Sandra benar-benar tak berdaya. Tiba-tiba dia merasa tidak ingin mengatakan apa pun lagi. Sepertinya Boris sudah terlalu terobsesi.Untung saja, Boris juga tidak mengatakan apa-apa lagi. keduanya hanya mengobrol tentang peraturan babak kedua. Kali ini banyak peraturan baru yang ditambahkan, salah satunya sangat mengejutkan Sandra.Siapa pun yang diduga melakukan plagiarisme, konsekuensinya bukan hanya harus mengundurkan diri dari kompetisi, tapi juga harus memberikan kompensasi kepada penyelenggara serta desainer yang karyanya diplagiat, bahkan harus keluar dari dunia desain.Itu sama saja dengan memberitahu semua desainer yang ikut kompetisi. Jika mereka ingin melakukan plagiarisme, lebi
Boris memasang raut wajah dingin, sekali lagi mempertegas pendiriannya. Zola hanya tertawa tak berdaya.“Kenapa nggak bisa dibandingkan? Bukannya ini hal yang sama? Atau ada sesuatu di antara kamu dan Tyara yang bisa kamu beritahukan padaku?”“Zola!” Boris berkata dengan tegas, “Semakin kamu bersikap seperti ini, artinya kamu memang masih mencintai mantan pacarmu itu, kan?”“Bagaimana denganmu? Apakah kamu juga masih mencintai Tyara?”Zola meniru nada bicara dan sikap Boris, lalu terus mendesak pria itu. Boris tertawa sinis. “Aku sudah beritahu kamu. Aku nggak punya perasaan seperti itu pada Tyara.”“Kalau nggak ada, kenapa kalian bermalam bareng di hotel?” tanya Zola dengan suara pelan.Sejauh ini, Zola hanya tahu kalau “Tyara” keluar dari hotel bersama Boris. Dia tidak tahu kalau perempuan itu bukanlah Tyara. Dia juga tidak tahu kalau Tyara sudah mengklarifikasi dia tidak bermalam dengan Boris di hotel. Oleh karena itu, dia hanya tahu Tyara dan Boris menghabiskan satu malam bersama d
Zola mengerutkan kening dan menatap pria di depannya. Boris jelas begitu dekat, tapi Zola merasa pria itu sangat jauh darinya. Zola memasang wajah tenang, karena dia tidak tahu apa yang terjadi di luar.Oleh karena itu, dia sedikit meragukan kata-kata Boris. Akan tetapi, sikap dan ekspresi yang Boris tunjukkan seolah sedang memberitahu Zola, kalau masalah benar-benar seperti itu.Sikap diam Zola membuat Boris tertawa pelan. “Kamu khawatir sesuatu akan terjadi padanya?”Zola tidak bicara. Boris berkata dengan nada mengejek, “Orang seperti Mahendra nggak akan mati begitu saja. Bagaimanapun juga, dia orang yang bisa lakukan apa saja untuk melarikan diri. Dia pasti berusaha keras untuk memastikan keselamatannya sendiri.”Bibir tipis Boris mengatup rapat. Sorot matanya menjadi begitu dalam, bagai sebuah lubang tak berdasar. Senyum mengejek merekah di bibirnya. Tidak ada kehangatan di ekspresi wajahnya.Wajah Zola penuh dengan kebingungan. Karena sikap ketus Boris membuatnya tidak bisa menah
Zola menatapnya dengan bingung. “Kenapa diam saja? Ayo ngomong. Kalau kamu memang ingin bersama Tyara, ngomong langsung saja sama aku. Aku nggak akan paksa orang lain, juga nggak akan menyulitkan siapa pun. Jadi bisa nggak kamu nggak usah perlakukan aku dengan cara seperti ini?”Boris tetap diam saja. Ini membuat Zola sangat gusar. Dia mengerutkan bibirnya dan menundukkan kepala. Kemudian, dia bertanya, “Apakah kamu marah karena aku sembunyikan soal Mahendra?”Lagi-lagi Boris tetap bungkam. Kali ini, Zola menganggapnya sebagai jawaban positif dari pertanyaannya barusan. Zola menghela napas dalam hati dan berusaha menenangkan diri.“Kalau memang karena itu, aku bisa jelaskan. Aku akui, aku memang tahu lebih dulu. Aku juga akui aku pernah ragu, aku pernah bimbang. Tapi hati nurani buat aku sadar kalau ini bukan perkara sepele. Bukan hanya dengan sebuah kebohongan bisa membuat segalanya seolah-olah nggak pernah terjadi.”“Jadi aku nggak pernah berpikir untuk nggak beritahu kamu. Aku juga
Boris membuka matanya dan memandang ke luar jendela. Di luar sudah gelap gulita. Dia menyipitkan mata, lalu berkata, “Bukan aku yang tentukan dia bisa hidup atau nggak, tapi apa yang dia rencanakan.”Jesse memacu mobil menuju tempat kejadian. Tim penyelamat sudah berkumpul dan melakukan pencarian.Begitu melihat Boris datang, Jodi segera menghampirinya dan menjelaskan situasi secara singkat.“Sekarang sudah malam, jadi pencarian agak sulit untuk dilakukan. Tapi bagaimanapun juga, ini sudah menyangkut nyawa orang. Pencarian tetap harus dilakukan. Kalau soal masih hidup atau nggak, masih belum tahu,” jelas Jodi.Boris menatap Jodi dengan wajah tanpa ekspresi. Kemudian, dia tertawa pelan. “Seharusnya kamu bilang belum tahu apakah orangnya bisa ditemukan atau nggak.”Jodi tidak mengerti maksud perkataan Boris. Namun, Boris sudah berbalik dan masuk ke dalam mobilnya tanpa memberi Jodi kesempatan untuk bertanya. Setelah duduk di dalam mobil, Boris menyuruh Jesse untuk menjalankan mobil. Urus
Kata-kata Boris membuat emosi Mahendra seketika meledak. Meskipun dia sedang terbaring di tanah, dia tetap berteriak keras, “Boris, kamu dan seluruh keluarga Morrison akan dapat ganjarannya. Kamu kira kamu sudah menang? Persetan, kamu belum menang, Boris. Ini baru permulaan. Kalian pasti akan bayar harga mahal!”Kutukan Mahendra membuat Boris tiba-tiba mengerutkan alis. Samar-samar dia merasakan sedikit perasaan gelisah ketika mendengar kata-kata itu. Boris sendiri tidak tahu dari mana datangnya rasa gelisah itu.Ekspresi di wajah Boris semakin dingin. Dia menyipitkan matanya dan bertanya, “Apa maksudmu?”Mahendra tidak bicara, hanya tertawa. Suara tawanya membuat emosi Boris perlahan-lahan berubah. Namun, Boris segera kembali tenang. Mungkin saja Mahendra mengatakannya hanya untuk membuatnya bingung.Boris menatap Mahendra dengan wajah tanpa ekspresi. Sesaat kemudian, polisi datang. Begitu melihat mobil polisi datang, Jesse langsung berjalan mendekat ke Boris dan berkata, “Pak Boris,
Senyum licik merekah di wajah Mahendra. “Boris, kamu tahu kenapa dia nggak langsung beritahu kamu saat Zola tahu dia hamil? Kamu nggak pernah pikirkan kenapa dia nggak beritahu kamu? Kamu sangat yakin anak di perutnya adalah anakmu, bukan anak orang lain? Kami selalu habiskan waktu bersama setiap hari. Lama-kelamaan akan tumbuh perasaan juga. Kamu nggak mungkin nggak mengerti, kan?”“Lagi pula, kenapa dia nggak lakukan apa pun setelah tahu aku yang jebak kamu dan Morrison Group? Dia juga nggak pernah berpikir mau beritahu kamu. Kamu nggak pernah pikirkan apa alasannya? Kalau dia benar-benar nggak peduli padaku sama sekali, dia bisa saja langsung ceritakan semuanya padamu begitu dia tahu. Jadi kenapa harus tunggu sampai kamu tahu?”Boris tidak bergerak juga tidak memberikan reaksi apa pun. Wajahnya sangat muram. Sorot matanya gelap, seolah-olah tertutup lapisan tinta hitam yang tebal. Ekspresi itu membuat Mahendra sangat puas. Dia mengucapkan kata-kata yang semakin keterlaluan, semakin
Permusuhan di antara keduanya benar-benar telah pecah. Tentu saja, Mahendra tidak akan membiarkan Boris pergi begitu saja.Mahendra tertawa sinis dan berkata dengan nada mengejek, “Memangnya kenapa kalau aku andalkan perempuan? Mereka juga melakukannya dengan sukarela. Dibandingkan denganmu, kamu lebih kasihan, Boris. Bagaimanapun juga, Zola nggak mencintai kamu. Di hatinya hanya ada mantan pacarnya. Dia nggak ada perasaan sama sekali padamu. Kalau bukan karena kamu yang terus bersikeras nggak mau cerai, kamu kira kalian berdua masih bisa jadi pasangan suami istri sekarang?”Kata-kata Mahendra membuat wajah Boris menjadi dingin. Amarah yang terpancar di matanya terlihat sangat jelas. Meskipun dia tahu Mahendra sengaja membuatnya kesal, Boris tetap saja tidak bisa menahan diri untuk tidak berpikir ke arah situ. Apakah Zola sendiri yang memberitahu Mahendra?Karena Boris tahu Zola punya mantan pacar. Zola menikah dengannya karena Zola ingin menjauhkan diri sepenuhnya dari mantan pacarnya
Tyara mengedipkan matanya pelan, agak linglung dan bingung. Namun, dia tidak tahan karena dimarahi oleh Mahendra seperti itu.Tyara mendengus sinis dan berkata, “Kamu nggak berhak marah aku. Siapa suruh kamu jebak aku? Seharusnya kamu beritahu aku lebih awal apa yang ingin kamu lakukan. Bukan dengan lakukan hal-hal yang merugikan aku tanpa sepengetahuan aku seperti sekarang.”Mahendra tidak ingin bicara omong kosong dengan Tyara. Dia tiba-tiba teringat sesuatu. “Dari semalam kamu sudah di rumah sakit?” tanya Mahendra.“Iya, dia sudah tahu.”Wajah Mahendra menjadi muram. Jadi apa maksud Boris dengan sengaja membuat keributan seperti itu? Tiba-tiba, Mahendra mengerti sepenuhnya. Boris sedang memaksanya untuk muncul.Ekspresi wajah Mahendra semakin tidak bersahabat. Dia pun menunjuk Tyara dan berkata, “Kamu akan bayar harga atas keputusanmu hari ini. Kamu kira kalau Boris tangkap aku, dia akan lepaskan kamu? Kamu salah, Tyara. Karena dia tahu kamu ingin jebak dia pakai obat, dia pasti sud