Zola seketika diam tercengang. Bagaimana dia menjawab pertanyaan ibu mertuanya itu? Dia tidak tahu harus menjawab apa.Oleh karena itu, Zola hanya bisa mengatupkan bibirnya dan menatap Boris dengan bingung. Pria itu sepertinya telah menangkap isyarat meminta bantuan dari Zola, tapi Boris tidak bermaksud membantunya. Dia hanya berkata, “Zola, Mama tanya sama kamu. Kamu harus bantu aku jelaskan, kalau nggak aku akan disalahpahami.”Boris menatap Zola dengan lekat. Sorot mata pria itu seperti sedang tersenyum. Apa maksud Boris? Pria itu jelas tidak membantunya, malah mendorongnya ke dalam masalah.Zola merasa sangat malu, jadi dia hanya bisa mengubah topik pembicaraan, “Ma, karena Kakek baik-baik saja, aku dan Boris pergi dulu, ya. Kami sudah janjian mau pergi nonton film.Usai berkata, Zola menarik tangan Boris dan berjalan keluar dari rumah sakit. Zola masih sempat mendengar suara ibu mertuanya datang dari belakang, “Kalau Kakek tahu kalian pergi kencan, dia pasti senang banget dan sege
Zola, kamu takut Mahendra akan salah paham?” tanya Boris dengan curiga.“Kenapa kamu beranggapan begitu? Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau kita nggak boleh libatkan orang lain dalam urusan kita?” tukas Zola.Boris tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia langsung menginjak pedal gas dan memacu mobilnya dengan sangat cepat. Sepanjang jalan, suasana di dalam mobil sunyi senyap. Zola merasa sangat tidak adil baginya. Dia jelas tidak salah, mengapa Boris marah padanya?Meskipun keduanya tidak saling mengabaikan satu sama lain seperti tadi malam, semua orang di Bansan Mansion bisa merasakan kalau Boris sedang dalam suasana hati yang buruk.Tentu saja, Zola juga tidak akan membujuk pria itu. Zola sudah memikirkannya baik-baik. Rasa sakit jangka pendek lebih baik daripada rasa sakit jangka panjang. Jika dia berhasil membujuk Boris, lalu pria itu bersikap baik padanya lagi, Zola hanya akan terjatuh dalam pesona pria itu lagi. Oleh karena itu, lebih baik tetap seperti ini.***Karena campur tan
Boris baru sadar, suara serak keluar dari tenggorokannya, “Hmm.”Pria itu duduk tegak sambil menatap Zola, lalu bertanya dengan lembut, “Maaf, aku tiba-tiba merasa jantungku sakit, jadi nggak sempat injak rem sehingga tabrak kalian. Nggak buat kamu ketakutan, kan?”Zola menatap pria itu dengan ekspresi rumit. Apakah benar karena dia tidak sempat menghentikan mobilnya sehingga dia menabrak mereka? Bukan karena hal lain?Segera, Zola berhenti berpikir. Boris tidak mencintainya, bagaimana mungkin karena pria itu cemburu?“Aku nggak apa-apa. Jantungmu kenapa?”“Nggak kenapa-kenapa. Mungkin akibat kurang istirahat karena terlalu banyak pekerjaan. Aku hanya perlu istirahat sebentar saja.”Wajah Boris tampak sedikit pucat. Zola berkata, “Kalau begitu cepat masuk ke dalam rumah dan istirahat dulu.”“Kamu bisa bantu aku?”Boris bertanya dengan suara pelan. Matanya menatap Zola dengan penuh harap. Tatapan mata pria itu terlalu lembut, sehingga Zola sama sekali tak kuasa menolak.Zola terdiam sej
Pada akhirnya, Zola memutuskan tidak memanggil dokter. Zola membawa Boris ke kamar tidur di lantai atas. Setelah itu, dia memasak bubur sendiri dan melihat Boris makan.Tidak bisa dipungkiri, pria ini selalu memiliki aura yang luar biasa. Terlebih lagi wajahnya yang tampan itu. Makan bubur pun tetap terlihat elegan.Dulu Zola juga tertarik dengan wajahnya pada pandangan pertama. Saat mengenang kembali masa lalu, seulas senyum tipis spontan merekah di bibir Zola. Dia tiba-tiba merasa penasaran. Oleh karena itu, dia bertanya pada Boris, “Kamu masih ingat pertama kali kita bertemu?”“Ingat, kakekmu bawa kamu ke rumah kami dan bilang ingin menikahkan kamu denganku.”Wajah Boris sedikit pucat mungkin karena sedang tidak enak badan. Namun, hal itu sama sekali tidak mengurangi ketampanannya. Seiring dengan suara beratnya bergema di dalam kamar, adegan hari itu muncul kembali di otak Boris.Sebelum pertemuan itu, Boris sudah mengetahui kalau dia akan menikah dengan putri keluarga Leonarto. Bah
Boris berkata dengan santai, tapi wajah Zola langsung memerah. Sekalipun hubungan paling intim pun pernah mereka lakukan, rasanya sangat memalukan mendengar Boris secara blak-blakan memintanya membantunya mandi.Zola langsung menarik tangan dan menundukkan kepalanya, ingin segera melarikan diri dari sini, “Kamu cepat mandi sana. Aku bawa mangkuk bubur ke bawah biar mereka bisa cuci dulu.”Boris tidak mau melepaskan tangan Zola. Sebaliknya, dia malah bertanya, “Zola, kamu malu, ya?”Tentu saja Zola tidak akan mau mengakuinya. Dia mendongakkan kepala untuk menatap Boris dan bertanya dengan serius, “Kamu benar-benar butuh bantuanku?”“Kita suami istri, bukannya ini hal yang sangat lumrah?”“Oke kalau begitu.” Usai berkata, Zola memutar badan menghadap Boris. Kemudian, dia mulai membuka kancing kemeja pria itu. Jarinya yang dingin sesekali menyentuh kulit pria itu tanpa sengaja. Hal itu membuat suasana yang awalnya biasa saja menjadi sedikit berbeda.Boris berdiri dengan kaku dan diam. Zol
Usai berkata, Zola tidak melihat Boris lagi. Dia berbaring lagi dan menutupi dirinya dengan selimut, lalu memejamkan matanya.Sikap Zola yang acuh tak acuh membuat Boris spontan mengerutkan kening. Dia merasa seolah-olah ada angin dingin bertiup di hatinya, membuatnya hanya bisa diam tercengang. Namun, Boris tidak memikirkannya lebih jauh. Dia bergegas keluar dari kamar setelah selesai berganti pakaian.Begitu mendengar suara pintu ditutup, mata Zola langsung terbuka. Hatinya begitu dingin seperti habis disiram air es. Hanya karena Tyara bilang takut, Boris sampai tidak peduli dengan kesehatannya sendiri lagi. Jadi bagaimana mungkin Zola masih memiliki peluang untuk menang? Sejak awal dia sudah kalah telak.Kelembutan singkat yang pria itu berikan padanya bukan karena memiliki perasaan padanya, tapi karena Zola masih berstatus sebagai istri Boris dan menantu keluarga Morrison. Selain itu, tidak ada alasan lain.Zola berkata pada dirinya sendiri berulang kali. Dia meletakkan tangannya d
Zola menggelengkan kepalanya, “Nggak apa-apa, Ma. Ayo kita pergi makan, Ma. Dia lagi sibuk.”Sorot mata Zola menjadi dingin. Bagaimana mungkin Boris bisa menemaninya makan siang? Pria itu hanya ingin menemani pujaan hatinya, siapa lagi kalau bukan Tyara. Apalah artinya Zola baginya?Zola tertawa sinis di dalam hati. Dia merasa dirinya benar-benar rendah. Pria yang tidak mencintai sangatlah tegas. Apakah Zola masih ingin bertahan?Rosita yang membuat reservasi restoran. Restoran itu adalah restoran kelas atas yang tidak jauh dari rumah sakit, juga merupakan restoran yang sudah lama berdiri di Kota Binru.Mereka berdua meminta ruang VIP dan memesan tiga jenis hidangan serta satu sup. Ini pertama kali Zola makan berdua dengan ibu mertuanya. Namun, sama sekali tidak ada rasa canggung atau tidak nyaman. Karena Rosita adalah orang yang sangat lembut dan suka mengobrol.Rosita bertanya pada Zola, “Perusahaan berjalan dengan lancar, nggak? Kalau kamu butuh dana langsung cari Boris. Kalau kamu
Tyara mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Dia menarik ujung pakaian Boris dengan wajah memelas, lalu berkata dengan suara pelan, “Boris, Tante benar. Aku yang salah.”Boris mengerutkan kening sambil menatap ibunya, “Ma, kalau ada apa-apa kita ngomong di rumah saja, oke? Tyara masih dalam tahap pemulihan, nggak boleh mengalami gejolak emosi yang terlalu besar. Jangan seperti ini, Ma.”“Ada apa denganku? Memangnya aku salah ngomong apa?” Rosita benar-benar marah. Dia langsung menarik Zola ke depannya dan bertanya, “Ini siapa? Katakan padaku, Zola siapa kamu?”Zola sama sekali tidak sadar. Dia langsung tercengang ketika ditarik ibu mertuanya. Bisa tidak ibu mertuanya jangan begitu terus terang? Zola merasa ditempatkan di posisi yang membuatnya serba salah.Matanya bertemu dengan tatapan pria itu, tatapan yang dingin. Entah karena Zola terlalu banyak berpikir atau bukan, dia merasa pria itu sedang menyalahkannya. Menyalahkannya karena dia tidak seharusnya datang ke restoran ini? Atau menyala