Namun, Hartono tidak lanjut menjawab. Dia mengerti Boris sangat cerdas. Semakin banyak berbicara maka akan semakin mudah ditebak. Masalah ini harus dipertimbangkan dengan Zola.Karena Kakek sangat berhati-hati, Boris tidak lanjut bertanya lagi. Dia hanya menganggap bahwa kakeknya sedang senang dan ingin memujinya saja.Setelah telepon terputus, dia bersandar di kursi dengan wajah datar. Matanya setengah terpejam dan pikirannya membayangkan sosok wajah Zola yang cantik. Perempuan itu sangat terkejut ketika tahu pernikahan mereka diumumkan.Lelaki itu menyemburkan tawanya. Di hati perempuan itu, dia tidak ada artinya sama sekali. Responsnya tidak bahagia dan terkejut seperti yang dibayangkan. Apakah dia tidak senang karena khawatir mantan kekasihnya akan melihatnya? Semakin Boris memikirkannya, matanya semakin dingin.Pukul tujuh malam.Boris tiba di rumah tepat ketika waktu makan malam. Bahkan sebelum masuk, dia sudah mendengar suara tawa dan canda dari dalam rumah. Saat masuk ke ruang
Boris hanya tertawa pasrah dan berkata, “Kakek, Kakek bela Zola atau aku?”“Aku bantu Zola, bukan kamu.”“Aku pergi?” tanya Boris. Tidak ada orang yang menahannya, justru terdengar suara tawa dari kedua orang tuanya.Rosita juga ikut bertanya, “Zola, kamu benaran nggak senang kalau pernikahan kalian dipublikasikan?”“Mama, aku bukan nggak senang. Hanya saja terlalu tiba-tiba, aku masih sedikit nggak bisa mencernanya,” ujar Zola sambil tersenyum.“Asalkan bukan nggak senang. Lama-lama juga akan terbiasa. Zola, kamu nggak tahu kalau hari ini ada banyak orang yang memujimu cantik. Mama sampai dibuat sangat senang. Mulai hari ini, Mama sudah bisa pamer kalau Mama ada menantu.”Rosita tampak sangat bahagia hingga menatap Zola penuh tatapan kasih sayang. Zola hanya tersenyum malu. Sesaat kemudian, pelayan datang dan mengatakan bahwa makan malam sudah siap.Boris juga ikut bertanya, “Kakek, bukannya Kakek mau kasih aku kejutan? Kejutan apa?”Kakeknya melirik Zola dan berkata, “Makan dulu, ngg
Zola menoleh dan berkata dengan tenang, “Nggak ada.”“Nggak ada?”“Iya.”“Apa yang kamu bicarakan dengan Kakek?”“Kakek tanya aku senang atau nggak.”Boris meliriknya tidak percaya dan bertanya, “Lalu kamu senang?”Lelaki berwajah tampan itu mengenakan setelan jas hitam. Ekspresinya saat ini sangat serius dan kedua bola matanya sangat dalam. Seluruh tubuhnya juga memancarkan aura intimidasi. Zola diam-diam mengalihkan pandangannya ke luar jendela dan berkata,“Lebih besar rasa nggak percaya dibandingkan bahagia.”Boris mendengus sinis dan berkata, “Zola, Kakek bilang kamu penurut. Aku nggak merasa kamu penurut. Atau kamu hanya menyimpan sisi penurutmu di depanku dan mau melawanku?”Sikapnya seperti sedikit mengancam dan membuat Zola terdiam sesaat. Dia menoleh ke arah lelaki itu dan mendapati Boris sudah memejamkan matanya. Pada akhirnya keduanya kembali ke rumah dalam keadaan hening sepanjang perjalanan.Namun, ketika mobil baru berhenti, ponsel Boris sudah berdering.“Ada apa?” ujar
“Nggak boleh bilang seperti itu. Kalau benar-benar jatuh cinta sama dia, kami pasti akan mendukungmu.”“Aku butuh dukunganmu?” tanya Boris sambil melirik Tedy.Tedy tertawa dan berkata, “Boris, kalau kamu berencana hidup selamanya sama Zola, kamu pernah berpikir apakah dia mau?”Mata Boris menyipit. Dia melirik Tedy dan kemudian mengalihkan tatapannya. Wajah tampannya tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Namun, di dalam hatinya dia masih belum mendapatkan jawaban yang memuaskan.Ketiga orang itu saling berpandangan ketika melihat Boris tidak merespons pertanyaan tersebut dalam waktu yang cukup lama. Tedy berpikir bahwa kemungkinan dia berhasil menebak pikirannya dan berkata,“Boris, aku hanya bercanda saja.”“Mau atau nggak bisa mengubah apa? Karena sudah dipublikasikan, maka pernikahan ini nggak mungkin cerai. Kakek juga berharap kami bisa ada anak. Sekarang semuanya sudah sampai tahap ini. Aku akan kasih Kakek kejutan seorang anak.”Tedy tercenung seketika. Lelaki itu berencana mengik
“Pak Mahendra telepon, katanya hari ini dia ada urusan penting. Jadi mungkin dia nggak datang,” jawab asisten Mahendra dengan cepat.“Hmm, aku tahu.” Zola mengangguk, lalu masuk ke ruangannya sendiri.Zola sama sekali tidak berencana untuk menanyakan mengapa Mahendra tidak datang ke perusahaan. Samar-samar Zola sudah memiliki jawaban di dalam hatinya. Zola berjalan ke mejanya dan duduk di kursinya. Begitu Zola datang, Caca juga langsung masuk ke ruangan Zola sambil membawa dokumen.“Bu Zola, ini data yang sudah saya kumpulkan kemarin.”“Oke, letakkan saja. Nanti aku lihat.”Caca menganggukkan kepala, tapi dia tidak langsung pergi. Dia terus menatap Zola dengan wajah seperti ingin mengatakan sesuatu tapi ragu-ragu.Zola melihatnya dan bertanya, “Ada hal lain?”“Bu Zola, saya sedikit penasaran ....”“Mau tahu apa, tanyakan saja.”“Saya benar-benar boleh tanya?”“Kamu hanya punya satu kesempatan. Setelah ini, nggak akan ada kesempatan lagi.”Zola baru selesai berkata, Caca langsung bertan
Perempuan itu sedang tidak mood, tapi dia tidak ingin membuat pria itu tidak senang. Oleh karena itu, dia memaksakan seulas senyum tipis di wajahnya.“Samuel, kebetulan sekali. Kenapa kamu ada di sini?”Pria itu berhenti tepat di depannya, menatapnya langsung sambil tersenyum tipis, “Tyara, aku datang ke sini untuk cari kamu. Aku sudah ajak kamu beberapa kali akhir-akhir ini, tapi kamu selalu tolak ajakanku dengan alasan nggak ada waktu. Setelah tolak perasaanku, kamu bahkan nggak mau kasih aku kesempatan untuk jadi temanmu?”Tyara mengerutkan bibirnya dan tersenyum, “Jangan ngomong sembarangan, buat orang jadi salah paham. Kamu siapa? Kamu putra keluarga Batara. Mana ada orang yang bakal tolak kamu?”“Tyara, kamu selalu begini. Kasih aku tamparan dulu, habis itu kasih permen yang manis untuk bujuk aku. Menurutmu, bagaimana aku bisa lepaskan kamu yang seperti ini?”Samuel mengerutkan bibirnya dan tersenyum. Tatapan matanya tidak pernah beralih dari wajah Tyara barang sedetik pun. Samue
Zola terdiam lagi. Wajah cantiknya tampak datar tanpa ekspresi. Matanya yang jernih hanya memancarkan aura dingin.“Zola, kamu tahu kenapa Boris mau minta anak darimu?” tanya Tyara lagi.“Jadi kamu bela-belain telepon aku, ajak aku bertemu, hanya karena kamu mau beritahu aku kenapa Boris minta anak dariku?”“Nggak sepenuhnya begitu. Aku hanya merasa daripada terus sembunyikan dari kamu, lebih baik jujur padamu. Sama halnya seperti Boris publikasikan pernikahan kalian. Asal tahu saja, dia lakukan itu bukan karena dia ingin bersamamu selamanya. Dia hanya ingin buat kakeknya merasa tenang. Pada saat yang sama, dia ingin buat kamu setuju punya anak.”Di dalam mata Zola hanya ada aura dingin. Dia seperti sedang tersenyum, tapi raut wajahnya mengeras. “Jadi, Boris suruh kamu sembunyikan dariku, tapi kamu tetap memilih melawan perintahnya dan beritahu aku soal itu?”“Zola, aku hanya merasa kita sama-sama perempuan. Aku nggak ingin kamu terus ditutupi dari masalah ini.”“Jadi maksudmu, aku mal
Tentu saja tidak penting. Yang paling penting, Zola percaya atau tidak.***Sekitar pukul setengah tujuh, Boris memacu mobilnya kembali ke Bansan Mansion. Sesampainya di rumah, dia langsung ke atas dan mendapati Zola sedang duduk di depan jendela kamar tidur sambil melamun.“Zola, kita makan malam di rumah Kakek, ya.”Zola menjawab dengan wajah tanpa ekspresi, “Aku nggak mau pergi.”“Kamu kenapa?” tanya Zola sambil mengerutkan kening ketika melihat dengan jelas ekspresi Zola yang tampak tidak senang.Tentu saja, Zola tidak menjawab pertanyaan itu. Dia hanya mendongak untuk menatap lurus ke mata pria itu dan bertanya, “Boris, kenapa kamu tiba-tiba publikasikan pernikahan kita? Apakah benar karena kamu nggak tega lihat aku dihujat makanya kamu publikasikan pernikahan kita?”“Zola, kamu tahu apa maksud kata-katamu itu?”Boris menatap Zola sebentar, bibir tipisnya melengkung membentuk seulas senyum dingin. Meskipun begitu, selalu ada kehangatan dalam kata-katanya.Zola hanya berkata dengan