Zola menoleh dan berkata dengan tenang, “Nggak ada.”“Nggak ada?”“Iya.”“Apa yang kamu bicarakan dengan Kakek?”“Kakek tanya aku senang atau nggak.”Boris meliriknya tidak percaya dan bertanya, “Lalu kamu senang?”Lelaki berwajah tampan itu mengenakan setelan jas hitam. Ekspresinya saat ini sangat serius dan kedua bola matanya sangat dalam. Seluruh tubuhnya juga memancarkan aura intimidasi. Zola diam-diam mengalihkan pandangannya ke luar jendela dan berkata,“Lebih besar rasa nggak percaya dibandingkan bahagia.”Boris mendengus sinis dan berkata, “Zola, Kakek bilang kamu penurut. Aku nggak merasa kamu penurut. Atau kamu hanya menyimpan sisi penurutmu di depanku dan mau melawanku?”Sikapnya seperti sedikit mengancam dan membuat Zola terdiam sesaat. Dia menoleh ke arah lelaki itu dan mendapati Boris sudah memejamkan matanya. Pada akhirnya keduanya kembali ke rumah dalam keadaan hening sepanjang perjalanan.Namun, ketika mobil baru berhenti, ponsel Boris sudah berdering.“Ada apa?” ujar
“Nggak boleh bilang seperti itu. Kalau benar-benar jatuh cinta sama dia, kami pasti akan mendukungmu.”“Aku butuh dukunganmu?” tanya Boris sambil melirik Tedy.Tedy tertawa dan berkata, “Boris, kalau kamu berencana hidup selamanya sama Zola, kamu pernah berpikir apakah dia mau?”Mata Boris menyipit. Dia melirik Tedy dan kemudian mengalihkan tatapannya. Wajah tampannya tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Namun, di dalam hatinya dia masih belum mendapatkan jawaban yang memuaskan.Ketiga orang itu saling berpandangan ketika melihat Boris tidak merespons pertanyaan tersebut dalam waktu yang cukup lama. Tedy berpikir bahwa kemungkinan dia berhasil menebak pikirannya dan berkata,“Boris, aku hanya bercanda saja.”“Mau atau nggak bisa mengubah apa? Karena sudah dipublikasikan, maka pernikahan ini nggak mungkin cerai. Kakek juga berharap kami bisa ada anak. Sekarang semuanya sudah sampai tahap ini. Aku akan kasih Kakek kejutan seorang anak.”Tedy tercenung seketika. Lelaki itu berencana mengik
“Pak Mahendra telepon, katanya hari ini dia ada urusan penting. Jadi mungkin dia nggak datang,” jawab asisten Mahendra dengan cepat.“Hmm, aku tahu.” Zola mengangguk, lalu masuk ke ruangannya sendiri.Zola sama sekali tidak berencana untuk menanyakan mengapa Mahendra tidak datang ke perusahaan. Samar-samar Zola sudah memiliki jawaban di dalam hatinya. Zola berjalan ke mejanya dan duduk di kursinya. Begitu Zola datang, Caca juga langsung masuk ke ruangan Zola sambil membawa dokumen.“Bu Zola, ini data yang sudah saya kumpulkan kemarin.”“Oke, letakkan saja. Nanti aku lihat.”Caca menganggukkan kepala, tapi dia tidak langsung pergi. Dia terus menatap Zola dengan wajah seperti ingin mengatakan sesuatu tapi ragu-ragu.Zola melihatnya dan bertanya, “Ada hal lain?”“Bu Zola, saya sedikit penasaran ....”“Mau tahu apa, tanyakan saja.”“Saya benar-benar boleh tanya?”“Kamu hanya punya satu kesempatan. Setelah ini, nggak akan ada kesempatan lagi.”Zola baru selesai berkata, Caca langsung bertan
Perempuan itu sedang tidak mood, tapi dia tidak ingin membuat pria itu tidak senang. Oleh karena itu, dia memaksakan seulas senyum tipis di wajahnya.“Samuel, kebetulan sekali. Kenapa kamu ada di sini?”Pria itu berhenti tepat di depannya, menatapnya langsung sambil tersenyum tipis, “Tyara, aku datang ke sini untuk cari kamu. Aku sudah ajak kamu beberapa kali akhir-akhir ini, tapi kamu selalu tolak ajakanku dengan alasan nggak ada waktu. Setelah tolak perasaanku, kamu bahkan nggak mau kasih aku kesempatan untuk jadi temanmu?”Tyara mengerutkan bibirnya dan tersenyum, “Jangan ngomong sembarangan, buat orang jadi salah paham. Kamu siapa? Kamu putra keluarga Batara. Mana ada orang yang bakal tolak kamu?”“Tyara, kamu selalu begini. Kasih aku tamparan dulu, habis itu kasih permen yang manis untuk bujuk aku. Menurutmu, bagaimana aku bisa lepaskan kamu yang seperti ini?”Samuel mengerutkan bibirnya dan tersenyum. Tatapan matanya tidak pernah beralih dari wajah Tyara barang sedetik pun. Samue
Zola terdiam lagi. Wajah cantiknya tampak datar tanpa ekspresi. Matanya yang jernih hanya memancarkan aura dingin.“Zola, kamu tahu kenapa Boris mau minta anak darimu?” tanya Tyara lagi.“Jadi kamu bela-belain telepon aku, ajak aku bertemu, hanya karena kamu mau beritahu aku kenapa Boris minta anak dariku?”“Nggak sepenuhnya begitu. Aku hanya merasa daripada terus sembunyikan dari kamu, lebih baik jujur padamu. Sama halnya seperti Boris publikasikan pernikahan kalian. Asal tahu saja, dia lakukan itu bukan karena dia ingin bersamamu selamanya. Dia hanya ingin buat kakeknya merasa tenang. Pada saat yang sama, dia ingin buat kamu setuju punya anak.”Di dalam mata Zola hanya ada aura dingin. Dia seperti sedang tersenyum, tapi raut wajahnya mengeras. “Jadi, Boris suruh kamu sembunyikan dariku, tapi kamu tetap memilih melawan perintahnya dan beritahu aku soal itu?”“Zola, aku hanya merasa kita sama-sama perempuan. Aku nggak ingin kamu terus ditutupi dari masalah ini.”“Jadi maksudmu, aku mal
Tentu saja tidak penting. Yang paling penting, Zola percaya atau tidak.***Sekitar pukul setengah tujuh, Boris memacu mobilnya kembali ke Bansan Mansion. Sesampainya di rumah, dia langsung ke atas dan mendapati Zola sedang duduk di depan jendela kamar tidur sambil melamun.“Zola, kita makan malam di rumah Kakek, ya.”Zola menjawab dengan wajah tanpa ekspresi, “Aku nggak mau pergi.”“Kamu kenapa?” tanya Zola sambil mengerutkan kening ketika melihat dengan jelas ekspresi Zola yang tampak tidak senang.Tentu saja, Zola tidak menjawab pertanyaan itu. Dia hanya mendongak untuk menatap lurus ke mata pria itu dan bertanya, “Boris, kenapa kamu tiba-tiba publikasikan pernikahan kita? Apakah benar karena kamu nggak tega lihat aku dihujat makanya kamu publikasikan pernikahan kita?”“Zola, kamu tahu apa maksud kata-katamu itu?”Boris menatap Zola sebentar, bibir tipisnya melengkung membentuk seulas senyum dingin. Meskipun begitu, selalu ada kehangatan dalam kata-katanya.Zola hanya berkata dengan
Keduanya masih dalam posisi setengah berpelukan, jadi mereka bisa melihat dengan jelas sorot mata satu sama lain.Boris menyipitkan mata dan menatap Zola, merasa sedikit marah padanya tapi juga merasa lucu. Senyum tipis seketika merekah di wajah tampannya. “Jadi, kamu merasa aku sengaja bantu dia tutupi kesalahannya?”“Boris, aku nggak bisa pikirkan kemungkinan lain selain ini. Bagaimanapun juga, nggak ada yang bisa kalahkan Tyara di hatimu.”“Huh.” Boris mendengus sinis. Wajah tampannya datar tanpa ekspresi. Matanya tetap menatap Zola dengan lekat. Matanya yang hitam jernih itu memancarkan ketegasan yang tidak mencolok. Dia melepaskan tangannya yang mencubit dagu Zola. Pada saat yang sama, dia juga melepaskan Zola dari pelukannya.Keduanya menjaga jarak selebar kepalan tangan. Kemudian, Boris berkata dengan suara beratnya, “Zola, demi cari masalah denganku, kamu benar-benar pakai segala cara sampai tuduh aku sembarangan begini. Kamu sungguh luar biasa.”Usai berkata, Boris langsung tu
Usai berkata, Boris mengambil sepotong iga dan meletakkannya di piring zola. Baru saja Boris meletakkannya, dia mendengar sang kakek berkata dengan kesal, “Kamu ini bagaimana jadi suami? Zola nggak suka makan iga, dia suka makan ikan. Cepat pisahkan tulangnya dulu lalu kasih ke Zola.”Zola mengerutkan kening dan cepat-cepat berkata, “Kakek, aku bisa makan iganya. Ikan ada tepat di depanku, aku bisa ambil sendiri.”“Zola, kamu nggak usah sungkan-sungkan dengannya. Dia nggak pernah lakukan hal-hal seperti itu untukmu, tapi kamu tetap saja menikah dengannya. Kalau dihitung-hitung, kamu yang rugi. Sekarang anggap dia sedang menebus masa lalu. Kamu nikmati saja.”Zola terdiam, hanya bisa menatap Boris. Mata Boris menyipit, tatapan samar-samar seperti menggodanya. Pria itu pun berkata, “Mau makan apa?”Zola mengerutkan bibir, lalu menjawab, “Apa pun juga boleh.”Kemudian, Boris mengambil satu per satu lauk untuk Zola. Segera, makanan di dalam piring Zola sudah menumpuk tinggi. Zola membuka m