Dengan setengah hati dan memaksakan senyum, akhirnya Luna berkata, “Jika Ibu dan Paman merasa ini yang terbaik, maka lakukanlah. Aku setuju jika Ibuku bahagia.”
Luna menatap dalam mata Diana yang telah digenangi air mata, terharu setelah mendengar perkataannya. Sementara Reno, rahangnya mengeras mendengar ucapan pasrah Luna barusan. Lucas tersenyum senang. “Terimakasih, Luna. Aku ingin menikahi Ibumu memang untuk membuatnya terus bahagia. Kau tidak perlu khawatir.” “Bagaimana denganmu, Reno? Apa kau baik-baik saja dengan itu? Sungguh, aku tidak ingin memaksa kalian,” tanya Diana menatap Reno yang sejak tadi menatap ke arahnya, lebih tepatnya ke arah Luna yang berada di samping Diana. Reno menatap bergantian pada Lucas, Diana, dan Luna yang tersenyum menunggu jawabannya. Bagaimana gadis itu bisa tersenyum sekarang? Reno sama sekali tidak mengerti apa yang ada di otak cantik Luna. Benar-benar membuatnya muak. “Jika itu keputusannya, aku hanya bisa mendukung,” jawab Reno berusaha kuat menahan emosi yang tengah bergejolak di dada. Jika itu keputusan Luna, untuk melupakan kedekatan mereka dan cukup menjadi adiknya. Maka Reno akan mengikuti alur yang diciptakan gadis itu. Akhirnya percakapan kembali mengalir santai, mereka membicarakan perihal pernikahan yang akan diadakan sesederhana mungkin karena Diana dan Lucas sama-sama tidak menyukai pesta, kemudian mereka juga berbicara soal Diana dan Luna yang akan tinggal dirumah Lucas setelah pernikahan nanti. “Aku sepertinya akan lebih sering tinggal di apartemen, toh setelah pernikahan, Ayah sudah tidak sendirian lagi. Tinggal di apartemen juga lebih efisien, lebih dekat ke kantor.” Ya, Reno tidak mau membuat semuanya lebih sulit jika harus tinggal seatap dengan Luna. Jika ini keputusan gadis itu, maka dia hanya bisa menjauh. Mendengar itu Luna merasa dadanya semakin sesak. Sungguh sebenarnya ia tidak bisa akting berpura-pura baik-baik saja, meski nyatanya dia sakit didalam. “Emm… aku permisi ke toilet sebentar.” Luna rasa ia tidak bisa menahannya lagi. Reno menatap ketika Luna berdiri dan berjalan ke arah toilet. Tak lama kemudian ponsel di sakunya berdering, Reno mengangkat sebelah alisnya ketika melihat nama pemanggil di layar ponsel. “Aku harus mengangkat ini.” Kemudian pria itu menjauh menuju arah yang sama dengan Luna. Luna keluar dari toilet dan bertemu Reno yang menunggunya di luar, pria itu lalu menarik tangan Luna dan membawa gadis itu keluar ke arah pintu samping restoran. Mereka perlu bicara. “Apa yang sekarang kau inginkan, Luna? Aku pikir setelah kau bersikap seolah-olah kita baru bertemu dan menyetujui pernikahan orang tua kita, kau sudah tidak ingin berhubungan denganku. Kenapa kau menelponku?” Runtuh sudah pertahanan Luna sejak tadi. Dia memukul dada Reno dan terisak di sana. “Aku mencintaimu, Reno…” “Ya, aku rasa kita sudah tahu perasaan masing-masing. Aku tertarik padamu sejak pertemuan pertama kita. Aku dan kau saling mecintai. Tapi, Luna… kau baru saja mengacaukan pertemuan keluarga ini. kau menyetujui pernikahan mereka!” sentak Reno seraya menahan dan menekan kedua lengan Luna untuk menyadarkan gadis itu. Luna semakin terisak mendengar ucapan Reno. Mata sayu yang berlinangan air itu terus menatap mata tajam pria di hadapannya. Luna tak pernah menyangka jatuh cinta akan sesakit ini. Reno menghela napas, mencoba menahan emosinya. “Jangan menangis, please…” mohonnya lembut kemudian menghapus air mata dipipi Luna. “Apa yang harus aku lakukan? Meski usiamu lebih tua dariku, aku tidak ingin kau menjadi kakakku, aku tidak ingin memanggilmu kakak.” “Lalu apa yang kau mau? Tadi aku akan mengatakan yang sejujurnya pada mereka, tapi kau memotong ucapanku dan kau menyetujui pernikahan mereka!” Luna menggelengkan kepalanya. “Aku tidak tahu, Reno. Apakah kita berhak menolak? Mereka lebih dulu saling bertemu dan jatuh cinta sementara kita?” Reno terdiam. Dalam hatinya menyetujui ucapan Luna. Tapi, bagaimana dengan perasaan yang telah hadir diantara mereka dalam waktu satu bulan? “Aku… untuk pertama kalinya… melihat wajah bahagia Ibuku setelah 15 tahun. Bagaimana aku bisa menghancurkan itu?” lirih Luna. Ibu jari Reno mengusap lembut rahang kemudian bibir merah muda Luna, sementara mata tajamnya kemudian menatap mata hazel gadisnya yang terlihat penuh luka dan Reno tahu ia pun sama terlukanya. “Hanya Ibu yang kupunya, Reno,” lanjut Luna dengan air mata yang kembali jatuh dipipinya. “Oh Tuhan, tidak. Tolong jangan menangis. Aku tidak suka melihatmu menangis. Aku mengerti, jadi tolong jangan menangis lagi.” Reno memohon, ingin sekali ia menarik Luna ke pelukannya atau mengecup bibir Luna agar gadis itu berhenti terisak. Namun, dia tidak berani melakukannya. Reno takut jika dia melakukan apa yang ia inginkan sejak tadi perasaannya pada Luna akan semakin dalam dan itu adalah hal yang tidak ingin Reno alami. Reno sungguh tak menyangka setelah ia merasakan benar-benar jatuh cinta dan menemukan orang yang tepat untuk membangun masa depan, mengapa takdir sekejam ini mempermainkan perasaannya? Gadis yang telah berhasil membuatnya jatuh cinta dalam waktu singkat justru akan menjadi adiknya. Adiknya! Sangat gila. “Jadi… semuanya sudah jelas. Kita saling mencintai, tapi semuanya cukup dan kita berhenti disini. Aku akan menjadi kakakmu dan kau akan menjadi adikku.” Reno memperjelas semuanya yang membuat Luna semakin menitikkan air mata. Pada akhirnya, Reno tak kuasa menahan diri untuk menarik Luna ke pelukannya. Pelukan pertama dan mungkin terakhir? Dan untuk pertama kalinya Luna merasa tenang dan nyaman dalam sebuah pelukan selain pelukan ibunya. “Hatiku sakit sekali, ini sangat sulit.” Reno mengangguk. Ia pun sulit menerima garisan takdir jika sosok yang berada dalam dekapannya dua minggu lagi akan menjadi adiknya. Setelah merasa Luna cukup tenang, Reno menyuruh Luna untuk masuk lebih dulu ke dalam setelah gadis itu memastikan wajahnya cukup baik dengan membenahi sedikit riasannya. Mereka tidak mau orang tua mereka curiga karena anak mereka tak kunjung kembali. Reno pun menyusul setelah beberapa menit.Ekspresi bahagia terpancar di wajah Diana dan Lucas. Sementara itu Luna duduk tidak jauh dari pelaminan, menatap sang ibu yang kini menggandeng tangan suami barunya. “Kau baik-baik saja?” bisik Flora, sahabat Luna yang terus merangkul lengan Luna dan berada di sampingnya. Luna menoleh dan tersenyum tipis. “Ya, tentu saja.” Dia terlihat sangat baik diluar, tapi hancur di dalam. Flora tahu soal itu. Hubungan rumit sekaligus takdir tragis yang dialami Luna. Dalam sebulan lebih ini selain ibunya, Flora adalah tempat Luna mencurahkan segala isi hatinya, terlebih setelah malam pertemuan itu, hanya Flora yang bisa menjadi pendengar setia Luna. Akhirnya hari yang sangat tidak diinginkan Luna datang. Ibunya telah resmi menikah dengan Lucas dan dia telah resmi menjadi adik Reno. Bukan berarti Luna tidak bisa ikut bahagia dengan pernikahan ibunya. Tapi, harusnya bukan Reno yang menjadi kakaknya, karena pria itu seharusnya menjadi kekasihnya. Luna kembali menundukkan kepala saat mat
Harusnya Reno tidak datang ke sini. Harusnya dia tetap tinggal di apartemennya alih-alih kembali ke rumah besar ayahnya dan bertemu setiap hari dengan Luna. Reno sadar dia sedang menggali lubang kuburnya sendiri! Tapi, yang terjadi sekarang, pria itu memberhentikan mobilnya di depan rumah sang ayah dan melangkah masuk. Di depan pintu, Diana dan Lucas tampak sudah siap untuk pergi, mereka akan berbulan madu ke Switzerland selama satu minggu, itulah alasan kenapa dia berakhir kembali ke rumah. Ayah dan ibu barunya itu memintanya untuk menemani Luna selama mereka pergi. Sangat konyol! Setelah dia setengah mati berusaha melupakan perasaannya pada Luna dan tinggal di apartemen selama dua minggu. Orang tua itu malah memaksanya kembali! “Akhirnya kau datang juga. Aku sudah berniat untuk menyeretmu dari kantor sebelum aku ke bandara.” Kedatangan Reno disambut omelan Lucas. “Maaf, tadi banyak berkas yang harus aku tangani.” Sebenarnya bukan berkas yang menahannya, tapi Ren
Sore ini Luna bersama Flora berada di sebuah kafe setelah menyelesaikan ujian di kampus. Luna terkadang sangat fokus dan serius selama masa ujian, tapi kali ini ada yang berbeda, sejak tadi Luna terus tersenyum melihat layar ponselnya karena Reno kini mengirimnya pesan setiap saat.Beberapa menit yang lalu, Reno menanyakan keberadaannya dan mengungkapkan kerinduannya padahal mereka baru beberapa jam berpisah. Hal sekecil itu membuat jantung Luna berdebar-debar. Hal yang dia sukai dari Reno selain karena pelukannya yang nyaman, pria itu sangat perhatian. Dan itu membuat Luna meleleh setiap saat.“Wah, kau benar-benar jatuh cinta, ya?” goda Flora yang sejak tadi memperhatikan Luna berbalas pesan dengan kakak tirinya. “Jadi, kalian sekarang tinggal bersama?”Luna mengangkat pandangan dari ponsel dan mengangguk. “Hum, aku senang bisa melihatnya lagi setelah dua minggu.”“Bagaimana setelah dua minggu tak bertemu? Apakah itu canggung karena sekarang kau dan dia menjadi kakak adik?” Canggu
Keramaian dan musik yang berdentum kencang memekakkan gendang telinga Luna. Entah mengapa dia berakhir di sebuah bar alih-alih pergi ke rumah Flora dan menangis dalam pelukan sahabatnya. Malam ini Luna benar-benar ingin menyendiri. Luna meneguk wiskinya untuk kesekian kali. Perlahan-lahan kepalanya mulai melayang dan dia senang pikirannya teralihkan, tidak ada Reno lagi di sana. Walaupun dia tahu itu hanya sementara. “Hai, cantik. Minum sendiri? Boleh aku temani?” Gadis itu tak merespon beberapa pria yang silih berganti datang menghampiri dan mencoba menggodanya. Luna memang ingin menenangkan diri dan bersenang-senang malam ini, tapi dia tidak berniat untuk mencari teman. Sungguh, dia hanya ingin sendiri. Walau tidak mendapat respon, pria itu tidak berhenti. “Sedang patah hati? Aku bisa mengobati dan menghiburmu.” Luna berdecak. Pria asing yang menghampirinya sungguh sangat bawel! Karena semakin risih gadis itu memilih untuk pergi dari sana, tapi tiba-tiba pria nakal itu me
Bukan pulang ke rumah, Reno justru membawa Luna ke apartemennya. Sepanjang perjalanan pria itu terus berusaha menahan diri dan tidak menyerang adiknya di dalam mobil. Sementara Luna yang sudah setengah mabuk juga terus menerus membelai tangan Reno dan bergelayut manja di sana. “Kita bisa berhenti di sini jika kau belum siap melakukannya.” Ucapan Reno berbanding terbalik dengan perasaannya yang benar-benar menginginkan Luna. Namun, ia merasa seperti pria brengsek jika langsung bercinta dengan adik tirinya yang tengah mabuk. Luna tersenyum dan menggeleng. “Aku akan menyesal jika tidak melakukannya denganmu malam ini.” Mendengar itu, napas Reno memburu, tatapannya menggelap seraya membawa tubuh ramping Luna memasuki unit apartemennya. “Setelah malam ini, aku tidak akan pernah melepaskanmu, Luna.” Bibir mereka kembali menyatu. Bersamaan dengan bibir Luna yang telah dilumat nikmat. Reno menelanjangi sendiri bagian atas tubuhnya tanpa melepaskan ciuman erotis bersama adik tirinya.
“Benarkah kau akan menjaga adikmu ini, Kak?”Luna menyeringai menggoda setelah Reno melempar ponselnya ke atas bantal.“Kau memang adik yang nakal.” Tanpa ragu Reno segera mengangkat tubuh Luna dan kembali mengukung adik tirinya itu di ranjang. Dengan segera dia mencium bibir Luna penuh semangat.“Kau sangat nikmat, Luna. Rasanya aku tidak bisa berhenti.”Luna tersenyum seraya melingkarkan kakinya di pinggul Reno. Kembali menggoda sesuatu yang mengeras dan menghimpitnya di bawah sana. “Maka jangan berhenti, aku pun menikmati sentuhanmu.”Reno mengerang, sungguh hasratnya kembali berkobar. Terlebih
“Jess, kena-” Bukan hanya seorang wanita, pria lain pun masuk ke dalam ruangan Reno. “Oh, sedang ada tamu rupanya,” lanjut pria itu.Reno mendesis pelan. Kenapa orang-orang ini datang di waktu yang tidak tepat?“Mike, Jessie, kemarilah,” ucap Reno sambil berdiri. “Kenalkan ini Luna, adik tiriku.”“Hai, Luna. Senang berkenalan denganmu. Aku Jessie Stefanie.” Jessie lebih dulu mendekat dan mengulurkan tangannya pada Luna.Luna terdiam beberapa saat menatap wajah ramah Jessie, sebelum ia menerima uluran tangan wanita itu. “Luna, emm… adik Reno.” Luna sedikit tak suka dengan pengenalan dirinya. Sungguh Luna ingin berkata pada wanita itu bahwa dia adalah kekasih Reno, apalagi setelah mendengar Jessie memanggil Reno dengan sebutan sayang. Hal itu membuatnya muak.Namun, Luna dan Reno sama-sama tahu bahwa kunci agar mereka dapat terus bersama adalah dengan merahasiakan hubungan mereka dari banyak orang. “Wah, Ren! Kau tidak mengatakan bahwa kau memiliki adik yang sangat cantik,” sahut Mike
Harusnya Luna senang ketika melihat kepulangan Ibu dan Ayah tirinya. Namun, ternyata hati Luna semakin buruk saat langkah kedua orang tuanya itu semakin mendekat pada mereka. Dengan terpaksa dia pun melepas genggaman tangannya pada Reno dan berusaha memasang senyum terbaiknya guna menyambut Diana dan Lucas. “Luna, Ibu sangat merindukanmu!” pekik Diana dengan semangat memeluk Luna. “Aku juga merindukanmu, Bu.” Luna tersenyum. Matanya melirik ke arah Reno yang tengah berbicara dengan Lucas. “Kau menjaga adikmu dengan baik kan, Reno?” tanya Lucas dengan wajah serius. “Tentu saja! Aku tidak pernah membiarkan siapapun menyentuh apalagi menyakiti adikku. Iya, kan?” Reno tersenyum menatap Luna. Luna mengangguk berusaha bersikap senatural mungkin. “Ya, Kakak sangat menjagaku.” “Syukurlah. Aku takut Reno mengabaikanmu karena terlalu sibuk bekerja.” “Ya Tuhan, tidak mungkin, Ayah. Aku sungguh menyayangi adikku,” sahut Reno sambil merangkul pundak Luna dengan santainya. Membuat jan