Senyuman di bibir Luna lenyap seketika saat ia melihat Reno yang berdiri tak jauh dari tempatnya duduk. Pria itu berhenti melangkah beberapa meter, tampak sama terkejutnya dengan Luna.
‘Luna? Kenapa dia ada di sini?’ Tersadar. Reno kembali mendekat. Luna semakin yakin pria itu adalah Reno yang sama, Reno yang beberapa waktu ini mengisi hatinya. Reno yang begitu dia sukai, Reno yang telah membatalkan janji temu mereka malam ini. Tapi, siapa sangka mereka akan tetap bertemu dalam situasi yang berbeda? Dan Luna jadi tahu alasan mengapa Reno membatalkan makan malam mereka. Semuanya berdiri menyambut kedatangan Reno yang tampak rapi dengan setelan jas berwarna abu. “Reno, kenalkan ini Diana dan putrinya, Luna.” Suara Lucas menyadarkan Luna dan Reno. Pria berusia 24 tahun itu menatap antara ayahnya, Diana, kemudian Luna. Dengan mudah dia memahami situasi yang ada. “Moreno Peterson.” Reno lantas memaksakan senyum dan mengulurkan tangan pada Diana, setelah itu pada… gadis cantik yang berdiri kaku di samping ibunya. Luna terdiam sejenak menatap uluran tangan Reno. Kenapa baru sekarang ia menyadari kesamaan nama belakang Lucas dan Reno? Mereka sama-sama Peterson. Betapa bodohnya. Kemudian gadis itu menatap Diana yang tersenyum bahagia disampingnya. Apa yang harus dia lakukan sekarang? “Emm… seb-” Reno hampir menurunkan tangannya dan bersiap berkata yang sejujurnya jika dia dan Luna telah saling mengenal. Namun, sayangnya Luna malah menerima uluran tangan tersebut dan memperkenalkan diri seolah mereka baru pertama kali bertemu. “Luna Gracia.” “Jadi, kau adalah calon adikku.” Reno berkata. Meski raut wajahnya masih penuh keterkejutan. Luna tak menjawab. Gadis itu memilih kembali duduk setelah melepas uluran tangannya dalam waktu singkat. Mereka semua pun duduk di tempat masing-masing dengan Reno yang tak bisa mengalihkan pandangan dari Luna yang kini menundukkan kepala di hadapannya. “Ehem… senang bertemu dengan kalian. Maaf aku terlambat. Lalu lintas sangat padat. Aku harap tidak membuat kalian menunggu lama,” jelas Reno dengan nada profesional seolah tengah berada dalam pertemuan bisnis alih-alih pertemuan keluarga. “Reno, rileks. Sebentar lagi kita akan menjadi keluarga dan kau akan memiliki seorang adik perempuan. Lihat, Luna sangat cantik, kan?” Lucas terkekeh seraya merangkul bahu putranya yang tampak tegang. “Ya, secantik Ibunya.” Reno mencoba membuat dirinya rileks. Diana dan Lucas sama-sama terkekeh. Mereka terlihat bahagia telah berhasil mempertemukan anak mereka. “Kalau begitu bagaimana jika sekarang kita makan dulu sebelum berbicara lebih lanjut? Sejujurnya aku sudah lapar.” tawar Lucas disambut kekehan Diana, sementara Luna dan Reno hanya mengangguk mengiyakan tawaran Lucas. Suasana meja makan begitu tenang terkendali selama makan malam itu berlangsung, hingga sesi berbicara kembali dimulai dengan pernyataan Lucas. “Jadi, aku dan Diana telah sepakat kami akan menikah dua minggu lagi.” Mendengar itu Luna yang sejak tadi tertunduk mengangkat kepalanya terkejut. Begitupun dengan Reno, pria itu menatap ekspresi ayahnya, seolah mencari sebuah kebohongan, tapi wajah tegas Lucas sudah menjawab semuanya. Memang mereka sama-sama tahu jika Diana dan Lucas berencana menikah, tapi mereka tidak berekspektasi pernikahan itu akan datang dalam waktu dekat. “Apakah itu tidak terlalu cepat?” Luna akhirnya angkat bicara setelah sekian lama terdiam. “Luna…” Diana menggenggam tangan putrinya. “Apakah kau keberatan jika kami menikah dua minggu lagi?” tanyanya sedikit cemas. Luna terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Oh Tuhan… apakah semua ini adalah nyata? Luna masih perlu memproses semuanya. Gadis itu masih tak menyangka bahwa pria yang satu bulan lalu ia temui di sebuah pameran seni, membuatnya jatuh cinta, kemudian berhubungan intens dengannya, pria yang ia pikir mungkin akan menjadi kekasih pertama nyatanya sekarang justru akan menjadi kakaknya di masa depan? Sangat sulit untuk Luna menerima itu. “Menurutku itu juga terlalu cepat. Mengapa kalian sangat terburu-buru? Kita baru pertama melakukan pertemuan keluarga dan kalian mengatakan akan menikah dua minggu lagi.” Melihat Luna yang tampak frustasi, Reno ikut mengutarakan pendapatnya. Mata mereka bertemu, saling tatap dan menyelami perasaan masing-masing. Keduanya sama-sama tak menginginkan hal ini terjadi. Tentu saja. “Sebenarnya ini tidak terburu-buru, kami sudah saling mengenal selama enam bulan dan merasa cocok. Kami juga sudah sama-sama tua, untuk apa menunda? Masalah pertemuan, aku seringkali menanyakannya padamu, Reno." Lucas menatap serius putranya. "Kau ingat? Tapi, jadwalmu begitu padat belakangan ini dan kita baru menemukan waktu yang tepat sekarang. Apa masalahnya? Kita bisa saling mengenal setelah resmi menjadi keluarga yang utuh, bukan begitu?” Setelah mendengar ucapan Lucas, Reno sama sekali tidak bisa mengelak. Ayahnya adalah orang yang tegas dan berprinsip. Jika Lucas sudah berkehendak demikian, meski Reno memberikan ribuan alasan rasanya akan percuma. Ayahnya dan dia sama-sama lelaki keras kepala. “Lucas, mungkin anak-anak masih terkejut. Tidak apa. Kita harus bisa memahami mereka.” Diana dengan suara lembutnya mencoba mencairkan suasana tegang di meja makan tersebut. “Luna… Ibu tidak akan memaksa jika kau memang belum siap.” Diana mempererat genggaman tangannya pada Luna, seakan menegaskan dia akan selalu berada di pihak putrinya. Luna menatap wajah teduh Diana. Sungguh ia tidak tega jika harus membuat sang ibu kecewa bahkan sedih, Luna bisa melihat bagaimana Diana sangat mencintai Lucas. Wajah bahagia ibunya saat berada dalam pelukan pria mapan itu terus terngiang di kepala. Dia tidak ingin merusak kebahagiaan ibunya.Dengan setengah hati dan memaksakan senyum, akhirnya Luna berkata, “Jika Ibu dan Paman merasa ini yang terbaik, maka lakukanlah. Aku setuju jika Ibuku bahagia.” Luna menatap dalam mata Diana yang telah digenangi air mata, terharu setelah mendengar perkataannya. Sementara Reno, rahangnya mengeras mendengar ucapan pasrah Luna barusan. Lucas tersenyum senang. “Terimakasih, Luna. Aku ingin menikahi Ibumu memang untuk membuatnya terus bahagia. Kau tidak perlu khawatir.” “Bagaimana denganmu, Reno? Apa kau baik-baik saja dengan itu? Sungguh, aku tidak ingin memaksa kalian,” tanya Diana menatap Reno yang sejak tadi menatap ke arahnya, lebih tepatnya ke arah Luna yang berada di samping Diana. Reno menatap bergantian pada Lucas, Diana, dan Luna yang tersenyum menunggu jawabannya. Bagaimana gadis itu bisa tersenyum sekarang? Reno sama sekali tidak mengerti apa yang ada di otak cantik Luna. Benar-benar membuatnya muak. “Jika itu keputusannya, aku hanya bisa mendukung,” jawab Reno berusah
Ekspresi bahagia terpancar di wajah Diana dan Lucas. Sementara itu Luna duduk tidak jauh dari pelaminan, menatap sang ibu yang kini menggandeng tangan suami barunya. “Kau baik-baik saja?” bisik Flora, sahabat Luna yang terus merangkul lengan Luna dan berada di sampingnya. Luna menoleh dan tersenyum tipis. “Ya, tentu saja.” Dia terlihat sangat baik diluar, tapi hancur di dalam. Flora tahu soal itu. Hubungan rumit sekaligus takdir tragis yang dialami Luna. Dalam sebulan lebih ini selain ibunya, Flora adalah tempat Luna mencurahkan segala isi hatinya, terlebih setelah malam pertemuan itu, hanya Flora yang bisa menjadi pendengar setia Luna. Akhirnya hari yang sangat tidak diinginkan Luna datang. Ibunya telah resmi menikah dengan Lucas dan dia telah resmi menjadi adik Reno. Bukan berarti Luna tidak bisa ikut bahagia dengan pernikahan ibunya. Tapi, harusnya bukan Reno yang menjadi kakaknya, karena pria itu seharusnya menjadi kekasihnya. Luna kembali menundukkan kepala saat mat
Harusnya Reno tidak datang ke sini. Harusnya dia tetap tinggal di apartemennya alih-alih kembali ke rumah besar ayahnya dan bertemu setiap hari dengan Luna. Reno sadar dia sedang menggali lubang kuburnya sendiri! Tapi, yang terjadi sekarang, pria itu memberhentikan mobilnya di depan rumah sang ayah dan melangkah masuk. Di depan pintu, Diana dan Lucas tampak sudah siap untuk pergi, mereka akan berbulan madu ke Switzerland selama satu minggu, itulah alasan kenapa dia berakhir kembali ke rumah. Ayah dan ibu barunya itu memintanya untuk menemani Luna selama mereka pergi. Sangat konyol! Setelah dia setengah mati berusaha melupakan perasaannya pada Luna dan tinggal di apartemen selama dua minggu. Orang tua itu malah memaksanya kembali! “Akhirnya kau datang juga. Aku sudah berniat untuk menyeretmu dari kantor sebelum aku ke bandara.” Kedatangan Reno disambut omelan Lucas. “Maaf, tadi banyak berkas yang harus aku tangani.” Sebenarnya bukan berkas yang menahannya, tapi Ren
Sore ini Luna bersama Flora berada di sebuah kafe setelah menyelesaikan ujian di kampus. Luna terkadang sangat fokus dan serius selama masa ujian, tapi kali ini ada yang berbeda, sejak tadi Luna terus tersenyum melihat layar ponselnya karena Reno kini mengirimnya pesan setiap saat.Beberapa menit yang lalu, Reno menanyakan keberadaannya dan mengungkapkan kerinduannya padahal mereka baru beberapa jam berpisah. Hal sekecil itu membuat jantung Luna berdebar-debar. Hal yang dia sukai dari Reno selain karena pelukannya yang nyaman, pria itu sangat perhatian. Dan itu membuat Luna meleleh setiap saat.“Wah, kau benar-benar jatuh cinta, ya?” goda Flora yang sejak tadi memperhatikan Luna berbalas pesan dengan kakak tirinya. “Jadi, kalian sekarang tinggal bersama?”Luna mengangkat pandangan dari ponsel dan mengangguk. “Hum, aku senang bisa melihatnya lagi setelah dua minggu.”“Bagaimana setelah dua minggu tak bertemu? Apakah itu canggung karena sekarang kau dan dia menjadi kakak adik?” Canggu
Keramaian dan musik yang berdentum kencang memekakkan gendang telinga Luna. Entah mengapa dia berakhir di sebuah bar alih-alih pergi ke rumah Flora dan menangis dalam pelukan sahabatnya. Malam ini Luna benar-benar ingin menyendiri. Luna meneguk wiskinya untuk kesekian kali. Perlahan-lahan kepalanya mulai melayang dan dia senang pikirannya teralihkan, tidak ada Reno lagi di sana. Walaupun dia tahu itu hanya sementara. “Hai, cantik. Minum sendiri? Boleh aku temani?” Gadis itu tak merespon beberapa pria yang silih berganti datang menghampiri dan mencoba menggodanya. Luna memang ingin menenangkan diri dan bersenang-senang malam ini, tapi dia tidak berniat untuk mencari teman. Sungguh, dia hanya ingin sendiri. Walau tidak mendapat respon, pria itu tidak berhenti. “Sedang patah hati? Aku bisa mengobati dan menghiburmu.” Luna berdecak. Pria asing yang menghampirinya sungguh sangat bawel! Karena semakin risih gadis itu memilih untuk pergi dari sana, tapi tiba-tiba pria nakal itu me
Bukan pulang ke rumah, Reno justru membawa Luna ke apartemennya. Sepanjang perjalanan pria itu terus berusaha menahan diri dan tidak menyerang adiknya di dalam mobil. Sementara Luna yang sudah setengah mabuk juga terus menerus membelai tangan Reno dan bergelayut manja di sana. “Kita bisa berhenti di sini jika kau belum siap melakukannya.” Ucapan Reno berbanding terbalik dengan perasaannya yang benar-benar menginginkan Luna. Namun, ia merasa seperti pria brengsek jika langsung bercinta dengan adik tirinya yang tengah mabuk. Luna tersenyum dan menggeleng. “Aku akan menyesal jika tidak melakukannya denganmu malam ini.” Mendengar itu, napas Reno memburu, tatapannya menggelap seraya membawa tubuh ramping Luna memasuki unit apartemennya. “Setelah malam ini, aku tidak akan pernah melepaskanmu, Luna.” Bibir mereka kembali menyatu. Bersamaan dengan bibir Luna yang telah dilumat nikmat. Reno menelanjangi sendiri bagian atas tubuhnya tanpa melepaskan ciuman erotis bersama adik tirinya.
“Benarkah kau akan menjaga adikmu ini, Kak?”Luna menyeringai menggoda setelah Reno melempar ponselnya ke atas bantal.“Kau memang adik yang nakal.” Tanpa ragu Reno segera mengangkat tubuh Luna dan kembali mengukung adik tirinya itu di ranjang. Dengan segera dia mencium bibir Luna penuh semangat.“Kau sangat nikmat, Luna. Rasanya aku tidak bisa berhenti.”Luna tersenyum seraya melingkarkan kakinya di pinggul Reno. Kembali menggoda sesuatu yang mengeras dan menghimpitnya di bawah sana. “Maka jangan berhenti, aku pun menikmati sentuhanmu.”Reno mengerang, sungguh hasratnya kembali berkobar. Terlebih
“Jess, kena-” Bukan hanya seorang wanita, pria lain pun masuk ke dalam ruangan Reno. “Oh, sedang ada tamu rupanya,” lanjut pria itu.Reno mendesis pelan. Kenapa orang-orang ini datang di waktu yang tidak tepat?“Mike, Jessie, kemarilah,” ucap Reno sambil berdiri. “Kenalkan ini Luna, adik tiriku.”“Hai, Luna. Senang berkenalan denganmu. Aku Jessie Stefanie.” Jessie lebih dulu mendekat dan mengulurkan tangannya pada Luna.Luna terdiam beberapa saat menatap wajah ramah Jessie, sebelum ia menerima uluran tangan wanita itu. “Luna, emm… adik Reno.” Luna sedikit tak suka dengan pengenalan dirinya. Sungguh Luna ingin berkata pada wanita itu bahwa dia adalah kekasih Reno, apalagi setelah mendengar Jessie memanggil Reno dengan sebutan sayang. Hal itu membuatnya muak.Namun, Luna dan Reno sama-sama tahu bahwa kunci agar mereka dapat terus bersama adalah dengan merahasiakan hubungan mereka dari banyak orang. “Wah, Ren! Kau tidak mengatakan bahwa kau memiliki adik yang sangat cantik,” sahut Mike