Share

02. Calon Kakak

Senyuman di bibir Luna lenyap seketika saat ia melihat Reno yang berdiri tak jauh dari tempatnya duduk. Pria itu berhenti melangkah beberapa meter, tampak sama terkejutnya dengan Luna.

‘Luna? Kenapa dia ada di sini?’

Tersadar. Reno kembali mendekat. Luna semakin yakin pria itu adalah Reno yang sama, Reno yang beberapa waktu ini mengisi hatinya. Reno yang begitu dia sukai, Reno yang telah membatalkan janji temu mereka malam ini.

Tapi, siapa sangka mereka akan tetap bertemu dalam situasi yang berbeda? Dan Luna jadi tahu alasan mengapa Reno membatalkan makan malam mereka.

Semuanya berdiri menyambut kedatangan Reno yang tampak rapi dengan setelan jas berwarna abu. “Reno, kenalkan ini Diana dan putrinya, Luna.” Suara Lucas menyadarkan Luna dan Reno. Pria berusia 24 tahun itu menatap antara ayahnya, Diana, kemudian Luna. Dengan mudah dia memahami situasi yang ada.

“Moreno Peterson.” Reno lantas memaksakan senyum dan mengulurkan tangan pada Diana, setelah itu pada… gadis cantik yang berdiri kaku di samping ibunya.

Luna terdiam sejenak menatap uluran tangan Reno. Kenapa baru sekarang ia menyadari kesamaan nama belakang Lucas dan Reno? Mereka sama-sama Peterson. Betapa bodohnya. Kemudian gadis itu menatap Diana yang tersenyum bahagia disampingnya. Apa yang harus dia lakukan sekarang?

“Emm… seb-” Reno hampir menurunkan tangannya dan bersiap berkata yang sejujurnya jika dia dan Luna telah saling mengenal. Namun, sayangnya Luna malah menerima uluran tangan tersebut dan memperkenalkan diri seolah mereka baru pertama kali bertemu. “Luna Gracia.”

“Jadi, kau adalah calon adikku.” Reno berkata. Meski raut wajahnya masih penuh keterkejutan.

Luna tak menjawab. Gadis itu memilih kembali duduk setelah melepas uluran tangannya dalam waktu singkat. Mereka semua pun duduk di tempat masing-masing dengan Reno yang tak bisa mengalihkan pandangan dari Luna yang kini menundukkan kepala di hadapannya.

“Ehem… senang bertemu dengan kalian. Maaf aku terlambat. Lalu lintas sangat padat. Aku harap tidak membuat kalian menunggu lama,” jelas Reno dengan nada profesional seolah tengah berada dalam pertemuan bisnis alih-alih pertemuan keluarga.

“Reno, rileks. Sebentar lagi kita akan menjadi keluarga dan kau akan memiliki seorang adik perempuan. Lihat, Luna sangat cantik, kan?” Lucas terkekeh seraya merangkul bahu putranya yang tampak tegang.

“Ya, secantik Ibunya.” Reno mencoba membuat dirinya rileks.

Diana dan Lucas sama-sama terkekeh. Mereka terlihat bahagia telah berhasil mempertemukan anak mereka.

“Kalau begitu bagaimana jika sekarang kita makan dulu sebelum berbicara lebih lanjut? Sejujurnya aku sudah lapar.” tawar Lucas disambut kekehan Diana, sementara Luna dan Reno hanya mengangguk mengiyakan tawaran Lucas.

Suasana meja makan begitu tenang terkendali selama makan malam itu berlangsung, hingga sesi berbicara kembali dimulai dengan pernyataan Lucas. “Jadi, aku dan Diana telah sepakat kami akan menikah dua minggu lagi.”

Mendengar itu Luna yang sejak tadi tertunduk mengangkat kepalanya terkejut. Begitupun dengan Reno, pria itu menatap ekspresi ayahnya, seolah mencari sebuah kebohongan, tapi wajah tegas Lucas sudah menjawab semuanya.

Memang mereka sama-sama tahu jika Diana dan Lucas berencana menikah, tapi mereka tidak berekspektasi pernikahan itu akan datang dalam waktu dekat.

“Apakah itu tidak terlalu cepat?” Luna akhirnya angkat bicara setelah sekian lama terdiam.

“Luna…” Diana menggenggam tangan putrinya. “Apakah kau keberatan jika kami menikah dua minggu lagi?” tanyanya sedikit cemas.

Luna terdiam. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Oh Tuhan… apakah semua ini adalah nyata? Luna masih perlu memproses semuanya. Gadis itu masih tak menyangka bahwa pria yang satu bulan lalu ia temui di sebuah pameran seni, membuatnya jatuh cinta, kemudian berhubungan intens dengannya, pria yang ia pikir mungkin akan menjadi kekasih pertama nyatanya sekarang justru akan menjadi kakaknya di masa depan? Sangat sulit untuk Luna menerima itu.

“Menurutku itu juga terlalu cepat. Mengapa kalian sangat terburu-buru? Kita baru pertama melakukan pertemuan keluarga dan kalian mengatakan akan menikah dua minggu lagi.” Melihat Luna yang tampak frustasi, Reno ikut mengutarakan pendapatnya.

Mata mereka bertemu, saling tatap dan menyelami perasaan masing-masing. Keduanya sama-sama tak menginginkan hal ini terjadi. Tentu saja.

“Sebenarnya ini tidak terburu-buru, kami sudah saling mengenal selama enam bulan dan merasa cocok. Kami juga sudah sama-sama tua, untuk apa menunda? Masalah pertemuan, aku seringkali menanyakannya padamu, Reno." Lucas menatap serius putranya. "Kau ingat? Tapi, jadwalmu begitu padat belakangan ini dan kita baru menemukan waktu yang tepat sekarang. Apa masalahnya? Kita bisa saling mengenal setelah resmi menjadi keluarga yang utuh, bukan begitu?”

Setelah mendengar ucapan Lucas, Reno sama sekali tidak bisa mengelak. Ayahnya adalah orang yang tegas dan berprinsip. Jika Lucas sudah berkehendak demikian, meski Reno memberikan ribuan alasan rasanya akan percuma. Ayahnya dan dia sama-sama lelaki keras kepala.

“Lucas, mungkin anak-anak masih terkejut. Tidak apa. Kita harus bisa memahami mereka.” Diana dengan suara lembutnya mencoba mencairkan suasana tegang di meja makan tersebut. “Luna… Ibu tidak akan memaksa jika kau memang belum siap.” Diana mempererat genggaman tangannya pada Luna, seakan menegaskan dia akan selalu berada di pihak putrinya.

Luna menatap wajah teduh Diana. Sungguh ia tidak tega jika harus membuat sang ibu kecewa bahkan sedih, Luna bisa melihat bagaimana Diana sangat mencintai Lucas. Wajah bahagia ibunya saat berada dalam pelukan pria mapan itu terus terngiang di kepala. Dia tidak ingin merusak kebahagiaan ibunya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status