Share

06. Emosional

Sore ini Luna bersama Flora berada di sebuah kafe setelah menyelesaikan ujian di kampus. Luna terkadang sangat fokus dan serius selama masa ujian, tapi kali ini ada yang berbeda, sejak tadi Luna terus tersenyum melihat layar ponselnya karena Reno kini mengirimnya pesan setiap saat.

Beberapa menit yang lalu, Reno menanyakan keberadaannya dan mengungkapkan kerinduannya padahal mereka baru beberapa jam berpisah. Hal sekecil itu membuat jantung Luna berdebar-debar. Hal yang dia sukai dari Reno selain karena pelukannya yang nyaman, pria itu sangat perhatian.

Dan itu membuat Luna meleleh setiap saat.

“Wah, kau benar-benar jatuh cinta, ya?” goda Flora yang sejak tadi memperhatikan Luna berbalas pesan dengan kakak tirinya. “Jadi, kalian sekarang tinggal bersama?”

Luna mengangkat pandangan dari ponsel dan mengangguk. “Hum, aku senang bisa melihatnya lagi setelah dua minggu.”

“Bagaimana setelah dua minggu tak bertemu? Apakah itu canggung karena sekarang kau dan dia menjadi kakak adik?”

Canggung? Luna menggelengkan kepala. Awalnya dia memang berpikir demikian, bahkan Luna takut Reno telah melupakannya dan memilih wanita lain, tapi ternyata alih-alih canggung, mereka justru melepas rindu dan bertingkah seperti anak remaja yang sedang jatuh cinta. Seperti tadi pagi, Reno mengantarnya ke kampus dan memberi pelukan semangat untuk ujiannya hari ini.

Bukan hanya itu, semalam pun mereka menghabiskan waktu bersama sambil menonton film sebelum akhirnya dia tertidur di sisi Reno, tapi pagi harinya luna terbangun di kamarnya, dan tentu saja Reno yang menggendongnya ke dalam kamar.

Luna tidak tahu apa yang tengah mereka jalani sekarang, apakah Reno benar-benar menginginkannya atau hanya menikmati waktu mereka selagi bisa. Tapi yang jelas, Luna merasa sangat bahagia karena selama seminggu ini dia bisa terus melihat Reno.

Luna hanya berharap dia dapat mengendalikan diri terhadap kakak tirinya itu.

“Sejujurnya, tidak. Kami tidak canggung sama sekali. Dia…” Luna memikirkan kata-kata yang pantas untuk menggambarkan hubungan mereka.

“Dia masih membuatmu meleleh?” tanya Flora memotong ucapan Luna.

“Ya, sangat! Dia… sikapnya, tatapannya, perhatiannya…”

“Dan tubuhnya, tentu saja,” sahut Flora terkekeh melihat wajah Luna yang semakin memerah.

Luna menutup wajah dengan kedua tangannya. “Hentikan, kau membuatku malu.”

“Kau tampak sangat bahagia.” Flora tersenyum melihat sahabatnya yang sedang dimabuk asmara.

Terkadang Luna lupa bahwa dia sedang jatuh cinta dengan kakaknya sendiri. Tapi, saat ini gadis itu tidak mau berpikir terlalu jauh. Dia hanya ingin menikmati kebersamaannya dengan Reno selama sang ibu menikmati bulan madu dengan suami barunya.

“Apakah aku salah, Flo?” tanya Luna, suasana hatinya tiba-tiba berubah mengingat Diana.

Mata Flora membulat melihat sahabatnya yang tiba-tiba murung. “Apa yang salah dengan jatuh cinta?” Flora balik bertanya. Sungguh ia ikut merasa bersedih.

“Entahlah, aku hanya merasa bersalah jatuh cinta pada kakakku sendiri. Orang-orang akan menganggap kami gila dan durhaka. Hubungan antara kakak dan adik tiri itu terlarang, bukan?”

“Tapi, perasaan itu hadir diantara kalian lebih dulu dan kalian sudah berusaha untuk menghindar satu sama lain. Jika tidak berhasil, itu bukan salah kalian. Kita tidak bisa mengatur pada siapa kita akan jatuh cinta, kan? Aku tahu jalan yang kalian tempuh salah, tapi Luna… aku yakin semua akan ada jalan keluarnya,” ujar Flora dengan lembut.

Luna menghela napas lega, dia bersyukur karena memiliki sahabat yang sangat pengertian padanya. Luna bersandar di pundak Flora, memeluk lengan Flora sambil menatap pemandangan jalan dari jendela kafe.

“Terima kasih selalu berada disampingku, Flo. Jika kau tidak ada, aku yakin tak akan sekuat ini.”

“Sekarang juga ada Reno. Kau tidak sendirian melewatinya, kita akan melewati semua ini bersama, oke?” Luna mengangguk mengiyakan ucapan Flora.

***

Luna baru saja akan tidur ketika ponselnya berdering, ada nama ibunya di layar. Dengan segera Luna mengangkat teleponnya dan bersandar di kepala ranjang.

“Selamat malam, Bu.”

[“Hai, selamat malam, sweety. Maaf Ibu lupa disana sudah larut malam karena disini masih sore. Apa kau sudah tidur?”]

“Hampir.” Luna terkekeh kecil. “Ujian hari ini membuatku lelah, Bu.”

[“Oh maaf Ibu mengganggumu… Ibu harap ada disana untuk memijatmu.”] Diana terdengar sangat khawatir.

Luna tersenyum mendengar suara ibunya yang begitu lembut dan penyayang. Membuat Luna merasa sangat berdosa telah membohongi Diana.

“Tidak apa, Bu. Aku hanya perlu tidur. Tidak perlu khawatir, bermesraan saja dengan Ayah di sana.”

Diana terkekeh. [“Baiklah, Ibu harap kau juga tidak merepotkan kakakmu, ya.”]

“Tentu saja tidak, Bu. Kak Reno bahkan belum pulang malam ini, mungkin dia masih banyak pekerjaan.”

[“Oh ya… Lucas bilang hari ini calon tunangan Reno mengadakan pesta ulang tahun, jadi mungkin dia masih di sana. Apa dia tidak mengabarimu?”]

Deg

“C-calon tunangan?” Luna membulatkan matanya terkejut mendengar ucapan Diana.

[“Ya, calon tunangannya bernama Jessie Stefanie. Dia datang saat pernikahan Ibu. Apa Reno belum mengenalkannya padamu waktu itu?”]

Jessie Stefanie?

Jadi, wanita yang terus berada di sisi Reno saat pernikahan orang tua mereka adalah calon tunangannya?

Luna terdiam beberapa saat. Tubuhnya terasa lemas tak berdaya sekarang. Ia menekan dadanya yang tiba-tiba sesak. Menghela napas, Luna mencoba menahan segenap emosi yang berkecamuk.

[“Luna? Apa kau masih di sana?”] Suara Diana menyadarkan Luna.

“Ya, Bu. Sepertinya aku sudah sangat mengantuk. Aku ingin tidur sekarang, aku tutup teleponnya ya. Bye, Bu.” Bohong Luna.

[“Oh, baiklah. Bye, sweety.”]

Luna meremas ponselnya di dada. Air matanya jatuh begitu saja. Ia tak menyangka jika selama ini Reno telah memiliki calon tunangan, lantas bagaimana dengan yang terjadi diantara mereka? Apa Reno hanya mempermainkannya?

Bukan tidur, tapi Luna membuka pesan terakhir yang dikirim Reno padanya.

[Aku sepertinya pulang larut malam ini. Padahal aku sangat merindukanmu. Jangan menungguku. Selamat tidur, sayang.]

Rasa kantuk dan lelah seketika lenyap begitu saja. Yang ada hanya rasa sakit.

Merindukanku? Luna berdecih. Kepalanya menggeleng tak habis pikir, ternyata perasaannya hanya permainan bagi Reno.

Luna tak membalas pesan kakaknya itu, dia memilih untuk bersiap keluar rumah, dia perlu menenangkan diri. Apapun itu Luna hanya ingin menghapus Reno dalam pikirannya!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status