“Benarkah kau akan menjaga adikmu ini, Kak?”
Luna menyeringai menggoda setelah Reno melempar ponselnya ke atas bantal.
“Kau memang adik yang nakal.” Tanpa ragu Reno segera mengangkat tubuh Luna dan kembali mengukung adik tirinya itu di ranjang. Dengan segera dia mencium bibir Luna penuh semangat.
“Kau sangat nikmat, Luna. Rasanya aku tidak bisa berhenti.”
Luna tersenyum seraya melingkarkan kakinya di pinggul Reno. Kembali menggoda sesuatu yang mengeras dan menghimpitnya di bawah sana. “Maka jangan berhenti, aku pun menikmati sentuhanmu.”
Reno mengerang, sungguh hasratnya kembali berkobar. Terlebih
“Jess, kena-” Bukan hanya seorang wanita, pria lain pun masuk ke dalam ruangan Reno. “Oh, sedang ada tamu rupanya,” lanjut pria itu.Reno mendesis pelan. Kenapa orang-orang ini datang di waktu yang tidak tepat?“Mike, Jessie, kemarilah,” ucap Reno sambil berdiri. “Kenalkan ini Luna, adik tiriku.”“Hai, Luna. Senang berkenalan denganmu. Aku Jessie Stefanie.” Jessie lebih dulu mendekat dan mengulurkan tangannya pada Luna.Luna terdiam beberapa saat menatap wajah ramah Jessie, sebelum ia menerima uluran tangan wanita itu. “Luna, emm… adik Reno.” Luna sedikit tak suka dengan pengenalan dirinya. Sungguh Luna ingin berkata pada wanita itu bahwa dia adalah kekasih Reno, apalagi setelah mendengar Jessie memanggil Reno dengan sebutan sayang. Hal itu membuatnya muak.Namun, Luna dan Reno sama-sama tahu bahwa kunci agar mereka dapat terus bersama adalah dengan merahasiakan hubungan mereka dari banyak orang. “Wah, Ren! Kau tidak mengatakan bahwa kau memiliki adik yang sangat cantik,” sahut Mike
Harusnya Luna senang ketika melihat kepulangan Ibu dan Ayah tirinya. Namun, ternyata hati Luna semakin buruk saat langkah kedua orang tuanya itu semakin mendekat pada mereka. Dengan terpaksa dia pun melepas genggaman tangannya pada Reno dan berusaha memasang senyum terbaiknya guna menyambut Diana dan Lucas. “Luna, Ibu sangat merindukanmu!” pekik Diana dengan semangat memeluk Luna. “Aku juga merindukanmu, Bu.” Luna tersenyum. Matanya melirik ke arah Reno yang tengah berbicara dengan Lucas. “Kau menjaga adikmu dengan baik kan, Reno?” tanya Lucas dengan wajah serius. “Tentu saja! Aku tidak pernah membiarkan siapapun menyentuh apalagi menyakiti adikku. Iya, kan?” Reno tersenyum menatap Luna. Luna mengangguk berusaha bersikap senatural mungkin. “Ya, Kakak sangat menjagaku.” “Syukurlah. Aku takut Reno mengabaikanmu karena terlalu sibuk bekerja.” “Ya Tuhan, tidak mungkin, Ayah. Aku sungguh menyayangi adikku,” sahut Reno sambil merangkul pundak Luna dengan santainya. Membuat jan
“Luna, boleh Ibu masuk?” tanya Diana setelah mengetuk pintu kamar Luna. Tak menunggu lama pintu itu terbuka, tampak wajah murung Luna yang langsung membalikkan badan setelah membukakan pintu untuk ibunya. Diana masuk ke dalam kemudian menutup pintu kamar dan duduk di tepi ranjang. Menatap Luna yang tengah bersandar di ranjangnya. “Ada apa, Luna? Kenapa tadi kau emosi sekali? Apa kau sedang ada masalah?” Diana dengan lembut bertanya. Luna terdiam. Apa yang harus ia jawab? Tidak mungkin dia berkata yang sebenarnya, kan? Jika dia kesal dan cemburu karena pembahasan pertunangan Reno. “Aku hanya tidak suka jika Ayah dan Ibu memaksa Kak Reno untuk bertunangan dengan wanita yang tidak dia cintai,” jawab Luna sekenanya. Diana tersenyum menatap Luna. “Kau tahu darimana jika Reno tidak mencintai Jessie? Apa dia bercerita padamu begitu?”Luna menganggukkan kepala. “Hum. Bukankah sudah jelas di meja makan tadi, Kak Reno bilang tidak ingin bertunangan dengannya.”“Luna, sebagai orang tua, ka
“Oh, kau baru selesai mandi?” ucap Diana ketika Luna membuka pintu dengan handuk yang masih melilit di tubuhnya.“Ya, ada apa, Bu?” tanya Luna sedikit gugup. Dia bahkan tidak membuka pintu dengan lebar dan hanya menampakkan sebagian tubuhnya. Jantung Luna berdetak lebih kencang. Meski Reno telah bersembunyi di balkon kamarnya, tetap saja dia takut ibunya curiga.“Ponsel Ibu sepertinya tertinggal di kamarmu saat kita berbicara tadi. Ibu ingin mengambilnya,” jawab Diana sambil melangkah masuk hingga dengan berat hati Luna mundur perlahan, membiarkan sang ibu menjelajah kamarnya.Mata Luna melirik ke arah balkon berpintu kaca yang gordennya tidak tertutup rapat. Disanalah Reno bersembunyi. Dalam hati Luna terus berdoa supaya Diana segera menemukan ponsel dan keluar dari kamarnya.Ketika langkah Diana yang tengah menyusuri sekitar ranjang semakin mendekat ke arah balkon, Luna segera bersuara, “Bu! Bagaimana jika aku menelponnya agar lebih cepat ketemu?”Diana berhenti dan menoleh ke arah
“Hei, apa kau baik-baik saja?” bisik Flora. Wanita itu keheranan melihat Luna yang sejak tadi terlihat tidak fokus. Bahkan sampai sekarang dia belum dapat mengartikan gambar yang sedang dilukis oleh Luna. Tidak biasanya dia tak semangat saat kelas melukis.Luna menoleh dengan senyum tipis. Dia ingin bercerita, tapi mungkin nanti saat kelas mereka selesai. Jadi, Luna hanya menggelengkan kepala dan kembali menatap lukisannya di kanvas.Astaga… Luna terkejut ketika menyadari gambar yang ia lukis tidak sesuai dengan tema. Percakapannya dengan Lucas di meja makan terus terngiang-ngiang di kepala. Emosi menguasai hati. Dan pikirannya sangat kacau sekarang.Hal itu diperparah dengan suara seseorang yang tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya. “Apa kau menemui kesulitan, Luna?”Tubuh Luna seketika menegang. ‘Matilah aku!’ ringisnya dalam hati.“Sepertinya tema yang diberikan tidak sulit, tapi lukisanmu tidak hidup sama sekali, tidak sesuai dengan temanya.”Luna menoleh dengan senyuman bodoh,
“Terimakasih banyak sudah mengundangku ke pembukaan galerimu, Brian. Kau benar-benar luar biasa dan banyak sekali ilmu yang aku dapatkan malam ini. Aku tidak tahu bagaimana cara membalas kebaikanmu.”Luna tersenyum tulus pada Brian yang berjalan beriringan di sampingnya. “Mungkin kau bisa mentraktirku makan malam lain waktu?” sahut Brian menyeringai.“Tentu saja,” jawab Luna terkekeh.“Kalau begitu, ayo aku antar pulang. Ini sudah larut. Biar aku mengantarmu, dimana rumahmu?”Mendapat tawaran itu, Luna merasa segan. Dia tidak ingin lebih membebani Brian. Jadi, Luna berniat menolak, dia bisa pulang dengan taksi. Namun, Brian memaksa yang membuat Luna tidak memiliki pilihan lain, hingga 30 menit kemudian, mobil Brian berhenti di depan rumah besar Lucas.“Brian, sekali lagi terimakasih untuk semuanya. Kau bahkan mengantarku pulang. Aku benar-benar senang bisa melihat galerimu. Aku berjanji akan mentraktirmu lain waktu,” ujar Luna sambil melepas sabuk pengamannya.“Santai, Luna. Aku juga
“Ada yang ingin aku sampaikan Bu, Ayah.” Suara Reno memecahkan keheningan di meja makan pagi itu. Membuat Diana, Lucas, dan Luna menoleh ke arahnya. “Luna akan ikut denganku ke Italy sore nanti.”Hati Luna yang kemarin berantakan seketika berbunga mendengar ucapan Reno. Pria itu menepati ucapannya semalam jika dia akan membawa Luna ke Italy. Membuat Luna begitu bahagia, matanya berbinar menatap Reno. “Apa?” Diana terkejut mendengar ucapan Reno. “Kenapa mendadak sekali? Dan kenapa Luna harus ikut?”Lucas menggelengkan kepala. “Jangan bercanda, Reno. Kau kesana bukan untuk liburan, tapi untuk bekerja.” Pria paruh baya itu dengan terus terang menolak.“Bu, Ayah… tolong izinkan aku ikut dengan Kakak ke Italy,” rengek Luna dengan tatapan memohon.“Luna ingin mengunjungi Galeri Uffizi di Firenze, lokasinya tidak jauh dari tempat kami menginap,” sahut Reno. Dia tidak berbohong soal itu. Selain tidak ingin meninggalkan Luna dan pergi berdua dengan Jessie, Reno juga ingin membawa Luna mengunj
“Ahh! Reno…”Desahan bersahut-sahutan bergema di kamar itu, seolah tak pernah puas, Reno terus ‘menghajar’ Luna lagi dan lagi. Tak peduli cakaran atau kuku Luna yang menancap di kulit, pria itu tetap bersemangat mencari kepuasan dan melepas dahaganya. “Kau sangat nikmat, Sayang.” Erangan Reno terdengar setelah dia menumpahkan cairan cintanya dalam tubuh Luna sepenuhnya. Dia terlalu terangsang untuk memikirkan pengaman dan terlalu menikmati untuk mengeluarkan diluar.Reno kembali mendaratkan ciumannya di leher jenjang wanita itu, sementara Luna membiarkan Reno menjelajah dan memberi banyak tanda merah di sana. Namun, tak lama dia merasakan kejantanan Reno kembali mengeras, menekan keras, dan meminta lebih. “Kau…” Luna terengah. Tak menyangka Reno benar-benar memberinya pelajaran. Setelah membuatnya sangat kelelahan, pria itu bahkan masih menginginkannya lagi.“Ada apa, Sayang?” tanya Reno sama terengahnya dengan Luna.“Reno, apa kau belum selesai?” lirih Luna. Sungguh ia sangat kelel
Luna terus duduk di tepi sungai hingga menjelang sore. Beberapa hal yang terjadi antara ia dan Reno terus mengusiknya. Sesekali Luna memainkan cincin berlian di jari manis. Luna merasa cincin mahal itu semakin tak pantas dia miliki. Ia telah mengkhianati Brian sedemikian buruk. Sungguh pria itu tidak pantas menerima perlakuan seburuk ini darinya. Brian pantas mendapatkan wanita yang terbaik, dan itu bukan dia. Luna menarik napas panjang. ‘Tuhan, aku tidak ingin menyakiti hatinya lebih dalam lagi …’Dalam hati Luna berjanji pada dirinya sendiri, jika dia berhasil selamat dari hutan ini, ia akan bicara dengan Brian dan menyelesaikan hubungan mereka secara baik-baik. Luna tidak mau terus berpura-pura dan membohongi perasaannya. Seberapapun dia memaksa untuk mencintai Brian, nyatanya dia tidak pantas bersanding dengan pria itu. Dia akan jujur dan melepas Brian untuk menemukan wanita yang lebih baik darinya. Tiba-tiba Luna merasa seseorang duduk di sampingnya. Dan tanpa melihat, tentu
Luna masih terengah dengan rasa panas di sekujur tubuhnya. Pertanyaan Reno sejujurnya sangat mudah untuk ia jawab, tapi mengapa lidahnya terasa sangat kelu sekarang. Akhirnya tanpa memberi jawaban, Luna mendekatkan wajahnya ke wajah Reno untuk berciuman kembali karena itulah yang saat ini benar-benar ia inginkan. Luna melingkarkan lengannya di leher Reno dan hanya mengangguk saat Reno kembali menatapnya untuk menuntut jawaban. Bibir Reno melengkung ke atas setelah mendapat persetujuan dari Luna. Lalu dengan perlahan dia melepas seluruh benang yang melekat di tubuh Luna, hingga kini wanita itu telanjang di bawah kungkungannya. “Aku sangat merindukan ini.” Tatapan memuja Reno padanya membuat gairah Luna semakin meningkat. Dia juga ingin melihat tubuh telanjang Reno, jadi Luna segera bergerak menarik dua tepi kaos lengan pendek Reno ke atas kepala, setelah itu ia menghela napas dalam-dalam saat Reno melepas celananya juga, hingga akhirnya Luna bisa mengagumi tubuh atletis Reno seutu
“Reno, tolong ada ular. Aku takut!” Mendengar jeritan Luna, Reno tidak berpikir dua kali untuk mendekat. Tak peduli wanita itu hanya mengenakan tanktop dan celana dalam. Keselamatan Luna nomor satu untuknya. “Dimana ularnya, Luna?!” Luna dengan mata terpejam ketakutan, menunjuk ke arah sesuatu yang mengambang di atas air. Reno melihat ke arah yang sama dan keningnya mengernyit. Dengan perlahan ia masuk ke dalam air lalu mendekat untuk memastikannya. Dan seutas senyum terbit di bibir kala ia sadar bahwa sesuatu yang mengambang di atas air itu hanyalah seutas tali. Reno mengambil tali panjang berwarna hitam kemudian membuangnya ke pinggir dan mendekat ke arah Luna. “Luna, tidak apa-apa, buka matamu.” Luna membuka mata perlahan. Tubuhnya gemetar, bahkan matanya berkaca-kaca karena saking takutnya. “Tidak apa-apa. Itu bukan ular hanya seutas tali. Tidak ada yang berbahaya. Kau aman,” ucap Reno dengan lembut, berusaha menenangkan. “Aku takut, Reno. Itu seperti ular sun
Luna hampir frustasi karena tak kunjung melihat Reno, dia ingin menyusuri hutan untuk menemukan Reno, tapi ia takut kemungkinan dia pun akan ikut menghilang karena tersesat di hutan. Luna benar-benar tidak ingin hal buruk terjadi pada Reno karena ia yakin tanpa Reno, dia tidak akan bisa bertahan di sana sendirian. Namun, jantung Luna yang sejak tadi berdegup kencang itu seketika berhenti berdetak saat ia mendengar langkah kaki di belakang. Luna dengan cepat berbalik dan detik itu dia langsung berhadapan dengan Reno. Tangisan Luna pecah saat itu juga bersamaan dengan perasaannya yang begitu lega melihat Reno kembali dalam keadaan hidup. “Hei, kenapa kau menangis? Apa kau mencariku?” Reno terkejut saat melihat Luna menangis histeris dan lebih terkejut lagi ketika dalam hitungan detik Luna memeluk tubuhnya dengan sangat erat. “Kau benar-benar gila, Reno! Kau membuatku ketakutan setengah mati!” Kening Reno mengernyit. “Ketakutan karena apa?” Dia juga memeluk Luna, berusaha memenangk
Hari telah beranjak malam. Beruntung dingin yang kian menusuk kulit sedikit terhalau dengan hangatnya api. Reno menatap pancaran wajah cantik Luna yang diterangi api unggun di hadapannya. “Maaf, aku janji besok akan mendapatkan ikan lebih banyak untuk kita makan,” ujar Reno, sedikit merasa bersalah karena Luna terlihat sangat lapar dan dia hanya bisa menangkap satu ekor ikan untuk mereka makan berdua. “Tidak apa, tubuhmu masih lemas. Setidaknya perut kita tidak kosong lagi.” Luna mengangguk, lalu dia menguap. “Sepertinya kita harus tidur karena aku merasa lelah dan seluruh tubuhku benar-benar sakit.”“Ya, aku juga merasakannya … kita memang perlu tidur. Aku sudah menyiapkan beberapa lembar daun besar di atas rumput. Tidak empuk, tapi semoga saja kita bisa tidur,” ujar Reno. Reno kemudian berbaring lebih dulu di atas rerumputan yang telah ia lapis daun pisang yang ditumpuk menjadi lebih lebar dan tebal.Kemudian dia mengambil
“Sshhttt … aw …”Luna tidak berhenti meringis sejak tadi. Akibat gengsinya yang terlalu tinggi dan tak mau menerima uluran tangan Reno, kaki Luna tidak sengaja terkilir saat berjalan. Jalan hutan yang curam membuat langkahnya tidak seimbang dan akhirnya kaki sebelah kiri Luna yang menjadi korbannya. “Apa kau bisa berdiri?” tanya Reno dengan khawatir. “Kakiku sakit sekali.” Luna mengeluh kesakitan dan Reno tak punya pilihan selain menggendong tubuh Luna. “Ayo, naik ke punggungku,” ucap Reno sambil berjongkok memunggungi Luna. “T-tapi lenganmu?”Reno menghela napas kasar. “Cepatlah naik, lebih baik kita kembali ke mobil sebelum hari mulai gelap.”Tak memiliki pilihan lain membuat Luna menerima tawaran Reno dan kini ia berada di atas punggung pria itu. “Kenapa kita kembali?” tanya Luna ketika Reno berbalik arah. Tidak menuju ujung tebing lagi. “Kita tidak bisa memanjat tebing dalam keadaan seperti ini, Luna. Kakimu terkilir, dan kondisiku juga tidak sefit itu untuk memanjat tebing
Tidak ada yang tahu kapan datangnya musibah. Begitu pun dengan kecelakaan yang baru mereka lewati berdua. Reno terus berusaha menguatkan diri. Dia tidak boleh terlihat lemah di depan Luna, atau wanita itu akan jauh lebih lemah darinya dan tidak punya tempat bersandar. Namun, gerakan cepat saat Luna mencabut pecahan kaca di pipinya membuat Reno seketika mengerang kesakitan. “ARGHHH …” Erangan Reno membuat Luna refleks mendekatkan wajah dan meniup pipi Reno yang terluka. Dan detik itu juga erangan Reno berhenti. Wajah yang hanya berjarak beberapa centi dan tiupan hangat Luna di pipinya membuat Reno seketika terdiam. Beberapa detik mata mereka bertatapan. Sama-sama merasakan getaran lain di hati. Getaran yang dulu selalu mereka ciptakan dalam momen-momen indah yang mereka lalui berdua. “M-maafkan aku, Reno.” Luna memutus tatapan mereka dan menjauhkan wajahnya. Lalu kembali mengeluarkan beberapa pecahan kaca kecil yang dia temukan di sekitar pipi bagian kanan Reno.“Emm … sekarang ak
Reno membuka mata saat merasakan sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya. Sejenak ia tak tahu apa yang terjadi padanya hingga ia merasakan sesak di dada dan terbatuk dengan keras. Dia meringis ketika kepalanya terasa sangat sakit. Reno menatap kesekililing dan saat dia melihat keadaan mobil, ingatannya kembali dengan jelas. Dia mengalami kecelakaan. Matanya sontak tertuju pada Luna yang duduk di sebelahnya dengan mata tertutup. “Astaga ... L-luna …”Untuk sesaat Reno dipenuhi rasa takut. Takut pada kemungkinan Luna sudah tidak bernyawa di sebelahnya. “Sssttt … shit! Sakit sekali!” Reno kembali meringis saat ia berusaha bergerak mendekati Luna. Dia perlu memeriksa keadaan Luna dan memastikan wanita itu baik-baik saja. Reno membuka sabuk pengamannya, lalu mencondongkan tubuh ke arah Luna yang wajahnya memiliki banyak memar dan ada beberapa goresan di wajah cantiknya. “Luna …” Reno memanggil dengan lembut, namun tidak adanya respon dari Luna membuat Reno ketakutan. Akhirnya deng
Luna tak kuasa menahan emosi saat Reno memberinya dua pilihan. Untuk pergi dan meninggalkan Louis di Villa atau tidak pergi ke mana-mana. Luna rasa Reno semakin besar kepala setelah dia berikan kesempatan yang sama untuk membesarkan Louis. “Kau gila?! Tidak, Louis ikut denganku!” sentak Luna yang membuat semua orang terkejut karena masih ada Louis di tengah-tengah mereka. “Luna, kurasa Reno ada benarnya. Kau akan menyelesaikan banyak masalah di sana, bukankah kau akan lebih fokus jika Louis di sini? Kasihan Louis, dia masih ingin bermain bersama Briel di sini. Aku berjanji akan menjaganya dengan baik. Aku akan memberimu kabar setiap dua jam sekali jika kau mau,” ujar Lucas dengan hati-hati. Reno mengangguk mengiyakan ucapan sang ayah. Dan itu semakin membuat Luna kesal. Dia tidak pernah berpisah dengan Louis selama berhari-hari, dan Luna yakin jika dia meninggalkan Louis di sini, dia tidak akan tenang di LA dan akan terus mengkhawatirkan Louis sepanjang waktu. Selain itu, dia