“Kenapa adikmu tidak ikut makan malam dengan kita?” tanya Jessie. “Dia kelelahan,” jawab Reno dengan singkat.Jessie menaikkan sebelah alisnya. Kelelahan? Apa yang membuat Luna sebegitu lelahnya? Mereka tiba saat hari masih pagi, banyak waktu beristirahat sebelum makan malam, tapi wanita itu kelelahan? Sebenarnya Jessie tak peduli Luna kelelahan atau pingsan sekalipun, dia hanya berbasa-basi menanyakan calon adik iparnya itu agar terlihat baik di depan Reno dan di dalam hati dia senang memiliki waktu berdua dengan Reno setelah meeting mereka selesai, tapi entah kenapa setelah melihat tanda merah di leher Reno tadi ia jadi sedikit overthinking. Reno memang telah memakai turtle neck di balik jasnya untuk menutupi tanda merah itu, tapi Jessie telah melihat sebelumnya dan menutupi tanda itu semakin membuatnya curiga. “Oh, sayang sekali. Padahal aku berharap bisa bicara banyak dengannya. Besok kita agak sibuk.”Reno tidak memperdulikan ucapan Jessie, pria itu tengah melihat daftar menu
Luna memutus panggilan teleponnya setelah mendengar suara menjijikan itu. Dia mendengar percakapan di ujung telepon dan sangat sulit untuknya tidak salah paham dengan apa yang ia dengar, meski logikanya tidak mempercayai Reno melakukan hal itu dengan Jessie. Reno tidak mungkin mengkhianatinya, tapi kenapa suara mereka seperti itu? Apa yang mereka lakukan berdua? “Tidak mungkin… Reno hanya mencintaiku,” gumam Luna menggelengkan kepala, berusaha mengenyahkan semua pikiran buruk yang tengah mendera di kepalanya. “Aku akan menunggu, Reno. Dia tidak mungkin melakukan itu. Dia pasti datang padaku, dia sudah janji….”Malam itu Luna menunggu… dia terus menatap ke arah pintu dan ponselnya menanti kedatangan Reno atau sekedar pesan untuk mengabarinya. Wanita itu bahkan tak bisa memejamkan mata atau beristirahat dengan tenang.Matanya kembali menatap ponsel, jam di ponselnya sudah menunjukkan pukul tiga dini hari dan Reno sama sekali tidak datang atau memberinya kabar. Mata Luna berkaca-kaca,
“Sayang…”Reno merasa hatinya sangat terpukul saat melihat Luna menangis. Dia tak menyangka jika telah begitu menyakiti hati kekasihnya. Dia segera merengkuh pinggang dan mengecup kening Luna. “Astaga… maafkan aku.” Tangannya mengusap pipi Luna, menghapus air mata di sana. “Maafkan aku telah membuatmu menangis. Aku salah karena tidak mengabarimu dan membiarkanmu salah paham padaku.”“Ya, dan kau sangat brengsek! Kau datang ke kamarku, tapi yang kau lakukan adalah memeriksa ponselku dan marah-marah padaku. Aku saja tidak pernah memeriksa ponselmu!” lirih Luna masih terisak. “Ah, kau mau memeriksa ponselku? Periksa saja.” Reno menyodorkan ponselnya pada Luna. “Aku memang selalu menerima pesan dari Jessie. Tapi, tidak ada satupun yang kubalas. Satu-satunya pesan yang aku balas hanya dari Sera, sekretarisku, itupun soal pekerjaan. Bukalah.” Tantang Reno yang sedikit tak menerima jika Luna mempermasalahkan pemeriksaan ponselnya. Bagi Reno sebagai pasangan seharusnya tidak saling menutupi
Setelah menempuh 15 menit perjalanan, mobil yang membawa Luna berhenti di depan pintu masuk sebuah restoran ternama di Firenze. “Ayo Nona Luna, silahkan turun,” ucap pria asing itu setelah membukakan pintu mobil untuk Luna. “Mari saya antar ke dalam, Nona.”“Terima kasih.” Luna terpaku melihat ornamen restoran berbintang 5 itu. Suasana klasik dan romantis sangat kental dengan lampu kristal yang memukau dan rangkaian bunga cantik yang ditata apik. Tirai tinggi menghiasi dengan nuansa ungu muda, kontras dengan dinding, susunan meja, dan tempat duduk yang semuanya berwarna krem elegan. Luna mengikuti pria itu dan tersenyum saat melihat beberapa pasang muda mudi yang juga sedang menikmati makan malam romantis mereka. Dia terus melangkahkan kaki hingga pria asing itu membawanya lebih masuk ke dalam, suasana disana ternyata lebih intimate dan jauh lebih romantis. “Terima kasih sudah mengantarnya dengan selamat. Ini tip untukmu.”Luna terperanjat ketika dia mengenal suara itu. Dia terpa
Langit mulai gelap ketika mereka sampai di bandara. Pekerjaan dan liburan singkat di Italy telah usai, Luna akan kembali ke rutinitasnya sebagai mahasiswi dan Reno akan kembali disibukkan dengan pekerjaan di kantor. Sejujurnya Luna masih sangat mengantuk dan lelah setelah makan malam romantis yang berujung malam panas yang panjang di kamar hotelnya. Dan pagi harinya mereka sudah harus kembali. “Aku ingin ke toilet sebentar,” ucap Luna tiba-tiba saat mereka tengah berjalan menuju pintu keluar. “Aku juga! Aku ikut denganmu.” Jessie menyahut yang membuat Luna menoleh. Mereka menatap Reno yang tengah memainkan ponselnya untuk menghubungi supir yang menjemput mereka.“Baiklah, jangan lama-lama,” jawab Reno.Luna lebih dulu berjalan ke arah toilet dan memasuki salah satu bilik. Setelahnya Luna keluar dan berjalan menuju wastafel untuk mencuci tangan. Sementara Jessie yang berada di sampingnya menyeringai menatap Luna dari cermin wastafel.“Luna, apa kau punya kekasih?” Luna tertegun mend
Tidak seperti makan malam biasanya, Luna harus menahan diri saat Diana menarik untuk duduk disampingnya, karena tempat duduk yang berada di samping Reno dan biasa Luna tempati akan diduduki oleh Jessie. Luna menghela napas. Sepertinya malam ini dia harus banyak makan hati.“Ayo makan kalian semua! Setelah itu pergilah istirahat. Aku yakin perjalanan panjang membuat kalian lelah,” ucap Diana. Sementara Lucas menatap Luna dengan heran. “Luna, kenapa kau terus memakai hoodie? Buka saja, kita mau makan. Apa kau tidak panas?” Pertanyaan Lucas membuat semua mata mengarah pada Luna. Merasa menjadi pusat perhatian, Luna berdehem, lalu mempererat hoodie dengan memeluk dirinya sendiri. “Tubuhku terasa dingin, Ayah.”“Apa kau sakit, sweety?” tanya Diana terdengar khawatir.“Hm… sepertinya aku sedikit flu, Bu” jawab Luna dengan nada lemah. Berusaha agar terlihat meyakinkan.Diana dengan sigap meletakkan tangannya di dahi Luna. “Kau tidak demam, apa kepalamu pusing?”Luna menganggukkan kepala.
Suara Jessie membuat Reno melepas pelukannya di tubuh Luna dan berbalik. Jessie muncul bertepatan dengan mereka yang telah selesai berciuman.“Ada apa, Jess?” tanya Reno dengan wajah yang datar. Jessie menatap Luna yang berdiri beberapa jarak dari Reno, wanita itu tampak tidak memperdulikan kehadirannya dan sibuk mencuci tangan, padahal dia sudah mencuci tangan sebelum Jessie dan Reno datang. Dia hanya malas bertatapan dengan Jessie. “Aku mencarimu di kamar dan ruang kerja, ternyata kau di sini.” Jessie berjalan mendekati Reno. “Kenapa kau mencariku? Mata Jessie lagi-lagi melirik ke arah Luna, sebelum menjawab pertanyaan Reno. “Tanganku terluka, aku ingin bertanya apa kau tahu dimana letak kotak P3K?”Reno menatap tangan Jessie yang memang mengeluarkan darah. “Ada apa dengan tanganmu?”“Tidak sengaja terluka… ceroboh.” Jessie terkekeh kecil. “Jadi, apa kau tahu? Semua sudah tidur, beruntung kau masih bangun.” Lalu melirik Luna yang kini berbalik hendak pergi dari sana. “Dan… terny
Luna terkejut ketika Diana masuk ke kamarnya dan mengatakan jika Brian telah datang menjemputnya. Ini bahkan baru jam enam sore, kenapa pria itu bersemangat sekali?“Kenapa kau tidak bilang pada Ibu jika sedang dekat dengan seseorang?” goda Diana tersenyum senang. “Cepatlah, dia menunggu di bawah. Sedang bicara dengan Ayahmu.”Sebelum Luna sempat menjawab godaan Diana dan menjelaskan semuanya, ibunya itu sudah turun ke lantai bawah, membuat Luna berdecak kesal, pasti sekarang orang tuanya sudah berpikir yang macam-macam dan dia tak suka dengan pemikiran itu.Setelah bersiap, Luna turun ke lantai bawah dan mendapati Brian tengah duduk bercengkrama dengan orang tuanya. Mereka terlihat akrab dan sangat menerima kehadiran Brian.“Oh, itu dia. Putriku sudah cantik!” seru Lucas yang membuat semua mata menoleh pada Luna.Ketika Luna mendekat, Brian berdiri, menatap penuh kekaguman, kemudian menunduk hormat pada Lucas dan Diana. “Paman dan Tante, sekali lagi terima kasih telah memberi izin. K
Luna terus duduk di tepi sungai hingga menjelang sore. Beberapa hal yang terjadi antara ia dan Reno terus mengusiknya. Sesekali Luna memainkan cincin berlian di jari manis. Luna merasa cincin mahal itu semakin tak pantas dia miliki. Ia telah mengkhianati Brian sedemikian buruk. Sungguh pria itu tidak pantas menerima perlakuan seburuk ini darinya. Brian pantas mendapatkan wanita yang terbaik, dan itu bukan dia. Luna menarik napas panjang. ‘Tuhan, aku tidak ingin menyakiti hatinya lebih dalam lagi …’Dalam hati Luna berjanji pada dirinya sendiri, jika dia berhasil selamat dari hutan ini, ia akan bicara dengan Brian dan menyelesaikan hubungan mereka secara baik-baik. Luna tidak mau terus berpura-pura dan membohongi perasaannya. Seberapapun dia memaksa untuk mencintai Brian, nyatanya dia tidak pantas bersanding dengan pria itu. Dia akan jujur dan melepas Brian untuk menemukan wanita yang lebih baik darinya. Tiba-tiba Luna merasa seseorang duduk di sampingnya. Dan tanpa melihat, tentu
Luna masih terengah dengan rasa panas di sekujur tubuhnya. Pertanyaan Reno sejujurnya sangat mudah untuk ia jawab, tapi mengapa lidahnya terasa sangat kelu sekarang. Akhirnya tanpa memberi jawaban, Luna mendekatkan wajahnya ke wajah Reno untuk berciuman kembali karena itulah yang saat ini benar-benar ia inginkan. Luna melingkarkan lengannya di leher Reno dan hanya mengangguk saat Reno kembali menatapnya untuk menuntut jawaban. Bibir Reno melengkung ke atas setelah mendapat persetujuan dari Luna. Lalu dengan perlahan dia melepas seluruh benang yang melekat di tubuh Luna, hingga kini wanita itu telanjang di bawah kungkungannya. “Aku sangat merindukan ini.” Tatapan memuja Reno padanya membuat gairah Luna semakin meningkat. Dia juga ingin melihat tubuh telanjang Reno, jadi Luna segera bergerak menarik dua tepi kaos lengan pendek Reno ke atas kepala, setelah itu ia menghela napas dalam-dalam saat Reno melepas celananya juga, hingga akhirnya Luna bisa mengagumi tubuh atletis Reno seutu
“Reno, tolong ada ular. Aku takut!” Mendengar jeritan Luna, Reno tidak berpikir dua kali untuk mendekat. Tak peduli wanita itu hanya mengenakan tanktop dan celana dalam. Keselamatan Luna nomor satu untuknya. “Dimana ularnya, Luna?!” Luna dengan mata terpejam ketakutan, menunjuk ke arah sesuatu yang mengambang di atas air. Reno melihat ke arah yang sama dan keningnya mengernyit. Dengan perlahan ia masuk ke dalam air lalu mendekat untuk memastikannya. Dan seutas senyum terbit di bibir kala ia sadar bahwa sesuatu yang mengambang di atas air itu hanyalah seutas tali. Reno mengambil tali panjang berwarna hitam kemudian membuangnya ke pinggir dan mendekat ke arah Luna. “Luna, tidak apa-apa, buka matamu.” Luna membuka mata perlahan. Tubuhnya gemetar, bahkan matanya berkaca-kaca karena saking takutnya. “Tidak apa-apa. Itu bukan ular hanya seutas tali. Tidak ada yang berbahaya. Kau aman,” ucap Reno dengan lembut, berusaha menenangkan. “Aku takut, Reno. Itu seperti ular sun
Luna hampir frustasi karena tak kunjung melihat Reno, dia ingin menyusuri hutan untuk menemukan Reno, tapi ia takut kemungkinan dia pun akan ikut menghilang karena tersesat di hutan. Luna benar-benar tidak ingin hal buruk terjadi pada Reno karena ia yakin tanpa Reno, dia tidak akan bisa bertahan di sana sendirian. Namun, jantung Luna yang sejak tadi berdegup kencang itu seketika berhenti berdetak saat ia mendengar langkah kaki di belakang. Luna dengan cepat berbalik dan detik itu dia langsung berhadapan dengan Reno. Tangisan Luna pecah saat itu juga bersamaan dengan perasaannya yang begitu lega melihat Reno kembali dalam keadaan hidup. “Hei, kenapa kau menangis? Apa kau mencariku?” Reno terkejut saat melihat Luna menangis histeris dan lebih terkejut lagi ketika dalam hitungan detik Luna memeluk tubuhnya dengan sangat erat. “Kau benar-benar gila, Reno! Kau membuatku ketakutan setengah mati!” Kening Reno mengernyit. “Ketakutan karena apa?” Dia juga memeluk Luna, berusaha memenangk
Hari telah beranjak malam. Beruntung dingin yang kian menusuk kulit sedikit terhalau dengan hangatnya api. Reno menatap pancaran wajah cantik Luna yang diterangi api unggun di hadapannya. “Maaf, aku janji besok akan mendapatkan ikan lebih banyak untuk kita makan,” ujar Reno, sedikit merasa bersalah karena Luna terlihat sangat lapar dan dia hanya bisa menangkap satu ekor ikan untuk mereka makan berdua. “Tidak apa, tubuhmu masih lemas. Setidaknya perut kita tidak kosong lagi.” Luna mengangguk, lalu dia menguap. “Sepertinya kita harus tidur karena aku merasa lelah dan seluruh tubuhku benar-benar sakit.”“Ya, aku juga merasakannya … kita memang perlu tidur. Aku sudah menyiapkan beberapa lembar daun besar di atas rumput. Tidak empuk, tapi semoga saja kita bisa tidur,” ujar Reno. Reno kemudian berbaring lebih dulu di atas rerumputan yang telah ia lapis daun pisang yang ditumpuk menjadi lebih lebar dan tebal.Kemudian dia mengambil
“Sshhttt … aw …”Luna tidak berhenti meringis sejak tadi. Akibat gengsinya yang terlalu tinggi dan tak mau menerima uluran tangan Reno, kaki Luna tidak sengaja terkilir saat berjalan. Jalan hutan yang curam membuat langkahnya tidak seimbang dan akhirnya kaki sebelah kiri Luna yang menjadi korbannya. “Apa kau bisa berdiri?” tanya Reno dengan khawatir. “Kakiku sakit sekali.” Luna mengeluh kesakitan dan Reno tak punya pilihan selain menggendong tubuh Luna. “Ayo, naik ke punggungku,” ucap Reno sambil berjongkok memunggungi Luna. “T-tapi lenganmu?”Reno menghela napas kasar. “Cepatlah naik, lebih baik kita kembali ke mobil sebelum hari mulai gelap.”Tak memiliki pilihan lain membuat Luna menerima tawaran Reno dan kini ia berada di atas punggung pria itu. “Kenapa kita kembali?” tanya Luna ketika Reno berbalik arah. Tidak menuju ujung tebing lagi. “Kita tidak bisa memanjat tebing dalam keadaan seperti ini, Luna. Kakimu terkilir, dan kondisiku juga tidak sefit itu untuk memanjat tebing
Tidak ada yang tahu kapan datangnya musibah. Begitu pun dengan kecelakaan yang baru mereka lewati berdua. Reno terus berusaha menguatkan diri. Dia tidak boleh terlihat lemah di depan Luna, atau wanita itu akan jauh lebih lemah darinya dan tidak punya tempat bersandar. Namun, gerakan cepat saat Luna mencabut pecahan kaca di pipinya membuat Reno seketika mengerang kesakitan. “ARGHHH …” Erangan Reno membuat Luna refleks mendekatkan wajah dan meniup pipi Reno yang terluka. Dan detik itu juga erangan Reno berhenti. Wajah yang hanya berjarak beberapa centi dan tiupan hangat Luna di pipinya membuat Reno seketika terdiam. Beberapa detik mata mereka bertatapan. Sama-sama merasakan getaran lain di hati. Getaran yang dulu selalu mereka ciptakan dalam momen-momen indah yang mereka lalui berdua. “M-maafkan aku, Reno.” Luna memutus tatapan mereka dan menjauhkan wajahnya. Lalu kembali mengeluarkan beberapa pecahan kaca kecil yang dia temukan di sekitar pipi bagian kanan Reno.“Emm … sekarang ak
Reno membuka mata saat merasakan sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya. Sejenak ia tak tahu apa yang terjadi padanya hingga ia merasakan sesak di dada dan terbatuk dengan keras. Dia meringis ketika kepalanya terasa sangat sakit. Reno menatap kesekililing dan saat dia melihat keadaan mobil, ingatannya kembali dengan jelas. Dia mengalami kecelakaan. Matanya sontak tertuju pada Luna yang duduk di sebelahnya dengan mata tertutup. “Astaga ... L-luna …”Untuk sesaat Reno dipenuhi rasa takut. Takut pada kemungkinan Luna sudah tidak bernyawa di sebelahnya. “Sssttt … shit! Sakit sekali!” Reno kembali meringis saat ia berusaha bergerak mendekati Luna. Dia perlu memeriksa keadaan Luna dan memastikan wanita itu baik-baik saja. Reno membuka sabuk pengamannya, lalu mencondongkan tubuh ke arah Luna yang wajahnya memiliki banyak memar dan ada beberapa goresan di wajah cantiknya. “Luna …” Reno memanggil dengan lembut, namun tidak adanya respon dari Luna membuat Reno ketakutan. Akhirnya deng
Luna tak kuasa menahan emosi saat Reno memberinya dua pilihan. Untuk pergi dan meninggalkan Louis di Villa atau tidak pergi ke mana-mana. Luna rasa Reno semakin besar kepala setelah dia berikan kesempatan yang sama untuk membesarkan Louis. “Kau gila?! Tidak, Louis ikut denganku!” sentak Luna yang membuat semua orang terkejut karena masih ada Louis di tengah-tengah mereka. “Luna, kurasa Reno ada benarnya. Kau akan menyelesaikan banyak masalah di sana, bukankah kau akan lebih fokus jika Louis di sini? Kasihan Louis, dia masih ingin bermain bersama Briel di sini. Aku berjanji akan menjaganya dengan baik. Aku akan memberimu kabar setiap dua jam sekali jika kau mau,” ujar Lucas dengan hati-hati. Reno mengangguk mengiyakan ucapan sang ayah. Dan itu semakin membuat Luna kesal. Dia tidak pernah berpisah dengan Louis selama berhari-hari, dan Luna yakin jika dia meninggalkan Louis di sini, dia tidak akan tenang di LA dan akan terus mengkhawatirkan Louis sepanjang waktu. Selain itu, dia