“Sayang…”Reno merasa hatinya sangat terpukul saat melihat Luna menangis. Dia tak menyangka jika telah begitu menyakiti hati kekasihnya. Dia segera merengkuh pinggang dan mengecup kening Luna. “Astaga… maafkan aku.” Tangannya mengusap pipi Luna, menghapus air mata di sana. “Maafkan aku telah membuatmu menangis. Aku salah karena tidak mengabarimu dan membiarkanmu salah paham padaku.”“Ya, dan kau sangat brengsek! Kau datang ke kamarku, tapi yang kau lakukan adalah memeriksa ponselku dan marah-marah padaku. Aku saja tidak pernah memeriksa ponselmu!” lirih Luna masih terisak. “Ah, kau mau memeriksa ponselku? Periksa saja.” Reno menyodorkan ponselnya pada Luna. “Aku memang selalu menerima pesan dari Jessie. Tapi, tidak ada satupun yang kubalas. Satu-satunya pesan yang aku balas hanya dari Sera, sekretarisku, itupun soal pekerjaan. Bukalah.” Tantang Reno yang sedikit tak menerima jika Luna mempermasalahkan pemeriksaan ponselnya. Bagi Reno sebagai pasangan seharusnya tidak saling menutupi
Setelah menempuh 15 menit perjalanan, mobil yang membawa Luna berhenti di depan pintu masuk sebuah restoran ternama di Firenze. “Ayo Nona Luna, silahkan turun,” ucap pria asing itu setelah membukakan pintu mobil untuk Luna. “Mari saya antar ke dalam, Nona.”“Terima kasih.” Luna terpaku melihat ornamen restoran berbintang 5 itu. Suasana klasik dan romantis sangat kental dengan lampu kristal yang memukau dan rangkaian bunga cantik yang ditata apik. Tirai tinggi menghiasi dengan nuansa ungu muda, kontras dengan dinding, susunan meja, dan tempat duduk yang semuanya berwarna krem elegan. Luna mengikuti pria itu dan tersenyum saat melihat beberapa pasang muda mudi yang juga sedang menikmati makan malam romantis mereka. Dia terus melangkahkan kaki hingga pria asing itu membawanya lebih masuk ke dalam, suasana disana ternyata lebih intimate dan jauh lebih romantis. “Terima kasih sudah mengantarnya dengan selamat. Ini tip untukmu.”Luna terperanjat ketika dia mengenal suara itu. Dia terpa
Langit mulai gelap ketika mereka sampai di bandara. Pekerjaan dan liburan singkat di Italy telah usai, Luna akan kembali ke rutinitasnya sebagai mahasiswi dan Reno akan kembali disibukkan dengan pekerjaan di kantor. Sejujurnya Luna masih sangat mengantuk dan lelah setelah makan malam romantis yang berujung malam panas yang panjang di kamar hotelnya. Dan pagi harinya mereka sudah harus kembali. “Aku ingin ke toilet sebentar,” ucap Luna tiba-tiba saat mereka tengah berjalan menuju pintu keluar. “Aku juga! Aku ikut denganmu.” Jessie menyahut yang membuat Luna menoleh. Mereka menatap Reno yang tengah memainkan ponselnya untuk menghubungi supir yang menjemput mereka.“Baiklah, jangan lama-lama,” jawab Reno.Luna lebih dulu berjalan ke arah toilet dan memasuki salah satu bilik. Setelahnya Luna keluar dan berjalan menuju wastafel untuk mencuci tangan. Sementara Jessie yang berada di sampingnya menyeringai menatap Luna dari cermin wastafel.“Luna, apa kau punya kekasih?” Luna tertegun mend
Tidak seperti makan malam biasanya, Luna harus menahan diri saat Diana menarik untuk duduk disampingnya, karena tempat duduk yang berada di samping Reno dan biasa Luna tempati akan diduduki oleh Jessie. Luna menghela napas. Sepertinya malam ini dia harus banyak makan hati.“Ayo makan kalian semua! Setelah itu pergilah istirahat. Aku yakin perjalanan panjang membuat kalian lelah,” ucap Diana. Sementara Lucas menatap Luna dengan heran. “Luna, kenapa kau terus memakai hoodie? Buka saja, kita mau makan. Apa kau tidak panas?” Pertanyaan Lucas membuat semua mata mengarah pada Luna. Merasa menjadi pusat perhatian, Luna berdehem, lalu mempererat hoodie dengan memeluk dirinya sendiri. “Tubuhku terasa dingin, Ayah.”“Apa kau sakit, sweety?” tanya Diana terdengar khawatir.“Hm… sepertinya aku sedikit flu, Bu” jawab Luna dengan nada lemah. Berusaha agar terlihat meyakinkan.Diana dengan sigap meletakkan tangannya di dahi Luna. “Kau tidak demam, apa kepalamu pusing?”Luna menganggukkan kepala.
Suara Jessie membuat Reno melepas pelukannya di tubuh Luna dan berbalik. Jessie muncul bertepatan dengan mereka yang telah selesai berciuman.“Ada apa, Jess?” tanya Reno dengan wajah yang datar. Jessie menatap Luna yang berdiri beberapa jarak dari Reno, wanita itu tampak tidak memperdulikan kehadirannya dan sibuk mencuci tangan, padahal dia sudah mencuci tangan sebelum Jessie dan Reno datang. Dia hanya malas bertatapan dengan Jessie. “Aku mencarimu di kamar dan ruang kerja, ternyata kau di sini.” Jessie berjalan mendekati Reno. “Kenapa kau mencariku? Mata Jessie lagi-lagi melirik ke arah Luna, sebelum menjawab pertanyaan Reno. “Tanganku terluka, aku ingin bertanya apa kau tahu dimana letak kotak P3K?”Reno menatap tangan Jessie yang memang mengeluarkan darah. “Ada apa dengan tanganmu?”“Tidak sengaja terluka… ceroboh.” Jessie terkekeh kecil. “Jadi, apa kau tahu? Semua sudah tidur, beruntung kau masih bangun.” Lalu melirik Luna yang kini berbalik hendak pergi dari sana. “Dan… terny
Luna terkejut ketika Diana masuk ke kamarnya dan mengatakan jika Brian telah datang menjemputnya. Ini bahkan baru jam enam sore, kenapa pria itu bersemangat sekali?“Kenapa kau tidak bilang pada Ibu jika sedang dekat dengan seseorang?” goda Diana tersenyum senang. “Cepatlah, dia menunggu di bawah. Sedang bicara dengan Ayahmu.”Sebelum Luna sempat menjawab godaan Diana dan menjelaskan semuanya, ibunya itu sudah turun ke lantai bawah, membuat Luna berdecak kesal, pasti sekarang orang tuanya sudah berpikir yang macam-macam dan dia tak suka dengan pemikiran itu.Setelah bersiap, Luna turun ke lantai bawah dan mendapati Brian tengah duduk bercengkrama dengan orang tuanya. Mereka terlihat akrab dan sangat menerima kehadiran Brian.“Oh, itu dia. Putriku sudah cantik!” seru Lucas yang membuat semua mata menoleh pada Luna.Ketika Luna mendekat, Brian berdiri, menatap penuh kekaguman, kemudian menunduk hormat pada Lucas dan Diana. “Paman dan Tante, sekali lagi terima kasih telah memberi izin. K
Luna segera memasukkan password begitu sampai di depan unit apartemen Reno. Saat pintu terbuka Luna mendapati lantai kotor dengan botol dan minuman beralkohol yang tumpah. Sejauh ini Reno yang Luna kenal sangat jarang minum, bukan berarti pria itu tak menyukainya, hanya saja Reno termasuk orang yang minum disaat-saat tertentu saja.“Reno…” Mata Luna menyusuri apartemen Reno, hingga langkahnya berhenti di depan ruang gym. Suara pukulan bertubi-tubi datang dari sana, membuat Luna menoleh dan mendapati Reno yang tengah memukul samsak tinju dengan sangat menggebu. Tak jauh dari sana juga terdapat satu botol tequila yang airnya telah habis setengah. Apa pria itu sudah gila berolahraga setelah mabuk? Luna menghela napas, jantungnya berdegup kencang seiring kakinya melangkah mendekat. “Reno…” panggil Luna, namun Reno tak menghiraukannya. “Reno, berhenti!” Kali ini Luna berteriak agar Reno mendengar. Tapi, pria itu terus mengabaikan kehadirannya. . Tak punya pilihan, Luna mendekat dan be
Ketika bibir Reno melumat bibirnya, Luna merasa semua beban di hatinya terangkat, semua rasa takut dan gugupnya hilang, yang tersisa hanya keinginan untuk menunjukkan seberapa besar cintanya pada pria itu. Jadi Luna melingkarkan tangannya di leher Reno, menekan tengkuk pria itu untuk memperdalam ciuman mereka.Namun, tiba-tiba Reno melepas ciuman begitu juga tubuhnya. Luna merasa dingin seketika, kehangatannya menghilang.“Apa kau masih marah padaku, Reno?” tanya Luna dan Reno menggelengkan kepalanya. “Kesal karena aku menamparmu? Reno… aku minta maaf, aku tidak bermaksud melakukan itu. Ak-”Reno menggelengkan kepalanya lagi. “Kau tidak perlu minta maaf soal itu. Kau pantas melakukannya. Maaf karena aku sangat kasar padamu tadi. Maaf, aku bodoh karena terbawa emosi, Sayang.”Luna tersenyum tipis. Setidaknya dia tahu amarah Reno telah meredam dan pria itu kembali memanggilnya dengan sebutan sayang. “Jika kau tidak marah padaku, lalu apa tadi?” tanyanya dengan lembut.“Aku cemburu pada