Reno terbangun dengan perasaan bahagia karena saat ia membuka mata, wajah Luna adalah hal pertama yang dia lihat. Wanita itu masih terpejam dalam dekapannya. Tubuh polos keduanya saling memberi kehangatan. Reno mengelus pipi Luna lembut. Namun, wanita itu tak terusik sama sekali, Luna terlalu lelah setelah menghabiskan malam panas bersamanya. Jari Reno berhenti di bibir Luna yang sedikit bengkak karena ulahnya semalam. Entah mengapa gairahnya begitu cepat naik saat bersama Luna. Beruntung hari ini weekend, jadi dia bisa bebas bermalas-malasan memeluk Luna sepanjang hari. “Maafkan aku yang sempat berpikir bodoh untuk melepaskanmu, Sayang. Setelah aku pikir-pikir, aku lebih baik membawamu pergi sejauh mungkin daripada melihatmu bersama pria lain. Aku pasti sudah gila,” gumam Reno. Rasa bersalah menyelimuti jika mengingat sikap kasar dan pikiran bodohnya semalam. Namun, keindahan paginya tiba-tiba terusik karena deringan ponsel. Reno mengambil ponselnya di atas nakas dan melihat sia
Diana terdiam menatap tas ditangannya, kepalanya menggeleng. “Tidak mungkin ini tas Luna, bisa saja milik wanita lain,” gumamnya. Toh tas seperti itu memang banyak dimiliki wanita, tapi yang membuat Diana bertanya-tanya, kenapa ada tas wanita disini? Di ruang gym Reno? Semakin penasaran, Diana pun berpikir untuk membuka tas dan melihat isinya, terlebih tas itu tidak tertutup, jadi dia bisa melihat isinya walau tidak secara pasti. Tangannya bergerak ingin mengambil sesuatu di dalamnya, namun tiba-tiba suara pertikaian Lucas dan Reno menghentikan niatannya. “Kau benar-benar kelewatan, Ayah! Aku tidak akan datang!” Suara tinggi Reno di luar terdengar dan membuat pikiran Diana teralih, dia pun meninggalkan tas itu di atas kursi yang ada di ruang gym, kemudian bergegas menghampiri Reno dan Lucas. “Sampai kapan kau akan terus menghindar, Reno? Ini hanya makan malam keluarga, walau bagaimanapun hubungan kita dan keluarga Jessie harus terus terjalin. Aku tidak mau tahu, jangan membuatku m
Luna baru pulang ke rumah saat hari menjelang sore, dia dan Reno sama-sama tegang dan khawatir, jadi mereka memutuskan untuk menenangkan diri dengan menonton film berdua dan cuddle. Setelah perbincangan serius, mereka sepakat untuk tidak membahas soal hubungan dan hanya menikmati sisa waktu berdua hari ini.“Kau baru pulang, Luna?” Tiba-tiba suara Diana menghentikan langkahnya yang akan menaiki tangga ke lantai dua.“Ya, Bu. Maaf, tadi aku sekalian mengerjakan tugas kelompok di rumah Flora,” jawab Luna yang lagi-lagi berbohong pada ibunya.Diana menatap lekat putrinya. Luna masih mengenakan dress yang sama saat dia pergi bersama Brian semalam, kemudian tatapan Diana jatuh pada tas dan heels yang dikenakan putrinya.
Reno menatap Jessie tak percaya. Jelas Jessie sengaja bertanya begitu untuk menyudutkannya. Dia tidak tahu apa Jessie mulai mencurigai kedekatannya dengan Luna atau hanya tahu jika dia mencintai wanita lain yang entah siapa. Tapi, yang pasti Reno tidak mungkin berkata yang sebenarnya saat ini. Dia tidak mau orang tuanya menaruh curiga sedikitpun padanya dan Luna.“Jess, aku rasa pertanyaanmu berlebihan. Seperti yang kau lihat, aku masih sendiri sampai saat ini.” Kemudian Reno menatap orang tua Jessie dan orang tuanya. “Jika kalian memang ingin aku bertunangan dengan Jessie, biarkan aku mengenalnya dulu. I mean… secara personal. Jangan menyuruh dan memaksaku untuk buru-buru meresmikan hubungan, jujur itu sangat mengganggu,” ujar Reno menggelengkan kepala.“Apanya yang buru-buru, Reno? Kau dan
“Luna, ada apa denganmu?” tanya Diana setelah memastikan Luna meminum air putih yang ia berikan.“Kue coklatnya tidak enak, Bu. Perutku tiba-tiba mual,” jawab Luna yang membuat semua orang menatapnya dengan keheranan. “Tidak enak? Ini kue coklat dari toko langganan kita yang biasa kau makan, Sweety.” Diana mengernyitkan kening, dia pun mencoba menyuap kue itu untuk memastikan. Tapi, rasanya sama, enak dan manis seperti biasanya. “Kuenya enak kok.”“Apa kau sakit, Luna?” Kini Lucas yang bertanya dengan tatapan menyelidik.Sikap Luna membuat semua orang heran. Reno pun terus menatap Luna dengan khawatir, saat ini dia sangat menahan diri untuk tidak bereaksi berlebihan di depan orang tuanya. Luna menggelengkan kepala. “Tidak, aku baik-baik saja, Ayah.” Mendengar jawaban Luna, Lucas tidak mau memperpanjang lagi. “Yasudah, lebih baik kita mulai makan saja. Aku sungguh sangat lapar,” ujar Lucas yang membuat suasana kembali mencair,
Pikiran itu membuat Luna panik sesaat. Dia terus diam dan melihat ibunya yang menatap kesana kemari tanpa henti dan itu benar-benar membuat Luna takut. Dengan gugup akhirnya Luna kembali bertanya, “Bu, sebenarnya ada apa?”“Sepertinya aku sempat melihat Reno masuk ke kamarmu,” jawab Diana yang membuat Luna terkejut. Apakah benar Reno masuk ke kamarnya saat dia tertidur? Astaga, bagaimana jika ibunya curiga terjadi sesuatu diantara mereka?“Mungkin kau salah lihat, Bu. Untuk apa juga Kak Reno masuk ke kamarku, kan?” ucap Luna tertawa canggung.“Entahlah, semua hal bisa saja terjadi tanpa kau sangka-sangka, Luna.” Saat itu juga, tawa Luna lenyap begitu saja. Dia tampak tegang mendengar ucapan ibunya.
“Reno, kau dari mana?” Sebuah suara menghentikan langkah Reno. Pria itu berbalik dan terkejut ketika melihat Diana. Ternyata ibu tirinya itu masih berada di lantai dua.Reno menelan salivanya. Berusaha menetralkan kegugupan yang tiba-tiba melanda. “Dari ruang kerja, Bu. Ada beberapa hal yang harus aku selesaikan, dan sekarang aku mau pulang ke apartemen. Kenapa Ibu belum tidur?”“Begitukah?” Diana mengangkat sebelah alisnya, matanya menatap lekat ke arah Reno. “Ibu belum bisa tidur. Jadi, daripada mengganggu tidur Ayahmu, Ibu membaca buku disini. Ibu kira kau akan menginap.”“Tidak, Bu. Besok aku ada meeting pagi di kantor, lebih baik aku pulang sekarang.”“Baiklah. Kalau begitu hati-hati,” ujar Diana. Reno hanya mengangguk, kemudian berjalan menuruni tangga. Jika Reno merasa sedikit lega karena Diana tidak bertanya lebih atau tampak curiga padanya, hal berbeda justru dirasakan wanita paruh baya it
“Ibu…” Luna segera bersimpuh dan memeluk tubuh Diana. Wanita paruh baya itu semakin terisak saat berada dalam dekapan putrinya. “Ada apa, Bu? Kenapa Ibu menangis?” tanya Luna dengan khawatir. Diana menatap Luna dengan pandangan yang berbeda. Luna tidak tahu apa arti tatapan ibunya, yang dia tahu Diana tampak sangat hancur. Tatapan itu sama seperti tatapan 15 tahun lalu, saat ayah kandungnya pergi meninggalkan mereka untuk selamanya. “Ibu, ada apa denganmu? Dimana Ayah?” Luna kembali bertanya, namun Diana tak kunjung menjawab. Hanya isakan yang terus dia dengar. Luna menatap Flora yang berdiri di sampingnya, seolah meminta bantuan. Sementara Flora hanya menggelengkan kepala, dia pun tidak mengerti apa yang terjadi. Terlebih keadaan rumah yang sangat sepi semakin membuat mereka bingung. Akhirnya mereka membantu Diana untuk duduk di sofa, kemudian Flora mengambilkan air minum dari dapur. Beberapa menit berlalu, setelah Diana tampak lebih tenang, Flora memutuskan untuk kembali.