Share

04. Pernikahan

Ekspresi bahagia terpancar di wajah Diana dan Lucas. Sementara itu Luna duduk tidak jauh dari pelaminan, menatap sang ibu yang kini menggandeng tangan suami barunya.

“Kau baik-baik saja?” bisik Flora, sahabat Luna yang terus merangkul lengan Luna dan berada di sampingnya.

Luna menoleh dan tersenyum tipis. “Ya, tentu saja.” Dia terlihat sangat baik diluar, tapi hancur di dalam.

Flora tahu soal itu. Hubungan rumit sekaligus takdir tragis yang dialami Luna. Dalam sebulan lebih ini selain ibunya, Flora adalah tempat Luna mencurahkan segala isi hatinya, terlebih setelah malam pertemuan itu, hanya Flora yang bisa menjadi pendengar setia Luna.

Akhirnya hari yang sangat tidak diinginkan Luna datang. Ibunya telah resmi menikah dengan Lucas dan dia telah resmi menjadi adik Reno. Bukan berarti Luna tidak bisa ikut bahagia dengan pernikahan ibunya. Tapi, harusnya bukan Reno yang menjadi kakaknya, karena pria itu seharusnya menjadi kekasihnya.

Luna kembali menundukkan kepala saat mata Reno tertuju padanya. Pria itu tengah bersama dua orang teman laki-laki dan satu orang wanita yang sejak tadi terus menempel di sisi Reno, membuat hati Luna rasanya semakin sesak.

“Tidak masalah jika kau merasa sedih sekarang, itu sangat wajar.” Hibur Flora seraya mengusap lengan Luna.

Luna menghela napas lemah. “Aku tidak bisa bersedih, Flo. Terutama di pernikahan Ibuku. Mungkin sekarang aku hanya butuh sedikit pengalihan.”

Flora menaikkan sebelah alisnya ketika melihat Luna mengedipkan sebelah mata dan menarik tangannya. “Temani aku minum.”

Luna bersama Flora sekarang berada di barisan minuman. Pernikahan orang tuanya memang diadakan secara sederhana, tapi ‘sederhana’ dalam keluarga Peterson jelas berbeda. Kesan mewah dan kalangan kelas atas tak bisa hilang dari gambaran pesta pernikahan itu. Di sana juga tersedia berbagai macam makanan dari berbagai negara termasuk minuman yang beralkohol sekalipun.

Segelas, dua gelas wine, Luna seolah tak bisa berhenti. Dia memang tidak akan menangis dan bersedih di pesta pernikahan ibunya, tapi mabuk sedikit mungkin bisa membuat otak cantiknya berhenti meratapi nasib tragis percintaannya.

“Luna, serius? Kau ingin mabuk sekarang?” Flora menggelengkan kepala melihat sahabatnya seolah kehilangan akal sehat. Dia mengerti Luna mungkin ingin sedikit melupakan rasa sakitnya. Tapi, Flora khawatir sahabatnya itu akan kebablasan.

“Tidak perlu khawatir. Kau tahu aku peminum yang handal.” Luna tersenyum miring, dia tahu batasan, selain itu toleransi Luna terhadap alkohol lumayan tinggi.

Ya, Luna sering minum sejak ia duduk di bangku SMA, meski begitu dia pintar menjaga diri dan prestasinya. Menurut Luna ‘minum’ adalah salah satu caranya menghilangkan penat.

Luna hampir meneguk gelas ketiganya, tapi tiba-tiba tangan lain menahan tangannya dan mengambil alih gelas wine itu.

“Cukup, Luna! Apa kau sudah gila?!” bentak Reno, ternyata pria itu memperhatikan Luna sejak tadi.

Luna memutar bola matanya. “Bukan urusanmu, tidak usah ikut campur!”

“Aku Kakakmu jika kau lupa, mulai sekarang kau tanggung jawabku juga!” Meski Reno membenci menyebut dirinya kakak, gelar itu ada sedikit gunanya. Dia lalu menarik tangan Luna pergi.

“Lepas! Lepaskan aku!” Luna berdecak kesal, ia sempat menoleh ke belakang meminta pertolongan Flora, tapi sahabatnya itu hanya mengangkat bahu seolah tidak mau ikut campur dengan urusan mereka.

“Reno, lepaskan aku!” Setelah berhasil menarik Luna keluar dari venue dan berada di lorong yang cukup sepi, Reno melepaskan tangan Luna.

“Ada apa denganmu, Luna? Kau sengaja ingin mabuk di acara pernikahan orang tua kita? Setelah melihat pernikahan orang tua kita, apa kau sadar dan menyesal sekarang?!” Reno mengeraskan rahangnya. Dia sungguh kesal melihat tingkah Luna malam ini.

“Melihat ekspresiku… bagaimana menurutmu?” Luna menghela napas lelah sementara perlahan emosi Reno menurun saat menatap dalam mata hazel Luna yang penuh kesedihan dan tak bisa ia ungkapkan.

“Kita memang tidak bisa berpura-pura bahagia, tapi Luna please… jangan terus membuatku khawatir.”

Luna terkekeh sinis mendengar ucapan lirih Reno. “Aku membuatmu khawatir, benarkah? Setidaknya aku tidak seperti seseorang yang dua minggu lalu bilang mencintaiku dan hari ini menggandeng wanita lain!” sindir Luna.

Reno mengerutkan keningnya tak mengerti. “Apa maksudmu?”

“Aku rasa aku tidak perlu menjelaskan,” ucap Luna lalu gadis itu berbalik untuk pergi, tapi Reno dengan sigap menahan lengannya.

“Apa kau sedang cemburu sekarang?”

“Aku tidak punya hak untuk itu, kan?”

Reno baru saja hendak menjawab, tapi tiba-tiba seorang pelayan yang tengah mendorong troli lewat dan tidak sengaja menyenggol tubuh ramping Luna, untungnya Reno berhasil meraih pinggang Luna hingga gadis itu berada dalam dekapannya sekarang.

Mereka diam beberapa saat dengan jantung yang sama-sama berdebar kencang. Tanpa jarak membuat Luna bisa menghirup aroma parfum di ceruk leher Reno yang memabukkan dan tak sengaja bibirnya pun menempel di sana, sementara Reno semakin dibuat merinding dengan posisi mereka sekarang.

“Ya Tuhan, bisakah kau minggir?” desis Reno sambil memejamkan mata frustasi.

Mata Luna mengerjap, ia tersadar lalu mundur dari tubuh Reno.

“Kau tidak sedang menggodaku, kan?” Pertanyaan itu membuat pipi Luna memerah.

Luna tercengang. Tidak, kan? Dia bahkan tidak bisa menggoda. Dan lagi Reno yang duluan menarik tubuhnya. Tapi, Luna juga terkejut dengan apa yang terjadi baru saja.

“M-maaf.” Luna memalingkan wajahnya dari Reno. “Aku tidak berniat seperti itu.”

“Ya, lebih baik jangan menggodaku. Karena kau akan membuatku lebih sulit.” Reno menghela napas sejenak kemudian membenahi kemejanya yang sedikit berantakan. “Sebaiknya kita kembali ke dalam, sebentar lagi sesi foto dan tidak ada minum alkohol lagi, Luna. Kau sudah banyak minum.” Suara tegas Reno membuat Luna hanya bisa mengangguk lalu mengikuti pria itu yang sudah berjalan lebih dulu.

Lucas segera memanggil anak-anaknya begitu mereka berjalan mendekat. “Kalian dari mana saja? Kita akan foto keluarga,” cecar Lucas.

“Maaf, Ayah. Tadi Kak Reno mengajakku berkenalan dengan teman-temannya,” ujar Luna berbohong.

Reno sedikit melebarkan mata mendengar Luna memanggil ayahnya dengan sebutan yang sama dan apa itu? Luna bahkan menyebutnya kakak sekarang. Itu membuatnya merasa terpukul. Dia tahu Luna berpura-pura turut bahagia, tapi apakah semudah itu bagi Luna menerima semuanya?

“Benarkah, Reno? Terimakasih, nak. Aku senang melihat kalian berdua cepat akrab seperti ini.” Diana tersenyum melihat kedekatan Reno dan Luna.

“Ya, Bu. Luna adik-ku sekarang.” Reno sengaja menekan kata adik saat matanya menyorot tajam pada Luna.

“Benar. Awalnya aku ragu kalian tidak bisa dekat karena Reno sangat dingin pada orang yang baru dikenalnya. Tapi, aku senang melihat kalian bersama, tolong jaga dan sayangi adikmu, ya?”

Reno menatap Luna, memberi tatapan yang diam-diam mengungkapkan kasih sayang yang tentunya berbeda artian. “Tentu saja. Aku menyayanginya, Ayah.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status