Ekspresi bahagia terpancar di wajah Diana dan Lucas. Sementara itu Luna duduk tidak jauh dari pelaminan, menatap sang ibu yang kini menggandeng tangan suami barunya.
“Kau baik-baik saja?” bisik Flora, sahabat Luna yang terus merangkul lengan Luna dan berada di sampingnya. Luna menoleh dan tersenyum tipis. “Ya, tentu saja.” Dia terlihat sangat baik diluar, tapi hancur di dalam. Flora tahu soal itu. Hubungan rumit sekaligus takdir tragis yang dialami Luna. Dalam sebulan lebih ini selain ibunya, Flora adalah tempat Luna mencurahkan segala isi hatinya, terlebih setelah malam pertemuan itu, hanya Flora yang bisa menjadi pendengar setia Luna. Akhirnya hari yang sangat tidak diinginkan Luna datang. Ibunya telah resmi menikah dengan Lucas dan dia telah resmi menjadi adik Reno. Bukan berarti Luna tidak bisa ikut bahagia dengan pernikahan ibunya. Tapi, harusnya bukan Reno yang menjadi kakaknya, karena pria itu seharusnya menjadi kekasihnya. Luna kembali menundukkan kepala saat mata Reno tertuju padanya. Pria itu tengah bersama dua orang teman laki-laki dan satu orang wanita yang sejak tadi terus menempel di sisi Reno, membuat hati Luna rasanya semakin sesak. “Tidak masalah jika kau merasa sedih sekarang, itu sangat wajar.” Hibur Flora seraya mengusap lengan Luna. Luna menghela napas lemah. “Aku tidak bisa bersedih, Flo. Terutama di pernikahan Ibuku. Mungkin sekarang aku hanya butuh sedikit pengalihan.” Flora menaikkan sebelah alisnya ketika melihat Luna mengedipkan sebelah mata dan menarik tangannya. “Temani aku minum.” Luna bersama Flora sekarang berada di barisan minuman. Pernikahan orang tuanya memang diadakan secara sederhana, tapi ‘sederhana’ dalam keluarga Peterson jelas berbeda. Kesan mewah dan kalangan kelas atas tak bisa hilang dari gambaran pesta pernikahan itu. Di sana juga tersedia berbagai macam makanan dari berbagai negara termasuk minuman yang beralkohol sekalipun. Segelas, dua gelas wine, Luna seolah tak bisa berhenti. Dia memang tidak akan menangis dan bersedih di pesta pernikahan ibunya, tapi mabuk sedikit mungkin bisa membuat otak cantiknya berhenti meratapi nasib tragis percintaannya. “Luna, serius? Kau ingin mabuk sekarang?” Flora menggelengkan kepala melihat sahabatnya seolah kehilangan akal sehat. Dia mengerti Luna mungkin ingin sedikit melupakan rasa sakitnya. Tapi, Flora khawatir sahabatnya itu akan kebablasan. “Tidak perlu khawatir. Kau tahu aku peminum yang handal.” Luna tersenyum miring, dia tahu batasan, selain itu toleransi Luna terhadap alkohol lumayan tinggi. Ya, Luna sering minum sejak ia duduk di bangku SMA, meski begitu dia pintar menjaga diri dan prestasinya. Menurut Luna ‘minum’ adalah salah satu caranya menghilangkan penat. Luna hampir meneguk gelas ketiganya, tapi tiba-tiba tangan lain menahan tangannya dan mengambil alih gelas wine itu. “Cukup, Luna! Apa kau sudah gila?!” bentak Reno, ternyata pria itu memperhatikan Luna sejak tadi. Luna memutar bola matanya. “Bukan urusanmu, tidak usah ikut campur!” “Aku Kakakmu jika kau lupa, mulai sekarang kau tanggung jawabku juga!” Meski Reno membenci menyebut dirinya kakak, gelar itu ada sedikit gunanya. Dia lalu menarik tangan Luna pergi. “Lepas! Lepaskan aku!” Luna berdecak kesal, ia sempat menoleh ke belakang meminta pertolongan Flora, tapi sahabatnya itu hanya mengangkat bahu seolah tidak mau ikut campur dengan urusan mereka. “Reno, lepaskan aku!” Setelah berhasil menarik Luna keluar dari venue dan berada di lorong yang cukup sepi, Reno melepaskan tangan Luna. “Ada apa denganmu, Luna? Kau sengaja ingin mabuk di acara pernikahan orang tua kita? Setelah melihat pernikahan orang tua kita, apa kau sadar dan menyesal sekarang?!” Reno mengeraskan rahangnya. Dia sungguh kesal melihat tingkah Luna malam ini. “Melihat ekspresiku… bagaimana menurutmu?” Luna menghela napas lelah sementara perlahan emosi Reno menurun saat menatap dalam mata hazel Luna yang penuh kesedihan dan tak bisa ia ungkapkan. “Kita memang tidak bisa berpura-pura bahagia, tapi Luna please… jangan terus membuatku khawatir.” Luna terkekeh sinis mendengar ucapan lirih Reno. “Aku membuatmu khawatir, benarkah? Setidaknya aku tidak seperti seseorang yang dua minggu lalu bilang mencintaiku dan hari ini menggandeng wanita lain!” sindir Luna. Reno mengerutkan keningnya tak mengerti. “Apa maksudmu?” “Aku rasa aku tidak perlu menjelaskan,” ucap Luna lalu gadis itu berbalik untuk pergi, tapi Reno dengan sigap menahan lengannya. “Apa kau sedang cemburu sekarang?” “Aku tidak punya hak untuk itu, kan?” Reno baru saja hendak menjawab, tapi tiba-tiba seorang pelayan yang tengah mendorong troli lewat dan tidak sengaja menyenggol tubuh ramping Luna, untungnya Reno berhasil meraih pinggang Luna hingga gadis itu berada dalam dekapannya sekarang. Mereka diam beberapa saat dengan jantung yang sama-sama berdebar kencang. Tanpa jarak membuat Luna bisa menghirup aroma parfum di ceruk leher Reno yang memabukkan dan tak sengaja bibirnya pun menempel di sana, sementara Reno semakin dibuat merinding dengan posisi mereka sekarang. “Ya Tuhan, bisakah kau minggir?” desis Reno sambil memejamkan mata frustasi. Mata Luna mengerjap, ia tersadar lalu mundur dari tubuh Reno. “Kau tidak sedang menggodaku, kan?” Pertanyaan itu membuat pipi Luna memerah. Luna tercengang. Tidak, kan? Dia bahkan tidak bisa menggoda. Dan lagi Reno yang duluan menarik tubuhnya. Tapi, Luna juga terkejut dengan apa yang terjadi baru saja. “M-maaf.” Luna memalingkan wajahnya dari Reno. “Aku tidak berniat seperti itu.” “Ya, lebih baik jangan menggodaku. Karena kau akan membuatku lebih sulit.” Reno menghela napas sejenak kemudian membenahi kemejanya yang sedikit berantakan. “Sebaiknya kita kembali ke dalam, sebentar lagi sesi foto dan tidak ada minum alkohol lagi, Luna. Kau sudah banyak minum.” Suara tegas Reno membuat Luna hanya bisa mengangguk lalu mengikuti pria itu yang sudah berjalan lebih dulu. Lucas segera memanggil anak-anaknya begitu mereka berjalan mendekat. “Kalian dari mana saja? Kita akan foto keluarga,” cecar Lucas. “Maaf, Ayah. Tadi Kak Reno mengajakku berkenalan dengan teman-temannya,” ujar Luna berbohong. Reno sedikit melebarkan mata mendengar Luna memanggil ayahnya dengan sebutan yang sama dan apa itu? Luna bahkan menyebutnya kakak sekarang. Itu membuatnya merasa terpukul. Dia tahu Luna berpura-pura turut bahagia, tapi apakah semudah itu bagi Luna menerima semuanya? “Benarkah, Reno? Terimakasih, nak. Aku senang melihat kalian berdua cepat akrab seperti ini.” Diana tersenyum melihat kedekatan Reno dan Luna. “Ya, Bu. Luna adik-ku sekarang.” Reno sengaja menekan kata adik saat matanya menyorot tajam pada Luna. “Benar. Awalnya aku ragu kalian tidak bisa dekat karena Reno sangat dingin pada orang yang baru dikenalnya. Tapi, aku senang melihat kalian bersama, tolong jaga dan sayangi adikmu, ya?” Reno menatap Luna, memberi tatapan yang diam-diam mengungkapkan kasih sayang yang tentunya berbeda artian. “Tentu saja. Aku menyayanginya, Ayah.”Harusnya Reno tidak datang ke sini. Harusnya dia tetap tinggal di apartemennya alih-alih kembali ke rumah besar ayahnya dan bertemu setiap hari dengan Luna. Reno sadar dia sedang menggali lubang kuburnya sendiri! Tapi, yang terjadi sekarang, pria itu memberhentikan mobilnya di depan rumah sang ayah dan melangkah masuk. Di depan pintu, Diana dan Lucas tampak sudah siap untuk pergi, mereka akan berbulan madu ke Switzerland selama satu minggu, itulah alasan kenapa dia berakhir kembali ke rumah. Ayah dan ibu barunya itu memintanya untuk menemani Luna selama mereka pergi. Sangat konyol! Setelah dia setengah mati berusaha melupakan perasaannya pada Luna dan tinggal di apartemen selama dua minggu. Orang tua itu malah memaksanya kembali! “Akhirnya kau datang juga. Aku sudah berniat untuk menyeretmu dari kantor sebelum aku ke bandara.” Kedatangan Reno disambut omelan Lucas. “Maaf, tadi banyak berkas yang harus aku tangani.” Sebenarnya bukan berkas yang menahannya, tapi Ren
Sore ini Luna bersama Flora berada di sebuah kafe setelah menyelesaikan ujian di kampus. Luna terkadang sangat fokus dan serius selama masa ujian, tapi kali ini ada yang berbeda, sejak tadi Luna terus tersenyum melihat layar ponselnya karena Reno kini mengirimnya pesan setiap saat.Beberapa menit yang lalu, Reno menanyakan keberadaannya dan mengungkapkan kerinduannya padahal mereka baru beberapa jam berpisah. Hal sekecil itu membuat jantung Luna berdebar-debar. Hal yang dia sukai dari Reno selain karena pelukannya yang nyaman, pria itu sangat perhatian. Dan itu membuat Luna meleleh setiap saat.“Wah, kau benar-benar jatuh cinta, ya?” goda Flora yang sejak tadi memperhatikan Luna berbalas pesan dengan kakak tirinya. “Jadi, kalian sekarang tinggal bersama?”Luna mengangkat pandangan dari ponsel dan mengangguk. “Hum, aku senang bisa melihatnya lagi setelah dua minggu.”“Bagaimana setelah dua minggu tak bertemu? Apakah itu canggung karena sekarang kau dan dia menjadi kakak adik?” Canggu
Keramaian dan musik yang berdentum kencang memekakkan gendang telinga Luna. Entah mengapa dia berakhir di sebuah bar alih-alih pergi ke rumah Flora dan menangis dalam pelukan sahabatnya. Malam ini Luna benar-benar ingin menyendiri. Luna meneguk wiskinya untuk kesekian kali. Perlahan-lahan kepalanya mulai melayang dan dia senang pikirannya teralihkan, tidak ada Reno lagi di sana. Walaupun dia tahu itu hanya sementara. “Hai, cantik. Minum sendiri? Boleh aku temani?” Gadis itu tak merespon beberapa pria yang silih berganti datang menghampiri dan mencoba menggodanya. Luna memang ingin menenangkan diri dan bersenang-senang malam ini, tapi dia tidak berniat untuk mencari teman. Sungguh, dia hanya ingin sendiri. Walau tidak mendapat respon, pria itu tidak berhenti. “Sedang patah hati? Aku bisa mengobati dan menghiburmu.” Luna berdecak. Pria asing yang menghampirinya sungguh sangat bawel! Karena semakin risih gadis itu memilih untuk pergi dari sana, tapi tiba-tiba pria nakal itu me
Bukan pulang ke rumah, Reno justru membawa Luna ke apartemennya. Sepanjang perjalanan pria itu terus berusaha menahan diri dan tidak menyerang adiknya di dalam mobil. Sementara Luna yang sudah setengah mabuk juga terus menerus membelai tangan Reno dan bergelayut manja di sana. “Kita bisa berhenti di sini jika kau belum siap melakukannya.” Ucapan Reno berbanding terbalik dengan perasaannya yang benar-benar menginginkan Luna. Namun, ia merasa seperti pria brengsek jika langsung bercinta dengan adik tirinya yang tengah mabuk. Luna tersenyum dan menggeleng. “Aku akan menyesal jika tidak melakukannya denganmu malam ini.” Mendengar itu, napas Reno memburu, tatapannya menggelap seraya membawa tubuh ramping Luna memasuki unit apartemennya. “Setelah malam ini, aku tidak akan pernah melepaskanmu, Luna.” Bibir mereka kembali menyatu. Bersamaan dengan bibir Luna yang telah dilumat nikmat. Reno menelanjangi sendiri bagian atas tubuhnya tanpa melepaskan ciuman erotis bersama adik tirinya.
“Benarkah kau akan menjaga adikmu ini, Kak?”Luna menyeringai menggoda setelah Reno melempar ponselnya ke atas bantal.“Kau memang adik yang nakal.” Tanpa ragu Reno segera mengangkat tubuh Luna dan kembali mengukung adik tirinya itu di ranjang. Dengan segera dia mencium bibir Luna penuh semangat.“Kau sangat nikmat, Luna. Rasanya aku tidak bisa berhenti.”Luna tersenyum seraya melingkarkan kakinya di pinggul Reno. Kembali menggoda sesuatu yang mengeras dan menghimpitnya di bawah sana. “Maka jangan berhenti, aku pun menikmati sentuhanmu.”Reno mengerang, sungguh hasratnya kembali berkobar. Terlebih
“Jess, kena-” Bukan hanya seorang wanita, pria lain pun masuk ke dalam ruangan Reno. “Oh, sedang ada tamu rupanya,” lanjut pria itu.Reno mendesis pelan. Kenapa orang-orang ini datang di waktu yang tidak tepat?“Mike, Jessie, kemarilah,” ucap Reno sambil berdiri. “Kenalkan ini Luna, adik tiriku.”“Hai, Luna. Senang berkenalan denganmu. Aku Jessie Stefanie.” Jessie lebih dulu mendekat dan mengulurkan tangannya pada Luna.Luna terdiam beberapa saat menatap wajah ramah Jessie, sebelum ia menerima uluran tangan wanita itu. “Luna, emm… adik Reno.” Luna sedikit tak suka dengan pengenalan dirinya. Sungguh Luna ingin berkata pada wanita itu bahwa dia adalah kekasih Reno, apalagi setelah mendengar Jessie memanggil Reno dengan sebutan sayang. Hal itu membuatnya muak.Namun, Luna dan Reno sama-sama tahu bahwa kunci agar mereka dapat terus bersama adalah dengan merahasiakan hubungan mereka dari banyak orang. “Wah, Ren! Kau tidak mengatakan bahwa kau memiliki adik yang sangat cantik,” sahut Mike
Harusnya Luna senang ketika melihat kepulangan Ibu dan Ayah tirinya. Namun, ternyata hati Luna semakin buruk saat langkah kedua orang tuanya itu semakin mendekat pada mereka. Dengan terpaksa dia pun melepas genggaman tangannya pada Reno dan berusaha memasang senyum terbaiknya guna menyambut Diana dan Lucas. “Luna, Ibu sangat merindukanmu!” pekik Diana dengan semangat memeluk Luna. “Aku juga merindukanmu, Bu.” Luna tersenyum. Matanya melirik ke arah Reno yang tengah berbicara dengan Lucas. “Kau menjaga adikmu dengan baik kan, Reno?” tanya Lucas dengan wajah serius. “Tentu saja! Aku tidak pernah membiarkan siapapun menyentuh apalagi menyakiti adikku. Iya, kan?” Reno tersenyum menatap Luna. Luna mengangguk berusaha bersikap senatural mungkin. “Ya, Kakak sangat menjagaku.” “Syukurlah. Aku takut Reno mengabaikanmu karena terlalu sibuk bekerja.” “Ya Tuhan, tidak mungkin, Ayah. Aku sungguh menyayangi adikku,” sahut Reno sambil merangkul pundak Luna dengan santainya. Membuat jan
“Luna, boleh Ibu masuk?” tanya Diana setelah mengetuk pintu kamar Luna. Tak menunggu lama pintu itu terbuka, tampak wajah murung Luna yang langsung membalikkan badan setelah membukakan pintu untuk ibunya. Diana masuk ke dalam kemudian menutup pintu kamar dan duduk di tepi ranjang. Menatap Luna yang tengah bersandar di ranjangnya. “Ada apa, Luna? Kenapa tadi kau emosi sekali? Apa kau sedang ada masalah?” Diana dengan lembut bertanya. Luna terdiam. Apa yang harus ia jawab? Tidak mungkin dia berkata yang sebenarnya, kan? Jika dia kesal dan cemburu karena pembahasan pertunangan Reno. “Aku hanya tidak suka jika Ayah dan Ibu memaksa Kak Reno untuk bertunangan dengan wanita yang tidak dia cintai,” jawab Luna sekenanya. Diana tersenyum menatap Luna. “Kau tahu darimana jika Reno tidak mencintai Jessie? Apa dia bercerita padamu begitu?”Luna menganggukkan kepala. “Hum. Bukankah sudah jelas di meja makan tadi, Kak Reno bilang tidak ingin bertunangan dengannya.”“Luna, sebagai orang tua, ka