“Jadi, Ibu akan menikah lagi?”
Luna menatap Ibunya dengan gembira. Akhirnya setelah sekian lama sang ibu membuka hatinya pada seorang pria. Meski gadis berusia 20 tahun itu sedikit terkejut mendengarnya. “Iya, Luna. Ibu akhirnya menemukan sosok yang sangat baik, kami memang baru berkenalan enam bulan, tapi kami merasa sangat cocok. Dia sangat pengertian dan mengerti kondisi Ibu. Maaf Ibu baru bilang padamu sekarang. Itulah kenapa Ibu mengajakmu untuk bertemu dan berkenalan dengannya malam ini,” jelas Diana, Ibu Luna yang telah berusia 42 tahun. Senyum dibibir Luna perlahan memudar. “Malam ini? Kenapa sangat tiba-tiba, Bu? Aku sudah ada janji dengan seseorang.” “Ohh… sorry, Sweety. Ibu tidak tahu kalau kau sudah ada janji. Apakah itu dengan pria yang kemarin kau ceritakan?” Luna tak kuasa menahan senyumnya mengingat pria yang satu bulan lalu baru dikenalnya. Gadis itu belum pernah jatuh cinta sebelumnya, jadi ini adalah pengalaman pertama. Luna mengangguk pelan, pipinya bersemu merah. “Dia mengajakku makan malam hari ini, Bu.” Diana tersenyum menatap wajah merona putrinya. Meski Luna belum bercerita banyak mengenai pria itu dan identitasnya karena ingin mengenalkannya secara langsung. Diana berusaha mendukung setiap pilihan putrinya, terlebih ini kali pertama Luna merasakan jatuh cinta. Diana lantas mengusap lengan Luna dengan lembut. “Luna, Ibu sungguh ikut bahagia mendengarnya. Tapi maaf apa kau bisa mengundurnya dulu? Lucas Peterson, calon ayah tirimu adalah orang yang sangat sibuk, kami telah mengatur pertemuan ini dari jauh-jauh hari dan dia baru bisa memberi Ibu kepastian bertemu hari ini. Ibu mohon padamu, ya?” Luna terdiam berpikir sejenak. Sungguh ia sangat ingin bertemu pria yang berhasil memikat hati sang ibu, tapi gadis itu juga tidak sabar untuk bertemu dengan pria pujaan hatinya. Drttttr drttt drrrttt Belum sempat Luna menjawab, ponselnya bergetar. Senyumnya seketika merekah melihat nama pengirim pesan di layar. Namun, dia kembali murung setelah melihat isi pesan singkat tersebut. Pria itu ternyata membatalkan janji temu mereka. Akhirnya setelah membalas pesan dan mematikan ponselnya, Luna menghela napas berat lalu berkata, “Baiklah, Bu. Apa yang harus aku gunakan nanti malam?” Diana tersenyum senang. “Apa saja. Tidak perlu terlalu formal, kita hanya makan malam bersama dan berkenalan dengan calon Ayah dan Kakakmu.” “Tunggu… Kakak? Jadi, aku akan punya Kakak setelah Ibu menikah?” “Kakak laki-laki, tepatnya.” Diana mengangguk dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya. Wow, Luna tak menyangka dia bukan hanya akan memiliki ayah, tapi juga akan memiliki kakak? Sungguh sejak dulu Luna sangat ingin memiliki kakak laki-laki, gadis itu merasa jika ia memiliki seorang kakak disampingnya pasti dia akan sangat dimanja dan dilindungi, tapi sayang Luna anak pertama dan satu-satunya karena sang ayah telah meninggal sejak ia berusia 5 tahun. “Oke… rasanya aku semakin penasaran. Sebenarnya kenapa baru sekarang Ibu mau menikah lagi?” Diana mendekat lantas menangkup wajah mungil Luna. “Karena Ibu merasa sekarang waktunya sudah tepat, putri Ibu sudah beranjak dewasa, jadi kau tidak memerlukan perhatian extra dari Ibu lagi, selain itu sebentar lagi kau juga akan menemukan tambatan hatimu sendiri. Ibu tidak ingin jadi bebanmu dikemudian hari, jadi Ibu juga menerima pendamping hidup baru, yang Ibu tahu dia bukan hanya menerima Ibu, tapi juga menerimamu. Itu sebabnya.” Mata Luna dipenuhi genangan air mata ketika mendengar penjelasan sang Ibu. Betapa tulus dan besar cinta Diana padanya. Padahal Luna tahu Ibunya selama ini hancur karena kehilangan sang ayah dan harus membesarkan dia seorang diri. Bahkan tak jarang Diana menerima cacian dan hinaan karena statusnya sebagai single parent. Luna segera memeluk ibunya dengan penuh kasih sayang kemudian mengecup pipi Diana lembut. “Aku sangat menyayangi Ibu, terimakasih telah menjadi Ibu yang luar biasa untukku selama ini. Aku tidak sabar segera bertemu mereka.” Diana tak kuasa menahan air matanya juga, akhirnya mereka berpelukan sambil menangis siang itu kemudian membicarakan apa yang akan mereka kenakan nanti malam. Malam harinya Luna dan Diana telah tiba di sebuah restoran. Ketika mereka sampai di sebuah meja, seorang pria berdiri menyambut. Luna langsung bertemu tatap dengan calon ayah tirinya. Lucas Peterson, seperti namanya, pria paruh baya itu terlihat penuh wibawa dan mapan, meski usianya sudah menginjak 48 tahun, postur tubuhnya yang tegap dan tinggi membuat Lucas lebih terlihat muda dari usianya. Lucas tersenyum lembut pada Luna kemudian ia menarik Diana ke pelukannya, Lucas memberi kecupan ringan di pipi Diana, yang membuat senyum mereka lebih lebar lagi. Luna baru melihat pemandangan itu, cara Lucas memperlakukan Diana dengan mesra dan Ibunya yang tampak merona, mereka terlihat sangat kasmaran. “Jadi, ini Luna? kau terlihat lebih cantik dari foto yang Ibumu perlihatkan padaku.” Pujian Lucas terdengar sangat tulus jadi Luna tersenyum menanggapinya. “Terima kasih… P-paman.” Luna terdengar ragu-ragu dengan panggilan yang dia berikan. Lucas yang merasakannya hanya tersenyum. “Tidak apa. Kita baru bertemu, kau bebas memanggilku senyamannya dirimu.” Luna mengangguk merasa lega. Untungnya Lucas terlihat sangat pengertian. “Oh ya, dimana putramu?” tanya Diana pada Lucas. Mereka akhirnya duduk di tempat duduk masing-masing. Luna dan Diana duduk berdampingan, Lucas duduk dihadapan Diana sementara tempat duduk kosong di samping Lucas akan terisi oleh putranya. “Oh, dia masih dalam perjalanan. Mungkin sebentar lagi juga sampai.” Diana mengangguk antusias, sementara Luna entah mengapa tiba-tiba merasa lebih gugup, mungkin karena sebentar lagi dia akan bertemu dengan calon kakak tirinya. Gadis itu sangat berharap, dia tidak membuat kesan pertama yang buruk dan mereka bisa cepat akrab. “Jadi, bagaimana dengan kuliahmu, Luna? Aku dengar dari Ibumu, kau baru saja memenangkan kompetisi melukis? Aku sudah melihat lukisanmu difoto dan itu sangat luar biasa.” Lucas menatap Luna, pria paruh baya itu berusaha mencairkan suasana dan Diana sangat senang melihat bagaimana Lucas berinteraksi dengan putrinya. “Ah, ya… terimakasih. Aku sangat menikmati kuliahku,” jawab Luna singkat. “Luna memang sangat suka melukis sejak kecil. Sekarang dia sedang fokus untuk meningkatkan skill dan nilainya karena ingin lolos pertukaran pelajar ke London tahun depan,” lanjut Diana dengan bangga. “Wow, sound's good. kau memiliki putri yang cantik dan pintar, Diana.” “Kau juga, buktinya Reno berhasil memenangkan tender besar baru-baru ini. kau sangat berhasil mendidik putramu, Luc.” Reno? Kening Luna mengernyit mendengar nama familiar itu. Tapi, banyak pria yang bernama Reno, kan? “Ya, itu karena dia sangat pekerja keras.” balas Lucas diiringi kekehan kecil. “Oh, itu dia sudah datang!” Beberapa detik setelahnya, ada langkah kaki mendekat disusul suara maskulin seorang pria. “Hai, semua. Maaf aku terlambat.”Hallo semuanya selamat datang di cerita Lovayu dan selamat membaca, ya ✨ Semoga suka dengan ceritanya dan jangan lupa buat follow Lovayu ya... Terimakasih, kecoppp 💋
Senyuman di bibir Luna lenyap seketika saat ia melihat Reno yang berdiri tak jauh dari tempatnya duduk. Pria itu berhenti melangkah beberapa meter, tampak sama terkejutnya dengan Luna. ‘Luna? Kenapa dia ada di sini?’ Tersadar. Reno kembali mendekat. Luna semakin yakin pria itu adalah Reno yang sama, Reno yang beberapa waktu ini mengisi hatinya. Reno yang begitu dia sukai, Reno yang telah membatalkan janji temu mereka malam ini. Tapi, siapa sangka mereka akan tetap bertemu dalam situasi yang berbeda? Dan Luna jadi tahu alasan mengapa Reno membatalkan makan malam mereka. Semuanya berdiri menyambut kedatangan Reno yang tampak rapi dengan setelan jas berwarna abu. “Reno, kenalkan ini Diana dan putrinya, Luna.” Suara Lucas menyadarkan Luna dan Reno. Pria berusia 24 tahun itu menatap antara ayahnya, Diana, kemudian Luna. Dengan mudah dia memahami situasi yang ada. “Moreno Peterson.” Reno lantas memaksakan senyum dan mengulurkan tangan pada Diana, setelah itu pada… gadis cantik yang
Dengan setengah hati dan memaksakan senyum, akhirnya Luna berkata, “Jika Ibu dan Paman merasa ini yang terbaik, maka lakukanlah. Aku setuju jika Ibuku bahagia.” Luna menatap dalam mata Diana yang telah digenangi air mata, terharu setelah mendengar perkataannya. Sementara Reno, rahangnya mengeras mendengar ucapan pasrah Luna barusan. Lucas tersenyum senang. “Terimakasih, Luna. Aku ingin menikahi Ibumu memang untuk membuatnya terus bahagia. Kau tidak perlu khawatir.” “Bagaimana denganmu, Reno? Apa kau baik-baik saja dengan itu? Sungguh, aku tidak ingin memaksa kalian,” tanya Diana menatap Reno yang sejak tadi menatap ke arahnya, lebih tepatnya ke arah Luna yang berada di samping Diana. Reno menatap bergantian pada Lucas, Diana, dan Luna yang tersenyum menunggu jawabannya. Bagaimana gadis itu bisa tersenyum sekarang? Reno sama sekali tidak mengerti apa yang ada di otak cantik Luna. Benar-benar membuatnya muak. “Jika itu keputusannya, aku hanya bisa mendukung,” jawab Reno berusah
Ekspresi bahagia terpancar di wajah Diana dan Lucas. Sementara itu Luna duduk tidak jauh dari pelaminan, menatap sang ibu yang kini menggandeng tangan suami barunya. “Kau baik-baik saja?” bisik Flora, sahabat Luna yang terus merangkul lengan Luna dan berada di sampingnya. Luna menoleh dan tersenyum tipis. “Ya, tentu saja.” Dia terlihat sangat baik diluar, tapi hancur di dalam. Flora tahu soal itu. Hubungan rumit sekaligus takdir tragis yang dialami Luna. Dalam sebulan lebih ini selain ibunya, Flora adalah tempat Luna mencurahkan segala isi hatinya, terlebih setelah malam pertemuan itu, hanya Flora yang bisa menjadi pendengar setia Luna. Akhirnya hari yang sangat tidak diinginkan Luna datang. Ibunya telah resmi menikah dengan Lucas dan dia telah resmi menjadi adik Reno. Bukan berarti Luna tidak bisa ikut bahagia dengan pernikahan ibunya. Tapi, harusnya bukan Reno yang menjadi kakaknya, karena pria itu seharusnya menjadi kekasihnya. Luna kembali menundukkan kepala saat mat
Harusnya Reno tidak datang ke sini. Harusnya dia tetap tinggal di apartemennya alih-alih kembali ke rumah besar ayahnya dan bertemu setiap hari dengan Luna. Reno sadar dia sedang menggali lubang kuburnya sendiri! Tapi, yang terjadi sekarang, pria itu memberhentikan mobilnya di depan rumah sang ayah dan melangkah masuk. Di depan pintu, Diana dan Lucas tampak sudah siap untuk pergi, mereka akan berbulan madu ke Switzerland selama satu minggu, itulah alasan kenapa dia berakhir kembali ke rumah. Ayah dan ibu barunya itu memintanya untuk menemani Luna selama mereka pergi. Sangat konyol! Setelah dia setengah mati berusaha melupakan perasaannya pada Luna dan tinggal di apartemen selama dua minggu. Orang tua itu malah memaksanya kembali! “Akhirnya kau datang juga. Aku sudah berniat untuk menyeretmu dari kantor sebelum aku ke bandara.” Kedatangan Reno disambut omelan Lucas. “Maaf, tadi banyak berkas yang harus aku tangani.” Sebenarnya bukan berkas yang menahannya, tapi Ren
Sore ini Luna bersama Flora berada di sebuah kafe setelah menyelesaikan ujian di kampus. Luna terkadang sangat fokus dan serius selama masa ujian, tapi kali ini ada yang berbeda, sejak tadi Luna terus tersenyum melihat layar ponselnya karena Reno kini mengirimnya pesan setiap saat.Beberapa menit yang lalu, Reno menanyakan keberadaannya dan mengungkapkan kerinduannya padahal mereka baru beberapa jam berpisah. Hal sekecil itu membuat jantung Luna berdebar-debar. Hal yang dia sukai dari Reno selain karena pelukannya yang nyaman, pria itu sangat perhatian. Dan itu membuat Luna meleleh setiap saat.“Wah, kau benar-benar jatuh cinta, ya?” goda Flora yang sejak tadi memperhatikan Luna berbalas pesan dengan kakak tirinya. “Jadi, kalian sekarang tinggal bersama?”Luna mengangkat pandangan dari ponsel dan mengangguk. “Hum, aku senang bisa melihatnya lagi setelah dua minggu.”“Bagaimana setelah dua minggu tak bertemu? Apakah itu canggung karena sekarang kau dan dia menjadi kakak adik?” Canggu
Keramaian dan musik yang berdentum kencang memekakkan gendang telinga Luna. Entah mengapa dia berakhir di sebuah bar alih-alih pergi ke rumah Flora dan menangis dalam pelukan sahabatnya. Malam ini Luna benar-benar ingin menyendiri. Luna meneguk wiskinya untuk kesekian kali. Perlahan-lahan kepalanya mulai melayang dan dia senang pikirannya teralihkan, tidak ada Reno lagi di sana. Walaupun dia tahu itu hanya sementara. “Hai, cantik. Minum sendiri? Boleh aku temani?” Gadis itu tak merespon beberapa pria yang silih berganti datang menghampiri dan mencoba menggodanya. Luna memang ingin menenangkan diri dan bersenang-senang malam ini, tapi dia tidak berniat untuk mencari teman. Sungguh, dia hanya ingin sendiri. Walau tidak mendapat respon, pria itu tidak berhenti. “Sedang patah hati? Aku bisa mengobati dan menghiburmu.” Luna berdecak. Pria asing yang menghampirinya sungguh sangat bawel! Karena semakin risih gadis itu memilih untuk pergi dari sana, tapi tiba-tiba pria nakal itu me
Bukan pulang ke rumah, Reno justru membawa Luna ke apartemennya. Sepanjang perjalanan pria itu terus berusaha menahan diri dan tidak menyerang adiknya di dalam mobil. Sementara Luna yang sudah setengah mabuk juga terus menerus membelai tangan Reno dan bergelayut manja di sana. “Kita bisa berhenti di sini jika kau belum siap melakukannya.” Ucapan Reno berbanding terbalik dengan perasaannya yang benar-benar menginginkan Luna. Namun, ia merasa seperti pria brengsek jika langsung bercinta dengan adik tirinya yang tengah mabuk. Luna tersenyum dan menggeleng. “Aku akan menyesal jika tidak melakukannya denganmu malam ini.” Mendengar itu, napas Reno memburu, tatapannya menggelap seraya membawa tubuh ramping Luna memasuki unit apartemennya. “Setelah malam ini, aku tidak akan pernah melepaskanmu, Luna.” Bibir mereka kembali menyatu. Bersamaan dengan bibir Luna yang telah dilumat nikmat. Reno menelanjangi sendiri bagian atas tubuhnya tanpa melepaskan ciuman erotis bersama adik tirinya.
“Benarkah kau akan menjaga adikmu ini, Kak?”Luna menyeringai menggoda setelah Reno melempar ponselnya ke atas bantal.“Kau memang adik yang nakal.” Tanpa ragu Reno segera mengangkat tubuh Luna dan kembali mengukung adik tirinya itu di ranjang. Dengan segera dia mencium bibir Luna penuh semangat.“Kau sangat nikmat, Luna. Rasanya aku tidak bisa berhenti.”Luna tersenyum seraya melingkarkan kakinya di pinggul Reno. Kembali menggoda sesuatu yang mengeras dan menghimpitnya di bawah sana. “Maka jangan berhenti, aku pun menikmati sentuhanmu.”Reno mengerang, sungguh hasratnya kembali berkobar. Terlebih
Luna terus duduk di tepi sungai hingga menjelang sore. Beberapa hal yang terjadi antara ia dan Reno terus mengusiknya. Sesekali Luna memainkan cincin berlian di jari manis. Luna merasa cincin mahal itu semakin tak pantas dia miliki. Ia telah mengkhianati Brian sedemikian buruk. Sungguh pria itu tidak pantas menerima perlakuan seburuk ini darinya. Brian pantas mendapatkan wanita yang terbaik, dan itu bukan dia. Luna menarik napas panjang. ‘Tuhan, aku tidak ingin menyakiti hatinya lebih dalam lagi …’Dalam hati Luna berjanji pada dirinya sendiri, jika dia berhasil selamat dari hutan ini, ia akan bicara dengan Brian dan menyelesaikan hubungan mereka secara baik-baik. Luna tidak mau terus berpura-pura dan membohongi perasaannya. Seberapapun dia memaksa untuk mencintai Brian, nyatanya dia tidak pantas bersanding dengan pria itu. Dia akan jujur dan melepas Brian untuk menemukan wanita yang lebih baik darinya. Tiba-tiba Luna merasa seseorang duduk di sampingnya. Dan tanpa melihat, tentu
Luna masih terengah dengan rasa panas di sekujur tubuhnya. Pertanyaan Reno sejujurnya sangat mudah untuk ia jawab, tapi mengapa lidahnya terasa sangat kelu sekarang. Akhirnya tanpa memberi jawaban, Luna mendekatkan wajahnya ke wajah Reno untuk berciuman kembali karena itulah yang saat ini benar-benar ia inginkan. Luna melingkarkan lengannya di leher Reno dan hanya mengangguk saat Reno kembali menatapnya untuk menuntut jawaban. Bibir Reno melengkung ke atas setelah mendapat persetujuan dari Luna. Lalu dengan perlahan dia melepas seluruh benang yang melekat di tubuh Luna, hingga kini wanita itu telanjang di bawah kungkungannya. “Aku sangat merindukan ini.” Tatapan memuja Reno padanya membuat gairah Luna semakin meningkat. Dia juga ingin melihat tubuh telanjang Reno, jadi Luna segera bergerak menarik dua tepi kaos lengan pendek Reno ke atas kepala, setelah itu ia menghela napas dalam-dalam saat Reno melepas celananya juga, hingga akhirnya Luna bisa mengagumi tubuh atletis Reno seutu
“Reno, tolong ada ular. Aku takut!” Mendengar jeritan Luna, Reno tidak berpikir dua kali untuk mendekat. Tak peduli wanita itu hanya mengenakan tanktop dan celana dalam. Keselamatan Luna nomor satu untuknya. “Dimana ularnya, Luna?!” Luna dengan mata terpejam ketakutan, menunjuk ke arah sesuatu yang mengambang di atas air. Reno melihat ke arah yang sama dan keningnya mengernyit. Dengan perlahan ia masuk ke dalam air lalu mendekat untuk memastikannya. Dan seutas senyum terbit di bibir kala ia sadar bahwa sesuatu yang mengambang di atas air itu hanyalah seutas tali. Reno mengambil tali panjang berwarna hitam kemudian membuangnya ke pinggir dan mendekat ke arah Luna. “Luna, tidak apa-apa, buka matamu.” Luna membuka mata perlahan. Tubuhnya gemetar, bahkan matanya berkaca-kaca karena saking takutnya. “Tidak apa-apa. Itu bukan ular hanya seutas tali. Tidak ada yang berbahaya. Kau aman,” ucap Reno dengan lembut, berusaha menenangkan. “Aku takut, Reno. Itu seperti ular sun
Luna hampir frustasi karena tak kunjung melihat Reno, dia ingin menyusuri hutan untuk menemukan Reno, tapi ia takut kemungkinan dia pun akan ikut menghilang karena tersesat di hutan. Luna benar-benar tidak ingin hal buruk terjadi pada Reno karena ia yakin tanpa Reno, dia tidak akan bisa bertahan di sana sendirian. Namun, jantung Luna yang sejak tadi berdegup kencang itu seketika berhenti berdetak saat ia mendengar langkah kaki di belakang. Luna dengan cepat berbalik dan detik itu dia langsung berhadapan dengan Reno. Tangisan Luna pecah saat itu juga bersamaan dengan perasaannya yang begitu lega melihat Reno kembali dalam keadaan hidup. “Hei, kenapa kau menangis? Apa kau mencariku?” Reno terkejut saat melihat Luna menangis histeris dan lebih terkejut lagi ketika dalam hitungan detik Luna memeluk tubuhnya dengan sangat erat. “Kau benar-benar gila, Reno! Kau membuatku ketakutan setengah mati!” Kening Reno mengernyit. “Ketakutan karena apa?” Dia juga memeluk Luna, berusaha memenangk
Hari telah beranjak malam. Beruntung dingin yang kian menusuk kulit sedikit terhalau dengan hangatnya api. Reno menatap pancaran wajah cantik Luna yang diterangi api unggun di hadapannya. “Maaf, aku janji besok akan mendapatkan ikan lebih banyak untuk kita makan,” ujar Reno, sedikit merasa bersalah karena Luna terlihat sangat lapar dan dia hanya bisa menangkap satu ekor ikan untuk mereka makan berdua. “Tidak apa, tubuhmu masih lemas. Setidaknya perut kita tidak kosong lagi.” Luna mengangguk, lalu dia menguap. “Sepertinya kita harus tidur karena aku merasa lelah dan seluruh tubuhku benar-benar sakit.”“Ya, aku juga merasakannya … kita memang perlu tidur. Aku sudah menyiapkan beberapa lembar daun besar di atas rumput. Tidak empuk, tapi semoga saja kita bisa tidur,” ujar Reno. Reno kemudian berbaring lebih dulu di atas rerumputan yang telah ia lapis daun pisang yang ditumpuk menjadi lebih lebar dan tebal.Kemudian dia mengambil
“Sshhttt … aw …”Luna tidak berhenti meringis sejak tadi. Akibat gengsinya yang terlalu tinggi dan tak mau menerima uluran tangan Reno, kaki Luna tidak sengaja terkilir saat berjalan. Jalan hutan yang curam membuat langkahnya tidak seimbang dan akhirnya kaki sebelah kiri Luna yang menjadi korbannya. “Apa kau bisa berdiri?” tanya Reno dengan khawatir. “Kakiku sakit sekali.” Luna mengeluh kesakitan dan Reno tak punya pilihan selain menggendong tubuh Luna. “Ayo, naik ke punggungku,” ucap Reno sambil berjongkok memunggungi Luna. “T-tapi lenganmu?”Reno menghela napas kasar. “Cepatlah naik, lebih baik kita kembali ke mobil sebelum hari mulai gelap.”Tak memiliki pilihan lain membuat Luna menerima tawaran Reno dan kini ia berada di atas punggung pria itu. “Kenapa kita kembali?” tanya Luna ketika Reno berbalik arah. Tidak menuju ujung tebing lagi. “Kita tidak bisa memanjat tebing dalam keadaan seperti ini, Luna. Kakimu terkilir, dan kondisiku juga tidak sefit itu untuk memanjat tebing
Tidak ada yang tahu kapan datangnya musibah. Begitu pun dengan kecelakaan yang baru mereka lewati berdua. Reno terus berusaha menguatkan diri. Dia tidak boleh terlihat lemah di depan Luna, atau wanita itu akan jauh lebih lemah darinya dan tidak punya tempat bersandar. Namun, gerakan cepat saat Luna mencabut pecahan kaca di pipinya membuat Reno seketika mengerang kesakitan. “ARGHHH …” Erangan Reno membuat Luna refleks mendekatkan wajah dan meniup pipi Reno yang terluka. Dan detik itu juga erangan Reno berhenti. Wajah yang hanya berjarak beberapa centi dan tiupan hangat Luna di pipinya membuat Reno seketika terdiam. Beberapa detik mata mereka bertatapan. Sama-sama merasakan getaran lain di hati. Getaran yang dulu selalu mereka ciptakan dalam momen-momen indah yang mereka lalui berdua. “M-maafkan aku, Reno.” Luna memutus tatapan mereka dan menjauhkan wajahnya. Lalu kembali mengeluarkan beberapa pecahan kaca kecil yang dia temukan di sekitar pipi bagian kanan Reno.“Emm … sekarang ak
Reno membuka mata saat merasakan sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya. Sejenak ia tak tahu apa yang terjadi padanya hingga ia merasakan sesak di dada dan terbatuk dengan keras. Dia meringis ketika kepalanya terasa sangat sakit. Reno menatap kesekililing dan saat dia melihat keadaan mobil, ingatannya kembali dengan jelas. Dia mengalami kecelakaan. Matanya sontak tertuju pada Luna yang duduk di sebelahnya dengan mata tertutup. “Astaga ... L-luna …”Untuk sesaat Reno dipenuhi rasa takut. Takut pada kemungkinan Luna sudah tidak bernyawa di sebelahnya. “Sssttt … shit! Sakit sekali!” Reno kembali meringis saat ia berusaha bergerak mendekati Luna. Dia perlu memeriksa keadaan Luna dan memastikan wanita itu baik-baik saja. Reno membuka sabuk pengamannya, lalu mencondongkan tubuh ke arah Luna yang wajahnya memiliki banyak memar dan ada beberapa goresan di wajah cantiknya. “Luna …” Reno memanggil dengan lembut, namun tidak adanya respon dari Luna membuat Reno ketakutan. Akhirnya deng
Luna tak kuasa menahan emosi saat Reno memberinya dua pilihan. Untuk pergi dan meninggalkan Louis di Villa atau tidak pergi ke mana-mana. Luna rasa Reno semakin besar kepala setelah dia berikan kesempatan yang sama untuk membesarkan Louis. “Kau gila?! Tidak, Louis ikut denganku!” sentak Luna yang membuat semua orang terkejut karena masih ada Louis di tengah-tengah mereka. “Luna, kurasa Reno ada benarnya. Kau akan menyelesaikan banyak masalah di sana, bukankah kau akan lebih fokus jika Louis di sini? Kasihan Louis, dia masih ingin bermain bersama Briel di sini. Aku berjanji akan menjaganya dengan baik. Aku akan memberimu kabar setiap dua jam sekali jika kau mau,” ujar Lucas dengan hati-hati. Reno mengangguk mengiyakan ucapan sang ayah. Dan itu semakin membuat Luna kesal. Dia tidak pernah berpisah dengan Louis selama berhari-hari, dan Luna yakin jika dia meninggalkan Louis di sini, dia tidak akan tenang di LA dan akan terus mengkhawatirkan Louis sepanjang waktu. Selain itu, dia