Kondisi hati Ashya sepertinya membaik. Pelukan, bisikan dan kecupan di keningnya dari Abizar ternyata berhasil menenangkannya.
“Turid 'an tati maena—mau ikut bersama kami?” Abizar bertanya kepada Ashya.
“’Ayn—kemana?”
“'Ateam hadha alsabiu—memberi bocah ini makan,” Abizar menunjuk Mawar yang hanya bisa terbengong. Andai Mawar mengerti apa yang Abizar katakan, perempuan itu tentu saja akan berubah kesal dan malu. Hanya Ashya dan Malik yang mengerti apa yang Abizar katakan, Malik nyengir lebar dan Ashya hanya tersenyum tipis. Ikut memerhatikan Mawar yang menyipit ke arah Abizar, menuntut jawaban, apa yang sebenarnya lelaki itu katakan.
Mereka berempat ke dapur. Mawar sudah tidak penasaran lagi dengan apa yang Abizar katakan, fokusnya sudah teralihkan oleh kemewahan dapur rumah Omar dan beraneka macam makanan yang ada di sana. Makanan khas Arab memenuhi meja, bekas makan m
Mawar tidak sadar ruang di sebelahnya sudah kosong. Seseorang mengetuk pintu kamar Ashya, Ashya yang turun dan keluar. Ternyata Akmal, mereka terjebak adu bicara sebentar. Yang diakhiri oleh erangan frustrasi Akmal dan Ashya yang berakhir menangis. Akmal yang tidak tega berusaha membujuk Ashya dan memeluknya. Ashya menghindar lalu mengunci pintu dari dalam. Kehebohan di depan antara sepasang suami-istri itu tidak Mawar sadari. Mawar asyik terlelap, perutnya yang kenyang membuat tidurnya semakin rileks. Sekalipun keesokan harinya Abizar tidak sarapan, Mawar tidak perlu kelaparan. Ashya mematung sebentar di ambang pintu, ditatapnya Mawar yang terlihat begitu nyenyak. Ashya mengambil kaca kecil yang ada di laci meja riasnya, lalu masuk ke dalam kamar mandi. Ashya menghidupkan air keran hingga suara berisik itu meredam suara lain di dalam sana. Ashya menghancurkan kaca kecil yang dia bawa, menjadi serpihan kaca yang cukup tajam. Ashya menahan tangis, bibirnya bergetar. Dicekra
“Tuan … Tuan ….” Tangis Mawar terdengar seperti rintihan. Tangannya sudah tidak sanggup untuk menggedor-gedor pintu kamar Abizar yang terkatup rapat. Abizar yang terlelap di dalam sana sontak terbangun, ditajamkannya pendengaran, heran mendengar tangis Mawar yang dengan lambat memukul-mukul pelan pintu kamarnya. Abizar mengusap wajah lalu turun dari ranjang. Didekatinya pintu, Abizar mendekatkan telinganya ke sana. Mawar menangis seperti orang kesakitan, dengan cemas Abizar langsung membuka pintu. Mata Abizar melebar, mendapati wajah kacau Mawar. Gadis itu meluapkan tangisnya saat menghadap Abizar. Pipi dan mata Mawar panas dan merah, hidungnya berbunyi menarik ingus. “Tuan ….” Panggil Mawar, rasanya ingin memeluk Abizar tapi tidak berani. “Kamu kenapa, Mawar?” Abizar terdengar panik, tangannya nyaris menyentuh pipi merah Mawar. “Apa di rumah ini ada yang menjahatimu, hem?” Nada suara Abizar terdengar membujuk. Mawar menggelengkan kepala, “b-bukan ….” “Lalu
Mawar menunggu Abizar sampai gelap, karena tidak ada Abizar Mawar segan untuk bersantai atau makan sesuka hati di dapur keluarga Omar. Mawar lebih sering berkurung di dalam kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Abizar. Saat suara deru mobil memenuhi halaman rumah depan, Mawar menongolkan kepalanya melalui jendela. Wajahnya langsung berseri-seri, Omar dan beberapa saudara Abizar sudah pulang. Termasuk Akmal dan Malik. Tapi Mawar tidak menemukan wajah Abizar yang mengeluarkan diri dari mobil. Urung merasa kecewa, Mawar ingin mengeceknya sendiri. Mungkin wajah Abizar terhalangi oleh beberapa tubuh. Mawar keluar dari kamarnya, lalu mengendap-ngendap turun ke lantai satu. Mawar menengok ke halaman luar melalui salah satu jendela. Diceknya oleh Mawar setiap wajah yang lewat, benar-benar tak ada Abizar. Sepertinya Abizar masih di rumah sakit. Mawar hanya bisa menghela napas kecewa. Akmal masuk ke dalam rumah dan melewati Mawar begitu saja, lelaki itu sempat melirik Ma
Masih opini yang belum tersingkap hal lain, wajah Akmal sudah mengeras. Rasanya tidak percaya kalau pelakunya Mawar, begitu pula Malik. Sedangkan Mawar hanya kebingungan saat seluruh mata tertuju ke arahnya dengan tatapan meintimidasi. Wanita itu terlihat bingung. “Jangan menuduh tanpa bukti!” Akmal berteriak kepada pembantu wanita itu. “Maaf, Tuan ….” Kepala wanita tersebut menunduk. “Saya bukan menuduhnya, tapi saya hanya memberitahu apa yang saya lihat. Saya tidak tahu apa yang dia lakukan di sana.” Setelah itu sang pembantu diam, terus melirik Mawar dengan sorot merasa bersalah. Akmal diam sebentar. Sedangkan Malik menanyai Mawar dalam bahasa Inggris. “Tidak mungkin kamu mencuri perhiasan Ashya ‘kan?” Mawar langsung menggeleng, “ya nggaklah!” Diedarkannya pandangan ke sekitar, Mawar tidak terima seluruh mata menatapnya jijik. Malik percaya Mawar dan Akmal ‘pun yakin Mawar tidak mungkin sepi
Bak pakaian kotor Mawar sudah diletakkan di tengah ruangan. Iqbal sendiri yang menggeledahnya, wajahnya begitu serius sekalipun pakaian dalam Mawar juga berbaur di antara pakaian-pakaian kotor lain. Beberapa lembar pakaian Mawar awalnya tak ada yang mencurigakan di sana. Iqbal nyaris menyesal karena terlalu berlebihan, tapi di pakaian terakhir Mawar, yang Mawar pakai semalam saat tidur di kamar Ashya, di sakunya ada beberapa perhiasan Ashya yang tersisa. Tatapan tajam Iqbal mengarah ke Mawar yang menggeleng-geleng. Tidak, itu bukan salahnya … Mawar tidak tahu, kenapa bisa ada di tas dan saku pakaian yang dia pakai semalam. “Bukan aku yang mencurinya … bukan aku ….” Malu ditatap tajam oleh ratusan pasang mata, Mawar bersembunyi di balik punggung Malik. Malik berusaha menghadang setiap mata yang menghunus Mawar karena kasihan dengan wanita itu.&nbs
PLAK! Satu tamparan yang amat memekakkan telinga. Sebelah pipi Iqbal merah, lelaki itu diam. PLAK! Abizar menamparnya sekali lagi, membuat Iqbal menyeringai sinis.Abizar menggulung lengan kemejanya, “jika ingin memotong tangan Mawar, potong saja tanganku. Karena aku yang bertanggung jawab atasnya. Jika dia melakukan sesuatu, lemparkan semua hukumannya padaku! Akan kuterima.”“Tak ada hukum Islam, perbuatan pelayan ditanggung oleh majikan. Jika pelayanmu yang mencuri, tangannya yang harus dipotong, bukan kamu.” Dengan santai Iqbal mengatakannya.Abizar geram, diliriknya Mawar yang ditenangkan oleh Malik. Mawar takut saat Abizar sebelumnya menggulung kemeja lengannya sendiri. Saat Mawar menanyakan kepada Malik apa yang terjadi, Malik enggan mengartikannya.“Pelayan mana yang bilang tadi siang Mawar masuk kamar Ashya!?” Abizar berteriak.Awalnya sunyi, hingga seorang perempuan dipaksa berdiri oleh teman-temannya. &
“Rumah ini tidak aman untukmu, Mawar.” Tatapan Abizar sendu.“Dimanapun tidak aman untukku jika Tuan tidak ada.”“Jangan menggodaku,” Abizar mengambil kemoceng yang tergeletak di atas meja sebelah pinggangnya dan menimpuknya ke kepala Mawar.“Besok kita pulang ke Indonesia. Di sana lebih aman untukmu.”“Tuan ikut?”“Apa tadi kubilang, ‘kita’ ‘kan?”Senyum Mawar semringah, kepalanya mengangguk kuat.***“Tidurlah, Mawar. Besok kita akan kembali ke Indonesia.”Bibir Mawar membentuk segaris senyum saat kalimat Abizar sebelum lelaki itu menutup pintu kembali terngiang di telinganya.Malam ini, sekalipun Abizar menyuruhnya tidur Mawar tidak bisa tidur. Entah kenapa Mawar sangat bahagia malam ini, meskipun beberapa jam sebelumnya dia sempat ketakutan karena dituduh satu rumah mencuri. Mawar tidak bisa mem
Mawar yang awalnya hidup sejahtera karena makanan di dapur melimpah, harus sering menahan lapar. Mawar tidak berani melanggar sekalipun banyak makanan cadangan. Abizar itu mengerikan. Semenjak peraturan baru, Mawar selalu menanti Abizar pulang. Sering menangis kalau Abizar tidak makan-makan. Hidup Mawar mulai bergantungan dengan Abizar.Awalnya Abizar tidak perduli, kalau Abizar ingin makan, ya dia makan. Kalau dia tidak makan, ya tidak makan. Tanpa mengingat Mawar yang hanya makan makanan sisanya. Tapi setelah memergoki Mawar menangis karena Abizar tidak makan tiga hari hanya minum air putih, Abizar mulai merasa bersalah.Abizar pikir, jika dia tidak makan, Mawar akan makan diam-diam, tapi ternyata pembantunya lebih setia daripada dugaannya. Sejak itu, Abizar mulai memiliki alasan untuk makan. Karena ada Mawar yang selalu menunggu. Abizar sengaja memesan makanan kesukaan Mawar, makan sedikit lalu sisanya yang enak-enak diberikan untuk wanita itu.Abizar mulai s