Jason benar-benar menunaikan keinginan Nila yang terkesan gila. Kini Jason, Nila dan tentunya Roland sedang dalam perjalanan menuju dermaga. “Nakhodanya sudah tiba Pak, kapal juga sudah di siapkan, barang-barang yang Anda minta sudah tersedia, dan kita akan tiba dalam lima menit lagi,” papar Roland. “Kerja bagus Roland. Setelah ini pulang dan istirahatlah, maaf mengganggumu di tengah malam. Besok sore baru jemput aku dan Nila lagi di sini. Kami akan menghabiskan hari di kapal yacht.” “Baik Pak.” “Mas! Aku lupa bawa susu coklat!” pekik Nila dramatis. “Kamu mengejutkanku sayang! Tentang itu aku sudah mengurusnya. Tenanglah, semua keperluanmu sudah tersedia. Aku akan memastikan kamu tidak kekurangan suatu apa pun.” “Mas kenapa Haiden akhir-akhir ini suka banget sama Mama ya? Apa karena aku cerewet?” “Kamu ngaco sayang, masa tiba-tiba mikir ke sana? Kan memang kalau akhir pekan jadwalnya Haiden sama Mama. Kamu tahu sendiri, Haiden suka sama cucu temannya Mama. Kan kalau Sabtu malam
Mereka baru dalam perjalanan pulang di pukul dua siang. Setelah melakukan obrolan mendalam beberapa saat, Nila dan Jason kembali tidur sampai pukul satu siang tadi akhirnya mereka tiba di dermaga.Saat tiba di halaman rumah, Jason melihat seorang pria yang asing. Meski banyak, pria itu mengenal semua pengawalnya. Ia kemudian membukakan pintu untuk Nila, lalu membantu wanitanya untuk turun. Saat melihat Jason pria itu kemudian mendekati Jason. Pria itu terlihat panik, pakaiannya tergolong mahal tapi tampak lusuh.“Siapa Anda? Apakah ada keperluan dengan saya?” tanya Jason.“Anda, Pak Jason Wirabraja?” tanya pria itu.“Iya, saya sendiri. Ada perlu apa ya?”“Pak Danu dinyatakan meninggal dunia satu jam lalu. Sekitar tiga puluh menit lagi akan tiba di Indonesia. Saya utusan Nyonya Maya untuk mengabarkan hal ini kepada Anda dan keluarga. Maaf, saya tidak sempat mendatangi rumah Nyonya Santi,” papar pria tersebut.“Mas? Bukan Danu yang itu kan? Ah, kamu punya saudara lain yang namanya Danu
Saat melihat Nila turun dari mobil dengan dirangkul oleh Jason seolah butuh penyokong agar tetap berdiri, Maya semakin mengencangkan tangisannya. Wanita itu lalu memeluk Nila erat sembari menangis.“Lihat itu La! Kakakmu jahat sekali meninggalkan kita, kenapa dia sungguh tega? Kenapa La?”“Tante ayo masuk dulu, jenazah Haiden harus segera di urus. Tante tidak bisa terus begini,” ujar Jason.Maya lalu di papah suaminya masuk ke dalam, begitu juga dengan Jason yang memapah Nila. Setelah Maya dan Nila duduk di karpet ruang tamu, Jason dan Davin bergabung dengan para kerabat untuk mengurus jenazah Danu.“Bagaimana ini La? Sekarang Mama tidak lagi punya alasan hidup, putra Mama satu-satunya sudah tiada La,” ujar Maya dengan tangis.“Mama jangan bicara begitu. Aku yakin Danu juga ingin melihat Mama bahagia. Jika begini, Mama akan memberatkan langkah Danu Ma. Sejujurnya aku juga sedih, rasanya sakit Ma. Selama ini Danu yang selalu ada di sampingku, tapi di saat aku mulai bahagia, Danu justru
Usia kandungan Nila sudah menginjak tujuh bulan, perut wanita itu mulai membesar sehingga membatasi pergerakannya. Di trimester ketiga ini, Nila juga mudah lelah. Sikap overprotektif Jason semakin menjadi-jadi. Pria itu bahkan memindahkan kamar mereka ke ruangan yang lebih luas. Ia meletakkan meja kerja di dalam kamar, sehingga tetap bisa bekerja sembari mengawasi Nila.Sedangkan Nila, di usia kandungannya yang sudah menginjak trimester ketiga, wanita itu sangat malas untuk bergerak. Bawaannya selalu ingin tidur, Jason sama sekali tidak mempermasalahkan hal tersebut. Pria itu bahkan memfasilitasi TV digital, rak makanan ringan, dan kulkas mini di sebelah tempat tidur agar Nila merasa nyaman.Sementara Nila menonton, membaca novel, atau kadang tidur, Jason akan fokus bekerja di mejanya. Pria itu tidak peduli jika istrinya memutar lagu dengan suara kencang, selagi wanitanya baik-baik saja, itu bukan masalah.Seperti saat ini, Nila sedang memutar lagu sedih yang menggema di satu ruangan.
Setelah berangkat tengah malam tadi, pagi ini Nila bangun tanpa pemandangan wajah suaminya. Wanita itu justru melihat Mia yang tidur dengan posisi duduk di sofa. “Mia? Bisa tolong antar saya ke kamar mandi?” tanya Nila.“Bisa Bu,” balas Mia sebelum bangkit dari duduknya, menurut Nila wanita itu hanya sekedar memejamkan mata dan tidak benar-benar terlelap.Setelah bersih-bersih sedikit, Nila berhasil kembali berbaring di kasur berkat bantuan Mia. Wanita itu membantu Nila naik ke atas kasur dengan perlahan.“Ada lagi yang bisa saya bantu Bu?” tawar Mia.“Katakan pada Bayu, aku sedang mengidam di foto oleh tukang paket. Jadi kemarin aku sudah pesan barang di toko Online, hari ini barangnya datang. Jangan ada yang menerima selain aku, jadi nanti saat paketnya datang, tolong tuntun aku ke pintu depan. Pergi dan pastikan Bayu mengingatnya,” titah Nila.Mia kemudian berbalik, wanita itu hanya perlu membuka pintu kamar untuk menemui Bayu. Sejak semalam pria itu berjaga di sana dengan beberap
Jason menegakkan punggungnya saat membuka pesan yang dikirimkan oleh Mia. Pria itu bahkan refleks berdiri dengan sorot mata menahan amarah.“Roland!” teriak Jason.“Apa yang terjadi Pak?” tanya Roland.“Pesankan tiket pesawat penerbangan pertama sekarang juga! Ada orang bosan hidup yang mencari gara-gara dengan meneror istriku!”“Saya memang sudah memesan tiket untuk kembali ke Jakarta tiga puluh menit lagi Pak,” papar Roland.Keduanya segera menaiki mobil untuk menuju bandara. Sepanjang perjalanan mulai dari di mobil dan di pesawat Jason benar-benar gelisah. Sedangkan Roland, pria itu sibuk mencari orang gila yang melakukan ini pada majikannya. Pria itu juga memakai anak buahnya melalui pesan.Sementara itu Bayu sedang panik menunggu dokter menangani Nila. Mia berada di dalam untuk menemani majikannya. Di saat seperti ini Bayu tidak bisa mempercayai siapa pun selain Mia. Jika tukang paket saja mampu melakukan hal gila seperti tadi, bukan tidak mungkin jika itu dilakukan oleh dokter.
Haiden sedang bermain pasir di teras kelasnya. Bocah itu tampak sibuk membangun sebuah benteng yang akan ia adu kebesaran dengan temannya. Bocah itu sudah menyusun tinggi-tinggi pasir khusus dengan cetakan.Lalu beberapa anak laki-laki berlarian di sekitar Haiden dan temannya hingga Haiden kesal sendiri. “Berhentilah berlarian, aku akan memukulmu jika pasirku jatuh!”Bruk!Belum ada satu menit Haiden menyelesaikan ucapannya, seorang anak laki-laki jatuh di atas benteng yang terbuat dari pasir. Haiden berdiri dengan perasaan kesal, “Kan sudah di bilang jangan lari-larian! Kalau punya dia hancur begitu, kan aku jadi ulang lombanya!” Sedangkan teman Haiden yang bentengnya rusak karena ulah temannya justru menangis. Sementara sang pelaku malah tertawa bersama teman-temannya.“Begitu saja menangis! Kaya perempuan!” cibir anak laki-laki tersebut sembari bangkit dan membersihkan celananya dari pasir-pasir yang menempel.“Menangis bukan hanya untuk perempuan, kamu bicara seakan-akan kamu tid
Sepulang dari rumah Santi, Jason langsung kembali masuk ke kamar. Saat pria itu masuk, Mia keluar setelah melakukan kontak mata dengan Jason. Sejenis isyarat bergantian menjaga Nila? Setelah Mia keluar, Jason lalu duduk di sebelah Nila yang menonton film di atas kasur seperti biasa. Pria itu lalu menatap suaminya yang tampak gusar.“Kamu kenapa Mas? Dari mana? Kok kayanya tadi kamu buru-buru banget perginya?” tanya Nila bertubi-tubi.“Biasalah sayang, klien-klien rewel seperti kemarin. Aku heran dengan orang-orang seperti mereka, kenapa tidak bisa diam saja tanpa membuat masalah. Apa mungkin mereka gatal-gatal jika tidak membuat masalah?” Jason lalu membaringkan tubuhnya di kasur dengan paha Nila sebagai bantalan.“Kamu sering banget dapat klien rewel begitu Mas. Kayanya kamu lagi di latih biar nggak kaget kalau harus menghadapi anak bayi yang akan sangat rewel di seratus hari pertamanya.” Tangan Nila bergerak memainkan rambut Jason.“Bagaimana mungkin rewelnya orang-orang itu sama d