Malam ini Nila sedang tidur di pangkuan Jason. Hal ini bukan hal baru sejak Nila mulai mengandung empat bulan lalu. Sekarang ini usia kandungan Nila memang sudah menginjak bulan ke empat. Sejak awal hamil sampai sekarang, Nila benar-benar manja dan lengket dengan Jason.“Mas aku kangen kamu,” rengek wanita itu.“Kangen bagaimana lagi sayang? Kan aku sudah di sini, sama kamu, peluk kamu. Kamu mau apa? Hm?”“Nggak tahu, pokoknya kangen kamu,” ujar Nila.“Mas, perutku sekarang buncit. Kamu masih sayang nggak sama aku?” Jason menangkup wajah Nila sembari mengatakan, “Sayang, dengarkan Mas. Saat sudah mengucap ijab kabul untuk menjadikan kamu bagian dari diri Mas. Di situ Mas sudah siap, menerima lebih dan kurang nya kamu. Setiap manusia pasti akan kehilangan masa-masa mereka saat masih cantik-““Oh, begitu. Jadi, aku sudah kehilangan masa-masa untuk cantik? Aku sudah nggak cantik?”Nila menegakkan tubuhnya yang semula menyandarkan kepalanya di dada bidang suaminya. Wanita itu menatap nyal
Jason benar-benar menunaikan keinginan Nila yang terkesan gila. Kini Jason, Nila dan tentunya Roland sedang dalam perjalanan menuju dermaga. “Nakhodanya sudah tiba Pak, kapal juga sudah di siapkan, barang-barang yang Anda minta sudah tersedia, dan kita akan tiba dalam lima menit lagi,” papar Roland. “Kerja bagus Roland. Setelah ini pulang dan istirahatlah, maaf mengganggumu di tengah malam. Besok sore baru jemput aku dan Nila lagi di sini. Kami akan menghabiskan hari di kapal yacht.” “Baik Pak.” “Mas! Aku lupa bawa susu coklat!” pekik Nila dramatis. “Kamu mengejutkanku sayang! Tentang itu aku sudah mengurusnya. Tenanglah, semua keperluanmu sudah tersedia. Aku akan memastikan kamu tidak kekurangan suatu apa pun.” “Mas kenapa Haiden akhir-akhir ini suka banget sama Mama ya? Apa karena aku cerewet?” “Kamu ngaco sayang, masa tiba-tiba mikir ke sana? Kan memang kalau akhir pekan jadwalnya Haiden sama Mama. Kamu tahu sendiri, Haiden suka sama cucu temannya Mama. Kan kalau Sabtu malam
Mereka baru dalam perjalanan pulang di pukul dua siang. Setelah melakukan obrolan mendalam beberapa saat, Nila dan Jason kembali tidur sampai pukul satu siang tadi akhirnya mereka tiba di dermaga.Saat tiba di halaman rumah, Jason melihat seorang pria yang asing. Meski banyak, pria itu mengenal semua pengawalnya. Ia kemudian membukakan pintu untuk Nila, lalu membantu wanitanya untuk turun. Saat melihat Jason pria itu kemudian mendekati Jason. Pria itu terlihat panik, pakaiannya tergolong mahal tapi tampak lusuh.“Siapa Anda? Apakah ada keperluan dengan saya?” tanya Jason.“Anda, Pak Jason Wirabraja?” tanya pria itu.“Iya, saya sendiri. Ada perlu apa ya?”“Pak Danu dinyatakan meninggal dunia satu jam lalu. Sekitar tiga puluh menit lagi akan tiba di Indonesia. Saya utusan Nyonya Maya untuk mengabarkan hal ini kepada Anda dan keluarga. Maaf, saya tidak sempat mendatangi rumah Nyonya Santi,” papar pria tersebut.“Mas? Bukan Danu yang itu kan? Ah, kamu punya saudara lain yang namanya Danu
Saat melihat Nila turun dari mobil dengan dirangkul oleh Jason seolah butuh penyokong agar tetap berdiri, Maya semakin mengencangkan tangisannya. Wanita itu lalu memeluk Nila erat sembari menangis.“Lihat itu La! Kakakmu jahat sekali meninggalkan kita, kenapa dia sungguh tega? Kenapa La?”“Tante ayo masuk dulu, jenazah Haiden harus segera di urus. Tante tidak bisa terus begini,” ujar Jason.Maya lalu di papah suaminya masuk ke dalam, begitu juga dengan Jason yang memapah Nila. Setelah Maya dan Nila duduk di karpet ruang tamu, Jason dan Davin bergabung dengan para kerabat untuk mengurus jenazah Danu.“Bagaimana ini La? Sekarang Mama tidak lagi punya alasan hidup, putra Mama satu-satunya sudah tiada La,” ujar Maya dengan tangis.“Mama jangan bicara begitu. Aku yakin Danu juga ingin melihat Mama bahagia. Jika begini, Mama akan memberatkan langkah Danu Ma. Sejujurnya aku juga sedih, rasanya sakit Ma. Selama ini Danu yang selalu ada di sampingku, tapi di saat aku mulai bahagia, Danu justru
Usia kandungan Nila sudah menginjak tujuh bulan, perut wanita itu mulai membesar sehingga membatasi pergerakannya. Di trimester ketiga ini, Nila juga mudah lelah. Sikap overprotektif Jason semakin menjadi-jadi. Pria itu bahkan memindahkan kamar mereka ke ruangan yang lebih luas. Ia meletakkan meja kerja di dalam kamar, sehingga tetap bisa bekerja sembari mengawasi Nila.Sedangkan Nila, di usia kandungannya yang sudah menginjak trimester ketiga, wanita itu sangat malas untuk bergerak. Bawaannya selalu ingin tidur, Jason sama sekali tidak mempermasalahkan hal tersebut. Pria itu bahkan memfasilitasi TV digital, rak makanan ringan, dan kulkas mini di sebelah tempat tidur agar Nila merasa nyaman.Sementara Nila menonton, membaca novel, atau kadang tidur, Jason akan fokus bekerja di mejanya. Pria itu tidak peduli jika istrinya memutar lagu dengan suara kencang, selagi wanitanya baik-baik saja, itu bukan masalah.Seperti saat ini, Nila sedang memutar lagu sedih yang menggema di satu ruangan.
Setelah berangkat tengah malam tadi, pagi ini Nila bangun tanpa pemandangan wajah suaminya. Wanita itu justru melihat Mia yang tidur dengan posisi duduk di sofa. “Mia? Bisa tolong antar saya ke kamar mandi?” tanya Nila.“Bisa Bu,” balas Mia sebelum bangkit dari duduknya, menurut Nila wanita itu hanya sekedar memejamkan mata dan tidak benar-benar terlelap.Setelah bersih-bersih sedikit, Nila berhasil kembali berbaring di kasur berkat bantuan Mia. Wanita itu membantu Nila naik ke atas kasur dengan perlahan.“Ada lagi yang bisa saya bantu Bu?” tawar Mia.“Katakan pada Bayu, aku sedang mengidam di foto oleh tukang paket. Jadi kemarin aku sudah pesan barang di toko Online, hari ini barangnya datang. Jangan ada yang menerima selain aku, jadi nanti saat paketnya datang, tolong tuntun aku ke pintu depan. Pergi dan pastikan Bayu mengingatnya,” titah Nila.Mia kemudian berbalik, wanita itu hanya perlu membuka pintu kamar untuk menemui Bayu. Sejak semalam pria itu berjaga di sana dengan beberap
Jason menegakkan punggungnya saat membuka pesan yang dikirimkan oleh Mia. Pria itu bahkan refleks berdiri dengan sorot mata menahan amarah.“Roland!” teriak Jason.“Apa yang terjadi Pak?” tanya Roland.“Pesankan tiket pesawat penerbangan pertama sekarang juga! Ada orang bosan hidup yang mencari gara-gara dengan meneror istriku!”“Saya memang sudah memesan tiket untuk kembali ke Jakarta tiga puluh menit lagi Pak,” papar Roland.Keduanya segera menaiki mobil untuk menuju bandara. Sepanjang perjalanan mulai dari di mobil dan di pesawat Jason benar-benar gelisah. Sedangkan Roland, pria itu sibuk mencari orang gila yang melakukan ini pada majikannya. Pria itu juga memakai anak buahnya melalui pesan.Sementara itu Bayu sedang panik menunggu dokter menangani Nila. Mia berada di dalam untuk menemani majikannya. Di saat seperti ini Bayu tidak bisa mempercayai siapa pun selain Mia. Jika tukang paket saja mampu melakukan hal gila seperti tadi, bukan tidak mungkin jika itu dilakukan oleh dokter.
Haiden sedang bermain pasir di teras kelasnya. Bocah itu tampak sibuk membangun sebuah benteng yang akan ia adu kebesaran dengan temannya. Bocah itu sudah menyusun tinggi-tinggi pasir khusus dengan cetakan.Lalu beberapa anak laki-laki berlarian di sekitar Haiden dan temannya hingga Haiden kesal sendiri. “Berhentilah berlarian, aku akan memukulmu jika pasirku jatuh!”Bruk!Belum ada satu menit Haiden menyelesaikan ucapannya, seorang anak laki-laki jatuh di atas benteng yang terbuat dari pasir. Haiden berdiri dengan perasaan kesal, “Kan sudah di bilang jangan lari-larian! Kalau punya dia hancur begitu, kan aku jadi ulang lombanya!” Sedangkan teman Haiden yang bentengnya rusak karena ulah temannya justru menangis. Sementara sang pelaku malah tertawa bersama teman-temannya.“Begitu saja menangis! Kaya perempuan!” cibir anak laki-laki tersebut sembari bangkit dan membersihkan celananya dari pasir-pasir yang menempel.“Menangis bukan hanya untuk perempuan, kamu bicara seakan-akan kamu tid
“Tolong! Tolong! Ziva takut! Papa! Kakak!” Haiden sontak terbangun karena racauan Adiknya, tidak hanya Haiden, Jason dan Nila juga langsung masuk ke kamar.“Adikmu kenapa? Terus kamu kenapa tidur di sini?” tanya Nila.“Ziva demam Ma, tadinya aku mau turun ambil kompres tapi tanganku dipeluk, niatku tunggu dia tenang, ternyata malah ketiduran. Terus ini tadi terbangun gara-gara Ziva mengigau,” jelas Haiden.“Astaga, ya sudah, Mama ambilkan kompres dulu di bawah.” Nila langsung turun dan mengambil alat kompres untuk putrinya.Sementara Jason naik ke sisi lain kasur dan mengecek kondisi putrinya. Jika sakit begini Ziva akan sangat manja pada Papa dan Kakaknya. Nila benar-benar menciptakan saingannya sendiri, terbukti dari seberapa manja Ziva kepada para laki-laki di keluarga ini.Jason memberi ruang untuk Nila mengompres Ziva, sehingga posisinya Nila dan Ziva di tengah-tengah Jason dan Haiden. Setelah selesai mengompres Ziva dan memastikan suhu tubuhnya berangsur-angsur turun, ketiganya
Setelah kepergian Papa dan Kakaknya barulah Ziva bisa bernafas lega. Gadis itu lalu segera masuk ke dalam mobil, dan di susul oleh Kafka.“Untung aku buka pesanmu saat di lampu merah. Memangnya kenapa tidak mau terus terang?” “Kak Kafka nggak sadar juga? Masa setelah lihat reaksi mereka, Kakak masih nggak paham? Kakak sama Papaku itu posesif banget! Dari kecil baru Kakak cowok pertama yang jemput aku keluar, teman mainku semuanya perempuan. Kakakku punya kontak mereka semua, berbohong pun rasanya sia-sia. Pamit kerja kelompok aja respons mereka sudah begitu, bagaimana kalau tadi Kak Kafka terus terang? Sudah jelas aku tidak akan bisa keluar sama sekali Kak. Papa dan Kakakku bahkan bisa menjaga aku di kamar seharian penuh, persetan dengan janji temu mereka,” jelas Ziva.“Sebegitunya?” tanya Kafka tidak habis pikir.“Iya! Udah ayo berangkat Kak, kalau macet bagaimana?” tukas Ziva.“Ya sudah.” Kafka kemudian melajukan mobilnya menuju tujuan mereka. Sepanjang perjalanan Ziva sangat akti
Minggu pagi ini, Nila cukup heran dengan anak-anaknya yang sudah bangun di waktu se pagi ini. Mungkin untuk Haiden itu hal yang wajar, tapi Ziva? Gadis itu bahkan bisa terlelap hingga sore hari jika hari libur seperti ini, alih-alih pergi keluar bersama teman-temannya.Itulah mengapa Haiden kerap memanggilnya putri tidur. Karena kesehariannya memang tidur, tidur, dan tidur. Betapa terkejutnya Nila dan Jason saat sang putri tidur sudah bangun dan mandi di pagi hari.“Dalam rangka apa ini? Kok tuan putrinya Papa pagi-pagi sudah rapi?” Jason merangkul Ziva yang sudah rapi, rambutnya digerai dan dihiasi bandana merah muda.“Ziva ada kerja kelompok Pa,” balas gadis itu.“Alah! Biasanya juga mau ada bencana alam tetap aja tidur. Jujur aja Dek, dalam rangka apa kamu begini?” tanya Haiden yang baru turun dari lantai dua.“Serius!” sergah Ziva dengan wajah kesal.“Mau naik apa? Mobilmu Kakak pakai jalan sama Kak Anna. Mobil Kakak di bengkel, kalau pakai motor nggak enak, pulang malam soalnya,”
Pagi-pagi sekali para orang tua berangka ke bandara dengan menggunakan taksi. Mereka akan pergi ke Surabaya selama tiga hari dua malam. Jadi, selama itu Haiden bertanggung jawab penuh atas adik-adiknya. Saat ini waktu menunjukkan pukul setengah enam pagi, Haiden lalu membangunkan Haira lebih dulu. Pria itu menggedor-gedor kamar Haira, setelah lama tidak ada jawaban akhirnya pria itu masuk.Percuma saja membangunkan Haira dengan cara normal, satu-satunya cara adalah melakukan hal di luar nalar seperti ....“Anjing, ini apaan sih? Ganggu banget senter? Senter apaan warna hijau? Biasanya juga kalau nggak kuning ya putih. Ini kalau pecah begini, bisa di lem nggak ya? Ini juga, tongkat buat bantu menyeberangi jalan? Buang aja mendingan, nanti kalau Ziva tanya pura-pura nggak tau aja.”“KAKAK!” Haira menatap nyalang ke arah kakaknya yang duduk di meja rias dengan santai. Koleksi lightstick nya juga masih pada tempatnya.“Akhirnya ketemu juga, cara ampuh membangunkan putri tidur kita yang
Setelah memutuskan pindah ke pulau Dewata Bali dua belas tahun yang lalu. Kini keempat anak itu sudah beranjak dewasa.Haiden Wirabraja sembilan belas tahun, Mahasiswa semester dua. Haira Ziva Wirabraja empat belas tahun, kelas tiga SMP. Zain Bagaskara tiga belas tahun, kelas dua SMP. Zaira Azura Bagaskara dua belas tahun, kelas satu SMP.Haira, Zain, dan Zaira bersekolah di tempat yang sama. Biasanya Zain dan Zaira akan berangkat bersama Roland dan Jason pergi ke kantor. Sementara Haira akan diantar oleh Haiden. Pria itu memang sangat over protektif pada Haira. Itu semua karena tingkah Haira yang benar-benar sangat centil. Kerap kali Haiden menghadiri panggilan orang tua Haira karena gadis itu menggunakan alat-alat kecantikan di sekolah. Bahkan saat jam olahraga, gadis itu tidak segan membawa pengering rambut karena Haira selalu keramas saat merasa tubuhnya gatal dan berkeringat.Kadang kala karena Haira menggunakan cat kukku, memoles wajahnya dengan make up, menggunakan sepatu puti
“Akh!” Tamara yang merasakan perutnya sangat keram, engap, dan mules sontak menjambak rambut Roland yang terlelap di sebelahnya.“Mas! Perutku! Perutku sakit Mas!” “Aduh, sakit Ra,” keluh Roland saat rambutnya ditarik kuat oleh Tamara.Pria itu kemudian bangun dan langsung menggendong Tamara lalu membawanya ke mobil. Saat melihat Bayu yang sedang berjaga di depan rumah Jason, pria itu segera berteriak.“Bay! Kemari tolong saya!” Bayu segera mendekat lalu menanyakan apa yang sebenarnya terjadi, “Ada apa? Tolong apa?” “Istri saya mau melahirkan, tolong sopiri kami ke rumah sakit,” ujar Roland.Bayu segera naik dan langsung menyopiri Roland ke rumah sakit. Saking paniknya, pria itu sampai lupa meminta izin para Nila.“AAAAAAAA! AYO CEPETAN! PERUTKU SAKIT! INGIN BUANG AIR BESAR RASANYA!”“SAKIT MAS! SAKIT!”“I-iya Ra, ini kepala saya juga sakit kalau kamu jambak begini,” keluh Roland.“Dijambak aja sudah mengeluh! Sini bertukar! Hamil aja kamu, biar tahu rasanya!”Tamara lalu menarik r
Sudah dua tahun terakhir sejak pernikahan Tamara dan Roland. Kini keduanya sudah dikaruniai seorang anak laki-laki berusia satu tahun, bahkan Tamara sedang hamil tua anak kedua mereka. Saat ini Tamara dan Nila sedang berada di salah satu pusat perbelanjaan, mereka mampir ke Playground untuk meninggalkan anak-anak mereka bermain. Sementara Haiden, Haira dan Zain bermain di Playground, Nila dan Tamara pergi makan berdua sekedar untuk melepas rindu.“Anak kamu laki-laki atau perempuan Ra? Duh, pulang-pulang dari Bali sudah besar aja perutmu,” ujar Nila sembari mengelus perut Tamara.“Perempuan La, Zain senang sekali saat tahu punya adik perempuan,” cetus Tamara.“Oh iya, kamu sudah diberi tahu Roland kan? Kalau setelah kamu melahirkan kita akan pindah ke Bali? Aku sama Mas Jason sudah survei rumah yang nanti akan kita tempati di sana.”“Sudah La, kan tinggal menunggu aku melahirkan saja. Rumah di sana juga sudah terisi seratus persen, tinggal menempati.”“Baguslah, kamu ini delapan bula
Pagi ini Jason dan Roland akan membawa istri masing-masing ke pulau Dewata Bali. Dua pasang suami istri itu sudah berada di pesawat. Jason dan Nila duduk di depan kursi Roland dan Tamara.Setelah perjalanan kurang lebih dua jam, akhirnya mereka tiba di pulau Dewata Bali. Saat tiba mereka langsung dijemput oleh sopir di Bandara. Mereka langsung menuju ke vila untuk beristirahat, karena malam ini Roland dan Jason harus menghadiri rapat.Saat ini Nila sedang meminum coklat dingin di tepi kolam renang luar. Tidak lama kemudian Tamara menghampiri dan menyodorkan sebuah bikini kepada Nila.“Nggak bikini nggak Bali La,” cetus wanita itu.Nila lalu menerima bikini yang disodorkan oleh Tamara. Wanita itu menunjukkan layar tab nya pada Tamara, di mana terpampang pantai yang terdekat dari sini. “Mau pergi ke sana?” tawar Nila.“Boleh, berenang dan berjemur di siang hari sepertinya menyenangkan,” balas Tamara.“Haruskah kita membangunkan mereka?” tanya Nila.“Aku rasa tidak perlu, aku tahu tempa
“Aku jadi ikut kamu ke Bali Mas?” tanya Tamara.“Iya, nanti ada Nona Nila juga di sana,” jelas Roland.“Haruskah aku memanggil mereka seperti itu?” tanya Tamara.“Tidak perlu Ra, aku memanggil demikian hanya demi profesionalitas. Kamu, tidak terikat kontrak apa pun sehingga harus memanggil dengan sebutan itu.”“Kita di sana berapa hari Mas? Aku mau siapkan pakaian, kan kamu bilang besok berangkat pagi.”“Bawa saja untuk dua hari, kalau memang lebih lama di sana, kita bisa membeli peralatan di sana,” ujar Roland.Pria itu lalu masuk ke kamar mandi, sedangkan Tamara masih sibuk memilih pakaian miliknya dan suaminya yang akan dipakai ke Bali.Setelah lima belas menit, Roland keluar hanya dengan melilitkan handuk di bagian bawah tubuhnya sehingga mengekspos bagian dadanya.“Aku pakai baju apa Ra?” tanya Roland.“Itu, di atas kasur sudah aku siapkan,” ujar Tamara yang masih sibuk menata pakaian di dalam koper. Sebisa mungkin wanita itu hanya ingin membawa satu koper berisi perlengkapan hid