“APA? MENIKAH?"
Mata wanita cantik itu memelotot sangar. Kian kaget atas pernyataan sang ayah yang mengatakan tentang rencana pernikahannya. James—sang ayah, pria paruh baya yang tidak menerima bantahan ataupun penolakan.Leoni mendengkus kesal. Dua tanganya mengepal erat di atas paha. Darahnya semakin panas mendidih ketika ia dengar nama pria yang James sebutkan sebagai calon suaminya.Tavel Moore Miller, pria yang digadang-gadang bakal calon suaminya kelak. Seorang pria tampan nan terkenal di negaranya. Pria haus selangkangan yang sekarang banyak disebutkan orang tengah menuai karmanya. Sering bergonta-ganti pasangan membuat Tavel terkenal sebagai pria hidung belang. Tidak terhitung banyaknya wanita yang pernah terlentang di atas ranjang milik putra sulung keluarga Miller tersebut.Tidak habis pikir, bagaimana bisa ayahnya meminta Leoni untuk menikahi pria seperti itu. Dirinya yang wanita baik-baik, rajin beribadah serta menjaga kehormatannya malah harus berakhir dengan pria kotor seperti itu. Tentu saja ia tidak bisa merelakan dirnya yang berharga berakhir mengenaskan."Menikahi pria impoten bukankah cara terang-terangan membuatku menjadi seorang perawan seumur hidup?” protes Leoni pada James."Bukankah itu bagus? Kau bahkan selalu bercita-cita ingin menjadi seorang barawati," seloroh Theo—adik laki-laki Leoni yang memiliki umur dua tahun dibawahnya."Diam, sialan!" umpat Leoni menekankan ucapanya, malah membuat Theodore terkekeh-kekeh geli.Di jaman sekarang, siapa yang masih mau menerima sebuah perjodohan. Hal konyol dan kolot itu, kenapa masih saja ada orang yang melakukannya. Sialnya, kini itu juga terjadi pada diri Leoni sendiri.Wanita yang memiliki cita-cita tinggi untuk menikah dan hidup dengan orang yang dia cintai. Leoni bahkan menjaga hatinya untuk tidak jatuh kepada siapapun selama ini. Cinta pertama hanya ia tujukan pada pria yang tepat dan akan menjadi suaminya kelak.Entah kenapa James malah menghancurkan angan-angan putrinya sendiri. Mengirim Leoni untuk menjadi pengantin wanita dari pria brengsek yang bahkan hidupnya sudah tidak berguna lagi."Aku.Tidak.Mau!" tolak Leoni penuh penekanan."Kau pikir aku meminta pendapatmu? Ini perintah Leoni, bukan permintaan." tegas James garang, memelot pada Leoni yang kesal di hadapanya."Kenapa Ayah ingin sekali menghancurkan hidupku? Memangnya Ayah mau aku menjadi olok-olokan satu negara?" timpal Leoni tajam. Amarahnya telah memuncak hingga ubun-ubun."Siapa yang berani mengolok-olokmu? Hidupmu akan lebih sejahtera setelah masuk ke dalam keluarga Miller.""Sial! Aku bahkan tidak menginginkan kesejahteraan itu." Ia bergumam kecil, tentu saja tidak bisa didengar oleh James. Leoni memijat pelipisnya yang pusing. "Ayah sendiri tahu bagaimana terkenalnya pria itu, bukan? Pria gila haus selangkangan itu?"James mengerang. Menatap putrinya yang amat begitu keras kepala. Tentu saja sikap keras kepalanya itu diturunkan darinya. Ya, dari siapa lagi memangnya."Aku tidak menerima penolakan atau alasan apapun darimu. Pernikahan itu telah ditetapkan. Dalam waktu dua bulan dari sekrang, kau akan resmi menjadi nyonya Miller.""AH GILA! MEMBUATKU GILA SAJA."Leoni beranjak dari duduknya. Gusar hatinya mengiringi langkah kaki jenjangnya yang melangkah lebar meninggalkan ruangan."Aku belum selesai bicara denganmu." Berat suara James sebagai peringatan sebelum Leoni keluar dari ruangannya. Namun acuh tak acuh Leoni tetap melamgkahkan kakinya keluar ruangan.Theodore turut mengangkat bokongnya dari sofa empuk itu. Melangkah lebar menuju pintu. Namun, sebelum dirinya membuka pintu, ia terlebih dahulu menoleh untuk melirik ayahnya."Tenang saja, Ayah, putri tercintamu itu pasti tidak akan mempermalukanmu," tutur Theo yang tahu betul apa yang saat ini tengah dipikirkan oleh James.James menghela napasnya. "Lebih baik kau menjaganya untukku. Pastikan dia tidak berbuat macam-macam," pinta James."Ya, tentu akan kulakukan."Derap langkah dari sepatu kulit itu menggema pada mansion yang sunyi. Kaki jenjang gontai melangkah menuju ruangan yang masih berada di lantai yang sama. Sebuah ruangan dengan pintu yang tak ditutup rapat menampilkan wanita cantik yang sedang melamun di dalamnya."Sedang berdoa dalam hati?"Leoni melirik kehadiran adiknya yang tidak diundang masuk ke dalam kamar. Berdecak malas pun menggeser bokongnya ke samping memberikan tempat untuk Theo duduk di sampingnya."Kau menyesal tidak menjadi biarawati saja?" seloroh adik tampannya itu."Diamlah, aku sedang pusing," gerutu wanita itu kesal. Pandanganya yang kosong menatap lurus ke depan menandakan dirinya tengah berpikir keras.Dirinya yang suci berharga dan tak terjamah ini akan dinikahkan dengan pria hidung belang. Sialan. Bukankah lebih baik ayahnya itu menyuruhnya untuk menjadi biarawati saja sekalian.Tidak bisa. Leoni tidak ingin berakhir menyedihkan seperti itu. Meskipun calon suaminya nanti bisa sembuh dan sempurna lagi, namun Leoni tidak bisa membagi dirinya dengan pria seperti itu.Dia menoleh menilik adiknya. "Kau tidak datang untuk memaksaku setuju menikah, bukan?""Tentu saja tidak." Theodore menggeleng kepalanya. "Aku ingin menawarimu pinjaman uang jika kau ingin melarikan diri dari negara ini."Bibir sintal nan seksi itu berdecak. "Ayah akan mencariku sampai lubang semut jika aku melarikan diri.""Ya, kau tahu itu.""Ck. Tidak membantu sama sekali." Ia memutar matanya malas.Leoni mengambil ponselnya lalu ia tekan sebuah nomor di sana. Menghubungkannya ke dalam sebuah panggilan suara."Ya, reservasi atas namaku. Aku akan datang, kita bertemu di club nanti malam." Dia berbicara dengan seseorang di dalam telepon. Setelah itu, ia kembali mematikan sambungannya."Apa? Club malam?" Theodore cukup dibuat tercengang oleh rencana saudarinya itu. Saudarinya yang baik hati dan tidak pernah menjejakan hidupnya pada dunia malam, kini tiba-tiba ingin mendatangi tempat haram tersebut."Ya, ada apa? Kau mau ikut?" Leoni menjawab cukup tenang."Apa yang akan kau lakukan di sana? Itu tidak seperti dirimu yang seorang anak Tuhan ini.""Bersenang-senang, apalagi? Aku tidak ingin melewatkan kesempatan untuk bersenang-senang sebelum berakhir menyedihkan dengan pernikahan itu."*******Hiruk pikuk ramainya suasana di dalam club malam ternama ibukota. Minuman beralkohol serta lantunan musik EDM yang dimainkan DJ menggema di seluruh ruangan mengiringi lekukan tubuh setiap insan yang mabuk berjoged di dalam lautan manusia.Semua orang datang untuk bersenang-senang, mabuk, atau melepaskan beban pikiran mereka. Sama halnya seperti wanita cantik yang duduk di depan meja bartender, menyilangkan kakinya saling bertumpu seraya memegang gelas pendek berisikan cairan emas di dalamnya.Leoni mengurut pangkal hidungnya yang pening. Telah ia reservasi privateroom di dalam club malam tersebut serta menyewa layanan khusus untuk tamu VVIP di sana. Itu gila, namun dirinya hanya ingin bersenang-senang sebelum hari pernikahannya tiba.Alih-alih masuk ke dalam ruangan itu, dirinya malah duduk merenung di depan meja bartender. Satu gelas whisky yang dipegangnya sedari tadipun tak kunjung berkurang jumlahnya.Masuk ke dalam tempat haram itu bukanlah hobinya, apalagi hingga harus berkeliaran di antara para pria asing di sana. Itu terlalu menganggu bagi dirinya yang memiliki jalan hidup yang terlalu baik.Bayang-bayang akan pernikahannya terus menghantui pikiran Leoni. Bagaimana tidak, dirinya akan berakhir menyedihkan menjadi perawan sebab suaminya yang tidak mampu itu."Leoni, bersenang-senanglah malam ini sebelum hari burukmu itu tiba."Kizzie Poster terus memaksanya. Dia adalah satu-satunya orang yang mengetahui bagaimana perjuangan Leoni menutup hati serta menjaga kesuciannya selama ini. Sahabatnya itu terus mengatakan jika hal yang berharga darinya akan ia berikan kepada suaminya kelak. Namun sekarang apa yang terjadi, Leoni bahkan akan menikahi pria lumpuh dan impoten.Berbeda dengan Leoni, Kizzie adalah wanita yang menyukai kebebasan. Hal0hal menyenangkan seperti apa lagi yang belum pernah dirinya rasakan. Wanita cantik nan seksi ini juga terkenal di kalangan pemuda kaya di ibu kota."Apa kau akan terus menyimpannya sampai kau mati? Kau mati ketika tidak sempat merasakan nikmat dunia yang satu itu?"Telinga Leoni berdengung saat sahabatnya itu terus menyindirnya. "Baiklah, aku akan masuk." Leoni menjawab cepat. "Masuklah lebih dulu, aku akan menyusul."Kizzie menepuk pundaknya. "Aku akan menunggumu, awas saja jika kau tak datang.""Ya, ya. Pergilah," usir Leoni seraya mengibaskan lenganya.Leoni menggigit bibir bawahnya. Dia ragu jika harus masuk ke dalam ruangan itu dan bertemu pria sembarangan. Meskipun niat gilanya untuk melepaskan keperawanan sebelum menikah masih terus ia pikirkan."Dua gelas whisky."Seorang pria duduk depan meja bartender. Memesan dua gelas whisky pada bartender lalu satunya ia berikan pada wanita cantik di sampingnya membuat wanita itu kontan menoleh.Gelas berisikan cairan emas itu melayang dari genggamannya, membuat Leoni memutar wajah untuk melihat orang yang telah mengambil gelasnya tersebut. Sebelum ia melayangkan pertanyaan pada pria asing itu, gelas baru berisikan cairan yang sama kembali ke dalam genggamannya."Es di dalam gelasmu telah mencair, itu akan merubah rasa minuman di dalamnya," ucap pria asing itu diiringi senyum tipisnya.Leoni melirik gelas di tanganya. Bahkan tidak ia sesap satu tetes pun cairan mabuk itu. Dia tidak tahu jika rasanya akan berubah jika es di dalamnya mencair.Atensi Leoni kembali pada pria asing tampan di sampingnya yang tengah menyesap whisky di dalam gelas seraya memandang pada DJ di depan sana. Ia tilik wajah itu dengan seksama, tampan wajah serta sorot matanya yang tajam, garis rahangnya yang keras disertai sedikit jambang khas dirinya seperti pria italia asli. Kemeja hitam yang dipakainya tidak terkancing di bagian atas sengaja memperlihatkan dada bidang di dalam sana, bagian lenganya yang mengetat tercetak jelas otot kekar pria tersebut."Es dalam gelasmu kembali mencair jika kau tak meminumnya."Mengerjap. Lamunan Leoni hilang saat suara bariton dari pria itu menggeman di dalam telinganya. Ia sadari jika pria itu sedang mencondongkan tubuhnya mendekat dan berbicara tepat di depan telinganya.Tatapan mata keduanya saling bertemu. Saling menatap satu sama lain selama beberapa detik sebelum akhirnya Leoni memutuskan kontak mata mereka terlebih dahulu.Wanita cantik dengan balutan dress slim fit berwarna hitam seksi di atas paha itu mengambil gelas miliknya kemudian ia sesap cairan di dalamnya. Pahit dan tidak enak rasanya, membuat Leoni kontan mengeryit dan terbatuk saat meminum cairan mabuk tersebut.Pria itu mengangkat sebelah bibirnya seksi, menatap Leoni dengan tatapanya yang sayu nan redup. Bisa ia lihat dengan jelas jika wanita di sampingnya tidak pernah minum alkohol. Ia mengambil sapu tangan dari dalam saku celana, memberikan itu kepada Leoni."Terimakasih," balas Leoni lalu ia terima sapu tangan tersebut."Sepertinya kau baru di sini," ucap pria tersebut."Ah ya, ini kali pertama aku datang," balas Leoni. "Bagaimana denganmu? Sepertinya kau cukup sering datang.""Bisa dikatakan seperti itu, aku datang beberapa kali dalam seminggu untuk bertemu orang. Aku menawarkan jasa," lugasnya."Jasa?""Ya. Kau ingin mencobanya denganku?" Pria ini tersenyum. Jelas betul maksud dari 'jasa' yang ia tawarkan.Seorang pria berwajah tampan serta memiliki tubuh yang kekar. Auranya begitu dominan, berbeda dengan pria yang telah Kizzie perkenalkan.Leoni tersenyum simpul. "Tentu saja."Jantungnya berdegup lebih kencang, aliran darahnya seolah bergejolak tak karuan. Perasaan aneh menyelimuti hati serta pikiranya. Hal gila yang beberapa menit tadi bersemayam di dalam kepalanya kini akan segera terjadi.Pria itu mengulurkan tanganya pada Leoni, menggandeng lalu membawa pergi wanita cantik nan seksi itu menuju lantai atas. Sebuah lorong yang panjang serta pintu pada sisi kanan dan kirinya diyakini jika itu adalah penginapan yang menyatu dengan club malam tersebut.Pria itu membawanya masuk ke dalam sebuah kamar yang cukup besar disertai lampu remang-remang. Ia meminta Leoni untuk duduk di atas ranjang lalu dirinya pergi mengambil satu botol minuman."Kau ingin minum sebelum melakukanya?"Leoni menggeleng menolak. Ini akan menjadi pengalaman pertama atau mungkin terakhir di dalam hidupnya. Ia tidak ingin mabuk ketika melakukanya.Pria itu mengangguk mengerti. Kemudian ia letakan kembali botol minuman itu ke atas nakas. Ia mulai membuka kemeja hitam yang dikenakannya."Aku akan mandi. Buatlah nyaman dirimu saat berada di sini," ucapnya seraya melenggang masuk ke dalam kamar mandi....Bersambung ...."Uh—uuhh ...."Wanita cantik itu melenguh nikmat. Tubuhnya menggelinjang hebat tatkala disentuh seductive setiap area sensitifnya oleh pria yan kini tengah mengukung tubuhnya dari atas.Menjejaki setiap inci kulit tubuh putih nan mulus itu menggunakan bibirnya yang merah seksi. Mengecup menghisap hingga meninggalkan bekas kemerahan di sana."Sebut namaku." Suara bariton itu menginterupsi berbisik tepat di depan telinga Leoni yang memerah. Menjilat pelan serta meniupnya lembut memberikan sensasi panas di sana.Leoni memejam, bibirnya menggigit bibir bagian bawah. Kakinya menjepit tangan pria yang kini tengah leluasa mengeksplor inti tubuhnya di bawah sana. Menggerakan jemarinya naik turun membuat si pemilik menggelinjang kenikmatan."Si—siapa namamu, uh?" tanya Leoni diiringi lenguhan."Xander , My baby.""Hah— Xander, uh."Dada Leoni membusung tatkala benda keras dan besar menerobos masuk ke dalam lubang kenikmatannya. Rasa sakit pedih pun perih ia rasakan pada area sensitif miliknya.
"Ada apa dengan wajahmu? Kenapa kau pucat sekali?" tanya James pada putri sulungnya.Seluruh keluarga tengah berada di ruang makan untuk melakukan sarapan bersama sebelum memulai aktivitas masing-masing. Atensi semua orang tertuju pada Leoni. Menatapnya bingung pun penuh tanya. Wajah yang pucat serta tidak berselera makan karena Leoni baru kembali ke rumah pukul empat dini hari. Ia baru saja tertidur beberapa jam namun harus kembali bangun untuk bersiap-siap pergi bekerja. Dirinya kurang tidur karena aktivitas panasnya tadi alam.Waktu yang sedikit juga membuatnya tidak terlalu banyak memoleskan make up hingga kantung matanya yang menghitam masih cukup terlihat."Apa kau sakit, Honey?" tanya ibu Leoni—Salvaza Dulse—dengan penuh perhatian serta tutur katanya yang lembut."Aku sedikit pusing, Mommy. Ini karena perjodohan yang ayah buat untukku," jujurnya seraya mengurut pelipisnya yang pusing.James Calis berdeham samar mendengar ungkapan putrinya. "Kau pusing karena tidak pulang tadi
Xander?Betapa santainya pria itu melangkah masuk ke dalam ruangan kemudian duduk tepat di samping Tavel Moore. Tersenyum menyapa ramah wajah tampanya itu bahkan tetap tenang ketika dirinya dihadapkan dengan Leoni.Tentu saja banyaknya pertanyaan langsung berkutat menyerbu kepala wanita cantik itu. Dirinya terdiam mematung seraya terus menatap Xander yang duduk tepat di depanya.Jantung yang tadinya berdebar biasa saja kini meningkat kecepatannya menjadi dua kali lipat. Berdetak amat sangat kencang seolah akan copot jatuh darii tempatnya.Bagaimana bisa pria yang menghabiskan satu malam denganya itu bisa berada di pertemuan keluarga bersama calon suaminya. Benar-benar membuat Leoni linglung serta pening menyambar isi pikiranya."Xander Francis Miller." Theodore berbisik memberitahu. "Dia adik dari calon suamimu."Bagaikan disambar petir di siang bolong. Rasanya jantung Leoni akan benar-benar jatuh dari tempatnya saat ia mengetahui siapa sebenarnya pria itu. Benar-benar takdir, langit
"Kenapa kau begitu gugup? Tanganmu sampai berkeringat dan bergetar seperti itu," seloroh Theodore yang amat suka menganggu Leoni di hari yang seharusnya menjadi hari bahagianya.Anggun dan cantik penampilanya kini. Tubuh yang indah ramping namun tetap sintal seksi terbalut gaun pengantin putih yang menjuntai panjang pada lantai. Bagian dadanya cukup terbuka terbelah memperlihatkan atas dada yang cukup menonjol. Riasan make up tipis serta tatanan rambut yang rapi membuat penampilanya semakin memesona.Pengantin wanita kita hari ini. Penampilanya yang telah amat sempurna bak bidadari tidak bisa menyembunyikan betapa murung wajah serta kekesalan hati di dalam dadanya. Faktanya, ia tetap menikah dengan pria yang sama sekali tidak ia cintai, bahkan suaminya kini adalah pria minus ibukota.Leoni telah berjalan berdampingan bersama sang ayah yang mengantarkanya naik ke atas altar. Pengucapan janji suci pun telah dilangsungkan. Pada aula gedung besar nan mewah kini tengah dimeriahkan dengan
Menatap cermin tengah mengeringkan rambutnya yang basah. Leoni sibuk dengan dirinya sendiri. Sementara dari balik cermin di hadapanya, bisa ia lihat Tavel yang juga tengah bersiap sembari di bantu oleh seorang pelayan. Leoni tak mempedulikannya sama sekali.Ia telah siap dengan stelan kerjanya yang rapi. Kemeja berwarna peach berpadu dengan rok slim fit berwarna hitam. Cantik amat menawan pesona wanita dua puluh tujuh tahun itu.Setelah siap dengan semua urusannya di dalam kamar, Leoni melenggangkan kakinya pergi. Ia tolak tangan Tavel yang mencoba meraihnya dengan acuh tak acuh pun terus melenggang pergi. Pria yang terang-terangan ditolak itu hanya menyunggingkan senyumannya tipis."Morning, My sweetheart." Sang ibu mertua—Deliana Darby—menyambutnya dengan hangat.Lantas, Leoni peluk tubuh Deliana yang duduk di kursi meja makan dengan hangat, pun ia kecup singkap pipi kiri ibu mertuanya. "Morning, Mom." Ia melakukan hal yang sama untuk menyapa sang ayah mertua—Peto Miller. "Morning, D
Pandangan Xander bergerak mengikuti guliran pesan masuk pada ponselnya. Banyaknya tagihan datang menyerbu tidak tanggung-tanggung. Dirinya menerima berjuta-juta tagihan untuk barang yang dibeli atas nama credit card miliknya.Pria tampan ini hanya tersenyum tipis. Sudah tahu pun sangat dipastikan siapa yang sedang berfoya-foya dengan uangnya. Siapa lagi jika bukan wanita cantik namun keras kepala itu.Dirinya kini berada di ruang baca yang berada di lantai dua mansion. Berdiri gagah di samping jendela sosoknya dengan secangkir coffee hangat di tangan kiri, sementara tangan kanannya memegang ponsel.'Kau gila? Untuk apa kau menyarankan hal seperti ini?''Tentu takkan kulakukan. Membuang waktuku saja.'Samar Xander mendengar kegaduhan dari bawah. Lantas, ia melongok ke luar jendela pun langsung ia dapati dua sejoli yang sedang duduk di kursi samping kolam renang mansion. Ketegangan menyelimuti wajah wanita cantik itu, sementara lawan bicaranya terlihat amat tenang.Dilemparnya brosur li
"Ada apa denganmu? Kenapa kau bertingkah murung seperti itu?" tanya Tavel pada Leoni yang tiba-tiba saja terdiam setelah bertanya kepadanya."Aku baru saja memikirkan sesuatu," timpal Leoni. Ia tatap Tavel lekat dari wajahnya yang datar tanpa ekspresi. "Menurut kepercayaan yang kita anut, pernikahan sah suci hanya dilakukan sekali seumur hidup. Bahkan, jika kita bercerai lalu menikah dengan orang lain sementara mantan suami kita masih hidup, pernikahan itu tidak terhitung dan masuk ke dalam perzinahan."Garis bibir melengkung itu seketika datar. Tavel mendatarkan wajahnya sedatar mungkin kini. Hasratnya untuk menggoda Leoni hilang lenyap saat ini juga."Aku tidak menganggap pernikahan ini permainan. Hanya saja, aku belum bisa menerimamu. Mungkin aku membutuhkan sedikit waktu," tutur Leoni serius. Ucapanya mampu mengubah seketika atmosfir di dalam ruangan."Jadi aku pinta padamu untuk bersikap sedikit lebih adil terhadapku. Aku tidak memaksa, lakukan saja jika kau mau."Leoni beranjak
Keringat menetes membasahi tubuhnya. Kekar-kekar otot tangan serta bahunya keluar ketika ia melakukan gerakan. Seksi tubuhnya serta kekar berotot membentuk begitu indah.Xander tengah berolahraga di taman tengah mansion. Berlari mengitari taman yang lumayan luas itu. Sudah sekitar setengah jam dirinya melakukan hal yang sama hingga keringat panas mulai bercucuran.Tampan wajahnya yang sedikit memerah disertai keringat yang membasahi rambut pun ujung pelipisnya membuat pesona pria itu semakin ugal-ugalan. Pelayan yang tak sengaja berpapasan denganya tak bisa menolak pesona pria tampan berusia tiga puluhan itu.Sementara itu di lantai dua mansion elite tersebut. Berdiri Leoni di depan jendela kamarnya. Sembari bersidekap dada dirinya memandang ke bawah, menatapi pria yang tengah berlari di taman. Menilik matanya begitu amat detail pada setiap inci ukiran tangan tuhan yang berbentuk lelaki tampan. Terpesona bahkan tak kunjung berkedip dirinya ketika memandangi Xander.Dia akui jika tubuh
Tatapan Leoni begitu hangat pada Zenna yang telah terlelap di dalam ranjang tidurnya. Ia selimuti lalu ia kecup kening putri kecilnya sebelum keluar meninggalkan ruangan. Tepat di depan pintu dirinya berpapasan dengan Xander yang baru saja turun dari lantai dua. "Kau membutuhkan sesuatu?" tanya Leoni pada suaminya. Xander sedang bekerja sebelum Leoni tinggal untuk menidurkan Zenna dan Zeline. "Ya. Aku membutuhkanmu," jawabnya seraya ia rengkuh pinggang Leoni, memeluknya seductive. Tatapan serta senyuman nakal Xander menjelaskan segalanya. Segera Leoni tersenyum melihat ekspresi pria itu. Lantas ia kalungkan dua tangannya pada ceruk leher Xander. "Aku akan menemanimu bekerja malam ini," tutur Leoni. Sebelah alis Xander terangkat serta senyum nakanya memudar. "Hanya menemani?" Leoni mengangguk. "Ya. Kau lupa ini tanggal berapa?" Ia mendekatkan bibirnya tepat di depan telinga Xander. "Hari ini aku datang bulan." Xander mendesah, kekecewaan pada raut wajahnya begitu kentara
Hari-hari berlalu begitu cepat. Rasa sakit Xander akan rasa kehilangan masih begitu kentara di hatinya. Entah kenapa kejadian beberapa bbulan silam begitu membekas di mana ia hampir kehilangan istri tercintanya. Tubuhnya terbalut jas licin nan rapih berdii dengan gagah. Memegang satu gelas minuman di tangan lantas pandangannya tak alih dari menatap istri serta dua putrinya di depan sana tengah merayakan pesta ulang tahun Zenna yag ke satu tahun. Tidak terasa bayi kecil Xander yang cantik sudah beranjak menjadi batita. Ia menghampiri Leoni yang sedang menggendong Zenna, membawa bocah kecil itu berkeliling untuk diperkenalkan pada seluruh teman serta anggota keluarga. Semua orang begitu antusias bertemu putri kedua dari Leoni dan Xander. "Hallo, Babe." Xander merangkul pinggang istrinya. Saling mengecup satu sama lain. Kemudian atensinya beralih pada Zena yang langsung merentangkan kedu tangan, meminta ayahnya untuk segera menggendong tubuh kecil itu. Tak bisa menolak permintaan
Di bawah cahaya rembulan malam. Leoni dan Xander saling menguatkan satu sama lain. Cekatan Xander mengelus punggung Leoni kala wanita itu meringis kesakitan. Setiap saat Xander bertanya pada Leoni untuk kembali ke kamarnya. Namun, istrinya selalu menolak. Tiba-tiba atensi keduanya teralihkan oleh suara Isak tangis seorang pria yang baru saja tiba. Duduk di dekat kursi yang mereka tempati. Leoni pun Xander saling menatap. Bertanya-tanya apa yang membuat pria itu menangis begitu pilu. Pria itu merasa dirinya tengah diperhatikan. Lantas ia menyeka wajah yang dipenuhi oleh air mata. Dirinya meminta maaf pada Xander dan Leoni karena membuat suara berisik. “Maaf aku menganggu kalian,” katanya dengan suara serak. Dia dihampiri oleh seorang wanita paruh baya yang kontan memeluknya. Tangis mereka pecah kembali. Leoni dan Xander saling memperhatikan ditempat, ikut merasa iba sebab tangis yang begitu pilu mereka dengar. Rumah sakit memanglah tempat kesedihan. Tidak dipungkiri jika temp
Bulan-bulan berlalu begitu cepat. Kehamilan Leoni sudah menginjak trimester akhir dan tinggal menghitung hari untuk persalinannya. Hal ini cukup membuat Xander stres di mana ini kali pertama ia akan mendampingi wanita tercintanya berjuang untuk hidup dan mati bersama anak mereka. Pria ini tak focus dengan pekerjaan. Bayang-bayang akan wanita melahirkan yang setiap malam ia tonton di internet amat menghantui pikiran. Ketakutan akan rasa sakit yang akan diderita oleh Leoni hampir membuatnya hilang akal. Leoni datang dari dapur membawa satu piring berisikan potongan buah segar. Santai ia memakannya lantas duduk di samping Xander yang tengah terduduk seraya memijat pelipis. Pria ini terlihat seperti ini hampir setiap hari, pun Leoni tahu betul apa alasannya. Matanya melirik sang suami, tanpa mengatakan apapun sebab mulutnya penuh dengan buah segar. Xander mengangkat wajah menatap dalam penuh kasih pada istrinya. Wajah cantik yang terlihat santai itu sedikit membuat ketakutan Xander mem
Intercomnya berbunyi saat Leoni dan Xander tengah menyipkan makan malam. Segera Xander menuju pintu untuk melihat siapa yang datang. Itu Laura. Wanita cantik itu memang telah membuat janji untuk datang berkunjung. Xander bisa melihat wanita itu sedang berdiri di loby penthouse. Menunggu Xander mengijinkannya untuk naik ke lantai atas penthousenya. Laura di antar oleh seorang security untuk menuju lantai tujuan setelah Xander mengijinkannya masuk. "Selamat datang," sapa Leoni dengan senyuman. Datang untuk menyambut Laura di pintu masuk, lantas ia peluk ringan tubuh wanita cantik itu. Meintanya masuk dan duduk pada ruang utama. "Hai, Leoni, apa kabarmu?" "Aku baik." Laura mengangguk senyum. Ia sodorkan barang bawaanya kepada Leoni ber
Tertegun Leoni ketika melihat Xander yang datang dengan penampilan tak karuan. Kemeja putihnya yang telah kusut lusuh, rambut berantakan, serta beberapa luka memar diserta darah yng menghiasi wajah tampannya. Pria itu duduk lemas di atas sofa ruang kerja Leoni, terdiam hingga istrinya datang untuk menghampirinya. "Kau berkelahi?' tanya Xander, dan pria itu menatap istrinya intens pun dalam. Xander mengangguk tanpa kata-kata. Bukan rasa sakit yang bergulung di pikirannya, melainkan amarah yang memuncak. Xander diam karena tengah menahan dirinya untuk tidak pergi membuat keributan lainnya kepada Leonard. "Dengan siapa kau berkelahi?" tanya Leoni pelan. Menatap Xander cemas seraya ia sentuh ujung bibirnya yang pecah terluka. Alih-alih menjawab pertanyaan istrinya, Xander malah membawa tangan Leoni untuk dia cium, untuk ia rasakan kehangatan dari sana, mencari ketenangan dari sosok istrinya. Bagaimana caranya menjelaskan jika seorang pria gila menguntit istrinya, selalu memper
Waktu telah menunjukan pukul satu dini hari. Leoni telah terbaring di atas peraduannya selama lebih tiga jam dan ia terus membuka mata. Pikirannya tak kunung terlelap meskipun ia mencoba menutup matanya beberapa kali. Perutnya yang sudah besar membuat Leoni susah mendapatkan posisi nyaman untuk tidurnya. Sehingga dirinya terus terjaga. Berbeda dengan pria tampan di sisinya. Xander Miller telah terlelap dengan nyaman, terbuai amat dalam di alam bawah sadarnya. Pria itu bahkan tidur tanpa bergerak, sangat-sangat tenang sehingga Leoni tak tahan ingin mengganggunya. Leoni berbaring menyamping menatap suaminya yang memejam mata lelap. Telunjuknya bergerak nakal di atas dahi Xander, hingga turun menuju hidung mancungnya, pun turun lagi menuju bibir seksi pria itu. Ia menggesekan jemarinya di sana hingga Xander melenguh membuka mata. "Hai, Babe?" ucap pria itu seraya membuka matanya yang memerah. Ia peluk tubuh istrinya yang langsung menyingkirkan tangan Xander di sana. Mata Xander ya
Kehamilan Leoni telah memasuki usia tujuh bulan. Perutnya telah membulat besar dan dipastikan berat badanya bertambat dua kali lipat. Wanita cantik itu semakin berisi pun pipinya yang membulat terdapat double chin. Kini, dirinya sedang berada di rumah sakit. Menjenguk Kizzie yang baru saja melahirkan bayi laki-laki yang amat tampan dan lucu. Bayi kecil merah yang saat ini sedang terlelap di dalam baby box nya. Ditatap penuh oleh Leoni dan Xander, Kizzie dan juga Lucas. “Lucu sekali, dia yang selama ini berada di perutku?” Mendadak Kizzie mejadi melow, lingkar matanya memerah penuh haru. Ia dipeluk oleh suaminya di samping yang sama-sama terharu seperti dirinya. Satu lengan Kizzie terulur untuk menyentuh bayi kecilnya. Membuat bayi itu menggeliat kala merasakan sentuhan hangat dari tangan maminya. "Hah ... dia lucu," kata Leoni disertai mata yang berbinar. "Akhirnya kau menjadi ibu dari seorang bayi laki-laki," imbuh Leoni, memeluk sahabatnya. "Ahkhirnya." Pun, tangis Kizzi
Acara reuni diadakan pada aula besar unniversitas. Begitu besar pesta diadakan sebab beberapa angkatan turut hadir di dalamnya. Leoni dan Xander datang bergandengan tangan, bersama baby Zeline yang berada di dalam gendongan daddynya. Pandangan orang-orang tentu saja tertuju pada pasangan ini. Sensasional sebab mantan ipar yang saling menikah. Namun, Leoni dan Xander tak menghiraukan tatapan serta cibiran dari manusia-manusia yang hanya bisa mencibir orang, mereka hanya fokus pada diri masing-masing. Jauh di ujung ruangan Kizzie melambaikan tangan, meminta Leoni untuk datang duduk bersamanya dan Lucas. Sampai di mejanya, segera Lucas ambil alih badan mungil Baby Zeline dari gendongan daddynya. Leoni duduk di samping Kizzie, mendekatkan wajahnya pada sahabtanya itu lalu berbisik. "Sial! Kenapa kau mengirimkan fotonya, Xander telah melihatnya sekarang." Kizzie menahan tawanya. Menilik Xander yang pandanganya tengah mengedar mencari sesuatu, lalu tak lama pria itu bangkit dari