Menatap cermin tengah mengeringkan rambutnya yang basah. Leoni sibuk dengan dirinya sendiri. Sementara dari balik cermin di hadapanya, bisa ia lihat Tavel yang juga tengah bersiap sembari di bantu oleh seorang pelayan. Leoni tak mempedulikannya sama sekali.
Ia telah siap dengan stelan kerjanya yang rapi. Kemeja berwarna peach berpadu dengan rok slim fit berwarna hitam. Cantik amat menawan pesona wanita dua puluh tujuh tahun itu.Setelah siap dengan semua urusannya di dalam kamar, Leoni melenggangkan kakinya pergi. Ia tolak tangan Tavel yang mencoba meraihnya dengan acuh tak acuh pun terus melenggang pergi. Pria yang terang-terangan ditolak itu hanya menyunggingkan senyumannya tipis."Morning, My sweetheart." Sang ibu mertua—Deliana Darby—menyambutnya dengan hangat.Lantas, Leoni peluk tubuh Deliana yang duduk di kursi meja makan dengan hangat, pun ia kecup singkap pipi kiri ibu mertuanya. "Morning, Mom." Ia melakukan hal yang sama untuk menyapa sang ayah mertua—Peto Miller. "Morning, Dad.""Morning, My darling," balas Peto balik mengecup pipi kanan Leoni amat hangat.Xander telah berada di sanasejak tadi. Ia tatapi terus tingkah manis kakak iparnya itu. Saat Leoni meliriknya dan pandangan mereka bertemu, pria ini mengangkat sebelah alisnya menggoda.'Bagaimana denganku?' Xander berbicara tanpa suara. Kontan mendapatkan jelingan mata dari Leoni.Duduk di dirinya pada kursi samping Xander. Sialannya. Kenapa harus di samping pria yang amat sangat ingin ia hindari.Dari arah samping terdengar suara roda berputar. Tavel hadir masuk ke dalam ruang makan dibantu oleh pelayan yang senantiasa mendorong kursi rodanya. Tidak ada satupun dari mereka yang berani bertanya kenapa Leoni tidak datang bersama suaminya, dan mereka malah datang secara terpisah."Kenapa bukan kau yang mendorongnya, kakak ipar?" Kecuali yang satu ini. Berani-beraninya ia bertanya, menekankan nada bicara pada dua kata terakhir.Menggerakan netranya ke samping, diikuti oleh wajah cantiknya yang menoleh. Ia ulas senyum tipisnya seramah mungkin untuk adik ipar gilanya itu. "Suamiku berkata ia akan terlambat ke meja makan karena kepalanya yang sakit," dalih Leoni, lalu ia memandang ke arah Tavel Moore yang mendekat ke arahnya. "Bagaimana pusingmu? Apakah sudah reda?""Sudah lebih baik, tidak perlu khawatir," balas Tavel. Ia elus lembut pipi Leoni pun menatapnya dengan sayu redup.Sementara Leoni hanya bisa terseyum menahan kekesalan hatinya karena tingkah dua saudara keparat itu. Benar-benar menyebalkan. Tidak ada satupun yang waras di antara mereka. Bermain wanita pun gila selangkangan. MUngkinkah ini sebuah bakat yang diwariskan.Sesaat, Leoni menatap Peto dengan penuh selidik. Hingga pria paruh baya namun tetap gagah nan modis itu berdeham samar merasakan aura tidak nyaman dari tegangan kuat tatapan menantunya."Mari kita mulai sarapannya." Deliana meminta para pelayan yang berdiri di belakang meja makan untuk menyajikan makanan.Para pelayan mulai menyajikan makanan ke dalam piring masing-masing tuannya. Sementara mereka melakukan tugas dengan cekatan, di bawah meja kaki seseorang terus saja bergerak untuk menganggu.Leoni menyilangkan kaki kananya untuk bertumpu pada kaki kiri agar kaki sialan Xander berhenti mengelusnya di bawah sana. Gila sungguh gila tingkat keberanian keparat yang satu ini. Di dalam ruang makan serta seluruh anggota keluarga berada di sana, ia tetap berani melakukan hal-hal aneh pada Leoni."Seharusnya kau tidak kabur tadi malam," bisik Xander amat pelan di samping wajah Leoni, hingga hanya Leoni yang bisa mendengar bisikannya. "Kenapa kau lari sementara tubuhmu telah bergetar menikmatinya?"Dia menghentakan alat makanya ke atas meja dengan sengaja. Membuat bunyi nyaring serta seluruh atensi mengarah padanya."Ah~ Maafkan aku. Aku baru ingat memiliki janji temu penting hari ini. Aku akan pergi lebih dulu," pamitnya seraya beranjak.Kaki jenjangnya melenggang dengan cepat meninggalkan ruang makan. Dirinya pergi sebelum mendapatkan jawaban apapun dari orang-orang di asana.Dia masuk ke dalam mobilnya yang telah terparkir di halaman depan mansion. Duduk menyender seraya mengurut pangkal hidungnya yang pening.Gila sungguh gila. Ia memejamkan matanya lantas kembali teringat kejadian tadi malam di mana dirinya bertemu Xander di ujung lorong lalu tiba-tiba pria itu menariknya masuk ke dalam kamar.Jemari-jemari pria itu yang lancang menelusup ke dalam baju tidurnya yang tipis. berbisik pun terus menggoda Leoni dengan tidak tahu malu."Benar-benar membuat hari-hariku sial," umpatnya.Menghidupkan mesin mobilnya yang garang, dengan cekatan ia membelokan stir melaju keluar dari area mansion mewah tersebut. Melaju dengan kecepatan rata-rata. Mobil mahal berwaran putih itu terhenti tepat di depan sebuah gedung apartement.Seorang wanita cantik nan seksi masuk ke dalam mobil. Duduk di samping Leoni yang mengemudi. Kizzie Foster menatap sahabatnya dengan kerutan halus pada dahi."Pagi-pagi sekali kau membangunkanku, Honey. Ada apa? Kenapa kau telah rapi dengan pakaian kerjamu? Bukankah seharusnya kau masih tidur nyenyak di atas ranjang setelah lelah melakukan malam pertama dengan suamimu.""Persetan dengan malam pertama," tukas Leoni. Pandanganya tetap tertuju pada jalanan dan fokus mengemudi. "Berada di sana hanya membuatku gila.""Why? Di kelilingi oleh pria tampan keluarga Miller adalah dambaan setiap wanita." Kizzie mengulum senyumannya.Leoni berdecak samar. "Wanita gila yang haus akan belaian di selangkangannya tentu saja menginginkan itu. Tidak denganku.""Kau benar-benar tidak tertarik dengan salah satu dari mereka?""Sama sekali tidak," tandas Leoni.Mobil mewah itu tepat terhenti di depan sebuah toko yang memiliki nama brand terkenal. Dua wanita cantik turun dari mobil pun sama-sama melenggang masuk ke dalam."Apa yang harus kubeli untuk menghabiskan uangnya," gumam Leoni, menilik ke dalam toko dengan barang-barang wanita seperti tas, sepatu, serta aksesoris lainnya. Ia akan menghabiskan uang hasil debatnya bersama Xander tadi malam. Di mana Xander yang terus menggoda serta mendesaknya menggunakan malam pertama mereka. Menghasut Leoni untuk melakukannya lagi. Damn!Mengatakan dengan lantang jika kejadian malam pertama itu terjadi sebab Leoni telah membeli jasa Xander menggunakan uangnya. Tidak ragu ia memberikan sebuah cek kosong untuk Xander tulis sendiri nominal yang dia inginkan. Namun, pria itu berakhir dengan menyobek lembaran cek kosong itu tadi malam, dan berbalik memberikan Leoni kartu debitnya karena ingin membayar jasa Leoni.Pria gila. Leoni tidak habis pikir dengan dua kejadian yang terjadi di malam pertama pernikahannya. Terang-terangan digoda oleh dua pria hidung belang yang bersaudara. Sama-sama aneh, menyebalkan, serta vulgar."Kurasa aku akan gila," adunya pada Kizzie.Kizzie berdecak seraya menggeleng melihat tingkah sahabatnya. "Kau memang sudah gila. Leoni."******Bersambung ....Jangan lupa untuk memberikan ulasan kalian untuk terus menyemangati Author yaaa.Pandangan Xander bergerak mengikuti guliran pesan masuk pada ponselnya. Banyaknya tagihan datang menyerbu tidak tanggung-tanggung. Dirinya menerima berjuta-juta tagihan untuk barang yang dibeli atas nama credit card miliknya.Pria tampan ini hanya tersenyum tipis. Sudah tahu pun sangat dipastikan siapa yang sedang berfoya-foya dengan uangnya. Siapa lagi jika bukan wanita cantik namun keras kepala itu.Dirinya kini berada di ruang baca yang berada di lantai dua mansion. Berdiri gagah di samping jendela sosoknya dengan secangkir coffee hangat di tangan kiri, sementara tangan kanannya memegang ponsel.'Kau gila? Untuk apa kau menyarankan hal seperti ini?''Tentu takkan kulakukan. Membuang waktuku saja.'Samar Xander mendengar kegaduhan dari bawah. Lantas, ia melongok ke luar jendela pun langsung ia dapati dua sejoli yang sedang duduk di kursi samping kolam renang mansion. Ketegangan menyelimuti wajah wanita cantik itu, sementara lawan bicaranya terlihat amat tenang.Dilemparnya brosur li
"Ada apa denganmu? Kenapa kau bertingkah murung seperti itu?" tanya Tavel pada Leoni yang tiba-tiba saja terdiam setelah bertanya kepadanya."Aku baru saja memikirkan sesuatu," timpal Leoni. Ia tatap Tavel lekat dari wajahnya yang datar tanpa ekspresi. "Menurut kepercayaan yang kita anut, pernikahan sah suci hanya dilakukan sekali seumur hidup. Bahkan, jika kita bercerai lalu menikah dengan orang lain sementara mantan suami kita masih hidup, pernikahan itu tidak terhitung dan masuk ke dalam perzinahan."Garis bibir melengkung itu seketika datar. Tavel mendatarkan wajahnya sedatar mungkin kini. Hasratnya untuk menggoda Leoni hilang lenyap saat ini juga."Aku tidak menganggap pernikahan ini permainan. Hanya saja, aku belum bisa menerimamu. Mungkin aku membutuhkan sedikit waktu," tutur Leoni serius. Ucapanya mampu mengubah seketika atmosfir di dalam ruangan."Jadi aku pinta padamu untuk bersikap sedikit lebih adil terhadapku. Aku tidak memaksa, lakukan saja jika kau mau."Leoni beranjak
Keringat menetes membasahi tubuhnya. Kekar-kekar otot tangan serta bahunya keluar ketika ia melakukan gerakan. Seksi tubuhnya serta kekar berotot membentuk begitu indah.Xander tengah berolahraga di taman tengah mansion. Berlari mengitari taman yang lumayan luas itu. Sudah sekitar setengah jam dirinya melakukan hal yang sama hingga keringat panas mulai bercucuran.Tampan wajahnya yang sedikit memerah disertai keringat yang membasahi rambut pun ujung pelipisnya membuat pesona pria itu semakin ugal-ugalan. Pelayan yang tak sengaja berpapasan denganya tak bisa menolak pesona pria tampan berusia tiga puluhan itu.Sementara itu di lantai dua mansion elite tersebut. Berdiri Leoni di depan jendela kamarnya. Sembari bersidekap dada dirinya memandang ke bawah, menatapi pria yang tengah berlari di taman. Menilik matanya begitu amat detail pada setiap inci ukiran tangan tuhan yang berbentuk lelaki tampan. Terpesona bahkan tak kunjung berkedip dirinya ketika memandangi Xander.Dia akui jika tubuh
Wanita cantik itu melenggang masuk ke dalam mansion. Menenteng tas mahal miliknya dan berjalan dengan elegan. Bunyi higheels setinggi tujuh inch nyaring terdengar menghentak lantai pun menggema pada mansion besar nan elite tersebut.Hari ini merupakan hari Rabu, jadwal untuk Tavel bertemu terapisnya. Leoni tidak ingin melewatkan untuk melihat pria itu melakukan pemeriksaan. Ada beberapa hal juga yang harus Leoni tanyakan pada terapis tersebut.Melangkah menuju kamarnya. Leoni melewati ruang tamu utama yang mana ada Xander di sana dengan beberapa rekan pria sedang mendiskusikan sesuatu. Leoni yakin jika beberapa pria itu merupakan rekan bisnis Xander. Bisa dilihat dari berkas-berkas yang tengah mereka pegang.Xander sedang menjelaskan sesuatu pada rekan bisnisnya saat atensinya tiba-tiba teralihkan pada Leoni yang melintas melewati ruang tamu menuju tangga. Wanita cantik itu hendak naik tentunya untuk menuju kamarnya yang berada di lantai dua.Ia menelan ludahnya kasar. “Tunggu sebenta
"Uhmm my Baby, faster Baby!"Wanita cantik tak berbusana memperlihatkan kulit tubuhnya yang putih mulus nan indah. Rambut legam terurai berantakan. Gerakanya naik turun di atas seorang pria yang dengan seductive memegangi pinggang sang wanita yang ramping.Pria tampan dengan wajah yang mendominasi itu mengetatkan rahangnya. Peluh menetes dari pelipisnya yang basah. Bibir seksi merahnya sedikit terbuka menahan sebuah desahan kenikmatan. Tanganya memegang erat pinggul ramping yang naik turun di atas tubuhnya, ikut menggerakan sesuai irama."Panggil namaku." Pria ini meminta."Xa—xander ahhh!"HAH!Telinga Leoni seperti berdengung. Kontan ia terjaga dari tidurnya. Keringat membasahi pelipis serta wajahnya. Pada cuaca yang sedingin itu dirinya berkeringat. Langsung ia beranjak mendudukan diri pun bersender pada kepala ranjang."Mimpi sialan!" Ia mengumpat seraya menyugar rambutnya ke belakang.Leoni menggigit bibir bawahnya. Melamun sesaat untuk menetralkan detak jantung yang berdegup san
"Ada apa dengan wajahmu?"Semua atensi merujuk pada Xander ketika Pero menanyakan akibat dari luka lebam pada bawah mata putranya. Pero dan Deliana telah kembali sepulang dari liburan mereka, pun kini satu keluarga itu tengah makan malam bersama-sama."Seorang wanita menolak dan juga memukulku," balas Xander. Wajahnya menunduk namun pandanganya tajam terangkat lurus tepat pada Leoni yang duduk di seberang kursinya. Wanita itu sedang memegang gelas berisikan jus orange miliknya."Haha. Siapa yang berani menolak putraku? Bawa wanita itu kesini biar kuberi dia hadiah," seloroh Pero diiringi tawanya yang khas.Sebab tidak ada di dalam riwayat pria di keluarga Miller yang akan ditolak oleh seorang wanita. Tidak anak-anaknya. Bahkan di masa lalu, Pero menjadi rebutan para wanita."Padahal sisa satu dorongan lagi dan semuanya akan dimulai. Tapi dia malah memukulku dengan botol alkohol," papar Xander. Santai ia memotong daging steak di dalam piringnya lalu ia masukan ke dalam mulut.Leoni ber
“Berhentilah menggangguku karena aku telah menghabiskan tiga gelas whisky yang kau janjikan itu,” tekan Leoni pada Xander.Jengah Leoni akan tingkah laku Xander yang terus mengganggunya. Lantas, setelah makan malam keduanya membuat perjanjian yang disepakati bersama. Xander meminta Leoni untuk meminum tiga gelas whisky dengan serentak, setelah itu ia berjanji tidak akan menganggu Leoni lagi.Telah Leoni habiskan juga tiga gelas whisky yang dijanjikan. Bangga ia tekankan pada Xander untuk tidak mengganggunya lagi. Lupakan semua kejadian yang telah berlalu pun tidak saling menuntut apapun pada satu sama lain.“Aku akan pergi,” ucap Leoni. Beranjak ia dari duduknya, namun seketika limbung tubuh wanita itu pun kontan terjatuh duduk kembali ke atas sofa.Sementara itu, Xander duduk dengan santai menyenderkan tubuhnya. Menyesap whisky bercampur es batu di dalam gelas. Tatapannya intens memicing memperhatikan Leoni, sudut bibirnya berkedut saat ia dapati Leoni yang tiba-tiba limbung dan jatu
“Errrgh!”Suara erangan keras kontan membuat mata Leoni terbuka sempurna, membulat dua mata yang tentunya memerah itu. Ia mengusak kedua matanya untuk menghilangkan buram pada pandangan.Menatap langit-langit ruangan pun lampu gantung yang berada di sana. Dapat Leoni ketahui di mana dirinya berada saat ini. Ruang istirahat yang masih berada di dalam ruang kerja di perusahaan.Dapat ia rasakan sesuatu melingkar pada perutnya. Lengan besar berotot milik seseorang tengah memeluknya dari belakang, spontan Leoni berbalik arah untuk melihat siapa orang tersebut.Damn Xander!Dirinya tidak memekik, hanya keterkejutan jelas kentara pada raut wajahnya. Ia menilik wajah Xander yang masih memejam pun sedetik kemudian pria itu membuka matanya dan tersenyum.“Morning, Babe.”Leoni menatapnya amat sangat intens. Seketika bayangan kejadian tadi malam memenuhi isi kepalanya yang mana ia telah berbuat vulgar pun terlalu jauh bersama adik iparnya itu. Dirinya mabuk dan kehilangan akal.Akan tetapi, Leo