Beijing, China.Sebuah ruang kerja yang luas diisi oleh benda-benda mahal di dalamnya. Sofa berwarna hitam saling berhadapan di tengah-tengah ruangan, serta di sampingnya terdapat sebuah meja biliar.Di sana Xander berada. Mencondongkan tubuhnya memegang cue hendak menembak bola di atas meja. Bermain bersama pria tampan berdarah asli Tionghoa.Lucas Lym—merupakan pria tampan asli China. Memiliki hubungan pertemanan erat bersama Xander semenjak keduanya berada pada universitas bergengsi yang sama. Saling memiliki latar belakang yang berpengaruh membuat keduanya memiliki banyak kecocokan satu sama lain.Pria itu membidik bola dengan cue yang dipegangnya. Lolos dua bola bundar berwarna masuk ke dalam lubang kontan menciptakan senyuman halus pada si pemain."Bidikanmu tidak pernah meleset," puji Lucas pada Xander.Lawan bicaranya itu hanya mengulum senyum sebelum akhirnya ia pamit untuk menerima telepon dari ponselnya yang berdering. Gontai Xander sedikit menjauh dari meja."Katakan," jaw
Sebuah club malam ternama di ibukota tidak terbuka untuk umum khusus malam ini. Perayaan ulang tahun sang pemilik tengah berlangsung, mengundang para teman sahabat pun tamu VVIP club malam tersebut.Mobil sport mewah berwarna merah berhenti tepat di depan pintu masuk club. Dua penjaga bertubuh kekar sigap membukakan pintu, kemudian mengambil alih mobil mewah tersebut untuk diparkirkan.Wanita cantik nan seksi dengan balutan dress slim fit berwarna hitam dipadukan dengan higheels tinggi sepuluh inci yang menghiasi kaki jenjangnya nan cantik. Melenggang dirinya memasuki club malam disertai hentakan nyaring dari sepatu tingginya. Anggun dan mempesona dirinya malam ini.Paola Leoni Calis melenggang-lenggokan bokongnya saat berjalan. Menghampiri sahabat sekaligus si pemeran utama malam ini yang tengah menyapa tamu lainya.“Happy birthday, Baby.”Leoni merentangkan kedua tangannya memeluk ringan Kizzie yang membalas pelukannya. Kedua wanita cantik pun seksi itu saling mencium pipi satu sama
Memejamkan matanya begitu dalam. Jari lentik mencengkram kuat bahu kekar berotot milik pria itu yang kini telah polos telanjang tidak tertutup sehelai kain pun. Sementara itu di bawah sana, sang pria tengah mencoba menerobos masuk menyatukan inti tubuh keduanya."Arrgh haah!"Bibir sintal Leoni menganga kecil. Lolos erangan nikmat dari bibirnya saat ia merasakan Xander mulai menerobos benteng pertahanannya di bawah sana. Leoni merasa kalah dan terjebak lagi ke dalam godaan pria itu, kembali ia serahkan tubuhnya menembus alam kenikmatan bersama Xander.Pada ruangan yang sempit itu mereka melakukan penyatuan. Ruangan yang sempit pun sepi membuat deru nafas yang saling bertabrakan itu menggema. Kacau keduanya di bawah kendali kenikmatan surga dunia.Xander terus menerobos masuk ke dalam inti tubuh Leoni. Liar bibirnya menyesap setiap inci tubuh wanita cantik itu. Pinggulnya terus bergerak di bawah sana, sementara satu tangannya menopang satu kaki Leoni yang ia angkat ke atas.Seluruh tub
"Mau mendengar ceritaku?"Leoni meracau tak jelas karena mabuk selama setegah jam perjalanan mereka di dalam mobil. Bersama Xander yang mengemudi sesekali mengulum senyuman, berdecak samar, pun meringis kecil kala tak sengaja Leoni melayangkan tanganya ke arah pria tersebut.Mobil mewah itu terparkir pada lahan sebuah villa mewah di pinggiran kota. Salah satu properti mewah milik Xander pribadi. Kiri dan kanan suasananya masih dipenuhi oleh pohon-pohon besar hutan. Gelap pun sepi mengelilingi area luxury villa tersebut.Xander memapah tubuh Leoni yang limbung masuk ke dalam villa. Mendudukan wanita cantik itu pada sofa di ruang utama. Xander hendak pergi untuk mengambil air minum, namun Leoni tiba-tiba mencekal tanganya."Jangan pergi, duduklah dan dengarkan ceritaku," pintanya parau. Mabuk berat, namun ia berusaha membuka kedua matanya dan mulutnya yang tidak berhenti bersuara.Lantas, Xander duduk di sampingnya. Menyeka kening Leoni yang berkeringat sebab terlalu aktif bergerak di da
Kaki jenjangnya berlari ke sana dan ke mari tak tentu arah. Leoni mencari ponselnya yang tak kunjung ia temukan di dalam ruangan besar nan asing tersebut. Entah berada di mana lantas siapa yang membawa dirinya pada villa tersebut. Kejadian tadi malam benar-benar di luar kepalanya.Leoni pergi ke luar ruangan saat tak ia temukan barang-barangnya di dalam kamar. Menuruni anak tangga menuju lantai utama pun kontan langkahnya tersekat kala ia melihat Xander tengah terlelap di atas sofa tunggal pada ruang utama Villa. Duduk menyenderkan tubuhnya pada sofa dengan penampilan yang cukup berantakan.Langkah kaki Leoni mendekati pria itu. KIni, ia mengerti kenapa dirinya bisa berada di villa asing tersebut. Xander pasti yang membawanya ketika Leoni mabuk tadi malam.Wajah tampan yang tengah terlelap terlihat begitu tenang. Meskipun pelipisnya berkerut samar menandakan jika tidurnya tidak terlalu pulas."Hei." Perlahan leoni sentuh tangan Xander. Kontan ia terkesiap saat Xander tiba-tiba bangun
Duduk termenung Leoni di dalam mobilnya yang terparkir pada halaman mansion. Mesin mobil yang masih menyala menjadi teman di dalam keheningan sunyi malam ini.Pada jok samping, terserak beberapa lembar pemeriksaan miliknya. Telah ia temui dokter dan melakukan pemeriksaan. Dirinya baru bisa pergi melakukan pemeriksaan setelah satu minggu membuat janji sebab jadwal pekerjaanya yang tiba-tiba saja memadat.Pikiran-pikiran negative seketika mulai berkeliaran di dalam benaknya. Perasaan takut mulai timbul karena membayangkan hal terburuk dari hasil pemeriksaan.Menghela napasnya dalam-dalam sebelum dirinya keluar dari mobil. Kini waktu telah menunjukan pukul sebelas malam, dan kondisi mansion telah gelap gulita. Hanya penerangan bulan yang masuk dari jendela yang tidak tertutup gorden.Bukan pergi menuju kamarnya di lantai dua, Leoni justru pergi menuju mini bar di lantai satu. Menuangkan minuman alkohol ke dalam gelasnya lalu menegak hingga tandas. Kemudian, wanita cantik itu terkekeh-kek
Duduk berkumpul tiga pria tampan di dalam privateroom sebuah bar. Dua lainnya sibuk mengobrol, sementara satu orang di antara mereka hanya sibuk dengan sebatang nikotin di selah jemarinya seraya pikiran yang melayang tak berarah.Xander menghisap asap rokok terakhir sebelum sulutannya ia matikan ke dalam asbak yang telah terisi oleh beberapa bekas rokok di dalamnya. Mengambil gelas yang berisikan minuman kemudian menyesap pelan.Di sampingnya, Dominic dan Lucas lym tengah sibuk mengobrol. Obrolan mengenai pekerjaan pun yang seketika beralih membahas wanita cantik asli China.Seketika pintu ruangan terbuka. Masuk seorang pria bertubuh besar bak algojo ke dalam ruangan. Duduk dengan kaki terbuka pria itu pada sofa tunggal di sana, menyenderkan tubuhnya pun tanpa suara dan hanya mengurut pangkal hidungnya pusing.Dominic menatap pria bertubuh besar itu dengan tatapan datar. Benar-benar kondisi pria yang baru datang sama persis dengan Xander yang sedari tadi duduk di sana."Kau datang den
Setelah beberapa hari nafsu makan Leoni kembali seperti semula. Kondisi tubuhnya juga sudah lebih baik kini. Ia bisa memakan apapun tanpa merasakan mual pada perutnya.Pagi ini pun, Leoni menghabiskan sarapan di dalam piringnya serta menghabiskan satu gelas jus wortel. Meskipun sarapan pagi ini dihadapkan dengan seseorang yang terus mual-mual di hadapanya, Leoni tetap mampu menghabiskan sarapannya sendiri.Ia meminum jus wortel tambahan di dalam gelas seraya terus menatap Xander yang sedari tai sibuk menggonta-ganti menu makanan sampai akhirnya pria itu hanya berakhir menyesap kopi hitam sebagai sarapannya."Apa kau hamil?" lontar Dominic. Menatap penuh heran ke arah pamanya."Omong kosong macam apa itu?" Xander membalasnya dengan tatapan tajam pun sangar."Kau mual-mual seperti orang hamil."Datar ekspresi wajah Xander. Menjadi pucat pasi wajah tampanya karena sudah beberapa hari pria itu terserang demam dan tidak nafsu makan."Mungkin wanita yang kau tiduri hamil," celetuk Dominic. B
Tatapan Leoni begitu hangat pada Zenna yang telah terlelap di dalam ranjang tidurnya. Ia selimuti lalu ia kecup kening putri kecilnya sebelum keluar meninggalkan ruangan. Tepat di depan pintu dirinya berpapasan dengan Xander yang baru saja turun dari lantai dua. "Kau membutuhkan sesuatu?" tanya Leoni pada suaminya. Xander sedang bekerja sebelum Leoni tinggal untuk menidurkan Zenna dan Zeline. "Ya. Aku membutuhkanmu," jawabnya seraya ia rengkuh pinggang Leoni, memeluknya seductive. Tatapan serta senyuman nakal Xander menjelaskan segalanya. Segera Leoni tersenyum melihat ekspresi pria itu. Lantas ia kalungkan dua tangannya pada ceruk leher Xander. "Aku akan menemanimu bekerja malam ini," tutur Leoni. Sebelah alis Xander terangkat serta senyum nakanya memudar. "Hanya menemani?" Leoni mengangguk. "Ya. Kau lupa ini tanggal berapa?" Ia mendekatkan bibirnya tepat di depan telinga Xander. "Hari ini aku datang bulan." Xander mendesah, kekecewaan pada raut wajahnya begitu kentara
Hari-hari berlalu begitu cepat. Rasa sakit Xander akan rasa kehilangan masih begitu kentara di hatinya. Entah kenapa kejadian beberapa bbulan silam begitu membekas di mana ia hampir kehilangan istri tercintanya. Tubuhnya terbalut jas licin nan rapih berdii dengan gagah. Memegang satu gelas minuman di tangan lantas pandangannya tak alih dari menatap istri serta dua putrinya di depan sana tengah merayakan pesta ulang tahun Zenna yag ke satu tahun. Tidak terasa bayi kecil Xander yang cantik sudah beranjak menjadi batita. Ia menghampiri Leoni yang sedang menggendong Zenna, membawa bocah kecil itu berkeliling untuk diperkenalkan pada seluruh teman serta anggota keluarga. Semua orang begitu antusias bertemu putri kedua dari Leoni dan Xander. "Hallo, Babe." Xander merangkul pinggang istrinya. Saling mengecup satu sama lain. Kemudian atensinya beralih pada Zena yang langsung merentangkan kedu tangan, meminta ayahnya untuk segera menggendong tubuh kecil itu. Tak bisa menolak permintaan
Di bawah cahaya rembulan malam. Leoni dan Xander saling menguatkan satu sama lain. Cekatan Xander mengelus punggung Leoni kala wanita itu meringis kesakitan. Setiap saat Xander bertanya pada Leoni untuk kembali ke kamarnya. Namun, istrinya selalu menolak. Tiba-tiba atensi keduanya teralihkan oleh suara Isak tangis seorang pria yang baru saja tiba. Duduk di dekat kursi yang mereka tempati. Leoni pun Xander saling menatap. Bertanya-tanya apa yang membuat pria itu menangis begitu pilu. Pria itu merasa dirinya tengah diperhatikan. Lantas ia menyeka wajah yang dipenuhi oleh air mata. Dirinya meminta maaf pada Xander dan Leoni karena membuat suara berisik. “Maaf aku menganggu kalian,” katanya dengan suara serak. Dia dihampiri oleh seorang wanita paruh baya yang kontan memeluknya. Tangis mereka pecah kembali. Leoni dan Xander saling memperhatikan ditempat, ikut merasa iba sebab tangis yang begitu pilu mereka dengar. Rumah sakit memanglah tempat kesedihan. Tidak dipungkiri jika temp
Bulan-bulan berlalu begitu cepat. Kehamilan Leoni sudah menginjak trimester akhir dan tinggal menghitung hari untuk persalinannya. Hal ini cukup membuat Xander stres di mana ini kali pertama ia akan mendampingi wanita tercintanya berjuang untuk hidup dan mati bersama anak mereka. Pria ini tak focus dengan pekerjaan. Bayang-bayang akan wanita melahirkan yang setiap malam ia tonton di internet amat menghantui pikiran. Ketakutan akan rasa sakit yang akan diderita oleh Leoni hampir membuatnya hilang akal. Leoni datang dari dapur membawa satu piring berisikan potongan buah segar. Santai ia memakannya lantas duduk di samping Xander yang tengah terduduk seraya memijat pelipis. Pria ini terlihat seperti ini hampir setiap hari, pun Leoni tahu betul apa alasannya. Matanya melirik sang suami, tanpa mengatakan apapun sebab mulutnya penuh dengan buah segar. Xander mengangkat wajah menatap dalam penuh kasih pada istrinya. Wajah cantik yang terlihat santai itu sedikit membuat ketakutan Xander mem
Intercomnya berbunyi saat Leoni dan Xander tengah menyipkan makan malam. Segera Xander menuju pintu untuk melihat siapa yang datang. Itu Laura. Wanita cantik itu memang telah membuat janji untuk datang berkunjung. Xander bisa melihat wanita itu sedang berdiri di loby penthouse. Menunggu Xander mengijinkannya untuk naik ke lantai atas penthousenya. Laura di antar oleh seorang security untuk menuju lantai tujuan setelah Xander mengijinkannya masuk. "Selamat datang," sapa Leoni dengan senyuman. Datang untuk menyambut Laura di pintu masuk, lantas ia peluk ringan tubuh wanita cantik itu. Meintanya masuk dan duduk pada ruang utama. "Hai, Leoni, apa kabarmu?" "Aku baik." Laura mengangguk senyum. Ia sodorkan barang bawaanya kepada Leoni ber
Tertegun Leoni ketika melihat Xander yang datang dengan penampilan tak karuan. Kemeja putihnya yang telah kusut lusuh, rambut berantakan, serta beberapa luka memar diserta darah yng menghiasi wajah tampannya. Pria itu duduk lemas di atas sofa ruang kerja Leoni, terdiam hingga istrinya datang untuk menghampirinya. "Kau berkelahi?' tanya Xander, dan pria itu menatap istrinya intens pun dalam. Xander mengangguk tanpa kata-kata. Bukan rasa sakit yang bergulung di pikirannya, melainkan amarah yang memuncak. Xander diam karena tengah menahan dirinya untuk tidak pergi membuat keributan lainnya kepada Leonard. "Dengan siapa kau berkelahi?" tanya Leoni pelan. Menatap Xander cemas seraya ia sentuh ujung bibirnya yang pecah terluka. Alih-alih menjawab pertanyaan istrinya, Xander malah membawa tangan Leoni untuk dia cium, untuk ia rasakan kehangatan dari sana, mencari ketenangan dari sosok istrinya. Bagaimana caranya menjelaskan jika seorang pria gila menguntit istrinya, selalu memper
Waktu telah menunjukan pukul satu dini hari. Leoni telah terbaring di atas peraduannya selama lebih tiga jam dan ia terus membuka mata. Pikirannya tak kunung terlelap meskipun ia mencoba menutup matanya beberapa kali. Perutnya yang sudah besar membuat Leoni susah mendapatkan posisi nyaman untuk tidurnya. Sehingga dirinya terus terjaga. Berbeda dengan pria tampan di sisinya. Xander Miller telah terlelap dengan nyaman, terbuai amat dalam di alam bawah sadarnya. Pria itu bahkan tidur tanpa bergerak, sangat-sangat tenang sehingga Leoni tak tahan ingin mengganggunya. Leoni berbaring menyamping menatap suaminya yang memejam mata lelap. Telunjuknya bergerak nakal di atas dahi Xander, hingga turun menuju hidung mancungnya, pun turun lagi menuju bibir seksi pria itu. Ia menggesekan jemarinya di sana hingga Xander melenguh membuka mata. "Hai, Babe?" ucap pria itu seraya membuka matanya yang memerah. Ia peluk tubuh istrinya yang langsung menyingkirkan tangan Xander di sana. Mata Xander ya
Kehamilan Leoni telah memasuki usia tujuh bulan. Perutnya telah membulat besar dan dipastikan berat badanya bertambat dua kali lipat. Wanita cantik itu semakin berisi pun pipinya yang membulat terdapat double chin. Kini, dirinya sedang berada di rumah sakit. Menjenguk Kizzie yang baru saja melahirkan bayi laki-laki yang amat tampan dan lucu. Bayi kecil merah yang saat ini sedang terlelap di dalam baby box nya. Ditatap penuh oleh Leoni dan Xander, Kizzie dan juga Lucas. “Lucu sekali, dia yang selama ini berada di perutku?” Mendadak Kizzie mejadi melow, lingkar matanya memerah penuh haru. Ia dipeluk oleh suaminya di samping yang sama-sama terharu seperti dirinya. Satu lengan Kizzie terulur untuk menyentuh bayi kecilnya. Membuat bayi itu menggeliat kala merasakan sentuhan hangat dari tangan maminya. "Hah ... dia lucu," kata Leoni disertai mata yang berbinar. "Akhirnya kau menjadi ibu dari seorang bayi laki-laki," imbuh Leoni, memeluk sahabatnya. "Ahkhirnya." Pun, tangis Kizzi
Acara reuni diadakan pada aula besar unniversitas. Begitu besar pesta diadakan sebab beberapa angkatan turut hadir di dalamnya. Leoni dan Xander datang bergandengan tangan, bersama baby Zeline yang berada di dalam gendongan daddynya. Pandangan orang-orang tentu saja tertuju pada pasangan ini. Sensasional sebab mantan ipar yang saling menikah. Namun, Leoni dan Xander tak menghiraukan tatapan serta cibiran dari manusia-manusia yang hanya bisa mencibir orang, mereka hanya fokus pada diri masing-masing. Jauh di ujung ruangan Kizzie melambaikan tangan, meminta Leoni untuk datang duduk bersamanya dan Lucas. Sampai di mejanya, segera Lucas ambil alih badan mungil Baby Zeline dari gendongan daddynya. Leoni duduk di samping Kizzie, mendekatkan wajahnya pada sahabtanya itu lalu berbisik. "Sial! Kenapa kau mengirimkan fotonya, Xander telah melihatnya sekarang." Kizzie menahan tawanya. Menilik Xander yang pandanganya tengah mengedar mencari sesuatu, lalu tak lama pria itu bangkit dari