"Kenapa kau begitu gugup? Tanganmu sampai berkeringat dan bergetar seperti itu," seloroh Theodore yang amat suka menganggu Leoni di hari yang seharusnya menjadi hari bahagianya.
Anggun dan cantik penampilanya kini. Tubuh yang indah ramping namun tetap sintal seksi terbalut gaun pengantin putih yang menjuntai panjang pada lantai. Bagian dadanya cukup terbuka terbelah memperlihatkan atas dada yang cukup menonjol. Riasan make up tipis serta tatanan rambut yang rapi membuat penampilanya semakin memesona.Pengantin wanita kita hari ini. Penampilanya yang telah amat sempurna bak bidadari tidak bisa menyembunyikan betapa murung wajah serta kekesalan hati di dalam dadanya. Faktanya, ia tetap menikah dengan pria yang sama sekali tidak ia cintai, bahkan suaminya kini adalah pria minus ibukota.Leoni telah berjalan berdampingan bersama sang ayah yang mengantarkanya naik ke atas altar. Pengucapan janji suci pun telah dilangsungkan. Pada aula gedung besar nan mewah kini tengah dimeriahkan dengan pesta para orang-orang kaya sebagai tamu undangan di dalamnya. Sementara itu sang pengantin wanita justru mengurung berdiam diri di dalam ruang rias.Theodore datang untuk meminta sang kakak pergi pada aula menyambut para tamu-tamu undangan yang turut hadir memeriahkan pesta. Namun, Leoni beralasan tidak enak badan."Menikah saja sudah cukup, tidak perlu memintaku untuk melakukan hal yang lainya," cetus Leoni seraya mengurut pangkal hidungnya yang pening.Theodore menghela napasnya dalam-dalam. "Baiklah, jaga dirimu dan beristirahatlah. Aku tidak akan menganggumu lagi," balasnya.Pria tampan yang berusia terpaut dua tahun lebih muda darinya itu melangkahkan kaki dengan lebar meninggalkan ruangan. Suara pintu yang tertutup membuat Leoni menghea napas lega. Setidaknya, tidak ada lagi orang yang menganggunya.Duduk menyender pada sofa tunggal. Ia pejamkan matanya agar tidak berlanjut merasakan kepalanya yang pusing. Ketenangan membuatnya bisa sedikit merefleksikan diri dari ketegangan yang terjadi satu hari penuh ini.Bibir sintal itu mendesah samar tatkala telinganya mendengar suara pintu ruangan yang kembali dibuka. Tanpa membuka mata dan melihat siapa yang datang Leoni tahu sebab sudah dipastikan jika itu anggota keluarganya yang datang membujuk Leoni agar mau pergi ke aula dan menyambut para tamu."Kukatakan dengan jelas, aku tidak mau—”Membuka mata dengan sigap pun terkejut saat jemari telunjuk seseorang menempel tepat di bibirnya. Kontan membulat netra indah itu saat ia lihat siapa yang telah datang."My Baby, how are you today?"Sudut bibir Leoni berkedut menilik malas pada pria yang berdiri di hadapanya. Cepat ia singkirkan tangan kotor pria itu dai mulutnya."Apa yang kau lakukan di sini?" tekan Leoni hendak beranjak dari duduknya, namun dengan cepat bahunya ditekan kuat oleh Xander hingga Leoni kembali duduk.Xander mencondongkan tubuhnya ke arah Leoni. Seringai tajam serta tatapan hangat penuh gairah itu terpancar pada wanita di hadapanya. Leoni akui jika tatapan tajam namun sayu seperti orang mabuk itu amat begitu menggoda."Bertindaklah sopan kepada kakak iparmu ini, Xander Francis Miller." Leoni menekankan ucapanya pada bagian nama Xander.Pria itu terkekeh seraya menundukan kepalanya jatuh di hadapan Leoni. Sedetik kemudian, tatapanya kembali terangkat namun dengan posisi tetap menunduk."Kakak ipar, uh?"Leoni memundurkan kepalanya hingga menekan senderan sofa saat Xander kian memajukan posisinya mendekat. Mengikis jarak hingga wajah keduanya hanya berjarak beberapa senti saja. Sehingga dapat Leoni rasakan napas hangat serta wangi maskulin yang menguar dari tubuh pria tersebut."Ya, tentu saja kakak ipar. Sekarang aku adalah kakak iparmu," timpal Leoni."Tapi aku lebih suka memanggilmu 'sayang', My Baby." Xander membalas dengan nada suara bariton yang berat pun menggoda."CK." Leoni berdecak, memutar bola matanya malas. "Kau begitu menyebalkan. Menyingkirlah."Didorong dada Xander hingga pria itu sedikit terhempas ke belakang. Lalu, Leoni berdirii dan mundur sedikit menjauh dari pria gila keluarga Miller tersebut.'"Jangan mengacau di hari pernikahanku," tandas Leoni."Pernikahan? Kau bahkan tidak menginginkan pernikahan ini, Babe."******Berdiam berdiri di balik jendela besar kamarnya. Kini ia telah siap dengan pakaian tidur berbahan satin seksi berwarna hitam. Sengaja tak ia kenakan mantel agar bahunya yang ramping nan mulus terpampang jelas. Siapa yang akan menggodanya di dalam kamar pengantin, toh suaminya sendiri bahkan tidak akan mampu. Berani pun dengan terang-trangan ia kenakan pakaian seksinya.Leoni mengabaikan suara pintu kamar yang terbuka. Ia tetap berada pada posisinya berdiri. Terdengar suara roda yang didorong membuat Leoni tenti saja tahu siapa yang datang mendekat.Tangan kananya di sentuh lalu dikecup dengan hangat. Tavel Moore menyimpan pipinya yang dingin di atas punggung telapak tangan Leoni. Lantas Leoni menoleh menilik suami yang tidak diinginkannya itu dengan tatapan tajam."Lepaskan tangan kotormu itu, dan berhentilah membuat tindakan yang menjijikkan," cibirnya seraya menarik lengan dari genggaman Tavel."Ini adalah malam pertama kita." Tavel berbicara sembari mendongak menatap Leoni yang berdiri di hadapanya. "Kau sangat cantik, Istriku."Sangat tidak tahu malu. Cibir Leoni dalam hati.Sifat hidung belangnya itu telah menjadi bualan panas seantero Eropa, maybe. Setelah mendapatkan karma menjadi lumpuh dan impoten ia malah dengan tidak tahu malunya menggoda Leoni seperti itu."Aku memang cantik, seksi, dan menggoda. Tapi sayangnya, suamiku ini bukan orang yang mampu menghangatkan ranjang malam pertamaku," sindir Leoni."Apa kau sangat kecewa?""Tentu saja," tukasnya. "Tidak ada hal paling mengecewakan selain menikahi pria yang tidak berdaya sepertimu.""Aku masih bisa menghangatkan ranjangmu, kau tenang saja.""Dengan cara seperti apa? Menggunakan jarimu atau mambantuku menggerakan mainan?" timpal Leoni cepat. Sungguhlah saat ini emosinya sudah berada di atas awan.Tavel terkekeh mendengar itu. Kekehannya hampir mirip dengan adiknya yang sama-sama gila itu. "Kenapa harus memakain cara seperti itu sementara aku masih mampu memuaskanmu dengan miliku?""Uh? Apakah itu masih berfungsi?""Tentu saja. Masih bisa berfungsi, berdiri dengan gagah perkasa. Kau cukup menggerakan pinggulmu di atasnya dan membuat dirimu nyaman."Sesak amat sesak dada Leoni ketika mendengarnya. Sangat ingin ia tampar wajah menjengkelkan itu hingga ratusan kali. Namun, tidak mungkin jika dirinya membuat keributan di malam pertama.Lantas, Leoni mengulas senyumannya. "Tentu saja, akan kulakukan," timpalnya. "Namun bukan pinggulku yang bergerak, melainkan pisau dapur."Mendengkus kesal sebelum akhirnya ia menyambar mantel tidur lalu keluar dari ruangan. Meninggalkan pria gila yang berstatus sebagai suaminya itu sendirian. Tidak peduli dengan reputasinya sebab ia pergi di malam pengantin."Bedebah gila keluarga Miller memang tidak diragukan lagi," gerutunya seraya berjalan cepat menyusuri lorong. Sesekali ia menoleh ke belakang, memastikan jika Tavel tidak tiba-tiba bisa berdiri lalu berlari mengejarnya.Kontan Leoni menghentikan langkahnya saat tepat di depan dengan jarak beberapa langkah ada Xander yang juga tengah berjalan di lorong. Sunggingan tipis pria itu begitu jelas saat netranya menangkap sosok Leoni lantas segera ia berjalan mendekat."Hey Babe, kenapa kau berada di luar di malam pertamamu? Atau mungkin ... Kau sedang mencariku, uh? Ingin melakukan malam pertama denganku?"Benar-benar sinting.***Bersambung ....Jangan lupa berikan ulasan kalian.Menatap cermin tengah mengeringkan rambutnya yang basah. Leoni sibuk dengan dirinya sendiri. Sementara dari balik cermin di hadapanya, bisa ia lihat Tavel yang juga tengah bersiap sembari di bantu oleh seorang pelayan. Leoni tak mempedulikannya sama sekali.Ia telah siap dengan stelan kerjanya yang rapi. Kemeja berwarna peach berpadu dengan rok slim fit berwarna hitam. Cantik amat menawan pesona wanita dua puluh tujuh tahun itu.Setelah siap dengan semua urusannya di dalam kamar, Leoni melenggangkan kakinya pergi. Ia tolak tangan Tavel yang mencoba meraihnya dengan acuh tak acuh pun terus melenggang pergi. Pria yang terang-terangan ditolak itu hanya menyunggingkan senyumannya tipis."Morning, My sweetheart." Sang ibu mertua—Deliana Darby—menyambutnya dengan hangat.Lantas, Leoni peluk tubuh Deliana yang duduk di kursi meja makan dengan hangat, pun ia kecup singkap pipi kiri ibu mertuanya. "Morning, Mom." Ia melakukan hal yang sama untuk menyapa sang ayah mertua—Peto Miller. "Morning, D
Pandangan Xander bergerak mengikuti guliran pesan masuk pada ponselnya. Banyaknya tagihan datang menyerbu tidak tanggung-tanggung. Dirinya menerima berjuta-juta tagihan untuk barang yang dibeli atas nama credit card miliknya.Pria tampan ini hanya tersenyum tipis. Sudah tahu pun sangat dipastikan siapa yang sedang berfoya-foya dengan uangnya. Siapa lagi jika bukan wanita cantik namun keras kepala itu.Dirinya kini berada di ruang baca yang berada di lantai dua mansion. Berdiri gagah di samping jendela sosoknya dengan secangkir coffee hangat di tangan kiri, sementara tangan kanannya memegang ponsel.'Kau gila? Untuk apa kau menyarankan hal seperti ini?''Tentu takkan kulakukan. Membuang waktuku saja.'Samar Xander mendengar kegaduhan dari bawah. Lantas, ia melongok ke luar jendela pun langsung ia dapati dua sejoli yang sedang duduk di kursi samping kolam renang mansion. Ketegangan menyelimuti wajah wanita cantik itu, sementara lawan bicaranya terlihat amat tenang.Dilemparnya brosur li
"Ada apa denganmu? Kenapa kau bertingkah murung seperti itu?" tanya Tavel pada Leoni yang tiba-tiba saja terdiam setelah bertanya kepadanya."Aku baru saja memikirkan sesuatu," timpal Leoni. Ia tatap Tavel lekat dari wajahnya yang datar tanpa ekspresi. "Menurut kepercayaan yang kita anut, pernikahan sah suci hanya dilakukan sekali seumur hidup. Bahkan, jika kita bercerai lalu menikah dengan orang lain sementara mantan suami kita masih hidup, pernikahan itu tidak terhitung dan masuk ke dalam perzinahan."Garis bibir melengkung itu seketika datar. Tavel mendatarkan wajahnya sedatar mungkin kini. Hasratnya untuk menggoda Leoni hilang lenyap saat ini juga."Aku tidak menganggap pernikahan ini permainan. Hanya saja, aku belum bisa menerimamu. Mungkin aku membutuhkan sedikit waktu," tutur Leoni serius. Ucapanya mampu mengubah seketika atmosfir di dalam ruangan."Jadi aku pinta padamu untuk bersikap sedikit lebih adil terhadapku. Aku tidak memaksa, lakukan saja jika kau mau."Leoni beranjak
Keringat menetes membasahi tubuhnya. Kekar-kekar otot tangan serta bahunya keluar ketika ia melakukan gerakan. Seksi tubuhnya serta kekar berotot membentuk begitu indah.Xander tengah berolahraga di taman tengah mansion. Berlari mengitari taman yang lumayan luas itu. Sudah sekitar setengah jam dirinya melakukan hal yang sama hingga keringat panas mulai bercucuran.Tampan wajahnya yang sedikit memerah disertai keringat yang membasahi rambut pun ujung pelipisnya membuat pesona pria itu semakin ugal-ugalan. Pelayan yang tak sengaja berpapasan denganya tak bisa menolak pesona pria tampan berusia tiga puluhan itu.Sementara itu di lantai dua mansion elite tersebut. Berdiri Leoni di depan jendela kamarnya. Sembari bersidekap dada dirinya memandang ke bawah, menatapi pria yang tengah berlari di taman. Menilik matanya begitu amat detail pada setiap inci ukiran tangan tuhan yang berbentuk lelaki tampan. Terpesona bahkan tak kunjung berkedip dirinya ketika memandangi Xander.Dia akui jika tubuh
Wanita cantik itu melenggang masuk ke dalam mansion. Menenteng tas mahal miliknya dan berjalan dengan elegan. Bunyi higheels setinggi tujuh inch nyaring terdengar menghentak lantai pun menggema pada mansion besar nan elite tersebut.Hari ini merupakan hari Rabu, jadwal untuk Tavel bertemu terapisnya. Leoni tidak ingin melewatkan untuk melihat pria itu melakukan pemeriksaan. Ada beberapa hal juga yang harus Leoni tanyakan pada terapis tersebut.Melangkah menuju kamarnya. Leoni melewati ruang tamu utama yang mana ada Xander di sana dengan beberapa rekan pria sedang mendiskusikan sesuatu. Leoni yakin jika beberapa pria itu merupakan rekan bisnis Xander. Bisa dilihat dari berkas-berkas yang tengah mereka pegang.Xander sedang menjelaskan sesuatu pada rekan bisnisnya saat atensinya tiba-tiba teralihkan pada Leoni yang melintas melewati ruang tamu menuju tangga. Wanita cantik itu hendak naik tentunya untuk menuju kamarnya yang berada di lantai dua.Ia menelan ludahnya kasar. “Tunggu sebenta
"Uhmm my Baby, faster Baby!"Wanita cantik tak berbusana memperlihatkan kulit tubuhnya yang putih mulus nan indah. Rambut legam terurai berantakan. Gerakanya naik turun di atas seorang pria yang dengan seductive memegangi pinggang sang wanita yang ramping.Pria tampan dengan wajah yang mendominasi itu mengetatkan rahangnya. Peluh menetes dari pelipisnya yang basah. Bibir seksi merahnya sedikit terbuka menahan sebuah desahan kenikmatan. Tanganya memegang erat pinggul ramping yang naik turun di atas tubuhnya, ikut menggerakan sesuai irama."Panggil namaku." Pria ini meminta."Xa—xander ahhh!"HAH!Telinga Leoni seperti berdengung. Kontan ia terjaga dari tidurnya. Keringat membasahi pelipis serta wajahnya. Pada cuaca yang sedingin itu dirinya berkeringat. Langsung ia beranjak mendudukan diri pun bersender pada kepala ranjang."Mimpi sialan!" Ia mengumpat seraya menyugar rambutnya ke belakang.Leoni menggigit bibir bawahnya. Melamun sesaat untuk menetralkan detak jantung yang berdegup san
"Ada apa dengan wajahmu?"Semua atensi merujuk pada Xander ketika Pero menanyakan akibat dari luka lebam pada bawah mata putranya. Pero dan Deliana telah kembali sepulang dari liburan mereka, pun kini satu keluarga itu tengah makan malam bersama-sama."Seorang wanita menolak dan juga memukulku," balas Xander. Wajahnya menunduk namun pandanganya tajam terangkat lurus tepat pada Leoni yang duduk di seberang kursinya. Wanita itu sedang memegang gelas berisikan jus orange miliknya."Haha. Siapa yang berani menolak putraku? Bawa wanita itu kesini biar kuberi dia hadiah," seloroh Pero diiringi tawanya yang khas.Sebab tidak ada di dalam riwayat pria di keluarga Miller yang akan ditolak oleh seorang wanita. Tidak anak-anaknya. Bahkan di masa lalu, Pero menjadi rebutan para wanita."Padahal sisa satu dorongan lagi dan semuanya akan dimulai. Tapi dia malah memukulku dengan botol alkohol," papar Xander. Santai ia memotong daging steak di dalam piringnya lalu ia masukan ke dalam mulut.Leoni ber
“Berhentilah menggangguku karena aku telah menghabiskan tiga gelas whisky yang kau janjikan itu,” tekan Leoni pada Xander.Jengah Leoni akan tingkah laku Xander yang terus mengganggunya. Lantas, setelah makan malam keduanya membuat perjanjian yang disepakati bersama. Xander meminta Leoni untuk meminum tiga gelas whisky dengan serentak, setelah itu ia berjanji tidak akan menganggu Leoni lagi.Telah Leoni habiskan juga tiga gelas whisky yang dijanjikan. Bangga ia tekankan pada Xander untuk tidak mengganggunya lagi. Lupakan semua kejadian yang telah berlalu pun tidak saling menuntut apapun pada satu sama lain.“Aku akan pergi,” ucap Leoni. Beranjak ia dari duduknya, namun seketika limbung tubuh wanita itu pun kontan terjatuh duduk kembali ke atas sofa.Sementara itu, Xander duduk dengan santai menyenderkan tubuhnya. Menyesap whisky bercampur es batu di dalam gelas. Tatapannya intens memicing memperhatikan Leoni, sudut bibirnya berkedut saat ia dapati Leoni yang tiba-tiba limbung dan jatu