"Ada apa dengan wajahmu? Kenapa kau pucat sekali?" tanya James pada putri sulungnya.
Seluruh keluarga tengah berada di ruang makan untuk melakukan sarapan bersama sebelum memulai aktivitas masing-masing. Atensi semua orang tertuju pada Leoni. Menatapnya bingung pun penuh tanya.Wajah yang pucat serta tidak berselera makan karena Leoni baru kembali ke rumah pukul empat dini hari. Ia baru saja tertidur beberapa jam namun harus kembali bangun untuk bersiap-siap pergi bekerja. Dirinya kurang tidur karena aktivitas panasnya tadi alam.Waktu yang sedikit juga membuatnya tidak terlalu banyak memoleskan make up hingga kantung matanya yang menghitam masih cukup terlihat."Apa kau sakit, Honey?" tanya ibu Leoni—Salvaza Dulse—dengan penuh perhatian serta tutur katanya yang lembut."Aku sedikit pusing, Mommy. Ini karena perjodohan yang ayah buat untukku," jujurnya seraya mengurut pelipisnya yang pusing.James Calis berdeham samar mendengar ungkapan putrinya. "Kau pusing karena tidak pulang tadi malam," timpal James. Tahu betul jam berapa putrinya pulang karena para orang rumah yang selalu mengadu jika ada hal yang terjadi di luar kebiasaan orang-orang rumah."Ah ya, aku hanya pergi minum bersama teman-temanku," desah Leoni, melirik James yang sudah menatapnya melotot penuh sangar.Savalza mengelus pundak putrinya. Raut wajahnya menunjukan banyak kekhawatiran. "Sejak kapan kau minum-minum, Sayang? Kau tidak seperti ini sebelumnya.""Aku hanya ingin menghilangkan pusing karena perjodohan tidak masuk akal itu. Karena aku tidak bisa menolaknya meskipun aku mau," lugas Leoni.Kemudian ia beranjak dari tempat duduknya. Kontan pusing pn berkunang-kunang kepalanya membuat tubuh itu sedikit limbung hampir jatuh."Hati-hati." Savalza spontan memegangi putrinya yang hampir jatuh. Sangat menyayangkan akan sikap putri baiknya yang tiba-tiba depresi itu."Aku baik-baik saja, Mommy."Wanit paruh baya namun tetap cantik serta elegant penampilanya itu mendesah samar menatap kepergian putrinya dari ruang makan. Lantas, tatapanya langsung tertuju pada James dengan penuh memprotes."Ini semua karena dirimu." Ia menyalahkan suaminya yang membuat perjodohan konyol itu. "Dia menjadi pemabuk karena dirimu," ungkapnya kesal.James menghela napasnya dalam-dalam. "Biarkan saja dia. Dia sudah dewasa," timpal James yang tak ikut ambil pusing atas tingkah putrinya.Sementara itu, Leoni kembali ke dalam kamarnya. Berbaring di atas peraduannya yang nyaman pun terdiam menatap langit-langit kamar.Ia urungkan niatnya untuk pergi ke perusahaan dan bekerja. Tubuhnya terasa begitu lemah dan jika dipaksakan mungkin dirinya akan tumbang. Kepalanya yang pusing berkunang-kunang, tubuhnya yang bergetar serta pangkal pahanya yang masih terasa perih. Sialannya, ia merasa jika itu membengkak di dalam sana."Ah! Benar-benar sial."Pangkal pahanya benar-benar sakit ketika ia paksa untuk berjalan normal tadi. Seperti ada robekan di dalam sana pun bahkan saat dirinya pergi untuk buang air kecil terasa menyayat-nyayat tidak karuan.Menenggelamkan dirinya di balik selimut ym tebal lalu memejamkan mata. Leoni ingin tidur hingga matahari terbenam."Nona?"Netranya kembali terbuka tatkala ia dengar suara seorang pelayan memanggil dirinya dari luar seraya mengetuk pintu. Lantas ia langsung menjawab untuk mempersilahkan pelayan tersebut masuk."Nona. tuan besar mengirim sup serta obat untukmu. Beliau berkata Nona harus sehat untuk pertemuan malam ini." Pelayan itu menyampaikan. Lalu diletakannya satu nampan berisikan satu mangkuk sup serta obat di atas nakas."Pertemuan apa itu?" tanya Leoni mengeryitkan keningnya."Pertemuan dengan calon suamimu, Nona."Hampir-hampir Leoni tersedak oleh ludahnya sendiri saking terkejut dirinya. Matanya membulat pun menggigit bibir bagian bawahnya.Secepat itu? Ayah memang ingin cepat-cepat membuatku keluar dari rumah ini. Pikirnya.Beranjak duduk menyenderkan tubuhnya pada kepala ranjang. Ia urut pangkal hidungnya yang pening lalu membiarkan pelayan untuk pergi keluar dari kamarnya. Sementara itu, sup serta obat di atas nakas tidak ia sentuh sedikitpun. Membiarkannya dingin begitu saja.Begitu sialnya hidupku.********Pertemuan mewah antar dua keluarga diadakan di sebuah restoran hotel berbintang lima yang masih berada di bawah kepemimpinan keluarga Miller. Sebuah meja panjang khusus untuk keluarga telah dilengkapi beberapa hidangan mewah di atasnya.Leoni bintang utama malam ini. Tampil cantik dirinya dengan ulasan make up tipis natural yang simple menyatu pada kulitnya yang putih, rambut legamnya cantik terurai rapih. Meskipun tema pakaian yang dipilihnya tidak sesuai sebab berwarna hitam dan membuat James memprotes akan tingkah putrinya itu. Namun, tidak ada yang bisa mengubah keputusan Leoni untuk berganti pakaian dengan warna lain."Kau seperti akan datang ke pemakaman," bisik Theodore yang duduk di samping kakaknya lengkap berpakian jas rapih."Ini memang pemakamanku sendiri," balas Leoni sama berbisik.James hanya menghela napasnya melihat dua anak mereka yang saling berbisik-bisik bertingkah seperti anak kecil itu. Beruntunglah keluarga Miller belum ada di sana sehingga ia cukup membiarkan tingkah kekanakan putra putrinya."Apa jantungmu berdebar?" tanya Theodore yang terus-menerus menggoda kakaknya.Leoni tersenyum simpul. Di dalam hatinya tersimpan kekesalan pada adik sialannya itu yang tak kunjung habis pertanyaan yang dilayangkan padanya. Di bawah meja, ia tempatkan ujung higheelsnya yang runcing tepat di atas seatu kulit Theodore, menusuknya hingga adiknya itu mengaduh kesakitan."Rasanya jantungmu berdebar kencang sampai-sampai kau segugup itu," urainya. Alih-alih marah atas tingkah kakaknya, ia malah terus menggoda.Berdebar apanya? Leoni bahkan sama sekali tidak mengharapkan pertemuan ini. Pertemuan keluarga dari calon suami yang bukan pilihanya kenapa pula ia harus berdebar. Sama sekali tidak.Pintu privateroom dibuka oleh sang pelayan. Keluarga Miller yang ditunggu akhirnya tiba. Seluruh anggota keluarga Calis berdiri untuk menyambut kedatangan mereka.Acuh tak acuh Leoni menyambut kedatangan calon suaminya. Ia bahkan tidak menatap lurus ke depan untuk memandang keluarga itu. Pandanganya ia buang ke samping. Berdecak halus saat ia dengar suara dari kursi roda yang terdengar semakin mendekat.Itu dia, calon suaminya. Tatapan Leoni arahkan pada pria cacat di atas kursi roda itu. Menatap tajam pun penuh rasa tidak suka. Tatapanya dibalas langsung dengan senyuman simpul oleh Tavel Moore. Membuat Leoni semakin berdecak malas.Pria hidung belang gila selangkangan yang sedang menuai karmanya.Semua orang duduk setelah saling menyapa satu sama lain. Belum sempat mereka membuka percakapan, pintu kembali terbuka serta hadirnya seorang pria di ambang pintu sana.Kontan tatapan Leoni membulat saat pria berpakaian kemeja hitam rapih itu masuk ke dalam ruangan. Pandang mereka bertemu namun pria itu justru menarik sudut bibirnya sama sekali tidak menunjukan keterkejutan sepert halnya Leoni saat melihatnya.Leoni mengeratkan jemarinya yang tertaut di bawah meja. Kontan basah berkeringat akibt kegugupan yang menyelimuti seluruh dirinya.Xander?***Bersambung ....Jangan lupa berikan ulasan kalian yaaa.Xander?Betapa santainya pria itu melangkah masuk ke dalam ruangan kemudian duduk tepat di samping Tavel Moore. Tersenyum menyapa ramah wajah tampanya itu bahkan tetap tenang ketika dirinya dihadapkan dengan Leoni.Tentu saja banyaknya pertanyaan langsung berkutat menyerbu kepala wanita cantik itu. Dirinya terdiam mematung seraya terus menatap Xander yang duduk tepat di depanya.Jantung yang tadinya berdebar biasa saja kini meningkat kecepatannya menjadi dua kali lipat. Berdetak amat sangat kencang seolah akan copot jatuh darii tempatnya.Bagaimana bisa pria yang menghabiskan satu malam denganya itu bisa berada di pertemuan keluarga bersama calon suaminya. Benar-benar membuat Leoni linglung serta pening menyambar isi pikiranya."Xander Francis Miller." Theodore berbisik memberitahu. "Dia adik dari calon suamimu."Bagaikan disambar petir di siang bolong. Rasanya jantung Leoni akan benar-benar jatuh dari tempatnya saat ia mengetahui siapa sebenarnya pria itu. Benar-benar takdir, langit
"Kenapa kau begitu gugup? Tanganmu sampai berkeringat dan bergetar seperti itu," seloroh Theodore yang amat suka menganggu Leoni di hari yang seharusnya menjadi hari bahagianya.Anggun dan cantik penampilanya kini. Tubuh yang indah ramping namun tetap sintal seksi terbalut gaun pengantin putih yang menjuntai panjang pada lantai. Bagian dadanya cukup terbuka terbelah memperlihatkan atas dada yang cukup menonjol. Riasan make up tipis serta tatanan rambut yang rapi membuat penampilanya semakin memesona.Pengantin wanita kita hari ini. Penampilanya yang telah amat sempurna bak bidadari tidak bisa menyembunyikan betapa murung wajah serta kekesalan hati di dalam dadanya. Faktanya, ia tetap menikah dengan pria yang sama sekali tidak ia cintai, bahkan suaminya kini adalah pria minus ibukota.Leoni telah berjalan berdampingan bersama sang ayah yang mengantarkanya naik ke atas altar. Pengucapan janji suci pun telah dilangsungkan. Pada aula gedung besar nan mewah kini tengah dimeriahkan dengan
Menatap cermin tengah mengeringkan rambutnya yang basah. Leoni sibuk dengan dirinya sendiri. Sementara dari balik cermin di hadapanya, bisa ia lihat Tavel yang juga tengah bersiap sembari di bantu oleh seorang pelayan. Leoni tak mempedulikannya sama sekali.Ia telah siap dengan stelan kerjanya yang rapi. Kemeja berwarna peach berpadu dengan rok slim fit berwarna hitam. Cantik amat menawan pesona wanita dua puluh tujuh tahun itu.Setelah siap dengan semua urusannya di dalam kamar, Leoni melenggangkan kakinya pergi. Ia tolak tangan Tavel yang mencoba meraihnya dengan acuh tak acuh pun terus melenggang pergi. Pria yang terang-terangan ditolak itu hanya menyunggingkan senyumannya tipis."Morning, My sweetheart." Sang ibu mertua—Deliana Darby—menyambutnya dengan hangat.Lantas, Leoni peluk tubuh Deliana yang duduk di kursi meja makan dengan hangat, pun ia kecup singkap pipi kiri ibu mertuanya. "Morning, Mom." Ia melakukan hal yang sama untuk menyapa sang ayah mertua—Peto Miller. "Morning, D
Pandangan Xander bergerak mengikuti guliran pesan masuk pada ponselnya. Banyaknya tagihan datang menyerbu tidak tanggung-tanggung. Dirinya menerima berjuta-juta tagihan untuk barang yang dibeli atas nama credit card miliknya.Pria tampan ini hanya tersenyum tipis. Sudah tahu pun sangat dipastikan siapa yang sedang berfoya-foya dengan uangnya. Siapa lagi jika bukan wanita cantik namun keras kepala itu.Dirinya kini berada di ruang baca yang berada di lantai dua mansion. Berdiri gagah di samping jendela sosoknya dengan secangkir coffee hangat di tangan kiri, sementara tangan kanannya memegang ponsel.'Kau gila? Untuk apa kau menyarankan hal seperti ini?''Tentu takkan kulakukan. Membuang waktuku saja.'Samar Xander mendengar kegaduhan dari bawah. Lantas, ia melongok ke luar jendela pun langsung ia dapati dua sejoli yang sedang duduk di kursi samping kolam renang mansion. Ketegangan menyelimuti wajah wanita cantik itu, sementara lawan bicaranya terlihat amat tenang.Dilemparnya brosur li
"Ada apa denganmu? Kenapa kau bertingkah murung seperti itu?" tanya Tavel pada Leoni yang tiba-tiba saja terdiam setelah bertanya kepadanya."Aku baru saja memikirkan sesuatu," timpal Leoni. Ia tatap Tavel lekat dari wajahnya yang datar tanpa ekspresi. "Menurut kepercayaan yang kita anut, pernikahan sah suci hanya dilakukan sekali seumur hidup. Bahkan, jika kita bercerai lalu menikah dengan orang lain sementara mantan suami kita masih hidup, pernikahan itu tidak terhitung dan masuk ke dalam perzinahan."Garis bibir melengkung itu seketika datar. Tavel mendatarkan wajahnya sedatar mungkin kini. Hasratnya untuk menggoda Leoni hilang lenyap saat ini juga."Aku tidak menganggap pernikahan ini permainan. Hanya saja, aku belum bisa menerimamu. Mungkin aku membutuhkan sedikit waktu," tutur Leoni serius. Ucapanya mampu mengubah seketika atmosfir di dalam ruangan."Jadi aku pinta padamu untuk bersikap sedikit lebih adil terhadapku. Aku tidak memaksa, lakukan saja jika kau mau."Leoni beranjak
Keringat menetes membasahi tubuhnya. Kekar-kekar otot tangan serta bahunya keluar ketika ia melakukan gerakan. Seksi tubuhnya serta kekar berotot membentuk begitu indah.Xander tengah berolahraga di taman tengah mansion. Berlari mengitari taman yang lumayan luas itu. Sudah sekitar setengah jam dirinya melakukan hal yang sama hingga keringat panas mulai bercucuran.Tampan wajahnya yang sedikit memerah disertai keringat yang membasahi rambut pun ujung pelipisnya membuat pesona pria itu semakin ugal-ugalan. Pelayan yang tak sengaja berpapasan denganya tak bisa menolak pesona pria tampan berusia tiga puluhan itu.Sementara itu di lantai dua mansion elite tersebut. Berdiri Leoni di depan jendela kamarnya. Sembari bersidekap dada dirinya memandang ke bawah, menatapi pria yang tengah berlari di taman. Menilik matanya begitu amat detail pada setiap inci ukiran tangan tuhan yang berbentuk lelaki tampan. Terpesona bahkan tak kunjung berkedip dirinya ketika memandangi Xander.Dia akui jika tubuh
Wanita cantik itu melenggang masuk ke dalam mansion. Menenteng tas mahal miliknya dan berjalan dengan elegan. Bunyi higheels setinggi tujuh inch nyaring terdengar menghentak lantai pun menggema pada mansion besar nan elite tersebut.Hari ini merupakan hari Rabu, jadwal untuk Tavel bertemu terapisnya. Leoni tidak ingin melewatkan untuk melihat pria itu melakukan pemeriksaan. Ada beberapa hal juga yang harus Leoni tanyakan pada terapis tersebut.Melangkah menuju kamarnya. Leoni melewati ruang tamu utama yang mana ada Xander di sana dengan beberapa rekan pria sedang mendiskusikan sesuatu. Leoni yakin jika beberapa pria itu merupakan rekan bisnis Xander. Bisa dilihat dari berkas-berkas yang tengah mereka pegang.Xander sedang menjelaskan sesuatu pada rekan bisnisnya saat atensinya tiba-tiba teralihkan pada Leoni yang melintas melewati ruang tamu menuju tangga. Wanita cantik itu hendak naik tentunya untuk menuju kamarnya yang berada di lantai dua.Ia menelan ludahnya kasar. “Tunggu sebenta
"Uhmm my Baby, faster Baby!"Wanita cantik tak berbusana memperlihatkan kulit tubuhnya yang putih mulus nan indah. Rambut legam terurai berantakan. Gerakanya naik turun di atas seorang pria yang dengan seductive memegangi pinggang sang wanita yang ramping.Pria tampan dengan wajah yang mendominasi itu mengetatkan rahangnya. Peluh menetes dari pelipisnya yang basah. Bibir seksi merahnya sedikit terbuka menahan sebuah desahan kenikmatan. Tanganya memegang erat pinggul ramping yang naik turun di atas tubuhnya, ikut menggerakan sesuai irama."Panggil namaku." Pria ini meminta."Xa—xander ahhh!"HAH!Telinga Leoni seperti berdengung. Kontan ia terjaga dari tidurnya. Keringat membasahi pelipis serta wajahnya. Pada cuaca yang sedingin itu dirinya berkeringat. Langsung ia beranjak mendudukan diri pun bersender pada kepala ranjang."Mimpi sialan!" Ia mengumpat seraya menyugar rambutnya ke belakang.Leoni menggigit bibir bawahnya. Melamun sesaat untuk menetralkan detak jantung yang berdegup san