Lukas tersenyum senang saat pria yang dia tunggu akhirnya datang. Seperti biasa, dengan gaya angkuhnya, Aldric duduk di depannya tanpa diminta. Seolah paham jika Lukas memang memesan meja khusus untuk bermain dengannya."Kau siap?" tanya Lukas mengusap kedua tangannya tidak sabar."Tanya kau sendiri, apa kau siap?""Aku selalu siap untuk melawanmu." Lukas dengan semangat mengeluarkan tas yang berisi uang hasil curiannya ke atas meja.Aldric yang melihat itu hanya bisa menggeleng pelan. Pemuda di hadapannya benar-benar tidak punya otak. Rela merepotkan diri untuk merampok guna melawannya. Aldric yakin jika Lukas adalah pria terbodoh yang pernah dia kenal."Mencuri lagi?"Lukas berdecak, "Kau tidak perlu tahu, yang penting aku tidak akan berhutang lagi padamu.""Baiklah, ayo kita mulai."Saat pelayan tengah menyiapkan permainan mereka, terdengar dering telepon berbunyi dan Aldric melihat Lukas membuka ponselnya. Pria itu meliriknya sebentar sebelum mengangkat teleponnya.Lukas mendengku
Saat ini Aldric tengah menatap wanita berumur tiga puluhan yang sedang duduk sendiri di meja bar. Terlihat tidak ikut bergabung dengan teman-temannya di lantai dansa. Kaki panjang Aldric membawanya menghampiri wanita itu dan berdiri tepat di sampingnya."Tidak menikmati suasana, hm?" tanya Aldric tanpa menatap wanita itu. Berusaha terlihat misterius dan menarik di satu waktu."Apa yang kau inginkan anak muda? Jika kau mengajakku tidur, aku tidak tertarik," ucap Marion."Apa itu begitu terlihat?" Aldric menyeringai dan mulai menatap Marion sepenuhnya.Marion tersenyum dan menatap Aldric dari atas ke bawah. “Kau cukup menarik, tapi sayang aku sedang menunggu seseorang malam ini.""Kita bisa melakukannya dengan cepat." Aldric tersenyum manis."Dasar pemuda keras kepala!" rutuk Marion kesal, tapi tak urung dia turun dari kursi dan berdiri di hadapan Aldric.Wanita itu menatap Aldric dengan tatapan tertarik. Tentu saja! Siapa yang berani menolak pesona Aldric, meski menolak pun pada akhirn
Betty membuka matanya saat mendengar suara dering dari ponselnya. Dengan mata yang terpejam, dia mencari keberadaan ponselnya dan menemukannya di sebelah kakinya. Dengan malas, dia bangkit dan meraih ponselnya yang terus berdering. Mata Betty menyipit untuk melihat siapa yang menghubunginya pagi-pagi seperti ini. Begitu melihat siapa yang menghubunginya, Betty kembali merebahkan tubuhnya dan mengangkat panggilan itu malas."Kenapa lama sekali?" Suara Aldric terdengar kesal."Kau menghubungiku di pagi buta.""Ini sudah jam tujuh."Betty mendengkus, "Ini masih pagi untuk hari liburku.""Bagaimana semalam? Apa semua berjalan dengan lancar?" tanya Aldric yang membuat kantuk Betty hilang."Lancar."Aldric dan Betty sama-sama terdiam. Tidak ada yang memulai pembicaraan lagi. Betty mendengkus menyadari itu. Jika dalam lima detik Aldric tidak kembali berbicara, dia akan mematikan ponselnya dan kembali tidur."Apa yang terjadi?" Belum sempat mematikan ponsel, suara berat Aldric kembali terdeng
Betty keluar dari stasiun bersama Lukas yang membawa tas mereka. Hidungnya menghirup udara malam musim dingin kota London dengan dalam. Betty tersenyum kecut, ternyata London tidak separah yang dia kira. Manchester jauh lebih menyakitkan menurutnya."Ayo, aku antar pulang, setelah itu aku akan kembali ke tempatku," ucap Lukas bergegas memesan taksi."Aku bisa pulang sendiri."Lukas menggeleng dan tetap fokus pada ponselnya. Dia tidak akan membiarkan Betty pulang sendiri. Setidaknya setelah apa yang terjadi semalam, Lukas berusaha untuk tetap berada di samping Betty. Lukas menyandarkan tubuhnya sambil menunggu mobil pesanan mereka datang. Matanya mengedar menatap orang-orang yang berlalu lalang di depannya. Dengan rasa bosan, Lukas menghitung jumlah orang berjaket hitam yang berada di sekitarnya."Tujuh, delap—an." Lukas menegakkan tubuhnya saat menyadari sesuatu.Insting bahaya di otaknya mulai berbunyi. Bagaimana bisa dia mendapati delapan pria dengan jaket yang sama dalam waktu kura
Aldric keluar dari mobil saat melihat mobil Kenan berhenti di depan sebuah rumah yang sangat dia kenal. Wajahnya mengeras saat melihat Betty berada di sana. Untuk apa gadis itu berada di sini? Yang lebih buruknya berurusan dengan Kenan dan Keyond. Aldric bersyukur jika dia pergi ke tempat Betty pagi tadi untuk melihat keadaannya. Jujur saja, dia tidak bisa tenang jika harus meninggalkannya sendiri setelah peristiwa penembakan. Lalu sekarang dia dikejutkan dengan Betty yang berada di rumah Keyond bersama Kenan dan kekasihnya. Aldric tahu jelas siapa mereka semua, dan tidak menyangka jika Betty bisa bergerak sejauh ini. Apa yang sebenarnya terjadi?Betty dan Rubby terkejut saat melihat keberadaan Aldric. Kenan sendiri tersenyum tipis dan bersandar pada mobilnya, seolah menikmati drama romantis yang akan tersaji di hadapannya."Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Aldric mencengkeram erat lengan Betty."Beth, kekasihmu menyeramkan," bisik Rubby beralih pada Kenan.Betty mengulum bibirnya
Mobil berhenti tepat di depan rumah Aldric. Dengan perasaan kesal, Betty turun dari mobil dan menutup pintunya keras. Aldric hanya bisa menggeleng melihat tingkah Betty yang cukup kekanakkan. Dia keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumahnya. Aldric menemukan Betty sedang duduk di ruang tengah dengan wajah yang mengeras. Sedangkan di sofa lainnya, Roy tampak tertidur dengan pulas.Aldric menggantung mantelnya dan berjalan menghampiri Betty. Dia mendekat ke arah Roy terlebih dahulu dan membangunkannya, "Bangun!" Aldric memukul kaki Roy cukup keras yang membuat sahabatnya itu mengerang.Saat telah menjatuhkan tubuhnya di samping Betty, Aldric menghela nafas kasar. Dia menggaruk rambutnya pelan saat bingung harus berbuat apa di depan Betty. Gadis itu marah karena dia memaksanya untuk menceritakan semua masalahnya saat di mobil tadi. Aldric hanya ingin tahu bagaimana awal permasalahan Betty hingga berakhir dengan pria-pria yang berbahaya seperti Kenan dan Keyond."Aku—""Aku tidak mendeng
Tangan kecil itu perlahan membuka perban yang membalut bahu Lukas. Betty meringis melihat luka itu. Sedikit lebih baik dari sebelumnya tapi tetap saja, penanganan yang apa adanya tanpa bantuan peralatan medis akan sedikit menghambat penyembuhan. Namun, berada di tempat ini akan jauh lebih baik saat tahu jika Lukas sudah menjadi incaran seseorang."Apa masih sakit?" tanya Betty ngeri.Lukas mengumpat dalam hati. Tentu saja! Namun dia memilih untuk menggeleng pelan, "Tidak sesakit dulu.""Kau selalu membuatku khawatir.""Aku baik-baik saja," jawab Lukas mengelus kepala Betty pelan.Betty mendengkus dan menyentak tangan Lukas dari kepalanya, "Bukan seperti itu, setidaknya jika kau membuat masalah jangan libatkan aku."Lukas merubah wajahnya menjadi datar. Mata birunya menatap Betty dengan tidak suka, "Jangan mulai lagi dengan ucapan pedasmu. Aku sedang tidak sehat untuk membalasnya."Dengan kesal, Betty sedikit menekan luka Lukas yang telah tertutupi dengan perban baru. Pria itu meringis
Kaki Betty berlari kecil menuju pintu garasi yang sedikit terbuka. Sesekali mulutnya meniup kedua tangannya yang terasa dingin meskipun sudah dilengkapi sarung tangan. Betty tidak membenci musim dingin, dia hanya membenci keadaan yang membuatnya tidak bisa berlama-lama di suhu seperti ini."Kenapa udara sangat dingin?" gumam Betty melepaskan kupluk yang menutupi rambutnya."Karena ini musim dingin," sahut Roy dengan jeniusnya dan masuk ke dalam rumah dengan tiga kantong yang berisi bahan makanan.Betty dan Roy memutuskan untuk ke supermarket tadi pagi karena bahan makanan yang sudah habis. Sedangkan Lukas dan Aldric mungkin masih tidur.Betty masuk ke dalam rumah dan berusaha mencari keberadaan Aldric. Dia membutuhkan bantuan pria itu sekarang. Dia ingin meminjam laptop atau komputer untuk membuat surat pengunduran diri. Keputusannya sudah bulat. Lebih baik dia mundur dengan sendirinya dari pada dipecat dengan tidak terhormat."Al?" panggil Betty mengeratkan mantelnya dan berjalan men
Di dalam ruangan yang serba putih itu, Betty terlihat fokus dengan buku di tangannya. Kaca mata yang bertengger di hidungnya seolah menambah kesan serius pada dirinya. Banyaknya senjata yang menggantung di sekitar Betty tidak lagi membuatnya takut. Setidaknya sudah 6 tahun lebih dia terbiasa dengan senjata-senjata itu.Suara pintu besi yang terbuka tidak mengalihkan pandangan Betty. Dia masih fokus pada buku di tangannya. Dia mengabaikan seorang pria yang duduk di depannya, pria yang selama ini mengisi hari-harinya."Aku pikir kau membenci buku," ucap Aldric."Ini buku resep." Betty memperlihatkan cover bukunya di depan Aldric."Kenapa kau mengurung diri di tempat ini?" tanya Aldric berpindah duduk di samping Betty.Betty menutup bukunya dan bersandar di dada Aldric, "Apa kau sudah selesai membicarakan pekerjaanmu?"Kening Aldric berkerut mendengar itu. Dia memang sedang membicarakan pekerjaan bersama Roy dan Lukas di ruang tengah. Pekerjaan yang berbahaya tentu saja. Dia tidak tahu j
Suara tendangan pintu yang keras membuat Betty terlonjak kaget. Dia berdiri dan mengikat rambutnya asal lalu membuka pintu kamar Aldric."Beth! Keluar sekarang!"Mendengar suara Lukas yang berteriak membuat Betty menghentikan langkahnya. Dia berbalik dan mendapati Aldric sudah terbangun dari tidurnya. Rambut pria itu tampak berantakan yang membuatnya terlihat lebih seksi. Betty merutuki pikirannya sendiri."Kenapa Lukas berteriak sepagi ini?" tanya Aldric menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang."Ini sudah jam 11 siang, Al."Aldric tersadar dan menatap Betty dengan senyuman. "Malam yang indah, Beth.""Berikan kunci kamar. Aku sudah lapar."Betty memang sudah bangun sejak pagi. Dia kelaparan dan tidak bisa keluar kamar karena pintu yang terkunci. Dia tidak ingin membangunkan Aldric yang tampak nyenyak dalam tidurnya. Hanya di saat tidur, Betty bisa menikmati dan melihat betapa polosnya wajah Aldric.Sedikit menguap, Aldric berdiri dengan keadaan tubuh yang telanjang. Dia mengenakan cel
Bersikap biasa menjadi hal yang Betty lakukan untuk saat ini. Dia berusaha membaur dengan orang-orang baru. Padahal Betty memiliki sejuta pertanyaan dan amarah yang ingin dikeluarkan, tapi dia memendamnya untuk sekarang.Di dalam kamar, Betty dan Allena tampak sibuk membantu Abigail yang sedang latihan berjalan. Seiring berjalannya waktu gadis muda itu mulai bisa menggerakkan tubuhnya. Meskipun sedikit kaku, tapi setidaknya Abigail tidak membutuhkan kursi roda lagi."Aku bisa, Allena." Abigail melepas tangan Allena dari pinggangnya.Allena berdecak. "Aku hanya tidak ingin kau jatuh.""Aku sudah bisa berjalan, jangan berlebihan." Abigail berucap kesal.Betty menatap Abigail dan tersenyum. Akhirnya dia mendapat kesempatan untuk bertemu gadis itu. Meskipun sudah bertemu sebelumnya tapi mereka belum sempat saling menyapa. Betty sudah lebih dulu pergi sebelum Abigail sadar."Dengarkan Allena, Abi." Betty berucap sabar."Aku bisa, Beth.""Kau ingin Pedro memarahi Allena lagi, eh?" tanya Bet
Di pagi hari, Betty tampak sibuk berkutat di dapurnya. Sandwich menjadi menu sarapannya kali ini. Sudah 2 minggu dia tidak berbelanja karena kesibukannya bekerja. Begitu juga dengan Lukas."Kak! Bangun!" teriak Betty pada Lukas yang tertidur di sofa. Entah jam berapa pria itu pulang Betty tidak tahu. Lukas selalu lembur dan dia mempercayainya, karena pria itu memang memberikan uang hasil kerjanya pada Betty selama ini."Bangun!" teriak Betty lagi sambil menepuk pipi Lukas keras.Lukas mengerang dan menutup wajahnya rapat. "Kenapa kau kasar sekali, Beth? Ke mana perginya Betty-ku yang manis?" gumamnya dengan nada mengantuk."Cepat bangun, Kak!""Aku bangun!" Lukas melempar bantal sofa dan mengusap wajahnya kesal.Dia sangat lelah dan masih mengantuk. Dia baru pulang jam 5 pagi dan dia hanya tidur selama dua jam."Bisakah kau membantuku mengambilkan surat-surat? Semalam aku melihat kotak surat sudah penuh," ucap Betty kembali berkutat di dapurnya.Dengan mata yang setengah terbuka, Luka
Mobil berwarna hitam mengkilap berhenti tepat di depan rumah Aldric. Pedro keluar dengan senyum merekah di wajahnya. Dari kejauhan dia bisa melihat Abigail tampak menikmati udara segar di depan rumahnya."Kau datang lagi?" Roy yang sedang mencuci mobil merasa jengah melihat kedatangan Pedro setiap harinya."Jangan pedulikan aku," jawab Pedro acuh sambil berlalu menghampiri Abigail.Abigail tersenyum melihat kedatangan Pedro. Dia ingin sekali berdiri, tapi dia tidak bisa melakukannya. Tubuhnya masih kaku pasca sadar dari koma. Dia membutuhkan terapi agar bisa beraktivitas seperti biasa."Kau datang?!" tanya Abigail saat Pedro sudah berada di depannya."Bagaimana kondisimu?" tanya Pedro mencium kening Abigail. Pria itu sudah menganggap Abigail seperti anaknya, pengganti Kate."Aku baik." Abigail tampak antusias. "Mana burgerku? Apa kau membawanya?" Lanjutnya.Pedro menggeleng, "Tidak.""Kenapa?""Kau harus pulih terlebih dahulu baru bisa memakannya. Kau masih harus membutuhkan banyak nu
Cahaya matahari yang muncul di musim dingin tidak terlalu menyilaukan mata. Betty membuka kaca mobil dan menikmati angin dingin yang menerpa wajahnya. Perlahan senyum manis mengembang di bibirnya. Setelah beberapa minggu bertempur, akhirnya dia bisa terbebas dari beban berat yang dia alami.Salvator sudah mati. Pria itu tidak akan mengganggunya lagi. Pria itu tidak akan mengganggu teman-temannya lagi. Meskipun ada darah yang sama mengalir di tubuhnya, Betty tetap tidak akan menganggap pria itu sebagai keluarganya."Tutup jendelanya, kau bisa sakit."Jendela perlahan mulai tertutup dan Betty kembali memasukkan kepalanya ke dalam mobil. Mata indah itu menatap Aldric dengan bibir yang mengerucut tapi itu tidak bertahan lama karena rasa kesalnya berganti dengan rasa haru.Tangan Betty perlahan menyentuh pipi Aldric yang terdapat luka karena melawan anak buah Salvator. "Masih sakit?" tanyanya."Tidak terasa sama sekali," jawab Aldric tersenyum tipis.Betty mendengkus dan kembali menatap ke
Ruangan yang penuh akan alat-alat canggih itu membuat Betty terdiam. Dia semakin yakin jika Salvator bukanlah ilmuwan biasa. Melihat banyak buku yang bertumpuk membuat Betty muak. Mereka memiliki hobi yang sama dan itu membuat Betty membenci dirinya sendiri."Kau akan memiliki semua ini jika bergabung denganku," ucap Salvator.Betty mencoba melepaskan diri dari anak buah Salvator dan menatap pria tua di hadapannya dengan penuh kebencian, "Aku tidak sudi bergabung denganmu. Lebih baik aku mati.""Ahh, keras kepala seperti ayahmu. Kadang aku berpikir kenapa Amber mau menikahi Alan yang penakut.""Aku bangga dengan ayahku," sahut Betty acuh.Salvator mendekat dan meminta anak buahnya untuk melepaskan Betty. Dia tersenyum melihat betapa keras kepalanya wanita itu, sama seperti dirinya."Kau tahu aku menyayangimu, Beth. Bahkan aku melarang anak buahku untuk melukaimu."Sekarang Betty paham kenapa dia tidak mendapatkan serangan yang begitu berarti dari anak buah Salvator. Ternyata pria itu
Membutuhkan waktu berjam-jam untuk mereka sampai ke Pulau Kuril. Hal itu harusnya bisa dimanfaatkan Betty dan Aldric untuk beristirahat, tapi tidak untuk Betty. Selama perjalanan, Betty tidak bisa memejamkan matanya. Berbeda dengan Aldric. Pria itu tampak nyaman tidur dengan jas yang menutupi wajahnya.Pikiran Betty begitu kalut. Sebentar lagi dia akan menantang maut. Memang ini yang harus dia dan teman-temannya lakukan sedari dulu. Yaitu menemukan Salvator dan membunuhnya. Namun sebelum itu terjadi ada satu hal yang ingin Betty tanyakan pada Salvator. Kenapa pria itu menginginkannya?Pikiran-pikiran itu semakin membuat Betty tidak sabar untuk melakukan rencananya. Matanya melirik Aldric yang tampak nyaman bersandar di bahunya. Betty tidak bisa bergerak. Dia tidak ingin Aldric sadar jika dirinya tidak tidur sedari tadi.***Aldric dan Betty turun dari mobil saat sudah berhenti di depan markas yang Kenan siapkan. Di sana sudah ada Kenan, Rubby, Keyond, dan Veila yang tampak bersiap-sia
Betty adalah tipe orang yang selalu memanfaatkan waktu luangnya dengan baik. Namun tidak untuk kali ini. Perasaannya begitu gelisah, bahkan lebih parah dari hari kemarin. Apa ini yang dinamakan serangan panik? Berulang kali Betty menghela nafas kasar yang sedikit mengusik ketenangan Aldric."Tidurlah," perintah Aldric yang sedang menyetir tanpa menatap wanita di sampingnya.Tidak ingin membantah, Betty mengangguk dan mulai memejamkan mata. Hanya memejamkan mata karena dia tidak bisa tidur sekarang. Otaknya terlalu kreatif untuk memikirkan kemungkinan apa saja yang bisa terjadi nanti."Aku tidak memaksamu untuk bercerita, Beth. Tapi jujur saja tingkahmu sangat mengganggu." Tiba-tiba Aldric berbicara. Dia sadar betul akan sikap Betty yang sedikit aneh akhir-akhir ini. Aldric tahu jika kekasihnya itu sedang khawatir."Aku tidak mengerti maksudmu," gumam Betty masih memejamkan matanya."Ada buku di belakang jika kau tidak ingin tidur."Betty kembali membuka mata dan menegakkan posisi dudu