Share

Bertemu Kembali

Penulis: Yoru Akira
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-03 16:20:38

Alisha tak bisa lupa, bagaimana malam panas yang ia lewati bersama seorang pria asing jauh di Kota Paris lebih dari dua minggu yang lalu. Setiap inchi tubuhnya bahkan menolak lupa, bagaimana cara pria itu menyentuh dan memperlakukan dirinya.

Meski pertemuan mereka akibat pengaruh alkohol dan di bawah temaram lampu bar, Alisha tak mungkin lupa wajah pria yang sudah menikmati kesuciannya itu. Ia sempat menelisik wajah pria itu sebelum pergi.

Namun, yang tak Alisha pahami, mengapa pria itu berada di sini?

Bukankah pria yang ia temui melalui aplikasi kencan itu mengaku bahwa dia seorang pengangguran dan mencari uang dengan cara menghibur para wanita yang kesepian? Seperti halnya Alisha pada malam itu.

Lantas, bagaimana bisa ia tiba-tiba menjadi Creative Director baru di kantor tempat Alisha bekerja? Apa ini memang sebuah kebetulan?

‘Sial!’ umpat Alisha dalam hati.

Ia tak bisa diam saja dalam situasi seperti saat ini. Alisha tak pernah tahu, apakah pria itu mengingatnya atau tidak setelah malam panas yang mereka lewati.

Bagaimanapun, Alisha tak ingin identitasnya ketahuan. Apalagi pria itu berperan sebagai atasannya saat ini. Jelas, Alisha tak menginginkan hubungan mereka menjadi canggung.

‘Padahal aku sengaja tak mau berurusan lagi dengan pria itu. Kenapa dia justru muncul seperti hantu?’ bisik Alisha menjerit dalam hati.

Sepeninggalan Alisha dari hotel lebih dari dua minggu lalu, ia memang sengaja menghapus aplikasi kencan yang semula ia gunakan untuk mencari pasangan. Ia bahkan tak ada keinginan untuk mengunduh kembali aplikasi itu hanya demi menghilangkan jejak.

Meskipun, ada keinginan yang tak sanggup ia pikirkan dengan akal jernih setiap kali mengingat adegan pada malam itu.

Walaupun demikian, Alisha tak berniat mengulang kesalahan yang sama dan ingin meninggalkan semuanya di belakang. Itu akibat kebodohannya yang sudah dikuasi oleh alkohol dan tak ingin melakukan kebodohan yang sama untuk kedua kali.

Dengan cepat, Alisha menyambar kacamata yang sebelumnya tergeletak di atas meja kerja barunya. Ia juga menguncir rambut panjang sepinggangnya yang semula dibiarkan tergerai.

Perempuan itu tak mau mengambil risiko. Lebih berbahaya jika pria itu menyadari identitasnya dan membuat kekacauan yang tak Alisha inginkan. Hidupnya sedang kacau sekarang dan ia tak ingin perkara ini membuat hidupnya semakin berantakan.

“Bagaimana hari kalian pagi ini?” sapa seorang pria yang lebih tua kepada seluruh tim Creative Departement.

“Dia Pak Mahendra, Wakil Direktur Pixa Growth Advertising,” bisik Arlan yang tempat duduknya tak jauh dari Alisha.

Meskipun lelaki itu telah menduduki jabatan sebagai Creative Group Head, tapi ia tetap memilih duduk bersama staff yang lain. Ketimbang memilih tempat duduk yang telah disiapkan untuk Creative Group Head.

“Oh,” jawab Alisha singkat.

Sejujurnya, fokus perempuan itu tak lagi berada di tempat. Ia berdiri gemetar di tempatnya sambil sesekali melirik ke arah sang pria blesteran Prancis - Indo yang tampak dingin dan mengintimidasi di depan sana.

Setiap kali ada kesempatan, Alisha menundukkan kepala agar sorot mata mereka tak saling bertatapan. Satu hal yang benar-benar Alisha takutkan saat ini, pria itu mengenali dirinya.

“Kalian perlu tahu, Creative Director kita yang baru mulai bekerja hari ini. Pak Damian, silakan perkenalkan diri Anda.”

“Aku Damian Laith Maxime. Panggil apa pun yang kalian inginkan!”

Ucapan pria berbadan tegap dengan wajah tampan ditumbuhi cambang di sekitar pipinya itu, mendapat keluhan dari para staff yang lain. Bahkan kesan pertama perkenalan mereka sangat kaku dan dingin.

Dengan begitu saja, membuat para staff sudah dapat menebak, seperti apa cara kerja Damian ke depannya.

“Bau-baunya tipe atasan otoriter nih!” keluh salah satu staff dari tim lima disambut keluhan dari yang lain.

“Cih, tampang doang yang cakep!”

“Udah pasti bakal ribet nih urusan!”

“Haha … mending Pak Karno nggak sih, sekalipun beliau udah tua?”

Bisik-bisik di antara para staff lelaki yang kebanyakan berada di tim lima dan empat, semakin keras terdengar.

Di saat bersamaan, Damian meraih salah satu pensil dari meja terdekat dan melemparkannya ke arah staff yang baru saja mengeluh. Bahkan membandingkan dirinya dengan kepala Departemen Kreatif sebelumnya yang sudah lebih dulu pensiun.

Damian tak terima. Jelas ia memiliki kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan siapa pun yang berada dalam ruangan ini. Namun, mulut-mulut para bawahannya itu tak mengenal sopan santun dan memancing emosi Damian.

“Silakan buat surat pengunduran diri kalian jika tak bisa mengikuti aturan kerjaku!”

Ruangan mendadak sunyi. Baru hari pertama bekerja, kedatangan Damian sudah cukup membawa banyak perubahan. Terutama dampak buruk bagi tim kreatif yang selama ini dikenal sebagai divisi yang paling asyik dan ramai di perusahaan.

“Mulai bekerja. Aku ingin hasil kinerja kalian sebelum pukul sepuluh sudah ada di atas meja kerjaku!” tandasnya dengan nada dingin.

Bahkan wajah tampannya sama sekali tak menunjukkan ekspresi selain mimik muka datar.

“Tapi Pak, desain brief untuk hari ini masih berada di Departemen Media,” ucap Rini sebagai penanggung jawab tim kreatif satu; sekaligus staff paling senior di Departemen Kreatif.

“Lalu apa hal semacam itu juga perlu kupikirkan? Bukankah sebelumnya sudah ada kesepakatan dengan divisi lain sebelum kalian eksekusi?

“Kenapa untuk hal semacam ini masih saja kalian permasalahkan?”

“Masalahnya, kita masih perlu membicarakan ulang dengan tim media untuk iklan yang bakal kita eksekusi, Pak. Jadi, Anda harus lebih dulu mengikuti rapat dengan tim media.”

“Merepotkan! Apa begini cara kerja kalian selama ini? Membuang-buang waktu hanya untuk rapat?”

Tak ada yang berani menjawab pertanyaan Damian dengan lantang. Masing-masing dari mereka hanya menggerutu hampir tanpa suara.

Meski begitu, Damian tetap saja mendengar ucapan para anak buahnya. Kelima indra Damian memiliki tingkat kepekaan yang lebih tinggi dibandingkan manusia pada umumnya. Itu hasil dari latihan selama bertahun-tahun hingga ia menginjak usia tiga puluh lima tahun.

Hanya Alisha satu-satunya orang di ruangan tersebut yang tak memberikan reaksi apa pun. Ia bahkan hanya menundukkan kepala saat sang atasan tengah menatap dirinya.

Tentu saja hal itu mengusik perhatian Damian. Sejak awal, fokus pria itu tak teralihkan dari salah satu staff yang jelas-jelas tengah menghindari tatapannya.

Tidak hanya itu, melihat wajahnya yang tampak tegang, membuat Damian semakin curiga kepada si perempuan.

“Kau! Siapa namamu?” tunjuk Damian tanpa basa-basi ke arah Alisha.

Perempuan itu tersentak. Ia menatap sang atasan dengan raut muka horor.

“A-Alisha, Pak.”

“Ambil desain brief dari tim media dan segera kerjakan tugas kalian!”

Raut muka perempuan itu tampak bingung. Ini hari pertamanya bekerja dan ia belum tahu di mana letak ruang divisi media berada. Namun, suaranya tersekat di kerongkongan ketika ia hendak membuka suara.

“Ah, Pak. Dia anak baru dan baru malui bekerja hari ini, jadi ….” Arlan berusaha membela Alisha yang tampak kesusahan. Namun, Damian lebih dulu menyela sebelum lelaki itu menuntaskan ucapannya.

“Dia di sini untuk bekerja, bukan magang kan? Lantas mengapa kalau ini hari pertamanya mulai bekerja? Apa ada dispensasi untuk pegawai baru?”

Ruangan itu kembali sunyi. Menyisakan Alisha yang susah payah menelan ludahnya untuk membalas ucapan sang atasan.

Bab terkait

  • Jerat Cinta Sang CEO Berdarah Dingin   Apa Kita Pernah Bertemu?!

    Bibir perempuan itu tak berhenti mengeluh. Ia masih saja syok dengan perintah sang atasan yang diberikan kepadanya. “Gila, aku pasti sudah gila!” keluh Alisha berulang kali. “Bisa-bisanya orang yang kukencani, sekarang justru menjadi atasanku! Apa aku keluar saja, mumpung ini masih terlalu awal? “Dia pasti tak akan mengenaliku kan? Cih, siapa yang mengira kalau dia ternyata pria yang kejam!” gumam perempuan itu seorang diri. Beruntung tak ada orang lain di sekitarnya yang bisa mendengar gumaman Alisha. Kalau saja ada orang lain di sekitarnya, pasti apa yang ia ucapkan akan menjadi rumor dalam sekejap. “Ck, lagian bisa-bisanya dia meminta anak baru yang belum tahu kondisi kantor untuk meminta berkas?” Sudut bibir Alisha tersenyum miring. “Huh, lagipula pertemuan kalian hanyalah sebatas urusan ranjang! Memang kau tahu seperti apa pria itu hanya dengan sekali tidur dengannya?” benak Alisha penuh dengan umpatan yang ditujukan kepada sang atasan. “Aku pasti akan membuat perhitungan

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-03
  • Jerat Cinta Sang CEO Berdarah Dingin   Manusia Salju

    Perempuan itu tergagap. Degup jantungnya begitu keras mendapati pertanyaan yang tak terprediksi. Alisha sama sekali tak menduga pertanyaan dari sang atasan yang cukup mengejutkan.Kalau saja ia tak menutupi penampilannya dengan kacamata dan mengikat rambutnya di sela perkenalan Damian, mungkin dengan mudah pria itu akan mengenalinya. Meski begitu, tetap saja ia susah payah menelan ludah untuk membasahi kerongkongannya yang mendadak kering ketika mendengar pertanyaan Damian. Beruntung hal itu tak berlangsung lama. Alisha dengan cepat dapat mengendalikan ekspresi wajahnya. "Tidak, Pak. Kita belum pernah bertemu sebelumnya!" jawab Alisha dengan tegas. Meski sebenarnya, degup jantung di balik tulang rusuk perempuan itu tak juga bisa dikendalikan. Sepasang alis Damian yang hampir saling menyentuh ujungnya, tampak berkerut mendengar jawaban perempuan itu. Sorot mata pria itu menatap tajam sang perempuan yang kini terlihat semakin gelisah. "Kalau gitu, kenapa kau berani mengkritikku?"

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-06
  • Jerat Cinta Sang CEO Berdarah Dingin   Ksatria Berkuda Putih

    Rahang Damian seketika mengeras begitu mendengar penuturan lugas sang karyawan baru. Tangannya mengepal. Kalau saja Alisha bukan perempuan, ia pasti telah memberikan peringatan kejam. Sebuah cengkeraman di kerah bajunya, sepertinya cukup untuk memberinya pelajaran. Lagipula bisa-bisanya perempuan itu mengucapkan sebuah kata dengan begitu ringan. Sementara ketika berada di dalam ruangan Damian, ia sangat gemetar ketakutan. Apa perempuan itu beranggapan bahwa sang atasan tak akan berani macam-macam ketika di hadapan banyak orang? Seringai dingin membingkai wajah Damian. Ia mendekati si perempuan yang kini menutup mulut dengan kedua tangan. "Kau menyebutku manusia salju?" tanya Damian dengan nada dingin dan menjadikan ruangan makin mencekam. "Ti-tidak, Pak. Bu-bukan begitu maksud sa-saya." Alisha tergagap. Ia kesulitan mengatur napas ataupun tempo bicaranya akibat terlalu gemetar. "Lalu?""Sa-saya ...." Alisha tergagap. Ia tak sanggup lagi mengucapkan sepatah kata pun dan hanya m

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-08
  • Jerat Cinta Sang CEO Berdarah Dingin   Heboh

    Arlan membalas senyum Damian tak kalah sinis. "Kalau itu yang Anda inginkan, Pak. Saya tidak masalah," ucap Arlan begitu santai.Tantangan Damian, disambut begitu saja oleh lelaki itu. Tanpa diketahui Arlan, bahwa Damian dikenal sebagai pria berhati dingin. Dalam benaknya, beragam skenario untuk mempersulit langkah Arlan, sudah mulai dipikirkan. Damian bahkan tak melewatkan bagian sekecil apa pun. Ia tak akan segan menghukum siapa pun yang berusaha menghalangi jalannya. Termasuk memberikan pelajaran kepada Alisha yang telah menerobos garis batas tak kasatmata yang selama ini digariskan Damian. Apalagi Arlan yang notabene seorang lelaki dan jelas-jelas ikut campur dalam urusan mereka. Damian paling tidak suka, kesenangannya diusik. Lantas, bisa-bisanya Arlan bersikap seolah menjadi pahlawan di saat yang sama sekali tak tepat. Maka, ia pun akan melihat, seberas apa kemampuan yang dimiliki oleh lelaki itu. Untuk melindungi apa yang dimiliki. Dimiliki? Damian tersenyum sinis saat k

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-09
  • Jerat Cinta Sang CEO Berdarah Dingin   Murka Sang Atasan

    Langkah Damian berhenti di balik pintu. Ia baru saja menerima panggilan yang membutuhkan privasi khusus ketika kembali ke ruangannya. Seseorang yang baru saja meneleponnya memberikan informasi penting yang ia cari selama dua minggu terakhir. Seharusnya ia merasa lega begitu kembali ke ruang kerjanya. Namun, perasaan Damian memburuk seketika. Saat itu indra pendengarannya menangkap suara bising dari balik pintu ruangannya berada. Senyum sinis seketika membingkai wajah sang pria. Di mana pun, semua anak buah sama saja. Mereka pasti akan membicarakan atasannya di belakang. Begitu juga para staf creative departement yang resmi dikepalai Damian mulai hari ini. Padahal, ia sudah rela meninggalkan kota tempat dirinya tinggal sekarang.Hanya demi membantu sang teman yang merupakan pimpinan perusahaan untuk memajukan perusahaan periklanan tersebut. Namun, anak buah yang harusnya bisa diajak bekerja sama, memiliki mental pengecut. Bagaimana bisa perusahaan ini mencapai target bahkan melamp

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-11
  • Jerat Cinta Sang CEO Berdarah Dingin   Mencuri Percakapan Para Atasan

    Lirikan sesama karyawan begitu mendengar ucapan sang direktur utama, membuat Damian sigap membawa pria berkacamata itu ke dalam ruangannya. Sebelum semua orang semakin gempar akibat pengakuan sang pria yang terkadang suka lepas kontrol itu. Memang itulah susahnya memiliki partner besar mulut yang suka membicarakan hal-hal tak terduga seperti Devano. "Lanjutkan pekerjaan kalian!" ucap Damian sambil mendorong punggung sang direktur utama. "Alisha, tolong bawakan minuman untuk kami," imbuhnya lagi tanpa menunggu tanggapan dari perempuan yang menatapnya dengan raut tidak percaya. Damian tak hendak peduli. Ia harus menyelamatkan diri sebelum si pria berkacamata itu semakin bicara omong kosong di hadapan para staf. "Apa aku membuat kesalahan?" ucapnya begitu Damian menutup pintu di belakang punggungnya. Pria itu membuang napas geram. Tangannya sudah mulai mengepal dan bersiap melayangkan pukulan ke wajah Devano. Sang direktur utama yang menyeretnya ke tempat ini. Kalau bukan hubunga

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-12
  • Jerat Cinta Sang CEO Berdarah Dingin   Nona Manis

    Langkah Alisha berhenti tepat di pintu sang atasan. Tangannya sibuk menahan berat nampan ketika hendak mengetuk pintu kaca tersebut. Ia cukup kesulitan. Harusnya ia terima saja bantuan dari Arlan ataupun Rini yang menawarkan untuk mengetukkan pintu untuknya. Sementara ia membawa nampan berisi dua buah cangkir berisi kopi yang baru saja seduh. Hanya saja, Alisha tak ingin merepotkan siapa pun. Terlebih Arlan yang sudah dibuat repot akibat terlibat perdebatan dengan Damian setelah berusaha menolongnya. Sebenarnya, mereka pun melarang Alisha melakukan pekerjaan yang bukan menjadi tugasnya. Namun, demi menghindari amukan sang atasan, ia memilih mengalah.Meski tidak membenarkan perilaku Damian yang memintanya untuk membuat minuman. Mungkin ia perlu menegaskan pada Damian, bahwa dirinya bukan bekerja sebagai office girl ataupun asisten pribadi pria itu. Melainkan menjadi graphic designer untuk divisi creative department Pixa Growth Advertising. Untuk saat ini, Alisha hanya ingin tugas

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-13
  • Jerat Cinta Sang CEO Berdarah Dingin   Aroma yang Tak Asing

    Devano terus mendesak Damian begitu mereka telah kembali ke dalam ruangan. "Kau tertarik padanya kan?"Sudut bibir Damian tersenyum kecut mendapati pertanyaan itu. "Jangan ngaco! Aku sudah mengatakan dengan jelas. Jangan membuatku mengulang pembicaraan!""Heh, aku kenal kamu sudah sejak lama, Bung! Apa menurutmu waktu puluhan tahun tak cukup bagiku untuk menebak kau tertarik atau tidak pada, Alisha?"Sudut bibir Damian kembali tersenyum sinis. Ia tak tertarik memberikan tanggapan dari ocehan Devano yang kini tengah menikmati secangkir kopinya. "Ini enak. Dia pandai sekali membuat kopi. Tapi, apa kau tidak kelewatan? Kau membiarkan seorang desain grafis membuat secangkir kopi. "Apa kau beranggapan dia asisten pribadimu?"Ucapan Devano kali ini hanya masuk telinga kanan dan keluar dari telinga kiri. Pikiran Damian berkecamuk. Ada sesuatu yang menganggu dirinya sejak pagi.Damian bukanlah orang yang mudah tertarik pada perempuan. Pria yang tahun ini memasuki usia ketiga puluh tujuh i

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-14

Bab terbaru

  • Jerat Cinta Sang CEO Berdarah Dingin   Pergi

    Detak jantung Alisha tak terkontrol. Damian tahu perempuan itu masih berada di unit huniannya. Ia bahkan menahan napas ketika Damian berdiri cukup lama di balik pintu apartemennya.Padahal belum tentu pula, pria itu menyadari keberadaan Alisha di balik pintu. Hanya saja, fakta yang diketahui Damian bahwa dirinya masih berada di apartemen tersebut membuat sang perempuan panik."Sial, apa yang kau lakukan di sana. Cepat pergi!" umpat Alisha pada dirinya sendiri.Hening di luar. Tak ada kalimat yang terucap setelah Damian mengucapkan kalimatnya yang penuh penekanan. Damian hanya berdiri sambil menatap daun pintu yang tertutup rapat.Sorot matanya menyiratkan aura kejam yang tak dapat digambarkan oleh Alisha. Yang jelas, pria itu terlihat marah.Sementara Alisha terkekeh di balik pintu dengan suara yang hampir tak terdengar. Kenapa pria itu yang tampak marah sementara dirinya yang mendapat perlakuan tidak adil?! Meski begitu, Alisha mencoba tak ambil pusing. Urusannya dengan Damian bena

  • Jerat Cinta Sang CEO Berdarah Dingin   Menyusun Rencana

    Alisha tak benar-benar pergi dari apartemen yang ia tinggali selama di Jakarta. Ia masih di sana. Bahkan perempuan itu bisa mendengar semua makian Arlan beberapa waktu lalu. Namun, ia memilih bergeming dan membiarkan Arlan terluka dengan caranya. Hanya dengan begitu, Arlan dapat membeci dirinya. Itulah yang diharapkan Alisha. Lagipula ia bukannya tak ingin pergi dari tempat itu. Apalagi kemungkinannya bertemu dengan Damian cukup tinggi, jika ia tetap berada di sana. Hanya saja, Alisha harus lebih dulu memiliki rencana sebelum benar-benar pergi. "Pulang hanya akan membuat mereka hancur saat mengetahui kondisiku. Setidaknya aku harus bertahan sampai sembilan bulan ke depan dan segera mendapatkan pekerjaan baru," gumam Alisha sambil berbaring di tempat tidurnya. Ia sangat lelah. Baik fisik maupun mentalnya. Meski begitu ia harus mengatur rencana.Alisha tidak mungkin pulang ke Bandung. Kedua orang tuanya pasti akan kecewa ketika ia pulang dalam keadaan hamil, apalagi tanpa keberad

  • Jerat Cinta Sang CEO Berdarah Dingin   Dia Benar-benar Pergi?

    Setelah melampiaskan kemarahannya, Arlan bergegas keluar kantor. Ia tak lagi peduli dengan rekan kerjanya yang lain ataupun sang atasan. Bahkan pria itu sama sekali tak peduli ketika Devano mencegahnya supaya jangan pergi. "Jangan kejar lagi! Beri dia waktu untuk memikirkan semua ini." Devano menahan Arlan yang hendak mencari Alisha. "Om, aku nggak bisa diam aja sementara di luar sana dia nggak punya orang lain buat bersandar!" tegas Arlan tak terkendali. Membongkar identitasnya sebagai keponakan sang CEO dari pernikahan adik sang ibu dengan Devano, yang selama ini disembunyikan. Itu pula yang membuatnya dengan mudah memasukkan Alisha dalam departemen kreatif atas rekomendasi darinya. "Ini masih jam kerja," ucap Devona mencoba menahan Arlan. Namun, sepertinya keponakannya itu tetap tak mau dengar. Arlan bergegas menuju tempat parkir yang baru saja disinggahinya beberapa saat lalu. Dengan sedikit ngebut, ia mengendarai mobilnya membelah jalanan ibukota. Macet. Sudah pasti. Hal

  • Jerat Cinta Sang CEO Berdarah Dingin   Kemarahan Arlan

    Arlan menjadi orang terakhir yang tahu tentang kehebohan di kantor begitu datang. Ia sama sekali tidak mengecek ponsel - apalagi grup perusahaan - selama perjalanan menuju kantor Pixa. Pria itu begitu fokus menyetir. Terlebih di jam-jam macet saat dirinya berangkat hari ini. Tidak seperti biasa, ia memang sedikit terlambat hingga membuatnya terjebak dalam kemacetan cukup lama. Begitu sampai kantor lima belas menit setelah jam masuk, ia diserbu oleh Erika dan yang lain. "Dari mana aja? Kenapa mesti telat di hari genting kayak gini?" tanya Erika dengan wajah panik. "Kenapa? Ada apa? Segenting apa sih sampe bikin kalian tegang gitu?" Arlan masih sempat bercanda. Ia sama sekali tidak mengetahui huru-hara apa yang tengah terjadi. Erika menghela napas panjang. Ia melirik kepada rekan kerjanya yang lain sebelum menjawab pertanyaan pria muda itu. "Alisha mengundurkan diri. Gosipnya rame tersebar di grup perusahaan. Apa kamu nggak tahu tentang sesuatu?" tanya Mariska cukup berhati-hati

  • Jerat Cinta Sang CEO Berdarah Dingin   Memilih Pergi

    Dada Alisha terasa sesak. Rasanya lebih menyakitkan ketika Damian merebut surat pengunduran dirinya dan membubuhkan tanda tangan. Padahal ia sendiri yang mengambil keputusan tersebut. Kenapa ia harus merasa terluka? Apa karena Damian lebih memilih percaya dengan apa yang dia lihat, ketimbang Alisha? Ya, lagipula siapa yang tidak salah paham, jika melihatnya berdua mengantre di depan poli kandungan bersama Arlan? Orang lain bisa jadi juga memiliki pemikiran yang sama. Perlu diingat lagi, Alisha bahkan tak mau mengakui jika malam di mana keduanya menghabiskan waktu bersama, telah membuahkan hasil dalam rahimnya. 'Benar Alisha, ini masalahmu sendiri!' suara dalam benak Alisha memberi peringatan. Ia tak boleh gentar. "Terima kasih, Pak. Saya pamit," ucapnya saat mengambil kembali surat pengunduran diri yang telah ditandatangani oleh Damian. Ia hendak pergi ketika Damian memanggilnya. "Tunggu! Bagaimana kamu akan menjelaskan pada pihak HRD?" tanya pria itu dengan sorot mata dingi

  • Jerat Cinta Sang CEO Berdarah Dingin   Mengundurkan Diri

    Arlan menatap perempuan yang duduk di sampingnya. Mereka sedang antre obat yang harus ditebus setelah melakukan pemeriksaan. Pikiran pria itu berkecamuk. Kemunculan Damian yang tiba-tiba dan mengucapkan kalimat absurd, mengganggu pikiran Arlan. Sementara Alisha tak banyak bicara. Ia memilih bungkam tanpa mengatakan apa pun, meski Arlan berulang-ulang mengajukan pertanyaan. Meski begitu, Arlan memahami satu hal. Sepertinya, pria itulah yang telah menanamkan benih dalam rahim Alisha. Melihat gelagat sang junior, sepertinya dugaannya tak terbantahkan. "Nona Alisha," panggilan dari microphone mengalihkan pikiran Arlan. Ia menoleh ke kanan, sepertinya ada manusia yang lebih penuh pikirannya ketimbang pria itu. Sebagai gantinya, Arlan yang bangkit dari tempat duduk. Menuju ke loket pengambilan obat. Setelah mendengarkan penjelasan dari petugas apoteker yang berjaga, barulah ia meninggalkan tempat tersebut. Kembali kepada Alisha yang masih tampak bengong di tempatnya. "Ayo, aku aka

  • Jerat Cinta Sang CEO Berdarah Dingin   Pria yang Lain

    Alisha tak sanggup menyembunyikan ekspresi terkejut di wajahnya. Ia tampak gugup. Membuat Damian semakin mencurigai sikap perempuan itu. "Melihat reaksimu, sepertinya benar telah terjadi sesuatu setelah malam itu bukan?" desak Damian semakin gencar. Perempuan itu menggeleng cepat. Menyangkal pertanyaan sang atasan. "Tidak terjadi apa pun, Pak. Kalau itu yang ingin Anda dengar! Anda salah paham jika beranggapan telah terjadi sesuatu malam itu." 'Kalau begitu, kenapa kamu bersikap seolah ada makhluk hidup dalam perutmu?' Itu yang ingin dikatakan Damian. Namun, lidah pria itu terasa kelu. Damian menelan kembali kalimat di ujung lidahnya setelah menyadari jika ucapannya hanya akan memperkeruh suasana di antara mereka. Apabila memang terjadi sesuatu setelah malam itu, ia harus menggunakan pendekatan yang berbeda untuk merebut hati ibu sekaligus anaknya. Ya, Damian meyakini satu hal, perempuan itu tengah mengandung anaknya. Itulah alasan kuat yang membuat pikirannya kacau akh

  • Jerat Cinta Sang CEO Berdarah Dingin   Benar Tak Terjadi Apa Pun Setelah Malam itu?

    Alisha tak bisa menghindari tatapan Damian. Pria itu menunjukkan sikap dominannya sebagai seorang pria. Di saat yang sama, sorot matanya Alisha tak bisa menghindari tatapan Damian. Pria itu menunjukkan sikap dominannya sebagai seorang pria. Di saat yang sama, sorot matanya juga seakan pria itu begitu mendamba pada Alisha. Menyudutkan Alisha yang tak sanggup mengalihkan tatapan dari sang atasan. "Apa yang membuatmu benci padaku? Katakan!" Alisha tergagap. Ia tak pernah membenci pria di depannya itu. Bagaimana bisa Alisha memiliki perasaan itu, jika tahu bahwa Damianlah ayah dari anak yang ada dalam kandungannya. Sekalipun ingin, Alisha tak pernah benar-benar bisa membenci pria yang telah memberikan pengalaman tak terlupakan malam itu. Bahkan dengan kurang ajarnya, Alisha terkadang masih membayangkan sensasi memabukkan itu menguasai dirinya pada momen-momen tertentu. Ia terpikat. Dirinya telah menyatu dengan pria yang berdiri di depannya itu tanpa sanggup menghindarinya seperti

  • Jerat Cinta Sang CEO Berdarah Dingin   Kita Harus Bicara

    Damian tersenyum getir begitu Alisha menghilang dari pandangannya. Perempuan itu mengancamnya? Yang benar saja! Padahal bukan seperti ini yang Damian harapkan. Hingga pintu ruangan kembali terbuka disusul wajah Devano yang mengerut. Tampak heran dengan ekspresi wajah Damian yang seakan ingin menelan orang hidup-hidup. "Urusanmu dengan pria tua itu masih belum selesai?" ucap Devano mengalihkan perhatian Damian. Pria itu hanya bungkam tanpa berniat menjawab ucapan sang atasan yang juga sahabat karibnya. "Oh, bukan masalah itu ya. Lalu, siapa? Apa mungkin asistenmu?" ucap Devano kemudian ketika tak mendapat respon dari Damian. Meski tak secara terang-terangan, kali ini Damian memberikan respon dengan mendengus kesal. Dengan rahang tetap mengeras sambil menatap tak fokus ke sudut ruangan. "Ternyata benar karena Alisha. Sekarang apalagi?" Devano terus berbicara meski tak juga mendapatkan respon dari sahabatnya itu. Sudah biasa. Jika lelah sendiri, Damian pasti akan men

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status