Akibat pengkhianatan calon suaminya, Alisha nekat kabur ke Paris seorang diri. Jauh dari rumah membuatnya tak merasa lebih baik. Ia justru semakin meratapi nasib di kota yang konon paling romantis sedunia itu. Demi melampiaskan rasa sakit hatinya, Alisha menyewa seorang pria misterius untuk menemaninya tidur dari sebuah aplikasi kencan. Siapa yang mengira, pria misterius itu justru kemudian menjadi atasan Alisha di tempat kerjanya yang baru.
Lihat lebih banyak"Akh!"
Desahan samar dari mulut Alisha Seraphina membuat lawannya semakin hilang akal. Ciuman mereka semakin dalam tanpa sedikit pun niat untuk saling melepaskan.Keduanya bertemu di bar beberapa saat lalu, sebelum Alisha melemparkan dirinya untuk dimangsa pria itu. Di bawah pengaruh alkohol yang mereka teguk, di sinilah mereka berakhir sekarang sambil bertukar kenikmatan."Tu-tunggu!”Dengan kasar, pria bertubuh jangkung dan kekar itu mendorong pintu hotel dan melanjutkan ciumannya yang sempat terlepas sesaat.Alisha kehabisan napas dan tak sanggup mengimbangi lumatan pria asing yang dijumpainya di bar beberapa waktu lalu. Berkat itu pula, ia mendapatkan kembali sedikit kesadarannya.Tangannya yang mungil, mendorong tubuh si pria asing yang tetap bergeming. Justru pria itu semakin menuntut ketika Alisha mendorong dadanya."Tu-tuan ...."Ucapan Alisha tak tuntas, sebab pria asing itu tak memberinya kesempatan untuk bicara."Bukankah ini yang kau inginkan, Nona?" Suara bariton si pria asing menambah kesan maskulin hingga membuat Alisha kembali terbuai.Sentuhan lembut di bibir perempuan itu membuatnya melayang. Alisha tak sanggup mengendalikan dirinya yang kini jatuh dalam pesona si pria asing.Samar-samar Alisha masih bisa menghidu aroma lavender yang membuatnya semakin hilang akal. Aroma yang lembut dan menenangkan membuat perempuan itu semakin terlarut dalam pergulatan panjang.Dengan rakus ia membalas ciuman hangat dan basah milik pria yang ia temui di bar beberapa waktu lalu melalui aplikasi dating.Bahkan mereka tak saling melepaskan diri sejak berada dalam taksi yang membawa keduanya ke hotel. Ciuman mereka sangat panas dan dalam, hingga tak ada satu pun di antara mereka yang ingin mengakhiri.Ketika sampai di kamar hotel pun, mereka saling melucuti pakaian masih dengan saling berciuman. Sekarang Alisha bahkan dapat melihat bagaimana liatnya tubuh pria asing yang tengah bergelut dengannya.Otot perut yang menonjol membuat Alisha semakin belingsatan.‘Ini seperti mahakarya,’ bisik Alisha dalam benaknya. Tak sanggup lagi mengendalikan gejolak dalam dirinya.Brukk!!Pria itu mendorong tubuh Alisha hingga terjatuh di tempat tidur. Dengan cepat ia meloloskan pakaian terakhir yang masih melekat di tubuhnya, sebelum menindih tubuh polos Alisha tanpa sehelai benang pun yang sudah tak berdaya di bawah kungkungannya.Ucapan pria yang terdengar lembut dan seksi di telinga Alisha, membangkitkan sesuatu yang telah bergejolak di dalam sana sejak tadi. Ia memejamkan mata dan merasakan setiap gerakan yang dilakukan oleh pria itu.“Akh!”Jeritan tertahan Alisha membuat pria asing itu semakin tertantang untuk mengusai tubuh perempuan yang tak berdaya di bawahnya.Ia bahkan tak peduli ketika lawan mainnya tampak meringis menahan nyeri yang luar biasa.Saat itulah, Alisha mendapatkan kembali setengah kesadarannya yang semula hilang di bawah pengaruh alkohol.Seketika ia merasa menyesal. Namun, saat menatap lawan mainnya yang balas menatap Alisha sambil terus menggerakkan tubuhnya, membuat perempuan itu kehilangan akal sehatnya.Ini terlalu nikmat bagi Alisha meski ia melakukannya tanpa dasar cinta.Mereka baru benar-benar berhenti setelah si pria mengerang panjang dan melepaskan pencapaiannya di dalam tubuh Alisha.Sinar matahari yang menerobos masuk melalui celah kecil jendela yang tertutup kelambu membangunkan Alisha dari mimpi panjang yang sama sekali tidak ia ingat.Hanya saja, ia merasakan tubuhnya sangat remuk dan ada sesuatu di bawah sana yang membuatnya meringis kesakitan."Aduh." Ia mengaduh pelan ketika dirinya menggeliat dan merasakan sesuatu di bawah sana semakin terasa nyeri."Apa yang terjadi denganku?" bisiknya dengan suara serak.Kerongkongan perempuan itu masih terasa panas akibat menegak minuman keras. Meski begitu, ingatannya belum sepenuhnya kembali.Samar-samar, Alisha ingat bahwa lelaki yang ia cintai berselingkuh dengan sahabatnya. Lantas ia nekat kabur ke Paris seorang diri. Ia bahkan mengunduh aplikasi dating dan menyewa seorang pria panggilan untuk menemaninya tidur semalam.Sepasang mata Alisha mengerjap cepat, sebelum menyadari keberadaan sosok pria yang tidur tengkurap di sampingnya. Mengambil paksa kesadaran perempuan itu untuk segera menyadari apa yang telah terjadi."Astaga!"Hampir saja ia menjerit kalau saja tidak mengingat adegan panas yang mereka lewati semalam akibat kebodohannya.Potongan adegan semalam seakan mengejek Alisha dalam benaknya.Wajah Alisha seketika terasa panas. Apalagi saat mengingat kehebatan teman kencannya. Tak bisa dimungkiri, pengalaman yang diberikan pria yang tengah tidur di sampingnya itu sangat hebat dan membuatnya mencapai puncak berulang-ulang."Shit! Harusnya kamu menyesal, bukannya malah memuji kehebatan pria itu!" bisik Alisha dengan suara rendah.Perlahan, ia berniat turun dari tempat tidur. Namun, Alisha lupa jika semalam ia menegak alkohol terlalu banyak hingga membuatnya mabuk dan berimbas pada dirinya pagi ini.Kepala Alisha mendadak pusing. Sesuatu dari dalam perutnya mendorong perempuan itu bangun dari tempat tidur dengan cepat dan berlari ke kamar mandi.Tanpa bisa dicegah, Alisha mengeluarkan seluruh isi dalam perutnya dan membuatnya tergeletak lemas sesaat kemudian.Namun, demi menghindari si pria dalam keadaan sadar dan tidak terpengaruh alkohol, ia bergegas membersihkan diri di kamar mandi.Dengan cepat ia mengenakan kembali pakaiannya yang berserakan di lantai kamar hotel yang tak lagi berbentuk. Selimut serta bantal berserakan di bawah lantai kamar hotel."Maaf, tapi aku harus pergi seekarang, Tuan!" bisik Alisha sambil menatap punggung pria yang tidur dengannya semalam.Tatto di punggung pria itu, sempat menarik atensi Alisha. Namun, tak ada waktu untuk mengagumi pria itu.Setelah mengambil uang tunai dari dalam tas dan meninggalkan pesan singkat di atas nakas, ia segera bergegas pergi dari kamar hotel sebelum teman tidurnya menyadari keberadaan perempuan itu.Tak lama setelah Alisha meninggalkan kamar hotel, pria itu menggeliatkan tubuhnya. Ponselnya berdering dan terpaksa membuatnya menjawab panggilan telepon itu dengan suara serak.“Ya?”“Tidurmu nyenyak, Tuan? Di mana Anda sekarang?”“Hotel.” Jawaban singkat terucap begitu saja dari mulut si pria.“Tuan Besar sudah menunggu Anda, Tuan Damian. Sebaiknya Anda segera menemuinya.” Suara di seberang telepon membuat pria itu mendengus kesal.Ia memutuskan panggilan telepon begitu saja tanpa menanggapi ucapan si penelepon. Kepalanya masih sedikit pusing dari sisa alkohol yang ia minum semalam."Ah, ya. Aku bahkan tidur dengan seorang wanita," bisik Damian saat mengingat adegan panas yang ia lalui bersama seorang wanita tak dikenal semalam.Lantas menoleh ke sisi tempat tidur yang kini tak lagi berpenghuni. Sepasang matanya membuka dengan sempurna ketika menyadari tak ada sosok wanita yang semalam menghangatkan ranjangnya.Seketika, ia bangun dari tempat tidur dan mencari keberadaan si wanita. Mulai dari kamar mandi hingga balkon kamar hotel yang ia pesan semalam.Nihil. Wanita itu tak ada di mana pun."Sial! Beraninya dia pergi sebelum aku bangun!"Hal ini tak pernah terjadi sebelumnya dalam hidup Damian. Setidaknya pasti pria itulah yang lebih dulu meninggalkan teman kencannya sebelum si wanita bangun.Namun, kali ini Damian ditinggalkan begitu saja oleh seorang wanita yang bahkan masih terlihat sangat muda.Mendapati fakta bahwa si perempuan pergi begitu saja, membuatnya terusik. Terlebih ketika pandangannya tertuju pada noda merah di atas tempat tidur. Senyum puas membingkai wajah Damian.Pantas, ia merasakan sesuatu yang begitu luar biasa semalam.“Ternyata dia masih perawan?” gumamnya mempertahankan senyum di wajahnya.Namun, senyum itu pudar begitu saja saat ia melihat setumpuk uang tunai dan secarik kertas di atas nakas.'Ambil bayaranmu. Anda sudah memberikan yang terbaik. Terima kasih.'"Jadi, dia menganggapku pria bayaran?!"Dua bulan kemudian ... Hall tempat pernikahan antara Alisha dan Damian berhias mewah warna putih dan kuning gading. Tamu undangan tampak memenuhi aula. Meskipun di antara mereka ada saja yang melirik nyinyir ke arah mempelai perempuan. Itu akibat perut Alisha sudah terlihat mulai buncit di balik gaun pengantin yang ia kenakan. Sebenarnya, Alisha ingin melakukan pemberkatan saja. Tanpa pesta meriah seperti yang berlangsung saat ini. Namun, mana mungkin Harvey mengizinkan? Sekalipun pria itu keras pada awalnya, seiring berjalannya waktu dia mulai melunak dan bersikap hangat kepada Alisha. Tentu saja setelah mengetahui bahwa Alisha mengandung cucunya. Dan, sebagai orang yang dikenal memiliki bisnis yang cukup besar, pria itu tak bisa abai begitu saja atas pernikahan anaknya. Sekalipun mendapat cibiran akibat pengantin perempuannya sudah lebih dulu mengandung. Namun, Harvey seolah justru merasa bangga, sebab kualitas bibit anaknya tak bisa diragukan lagi. Di samping semua it
Damian tampak bingung dengan ucapan Alisha. Tidak banyak yang tahu jika sebelumnya ia memang tidak berencana menikah jika itu tidak dengan Amber. Kalaupun menikah, ia tak ingin memiliki anak, sebab tak ingin bocah tak berdosa itu akan berakhir seperti dirinya. Biar bagaimanapun, Harvey tak akan membiarkan garis keturunannya begitu saja. Pria itu tetap membutuhkan pewaris sampai kapan pun. Oleh sebab itu, Damian tak berpikir untuk memiliki anak jika dirinya menikah kelak. Namun, semua angan itu berubah saat tahu fakta bahwa Alisha mengandung benih miliknya. Damian tidak hanya ingin bertanggung jawab. Tapi juga memiliki keinginan yang baru dalam hidupnya. Bahwa ia ingin memiliki keluarga kecilnya sendiri. Tanpa campur tangan sang ayah. Baik di masa kini ataupun masa depan. "Dari mana kamu tahu kalau aku tidak tertarik untuk menikah?" Damian mengajukan pertanyaan. Selain angannya di masa lalu, ada banyak hal yang harus ia ungkapkan pada Alisha sekarang. Itu penting, jika i
Damian mengusap wajahnya. Ia tak terkejut. Namun, setelah mendengar sendiri pengakuan Alisha membuatnya merasa bersalah. Juga gelisah. Pria itu menautkan jari-jarinya dan menunduk untuk mengambil jeda. Dengan gerakan dramatis, ia menyugar rambutnya yang semakin berantakan. Damian tak tahu harus dari mana memulai percakapan setelah mendengar pengakuan Alisha. Sementara perempuan itu, diam-diam menikmati momen yang terjadi saat ini. Kalau saja boleh jujur, ia ingin pria itu mengakui janin dalam kandungannya sebagai anak. Bertanggung jawab penuh sebagai seorang ayah. Sebab, biar bagaimanapun Alisha mulai tertarik pada sang mantan atasan. Entah sejak kapan. Namun, mengingat pembicaraan Damian dan Devano di ruangannya beberapa waktu lalu, membuatnya sangsi. Alisha tak ingin memaksakan kehendaknya yang egois. Lebih dari itu, ia tak ingin dianggap wanita murahan. Cukup lama jeda di antara mereka berlangsung. Keduanya sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga suara b
Raut muka Damian tampak tegang. Pria itu mondar-mandir di depan ruang gawat darurat rumah sakit. Sudah sekitar satu jam Alisha mendapat penanganan, tapi belum ada satu pun perawat ataupun dokter yang memberinya kepastian. Hanya setengah jam lalu, seorang perawat mengabarkan jika kondisi Alisha cukup buruk. Dokter sedang berusaha menyelamatkan perempuan itu. Kemungkinan terburuk, mungkin Damian harus mendengar kabar jika dia bakal kehilangan calon bayinya. Atau justru keduanya. Setelah mendengar ucapan sang perawat, langkah pria itu tak bisa diam. Ia terus mondar-mandir di depan ruang gawat darurat dengan raut muka cemas. Padahal rencananya, ia akan kembali ke area gudang tua untuk memastikan keselamatan Amber. Pria itu memang tidak mengenai bagian vital yang membuat si wanita dalam bahaya. Meski begitu tetap saja ada rasa khawatir yang menyusup dalam hatinya. Juga rasa bersalah sekaligus menyesal. "Tuan," panggilan Jonathan membuat Damian menoleh ke arah sumber suara.
Sepasang mata Alisha tak berhenti berkedip. Tatapannya terpaku pada sosok pria yang kini merunduk di atasnya. Melindungi dirinya dari suasana mencekam yang masih terus saja terjadi. 'Mimpi?!' bisiknya dalam hati. Dari semua kemungkinan yang ia pikirkan, tak sekalipun terlintas jika Damian yang akan muncul. Menyelamatkannya dari situasi mengerikan. Meski tak bisa ia mungkiri, kecil harapan itu sempat muncul dalam benaknya. Namun, Alisha menyadari jika hal itu mustahil terjadi. Ia tak bisa lupa sorot benci Damian yang menuduhnya. Juga rasa sakit yang begitu memeram jiwanya. 'Tidak. Ini pasti cuma halusinasi.' "Kamu aman sekarang. Jangan takut!" bisikan itu terasa begitu nyata. Tubuh gemetar Alisha berada dalam dekapan erat Damian. Ia bahkan tak bisa lagi membedakan mana mimpi atau kenyataan. Suara itu begitu dekat dan membuat dirinya terjebak dalam sensasi yang memabukkan. Itu kan yang membuatnya menyerahkan diri seutuhnya pada Damian saat pertemuan pertama mereka?! "K
Alisha tersadar jika hari mulai malam saat penjaga kafe menegurnya. Ia buru-buru melihat jam dan tampak kaget saat hari sudah menunjukkan pukul sebelas malam. "Astaga, maaf, Kak. Saya benar-benar lupa waktu," ucap perempuan itu kepada seorang pelayan lelaki yang terlihat lebih tua darinya. "Ya, Kak. Nggak papa. Kami bisa maklum. Banyak pelanggan yang memang merasa nyaman ketika di sini." Alisha tampak salah tingkah. Ia merasa tersindir. Meski sebenarnya ia memang benar-benar tidak bermaksud menyusahkan orang lain seperti sekarang. "Ah, saya benar-benar minta maaf," imbuh Alisha sambil membungkuk sopan. Ia merasa tak enak pada penjaga kafe karena telah menetap terlalu lama hingga menjelang tutup. Sementara hanya sedikit makanan yang ia pesan. Sejak menjelang sore, perempuan itu memang sengaja menghabiskan waktu di kafe tak jauh dari tempat tinggalnya yang baru. Sekalian beraktivitas setelah ia memilih tidur seharian begitu sampai tempat kosnya yang baru siang tadi. Saat p
Dor!! Suara tembakan kembali terdengar. Kali ini mengenai kaca samping salah satu mobil yang sebelumnya berjalan beriringan menuju gudang tua di pinggiran kota itu. Sebelum keduanya berhenti dan pria di luar mobil Damian menghampirinya. "Melindungi tuanmu bukan tanggung jawab kami, Tuan. Jadi lindungi sendiri tuanmu. Kami tidak ikut campur!" ucap Damian dingin. "Shit! Sialan!" Pria dengan tatto di pelipis kanannya itu mengumpat sebelum akhirnya berbalik. Berlari menuju mobil yang berhenti di depan gudang tua itu. Pria itu baru saja menyadari jika ada seseorang yang berusaha melenyapkan nyawa tuannya. Sementara di depan sana, sebentar saja menjadi area baku hantam antar dua pengusaha yang seharusnya terlibat transaksi penting malam ini. Dan, salah satu dari pengusaha tersebut menyewa jasa yang ditawarkan Black Rose - organisasi milik Harvey - untuk menyingkirkan rekan bisnisnya. Siapa yang mengira jika rekan bisnis yang hendak dihilangkan nyawanya itu, juga berpikiran untuk
Damian bersiap. Hari sudah menjelang pukul 11.00 malam. Pria itu tak mau menunggu lebih lama. Ia segera berkemas untuk menjalankan tugas dari Harvey. Orang yang selama ini mengaku sebagai ayah, tapi tidak pernah sekalipun bertindak sebagaimana perannya. Kali ini, ia harus pergi ke pinggiran kota yang membutuhkan perjalanan lebih lama dibandingkan biasanya. Itu yang membuatnya segera bergegas ketika malam belum benar-benar tua. Lagipula ia memiliki motto. Lebih cepat selesai, lebih baik. Itu yang selalu ia jadikan pedoman selama ini. Terlebih ketika berhadapan dengan target dari klien yang harus ia eksekusi dengan cepat. Apalagi kali ini, Harvey menggunakan orang lain sebagai ancaman jika Damian macam-macam. Pria itu semakin gelisah dan ingin hari ini cepat-cepat berlalu. "Saya sudah menyiapkan mobil Anda, Tuan" ucap sang asisten ketika Damian membuka pintu apartemen. Pria berkacamata yang malam ini tetap tampil formal dengan setelan jas warna hitam telah bersiap di depan pin
Perasaan Damian campur aduk. Sejak meninggalkan kawasan apartemen tempat tinggalnya, pikiran pria itu terus tertuju pada Alisha. Penyebabnya hanya saja, sebuah pesan yang dikirimkan sang ayah beberapa saat lalu. Meski berusaha tak peduli seperti biasa, tetap saja ia masih kepikiran. Apalagi secara terang-terangan, pria yang secara alami menjadi musuh terbesar bagi Damian itu, mencatut nama Alisha. 'Lakukan tugasmu dengan benar, atau kau tak akan pernah bertemu Alisha lagi. Selamanya!' Brakk!! "Brengsek!" Damian memukul setir mobilnya sambil mengumpat. Pikirannya semakin kacau. Pikiran dan hatinya tak mau bekerja sama. Ia bisa saja mengabaikan ucapan sang ayah. Bukankah secara langsung Alisha mengatakan jika mereka tak pernah terlibat hubungan satu malam? Itu berarti anak yang dikandung perempuan itu bukanlah benihnya. Meski begitu, kenapa hati Damian terus menolak fakta tersebut? Kenapa ia selalu berpikiran jika anak yang dikandung Alisha adalah benih miliknya? "Apa ak
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen