"Angel! Kenapa bisa telat sih!?”
Wanita berambut panjang nan bergelombang yang terburu duduk dengan napas terputus-putus itu hanya nyengir kuda sembari mengipas wajahnya yang kepanasan. Berlarian dari gerbang menuju kelasnya bukan perkara mudah. Letaknya lumayan berjauhan apalagi dia harus naik tangga karena lift sedang bermasalah. “Sorry, Levy. Ada insiden kecil tadi,” jawabnya sembari menarik napas kasar. Gerak bola matanya yang indah, terpaksa melihat tugas kuliah yang sedang Levy pegang. “Pak Marko memberikan tugas lagi?” desahnya dengan wajah putus asa. Hidup sebagai mahasiswi di tengah kesibukan yang menerpa tentulah tidak mudah. Tuk! Levy mengetuk kening Angel yang sedikit basah oleh bintik keringat. “Jangan bilang kau lupa jika hari ini kita ada kuis, Angelina.” “Astaga ya Tuhan ...,” Angel menelungkupkan wajahnya ke meja. Kerucutkan bibir yang selalu Angel tunjukkan saat putus asa pun terlihat. “Nah, kan ... Aku sudah hafal sama penyakit kronismu yang bernama lupa itu.” Levy, teman sebangku Angel yang Angel kenal beberapa bulan yang lalu saat masuk di universitas, memang kerap kali memarahinya karena alasan ini itu. Terlebih saat dia melupakan mata kuliah wajib mereka yang dosennya terkenal menakutkan sejak jaman dahulu. Tanpa dia ramal pun, tanduk merah Levy pasti akan keluar dengan sendirinya. Belum saat dia telat memasuki kelas? Tekanan darah wanita itu, bisa naik sampai kepala. “Lalu, apa kata pak Marko tadi saat melihat kursiku kosong?” tanya Angel lagi. Karena terburu-buru, dia sampai tidak sadar jika dosennya tidak ada di kelas. Levy tersenyum kilas. “Selamat! Anda beruntung karena hari ini pak Marko tidak masuk kelas. Beliau sakit, dan hanya memberikan tugas.” “Syukurlah ...," Levy memutar bola matanya malas. “Angel, Please. Sudah berapa kali aku bilang sebelum kau bicara kata-katamu itu jangan lupa di filter dulu. Masak iya, dosen sakit dengan seenak hati kau bilang syukur?” omel Levy dan Angel kembali tertawa tanpa dosa. “Maaf, Levy. Yang tadi itu keceplosan.” “Bukan keceplosan! Tapi kebiasaan!” Angel menutup mulutnya yang nyaris terbahak. Usia Levy yang jauh di bawahnya, justru lebih serius menghadapi masalah. Sedangkan dirinya? Dirinya sudah lelah terjebak dalam sebuah keseriusan, sedangkan perasaannya justru selalu dipermainkan. “Oiya, Angel. Dengar-dengar, akan ada dosen baru yang menggantikan pak Marko.” Celetukan Levy selanjutnya membuat Angel yang sedang menggulung rambutnya ke atas, sontak menoleh dengan cepat. “Benarkah? Kau tidak salah mendengar informasi 'kan?" "Kali ini tidak lagi, Angel. Bahkan satu kampus sudah mengetahui tentang berita itu. Kau saja yang ketinggalan berita.” “Eh, sebentar lagi dosen baru yang menggantikan pak Marko akan mengajar di kelas ini." “Katanya, dia masih muda.” “Tampan dan keren pula.” “Semoga wajahnya masih sedap di pandang. Biar kelas tidak membosankan seperti biasa." Ruang kelas mulai riuh oleh obrolan para mahasiswi yang membicarakan dosen baru pengganti pak Marko. Mereka sudah tidak sabar untuk bertemu dengan dosen baru yang digadang-gadang akan menjadi idola baru. Sedangkan si dua manusia yang bernama Angel dan Levy, justru sibuk dengan dunia mereka sendiri. “Levy, aku ke toilet sebentar ya?" “Tapi sebentar lagi dosen baru itu akan masuk ke kelas kita, Angel!" “Sebentar saja, Levy!" “Tapi—“ Angel bangkit dari duduknya kemudian pergi. Meninggalkan Levy yang harus mendesah kesal karena Angel yang tidak mau diperingati. Sampai akhirnya, perkataannya benar terbukti saat pintu kelas yang tak tertutup rapat diketuk sebanyak dua kali. Tok! tok! Ketukan pintu yang menggema memenuhi ruangan, sontak saja membuat suasana kelas yang sempat berisik menjadi mencekam seketika. Fokus mereka pun sepenuhnya teralihkan pada sisi pintu yang terbuka. Di mana, ada seorang pria bertubuh jangkung yang kini berdiri di pintu dengan pantofel mengkilapnya. Celana hitamnya ter setrika dengan sangat rapi. Bahkan kemeja putihnya seperti menyatu dengan kulitnya yang putih. “Permisi,” ucap pria itu sebelum kakinya jauh melangkah ke dalam kelas. Menimbulkan ketukan di lantai yang berhasil menghipnotis semua orang. Bagaimana tidak? Dia adalah dosen tertampan yang pernah ada di universitas. Levy hanya bisa membuang napas sambil celingak-celinguk tidak jelas. Jujur saja, kehadiran dosen tampan nan gagah memesona itu juga membuatnya terpesona. Namun, belum kembalinya Angelina jelas saja membuatnya resah. Dia hanya bisa berdoa, semoga saja Angel tidak terkena masalah di hari pertama dosen baru itu mengajar. Dengan posisi tegap, dosen pria itu menyapukan pandangannya ke setiap sudut kelas yang akan sering dia kunjungi selama beberapa minggu ke depan. Memulai tantangan yang diberikan seseorang demi sebuah perusahaan yang harus dia dapatkan dan harus dia miliki segera. “Selamat pagi,” sapanya di tengah keheningan yang tercipta. Kaca mata yang sebelumnya membingkai wajah tampannya, pun dia lepaskan. “Selamat pagi, Mr.” Seisi kelas kompak menjawab dengan pandangan yang tak lepas dari sosok rupawan itu. Apalagi saat melihat manik matanya yang Indah dan menenggelamkan bak samudera. “Mulai hari ini, saya yang akan menjadi dosen kalian,” ucap pria itu dengan wajah yang datar, “saya Jim Luxander Mitchael. Saya adalah lulusan terbaik di universitas Perancis dan satu hal yang harus kalian ingat saat mata kuliah saya adalah, siapa pun yang terlambat memasuki kelas maka bersiap saja berdiri di luar ruangan." Glek! Levy menelan saliva kasar. Lebih-lebih saat sebuah pertanyaan tertuju ke arahnya. “Kenapa kursi itu kosong?” Susah payah Levy mengambil napas. Tak punya nyali untuk mengelabui dosen muda yang dia pikir baik hati. "Ini ... kursi teman saya, Mr. Teman saya sedang ke--" “Pindahkan kursinya ke luar kelas sekarang!” Bukannya menerima alasan, dosen itu justru langsung membuat keputusan kejam dan Levy yang tidak mau terkena masalah pun dengan terpaksa menuruti perintah. Memindahkan kursi Angel keluar kelas. Membiarkan kursi itu tergeletak sendiri di sana dan berharap pemiliknya segera datang kemudian minta maaf. "Mulai hari ini jangan ada lagi yang terlambat jika tidak ingin bernasib sial!” Semua mahasiswa membeku di tempat. Harapan mereka pupus sudah karena dosen pengganti pak Marko yang ketus namun baik hati saat memberikan hukuman, justru sangatlah menakutkan. “setelah ini, katakan kepada pemilik kursi kosong itu untuk menemui saya setelah kelas selesai.” Jim membuat keputusan mutlak. Dia tidak akan segan memberikan peringatan keras kepada siapa pun yang menetang aturannya dan adalah hal tak terduga jika di hari pertamanya menjadi dosen di universitas, sudah ada seseorang yang dia masukkan ke dalam list hitam. “Bisa-bisanya, mahasiswi itu mengacuhkan hari pertamaku mengajar?” Jim memutar tubuhnya kemudian duduk di kursi yang mulai sekarang akan menjadi kursi kekuasaannya. Ekor matanya sesekali melirik pintu. Berharap mahasiswi yang sudah dia masukkan ke dalam list hitam itu segera datang dan meminta maaf. “Mari kita mulai mata kuliah kita hari ini." Jim bersuara lagi walau hatinya tengah berkomat-kamit. Mahasiswi itu belum nampak batang hidungnya jadi bersiap saja untuk menerima hukuman darinya. Hanya ... bagaimana jadinya jika mahasiswi yang Jim masukkan ke dalam list hitamnya adalah Angelina? Saudara perempuan yang pernah Jim perlakukan tidak adil hingga kehilangan masa depannya? Mungkinkah, kali ini takdir akan membuat mereka berdamai dengan menempatkan Jim di pihak si lemah?Jim terbangun dengan napas memburu. Buliran keringat terlihat berbintik di sekitar dahi serta ujung hidungnya. Tangannya yang juga basah oleh keringat dingin, pun meraba tempat di sampingnya yang sudah kosong tanpa penghuni. Sial! Bagaimana bisa, dia seberengsek ini? Apa yang akan terjadi, jika keluarga besarnya mengetahui perbuatan bejatnya kepada Angel nanti? Jim mengusap wajahnya kasar. Dia ingat sepenuhnya, apa-apa yang sudah terjadi di kamar ini. Dia pun lekas bangkit dari tempat tidur dengan kondisi tubuh setengah telanjang. Dia harus membersihkan diri, dan lekas mencari Angel yang sudah dia ... tiduri.***“Jim! Kau sudah bangun?” Bianca Lee. Wanita paling populer di sekolah, yang selama beberapa bulan terakhir menjadi kekasih Jim, datang menemui hanya dengan memakai jubah mandi yang tingginya sebatas paha dan terlihat menggoda dengan rambut panjangnya yang basah. Jim pun dengan terpaksa harus menunda niatannya untuk mencari Angelina yang entah berada di mana. Lagi pula, ga
Perancis, 2 tahun yang lalu.Seorang pria dengan setelan jas mahalnya membuka kaca mobil yang berada di sampingnya kemudian melarikan tatapannya ke luar jendela. Tidak banyak perubahan yang terjadi di sana. Semuanya masih sama seperti yang terekam di memori masa kecilnya.Kedatangannya ke negara itu lagi, adalah demi menemui seseorang yang harus dia beri pelajaran karena sudah melakukan kesalahan fatal. Sudah beberapa bulan berlalu, dan duka itu semakin membuat rasa penyesalan tentang ke tidak becusan nya sebagai seorang kakak, terlampau di coret oleh arang hitam.Ya, dia adalah Davio William Alucard.Pembawaannya yang dingin dan tak tersentuh, membuatnya nyaris sempurna kala menuruni sikap tiga pria penguasa melegenda di keluarganya. Alexander, yang arogan dengan julukan king Devil. Maxime, yang dingin penyandang gelar The King Of London, dan ayah Dave sendiri. Peter Scott, yang tak tersentuh sebagai pemegang Thrones tertinggi, The King Of The World yang disegani.Sedangkan Dave se
Jim menatap lurus ke depan. Tak peduli dengan kehebohan mahasiswi yang terjadi di sepanjang dia melangkahkan kaki melewati koridor universitas yang terkenal di negeri dengan julukan The Smoke ini.Dia baru masuk universitas sekali, dan siswi menyebalkan yang berani meninggalkan kelasnya, sudah membuatnya menjadi bahan tontonan publik.Bagaimana tidak?Layaknya seperti pria kurang kerjaan, saat ini dia tengah menarik kursi mahasiwi itu ke tengah lapangan basket yang sialnya berada di lantai bawah. Belum kesialan baru di mana dia mendapati jika lift tidak bisa digunakan. Akhirnya, mau tidak mau dia harus melewati tangga darurat dengan raut wajah kesal menahan marah. Rasanya, ingin sekali dia menyantap mahasiswi itu mentah-mentah."Benar-benar hari yang menyebalkan." Jim menghela napasnya kasar.Salahnya juga kenapa harus merepotkan dirinya dengan hal tak penting ini. Akan tetapi, demi menjaga kedisiplinan serta predikat dosen killer yang harus dia dapatkan selama beberapa bulan ke depa
“Sampai kapan, kau akan bersembunyi seperti ini, Angelina?”Angel menutup mulutnya tak percaya. Dia pun segera menghambur ke dalam pelukan pelanggan yang ternyata berjenis kelamin pria dan tentu saja dia kenali sejak balita.“Kakak ... kapan datang? Ya Tuhan ... aku sangat rindu sampai rasanya tidak bisa bernapas.”Angel menahan diri untuk tak menangis sekarang. Bisa-bisa penyamarannya sebagai gadis miskin terbongkar jika seseorang sampai melihat sosok pria yang dipeluknya saat ini adalah Davio William--sang penguasa.Beruntungnya saudara lelakinya yang anti perempuan itu memakai pakaian yang cukup merakyat. Tidak berkelas seperti biasa atau orang-orang di sini akan menjadikan Dave sebagai pusat perhatian. Angel tersungut saat melepaskan diri dari pelukan Dave. Sebenarnya, dia masih ingin memeluk tubuh tegap kakaknya itu lebih lama demi mengurangi sedikit rasa sesaknya karena kerinduan. Tapi, apa daya? Tempat dan drama publik menjadi penghalang dan bisa jadi malapetaka untuk penyam
“Sampai kapan, kau akan bersembunyi seperti ini, Angelina?”Angel menutup mulutnya tak percaya. Dia pun segera menghambur ke dalam pelukan pelanggan yang ternyata berjenis kelamin pria dan tentu saja dia kenali sejak balita.“Kakak ... kapan datang? Ya Tuhan ... aku sangat rindu sampai rasanya tidak bisa bernapas.”Angel menahan diri untuk tak menangis sekarang. Bisa-bisa penyamarannya sebagai gadis miskin terbongkar jika seseorang sampai melihat sosok pria yang dipeluknya saat ini adalah Davio William--sang penguasa.Beruntungnya saudara lelakinya yang anti perempuan itu memakai pakaian yang cukup merakyat. Tidak berkelas seperti biasa atau orang-orang di sini akan menjadikan Dave sebagai pusat perhatian. Angel tersungut saat melepaskan diri dari pelukan Dave. Sebenarnya, dia masih ingin memeluk tubuh tegap kakaknya itu lebih lama demi mengurangi sedikit rasa sesaknya karena kerinduan. Tapi, apa daya? Tempat dan drama publik menjadi penghalang dan bisa jadi malapetaka untuk penyam
Jim menatap lurus ke depan. Tak peduli dengan kehebohan mahasiswi yang terjadi di sepanjang dia melangkahkan kaki melewati koridor universitas yang terkenal di negeri dengan julukan The Smoke ini.Dia baru masuk universitas sekali, dan siswi menyebalkan yang berani meninggalkan kelasnya, sudah membuatnya menjadi bahan tontonan publik.Bagaimana tidak?Layaknya seperti pria kurang kerjaan, saat ini dia tengah menarik kursi mahasiwi itu ke tengah lapangan basket yang sialnya berada di lantai bawah. Belum kesialan baru di mana dia mendapati jika lift tidak bisa digunakan. Akhirnya, mau tidak mau dia harus melewati tangga darurat dengan raut wajah kesal menahan marah. Rasanya, ingin sekali dia menyantap mahasiswi itu mentah-mentah."Benar-benar hari yang menyebalkan." Jim menghela napasnya kasar.Salahnya juga kenapa harus merepotkan dirinya dengan hal tak penting ini. Akan tetapi, demi menjaga kedisiplinan serta predikat dosen killer yang harus dia dapatkan selama beberapa bulan ke depa
Perancis, 2 tahun yang lalu.Seorang pria dengan setelan jas mahalnya membuka kaca mobil yang berada di sampingnya kemudian melarikan tatapannya ke luar jendela. Tidak banyak perubahan yang terjadi di sana. Semuanya masih sama seperti yang terekam di memori masa kecilnya.Kedatangannya ke negara itu lagi, adalah demi menemui seseorang yang harus dia beri pelajaran karena sudah melakukan kesalahan fatal. Sudah beberapa bulan berlalu, dan duka itu semakin membuat rasa penyesalan tentang ke tidak becusan nya sebagai seorang kakak, terlampau di coret oleh arang hitam.Ya, dia adalah Davio William Alucard.Pembawaannya yang dingin dan tak tersentuh, membuatnya nyaris sempurna kala menuruni sikap tiga pria penguasa melegenda di keluarganya. Alexander, yang arogan dengan julukan king Devil. Maxime, yang dingin penyandang gelar The King Of London, dan ayah Dave sendiri. Peter Scott, yang tak tersentuh sebagai pemegang Thrones tertinggi, The King Of The World yang disegani.Sedangkan Dave se
Jim terbangun dengan napas memburu. Buliran keringat terlihat berbintik di sekitar dahi serta ujung hidungnya. Tangannya yang juga basah oleh keringat dingin, pun meraba tempat di sampingnya yang sudah kosong tanpa penghuni. Sial! Bagaimana bisa, dia seberengsek ini? Apa yang akan terjadi, jika keluarga besarnya mengetahui perbuatan bejatnya kepada Angel nanti? Jim mengusap wajahnya kasar. Dia ingat sepenuhnya, apa-apa yang sudah terjadi di kamar ini. Dia pun lekas bangkit dari tempat tidur dengan kondisi tubuh setengah telanjang. Dia harus membersihkan diri, dan lekas mencari Angel yang sudah dia ... tiduri.***“Jim! Kau sudah bangun?” Bianca Lee. Wanita paling populer di sekolah, yang selama beberapa bulan terakhir menjadi kekasih Jim, datang menemui hanya dengan memakai jubah mandi yang tingginya sebatas paha dan terlihat menggoda dengan rambut panjangnya yang basah. Jim pun dengan terpaksa harus menunda niatannya untuk mencari Angelina yang entah berada di mana. Lagi pula, ga
"Angel! Kenapa bisa telat sih!?” Wanita berambut panjang nan bergelombang yang terburu duduk dengan napas terputus-putus itu hanya nyengir kuda sembari mengipas wajahnya yang kepanasan. Berlarian dari gerbang menuju kelasnya bukan perkara mudah. Letaknya lumayan berjauhan apalagi dia harus naik tangga karena lift sedang bermasalah. “Sorry, Levy. Ada insiden kecil tadi,” jawabnya sembari menarik napas kasar. Gerak bola matanya yang indah, terpaksa melihat tugas kuliah yang sedang Levy pegang. “Pak Marko memberikan tugas lagi?” desahnya dengan wajah putus asa. Hidup sebagai mahasiswi di tengah kesibukan yang menerpa tentulah tidak mudah. Tuk!Levy mengetuk kening Angel yang sedikit basah oleh bintik keringat. “Jangan bilang kau lupa jika hari ini kita ada kuis, Angelina.” “Astaga ya Tuhan ...,” Angel menelungkupkan wajahnya ke meja. Kerucutkan bibir yang selalu Angel tunjukkan saat putus asa pun terlihat. “Nah, kan ... Aku sudah hafal sama penyakit kronismu yang bernama lupa itu