Jim terbangun dengan napas memburu. Buliran keringat terlihat berbintik di sekitar dahi serta ujung hidungnya. Tangannya yang juga basah oleh keringat dingin, pun meraba tempat di sampingnya yang sudah kosong tanpa penghuni.
Sial! Bagaimana bisa, dia seberengsek ini? Apa yang akan terjadi, jika keluarga besarnya mengetahui perbuatan bejatnya kepada Angel nanti? Jim mengusap wajahnya kasar. Dia ingat sepenuhnya, apa-apa yang sudah terjadi di kamar ini. Dia pun lekas bangkit dari tempat tidur dengan kondisi tubuh setengah telanjang. Dia harus membersihkan diri, dan lekas mencari Angel yang sudah dia ... tiduri. *** “Jim! Kau sudah bangun?” Bianca Lee. Wanita paling populer di sekolah, yang selama beberapa bulan terakhir menjadi kekasih Jim, datang menemui hanya dengan memakai jubah mandi yang tingginya sebatas paha dan terlihat menggoda dengan rambut panjangnya yang basah. Jim pun dengan terpaksa harus menunda niatannya untuk mencari Angelina yang entah berada di mana. Lagi pula, gadis manja yang semalam sudah dia sentuh dengan rakusnya, tidak akan berani ke mana-mana. Angel yang lemah, cengeng dan terkenal manja, pasti akan selalu membutuhkan dirinya di manapun Angel berada. Sudah menjadi kebiasaan, jika Angelina si gadis pirang dengan manik mata sendu itu akan menempelinya bagai benalu. "Aku mencarimu setelah pesta minum semalam. Tapi, kau menghilang.” Gerutuan Bianca, membuat Jim tertawa renyah. Dia pun mengusap pipi putih Bianca dan Bianca membalasnya dengan mengecup pipinya kilas. Selalu saja seperti ini. Bianca yang mandiri dan tidak manja seperti Angelina, membuatnya terkagum-kagum oleh kedewasaan yang dimiliki gadis itu. Bianca tidak hanya berbakat, dan menjadi the Beauty di sekolah. Akan tetapi, Bianca termasuk siswi pintar yang selalu mendapatkan beasiswa sampai lulus di Sekolah Menengah Atas seperti sekarang. “Aku langsung tidur, Bi ...,” jawab Jim dengan sorot mata teduhnya, “dengan Angel, di kamarku.” Lanjutnya di dalam hati tanpa berani mengatakan. Bisa-bisa, Bianca memutuskan hubungan yang sudah terjalin selama 1 tahun terakhir jika Bianca sampai tau keberengsekan yang dia lakukan. “Emm ... tidak masalah, Jim. Aku tau, kau kelelahan,” balas Bianca dengan senyuman cantiknya, dan sekali lagi dia mendapat usapan lembut tangan Jim di puncak kepalanya, “Oiya, hari ini kita akan pulang. Acara perpisahan kelulusan kita sudah selesai. Dan setelahnya, kita akan berpi—“ “Shh! Tidak akan pernah, Bi. Perpisahan ini, tidak akan pernah menjadi perpisahan untuk hubungan kita.” Jim segera membawa gadis itu ke dalam pelukannya. Gadis termanis, yang selalu membuatnya senang dan merasa nyaman. Sangat berbeda sekali saat dirinya bersama dengan Angelina. Angel yang manja dan selalu bergantung padanya, selalu saja membuatnya kesal. Bak anak ayam yang mengekori induknya, ke mana pun dia pergi. Gadis cerewet itu pasti akan selalu menempeli. “Kita akan kuliah di universitas yang sama. Aku mencintaimu, Bianca. Oleh karena itu, aku tidak akan pernah membiarkanmu jauh dariku. Aku berjanji, setelah kuliah kita selesai nanti, aku akan segera menikahimu. Hanya kau satu-satunya wanita yang akan menjadi ibu dari anak-anakku. “Hiks!” Angel menutup mulutnya kuat-kuat. Untuk ke sekian kali, dia mengingat perkataan seorang pria yang berhasil mematahkan hatinya sekaligus menghancurkan mimpinya yang baru saja tadi malam dia gapai. Bodoh! Apa dia pikir setelah dia menyerahkan hidupnya pada Jim, Jim akan mau membalas perasaannya? Dan meninggalkan Bianca yang Jim Cintai? “Kau memang bodoh, Angelina. Seharusnya kau tau dan sadar diri jika lelaki yang selama ini kau cintai, tidak akan pernah membalas perasaan yang kau miliki.” Angel membatin sembari menekan dadanya kuat-kuat. Pada akhirnya, dia tidak sanggup melihat itu semua dan memilih pergi setelah hatinya kembali dipatahkan. Entah hal bodoh macam apa yang membuatnya sampai lupa jika selamanya, Jim tetaplah Jim yang selalu anti berdekatan dengannya. Sekuat apa pun dia berusaha untuk mendapatkan perhatian serta balasan untuk cintanya, Jim tidak akan pernah sudi untuk memberikannya. Selama ini, Jim hanya menganggapnya boneka yang tidak memiliki hati dan perasaan. Bagi Jim, dirinya hannyalah benalu yang setiap saat harus disingkirkan. Kenyataannya adalah, dia tetaplah si bodoh Angelina yang selamanya tidak akan pernah berarti apa-apa. *** “Ya Tuhan ... bisa-bisanya aku mengingat kenangan buruk itu sekarang?” Angel mengusap wajahnya kasar setelah dia membasuh wajahnya dengan air dingin agar hilang rasa panas yang bersumber dari hati. Kenangan buruk yang terjadi 5 tahun silam, memang selalu datang menghantuinya. Tak peduli di mana dia berada, ataupun dia sedang melakukan apa kilasan masa lalu buruk itu selalu saja membawa rasa sakit yang teramat menyesakkan dada. Padahal, pria itu sudah dia buang jauh-jauh dari hidupnya juga dari kenangannya sampai tak tersisa sedikit pun, walaupun hanya sebuah rasa. Benci? Tentu saja dia sangat membenci pria bernama Jim yang sudah membuatnya menderita selama 5 tahun terakhir. Meski Jim adalah saudara sepupunya, Jim sudah menjadi jelmaan siluman yang sampai kapan pun, tidak akan pernah dia terima lagi dalam hidupnya. “Angel! Kenapa kau lama sekali hah? Kau ini sedang pingsan atau sedang melakukan apa? Cepat keluar dari sana sekarang juga atau aku akan mendobrak pintunya!" “Astaga ….” Angel menghembuskan napasnya kasar begitu suara sahabatnya yang memekakkan telinga terdengar. Sempat dia melihat wajahnya di kaca besar yang ada di depannya untuk memastikan rona merah di kedua pipinya sudah sepenuhnya menghilang. Di depan Levy, Angelina itu tak ubahnya gadis riang yang ceroboh dan sulit sekali diatur. Dia selalu berusaha untuk terlihat tangguh di depan semua orang agar tidak ada yang tau bagaimana sulitnya kehidupan yang dia jalani sampai rasanya ingin mengakhiri semua ini. Kenangan menyakitkan yang Jim beri, telah menghancurkan hatinya berkeping-keping serupa sobekan-sobekan kertas yang sulit untuk di satukan kembali. Butuh waktu lama untuknya menata hatinya kembali dan memberanikan diri untuk menghadapi dunia ini. Angel menggelengkan kepalanya pelan. Dia tidak mau masa lalu itu menghancurkannya lagi. Dia sudah belajar untuk melupakan semuanya dan dia sudah terbiasa. Mencoba menjadi pribadi baru, dan menikmati kebebasan sebagai gadis remaja yang haknya sempat terenggut adalah impiannya. Lantas, masalah apa lagi yang harus membuatnya lemah? Angel membuka pintu toilet disertai senyuman lebarnya seperti biasa. Sedangkan di depannya saat ini, ada Levy yang sudah menunggu dengan tampang sangar sembari bersedekap dada. Melihat raut wajah Levy yang menahan kesal, sudah seperti induk singa yang siap menerkam. “1 jam, 30 menit dan 45 detik kamu berada di dalam toilet, Angelina. Ya Tuhan … apa saja yang kau lakukan di dalam sana? Kelas kita, bahkan sudah selesai.” Gerutuan Levy, malah membuat Angel senyum-senyum sendiri. Dengan santainya, Angel meniup-niup anak rambutnya yang sedikit menjuntai menutupi wajahnya. “Syukur kalau kelasnya sudah selesai, Levy. Hari ini memang hari keberuntunganku untuk bersantai diri, ” jawab Angel dengan kedipan mata genit hingga mendapat pukulan Levy di kening. “Penyakit sintingmu kumat lagi!” Angel tergelak. Setelahnya, dia mengamit lengan Levy di antara dua tangan. “Aku belum bisa berpaling dari pesona pak Marko. Karena itulah, aku menghabiskan banyak waktu di sini. Demi apa pun, aku belum siap melihat bangku kekuasaannya ditempati orang lain.” Levy kehilangan kata-kata. Jika sudah seperti ini, lebih baik dia diam atau Angel akan membuat emosinya meledak. Kegilaan wanita itu memang tidak ada habisnya sampai-sampai membuatnya berpikir, bagaimana bisa dia berteman dengan Angel yang modelnya seperti itu? Angel memang cantik. Tapi, sikap Angel yang terkadang aneh tentu saja membuatnya dijauhi dan sampai saat ini, belum ada satu lelaki pun yang tertarik. Namun, terlepas dari semua itu. Angel tetaplah gadis yang baik. Angel tidak pernah menyusahkan dirinya atau pun orang lain, apalagi sampai mencari masalah. Angel juga sangat menghargainya meski kegilaanya sering kali membuatnya naik pitam. Itulah sebabnya, pertemanan mereka nyaris seperti saudara. “Oiya, aku lapar. Kita ke kantin dulu, yuk?” ajak Angel dan malah mendapat gelengan kepala dari Levy. “Hari ini, no makan-makan. Kau sedang dalam masalah besar, Angelina.” Perkataan Levy kali ini, tentu saja membuat Angel mengerutkan alisnya. Levy Jarang sekali bercanda dan melihat raut wajah Levy kali ini, tentu saja membuatnya sedikit khawatir. “Masalah? Masalah apa? Perasaan aku tidak pernah bermasalah dengan siapa pun. Kau tahu sendiri, selama ini aku menjadi gadis baik-baik dan penurut." “Ya, aku tau, Angel!” "Lalu, apa masalahnya? Kenapa kau menakut-nakutiku seperti ini?" tanya Angel dengan wajah penuh tanya. “cacing dalam perutku bahkan sudah berdemo ria minta makanan.” Levy menghela napasnya pelan. Angel mungkin masih bisa santai saat ini tetapi setelah Angel tau apa yang sudah terjadi di kelas tadi, wanita itu pasti akan heboh sendiri. Namun, belum sampai dia bersuara, Angel sudah lebih dulu mengangkat tangannya sembari berkata, "Demi Tuhan, aku sangat lapar saat ini. Bisa 'kan serius nya di kantin saja sambil makan-makan?” Sekali lagi Levy menghembuskan napasnya kasar. Demi apa pun, dia akan selalu kalah berdebat dengan Angel jika menyangkut soal makanan. Baiklah tak apa. Mari kita beri waktu sejenak agar Angelina bisa bernapas bebas sebelum tahu masalah besar yang sudah menunggunya. ** “Jadi, ada masalah apa? Kau bisa mengatakannya sekarang,” ucap Angel sambil mengunyah steik yang dipesannya. Saat ini, mereka sudah berada di kantin universitas. “Kau sadar tidak, jika kau itu tidak kembali ke kelas, saat dosen baru kita--?” “Masuk ke kelas kemudian memperkenalkan dirinya?” potong Angel dengan cepat sehingga membuat Levy menganggukkan kepala dengan wajah seriusnya. “100% persen sadar, Levy. Aku masih terlalu muda untuk kehilangan fungsi ingatanku.” lanjut Angel sembari tertawa lepas--memperlihatkan barisan gigi putihnya. "Dan kau tahu tidak, apa akibat dari kecerobohanmu tadi?” “Apa?” “Kursimu dosen itu pindahkan ke ...,” Levy menjeda kalimatnya. Matanya melirik ke kanan kiri, memastikan jika tidak ada penguping di dekat sini. Bagaimana pun, dosen baru itu sudah pasti berhasil mencuri perhatian beberapa mahasiswi. “Ke mana? Ke depan? Atau keluar kelas?” potong Angel, sambil memajukan wajahnya. “oke tak masalah. Aku bisa mengambilnya kembali dengan gerakan satu jari tangan." Angel belum menanggapi dengan serius tentang masalah ini. Hingga, jawaban Levy selanjutnya sontak saja membuatnya terenyak. “Bukan ke depan Angel tapi, kursimu dosen itu pindahkan ke lapangan basket!” “Whatt the--?!” Angel tersentak, sampai-sampai lengkingan suaranya membuat seisi kantin menatap aneh ke arahnya. “bagaimana bisa pria itu melakukannya? Apa dia sudah tidak waras!?” Kali ini Angel mendesah frustrasi. Bagaimana dia akan memindahkan kursinya kembali sedangkan jarak antara kelas dan lapangan basket sejauh itu? Demi Tuhan, lapangan bola basket itu ada di lantai bawah sedangkan kelasnya berada satu lantai di atasnya. Levy menatap Angel khawatir. Jelas saja dia turut prihatin melihat Angel yang frustasi. Namun, di balik kesialan sahabatnya itu, sedikitnya dia setuju dengan tindakan dosen baru bernama Jim itu. Setidaknya, hukuman kecil itu akan memberikan Angel efek jera agar tak mengulangi kesalahan seperti tadi yang seenaknya tidak kembali ke kelas. “Tadinya, kursi itu cuma dipindahkan ke luar kelas saja, Angel. Eh, tak tau nya. Saat dosen itu pergi, dia membawa kursimu ikut serta." Angel memijat pelipisnya pelan. Ada-ada saja hukuman dari dosen baru itu. Memberi hukuman sih boleh, tapi kenapa hukumannya harus model langka seperti ini? “Oiya, buku gambarku masih tetap di kelas ‘kan?" Angel teringat akan benda paling berharga miliknya yang tidak boleh disentuh oleh siapa pun dan sekali lagi, Levy memberinya jawaban menyebalkan. “Tidak juga, Angel. Dosen itu juga membawa buku gambarmu bersamanya.” “Ya Tuhan ....” Angel menelungkupkan wajahnya ke meja. Dia sama sekali tidak masalah jika kursinya di buang, walau. sampai ke sudut kota ini sekalipun. Tapi buku gambar itu ... “Apa dosen itu mengatakan sesuatu?” tanya Angel penasaran. Levy menggenggam erat sendok di tangannya. Dengan suara kecil dia pun berkata, “Dia menyuruhmu untuk menemuinya di ruangannya.” “Malas ... Lev. Biasanya perintah seperti ini adalah modus." Angel sama sekali tak bersemangat. Namun, Levy malah bangkit dari duduknya kemudian mendekatinya sembari berbisik pelan. “Tenang saja, Angel. Dosen baru kita itu masih muda dan tampan. Kau pasti tidak menyesal saat bertemu dan melihat betapa kerennya dia." Angel dan Levy saling berpandangan. Sampai akhirnya, Angel memilih bangkit dari tempat duduknya dan Levy yang melihatnya pun bersorak girang. “Semangat, Angelina ….!" Angel hanya mengangguk pelan sembari menunjukkan senyum terpaksa. Mau tidak mau, dia harus menemui dosen tidak waras itu kemudian minta maaf. Demi mendapatkan kembali buku gambar miliknya, apapun akan dia lakukan termasuk menendang bokong dosen itu jika berani macam-macam.Perancis, 2 tahun yang lalu.Seorang pria dengan setelan jas mahalnya membuka kaca mobil yang berada di sampingnya kemudian melarikan tatapannya ke luar jendela. Tidak banyak perubahan yang terjadi di sana. Semuanya masih sama seperti yang terekam di memori masa kecilnya.Kedatangannya ke negara itu lagi, adalah demi menemui seseorang yang harus dia beri pelajaran karena sudah melakukan kesalahan fatal. Sudah beberapa bulan berlalu, dan duka itu semakin membuat rasa penyesalan tentang ke tidak becusan nya sebagai seorang kakak, terlampau di coret oleh arang hitam.Ya, dia adalah Davio William Alucard.Pembawaannya yang dingin dan tak tersentuh, membuatnya nyaris sempurna kala menuruni sikap tiga pria penguasa melegenda di keluarganya. Alexander, yang arogan dengan julukan king Devil. Maxime, yang dingin penyandang gelar The King Of London, dan ayah Dave sendiri. Peter Scott, yang tak tersentuh sebagai pemegang Thrones tertinggi, The King Of The World yang disegani.Sedangkan Dave se
Jim menatap lurus ke depan. Tak peduli dengan kehebohan mahasiswi yang terjadi di sepanjang dia melangkahkan kaki melewati koridor universitas yang terkenal di negeri dengan julukan The Smoke ini.Dia baru masuk universitas sekali, dan siswi menyebalkan yang berani meninggalkan kelasnya, sudah membuatnya menjadi bahan tontonan publik.Bagaimana tidak?Layaknya seperti pria kurang kerjaan, saat ini dia tengah menarik kursi mahasiwi itu ke tengah lapangan basket yang sialnya berada di lantai bawah. Belum kesialan baru di mana dia mendapati jika lift tidak bisa digunakan. Akhirnya, mau tidak mau dia harus melewati tangga darurat dengan raut wajah kesal menahan marah. Rasanya, ingin sekali dia menyantap mahasiswi itu mentah-mentah."Benar-benar hari yang menyebalkan." Jim menghela napasnya kasar.Salahnya juga kenapa harus merepotkan dirinya dengan hal tak penting ini. Akan tetapi, demi menjaga kedisiplinan serta predikat dosen killer yang harus dia dapatkan selama beberapa bulan ke depa
“Sampai kapan, kau akan bersembunyi seperti ini, Angelina?”Angel menutup mulutnya tak percaya. Dia pun segera menghambur ke dalam pelukan pelanggan yang ternyata berjenis kelamin pria dan tentu saja dia kenali sejak balita.“Kakak ... kapan datang? Ya Tuhan ... aku sangat rindu sampai rasanya tidak bisa bernapas.”Angel menahan diri untuk tak menangis sekarang. Bisa-bisa penyamarannya sebagai gadis miskin terbongkar jika seseorang sampai melihat sosok pria yang dipeluknya saat ini adalah Davio William--sang penguasa.Beruntungnya saudara lelakinya yang anti perempuan itu memakai pakaian yang cukup merakyat. Tidak berkelas seperti biasa atau orang-orang di sini akan menjadikan Dave sebagai pusat perhatian. Angel tersungut saat melepaskan diri dari pelukan Dave. Sebenarnya, dia masih ingin memeluk tubuh tegap kakaknya itu lebih lama demi mengurangi sedikit rasa sesaknya karena kerinduan. Tapi, apa daya? Tempat dan drama publik menjadi penghalang dan bisa jadi malapetaka untuk penyam
"Angel! Kenapa bisa telat sih!?” Wanita berambut panjang nan bergelombang yang terburu duduk dengan napas terputus-putus itu hanya nyengir kuda sembari mengipas wajahnya yang kepanasan. Berlarian dari gerbang menuju kelasnya bukan perkara mudah. Letaknya lumayan berjauhan apalagi dia harus naik tangga karena lift sedang bermasalah. “Sorry, Levy. Ada insiden kecil tadi,” jawabnya sembari menarik napas kasar. Gerak bola matanya yang indah, terpaksa melihat tugas kuliah yang sedang Levy pegang. “Pak Marko memberikan tugas lagi?” desahnya dengan wajah putus asa. Hidup sebagai mahasiswi di tengah kesibukan yang menerpa tentulah tidak mudah. Tuk!Levy mengetuk kening Angel yang sedikit basah oleh bintik keringat. “Jangan bilang kau lupa jika hari ini kita ada kuis, Angelina.” “Astaga ya Tuhan ...,” Angel menelungkupkan wajahnya ke meja. Kerucutkan bibir yang selalu Angel tunjukkan saat putus asa pun terlihat. “Nah, kan ... Aku sudah hafal sama penyakit kronismu yang bernama lupa itu
“Sampai kapan, kau akan bersembunyi seperti ini, Angelina?”Angel menutup mulutnya tak percaya. Dia pun segera menghambur ke dalam pelukan pelanggan yang ternyata berjenis kelamin pria dan tentu saja dia kenali sejak balita.“Kakak ... kapan datang? Ya Tuhan ... aku sangat rindu sampai rasanya tidak bisa bernapas.”Angel menahan diri untuk tak menangis sekarang. Bisa-bisa penyamarannya sebagai gadis miskin terbongkar jika seseorang sampai melihat sosok pria yang dipeluknya saat ini adalah Davio William--sang penguasa.Beruntungnya saudara lelakinya yang anti perempuan itu memakai pakaian yang cukup merakyat. Tidak berkelas seperti biasa atau orang-orang di sini akan menjadikan Dave sebagai pusat perhatian. Angel tersungut saat melepaskan diri dari pelukan Dave. Sebenarnya, dia masih ingin memeluk tubuh tegap kakaknya itu lebih lama demi mengurangi sedikit rasa sesaknya karena kerinduan. Tapi, apa daya? Tempat dan drama publik menjadi penghalang dan bisa jadi malapetaka untuk penyam
Jim menatap lurus ke depan. Tak peduli dengan kehebohan mahasiswi yang terjadi di sepanjang dia melangkahkan kaki melewati koridor universitas yang terkenal di negeri dengan julukan The Smoke ini.Dia baru masuk universitas sekali, dan siswi menyebalkan yang berani meninggalkan kelasnya, sudah membuatnya menjadi bahan tontonan publik.Bagaimana tidak?Layaknya seperti pria kurang kerjaan, saat ini dia tengah menarik kursi mahasiwi itu ke tengah lapangan basket yang sialnya berada di lantai bawah. Belum kesialan baru di mana dia mendapati jika lift tidak bisa digunakan. Akhirnya, mau tidak mau dia harus melewati tangga darurat dengan raut wajah kesal menahan marah. Rasanya, ingin sekali dia menyantap mahasiswi itu mentah-mentah."Benar-benar hari yang menyebalkan." Jim menghela napasnya kasar.Salahnya juga kenapa harus merepotkan dirinya dengan hal tak penting ini. Akan tetapi, demi menjaga kedisiplinan serta predikat dosen killer yang harus dia dapatkan selama beberapa bulan ke depa
Perancis, 2 tahun yang lalu.Seorang pria dengan setelan jas mahalnya membuka kaca mobil yang berada di sampingnya kemudian melarikan tatapannya ke luar jendela. Tidak banyak perubahan yang terjadi di sana. Semuanya masih sama seperti yang terekam di memori masa kecilnya.Kedatangannya ke negara itu lagi, adalah demi menemui seseorang yang harus dia beri pelajaran karena sudah melakukan kesalahan fatal. Sudah beberapa bulan berlalu, dan duka itu semakin membuat rasa penyesalan tentang ke tidak becusan nya sebagai seorang kakak, terlampau di coret oleh arang hitam.Ya, dia adalah Davio William Alucard.Pembawaannya yang dingin dan tak tersentuh, membuatnya nyaris sempurna kala menuruni sikap tiga pria penguasa melegenda di keluarganya. Alexander, yang arogan dengan julukan king Devil. Maxime, yang dingin penyandang gelar The King Of London, dan ayah Dave sendiri. Peter Scott, yang tak tersentuh sebagai pemegang Thrones tertinggi, The King Of The World yang disegani.Sedangkan Dave se
Jim terbangun dengan napas memburu. Buliran keringat terlihat berbintik di sekitar dahi serta ujung hidungnya. Tangannya yang juga basah oleh keringat dingin, pun meraba tempat di sampingnya yang sudah kosong tanpa penghuni. Sial! Bagaimana bisa, dia seberengsek ini? Apa yang akan terjadi, jika keluarga besarnya mengetahui perbuatan bejatnya kepada Angel nanti? Jim mengusap wajahnya kasar. Dia ingat sepenuhnya, apa-apa yang sudah terjadi di kamar ini. Dia pun lekas bangkit dari tempat tidur dengan kondisi tubuh setengah telanjang. Dia harus membersihkan diri, dan lekas mencari Angel yang sudah dia ... tiduri.***“Jim! Kau sudah bangun?” Bianca Lee. Wanita paling populer di sekolah, yang selama beberapa bulan terakhir menjadi kekasih Jim, datang menemui hanya dengan memakai jubah mandi yang tingginya sebatas paha dan terlihat menggoda dengan rambut panjangnya yang basah. Jim pun dengan terpaksa harus menunda niatannya untuk mencari Angelina yang entah berada di mana. Lagi pula, ga
"Angel! Kenapa bisa telat sih!?” Wanita berambut panjang nan bergelombang yang terburu duduk dengan napas terputus-putus itu hanya nyengir kuda sembari mengipas wajahnya yang kepanasan. Berlarian dari gerbang menuju kelasnya bukan perkara mudah. Letaknya lumayan berjauhan apalagi dia harus naik tangga karena lift sedang bermasalah. “Sorry, Levy. Ada insiden kecil tadi,” jawabnya sembari menarik napas kasar. Gerak bola matanya yang indah, terpaksa melihat tugas kuliah yang sedang Levy pegang. “Pak Marko memberikan tugas lagi?” desahnya dengan wajah putus asa. Hidup sebagai mahasiswi di tengah kesibukan yang menerpa tentulah tidak mudah. Tuk!Levy mengetuk kening Angel yang sedikit basah oleh bintik keringat. “Jangan bilang kau lupa jika hari ini kita ada kuis, Angelina.” “Astaga ya Tuhan ...,” Angel menelungkupkan wajahnya ke meja. Kerucutkan bibir yang selalu Angel tunjukkan saat putus asa pun terlihat. “Nah, kan ... Aku sudah hafal sama penyakit kronismu yang bernama lupa itu