“Halo, Bro Rafka. Hilang kemana aja lo sebulan ini?” sapa Kevin saat melihat Rafka yang memasuki ruang kelas mereka dengan tampilan yang tetap keren, hanya saja kali ini terlihat agak lepek.“Iya, kemana aja lo, Raf? Tiap kita ajak main selalu aja lo nolak selama liburan kali ini. memang kegiatan lo ngapain aja liburan ini, Raf? Jangan bilang lo magang di perusahaan bokap lo?” timpal Tyo yang tampak heran dengan perubahan Rafka.Biasanya temannya itu yang paling semangat mengajaknya dan Kevin untuk berlibur ke berbagai tempat kalau kuliah sedang diliburkan. Rafka juga ada orang yang paling suka mengajak mereka untuk kabur dari rumah setiap kali liburan tiba. Namun, mengapa di liburan kali ini Rafka terlihat sangat berbeda? Temannya itu tampak tidak lagi bersemangat untuk melakukan liburan dan traveling bersama ia dan Kevin.Jangankan liburan, untuk diajak ke pub saja tampaknya Rafka ogah-ogahan. Entah lah apa yang sebenarnya mengubah temannya menjadi seperti ini? Padahal selama ini,
“Sejak kapan lo ke bar bawa-bawa sandwich, Raf!” ledek Tyo saat melihat Rafka yang menaruh sebungkus sandwich di samping gelas seloki berisi minuman keras yang dipesan oleh temannya itu.“Kepo lo, Yo. Suka-suka gue lah mau bawa apaan ke dalam sini. Kalau ada yang ngelarang atau negor gue, tinggal kasih aja uang tutup mulut,” respons Rafka dengan entengnya melahap habis sandwich yang diberikan oleh Sarah, baru setelah itu ia menyesap minuman yang ia pesan.“Semenjak lo kalah sekitar sebulan yang lalu, udah lama kita enggak pernah taruhan lagi, Raf. Gimana buat hiburan malam ini, kita pasang taruhan,” lontar Tyo tiba-tiba di tengah kegiatan mereka yang sedang asyik menyesap miras di gelas seloki di tangan mereka masing-masing.“Bener juga. Kalau di pikir-pikir udah lama juga kita enggak seru-seruan sama lo, Bro Rafka. Come on, kita buat malam ini jadi seru, Bro,” ujar Kevin menanggapi seruan Tyo untuk melakukan pertaruhan yang sudah lama tidak mereka lakukan.“Gue ikut aja. Tapi, mendi
“Akhirnya kamu angkat teleponku juga, Sar. Aku ada di depan rumahmu, bisa kamu bukain gerbang buat aku,” ujar Rafka begitu ia sampai di rumah Sarah dan berhasil menghubungi wanita itu.Sepanjang perjalan tadi, Rafak terus berusaha menelpon Sarah, tetapi tak kunjung ada jawaban atas panggilan telepon darinya. Oleh karena itu, Rafka sampai menaikan laju mobilnya karena khawatir Sarah marah padanya.Namun, begitu sampai di depan gerbang rumah Sarah dan memencet bel, tak ada yang kunjung membukakan gerbang untuknya. Hal itu membuat Rafka semakin ketar-ketir dibuatnya. Segera saja, ia hubungi Sarah kembali dan untung saja kali ia wanita itu mengangkat sambungan telepon darinya.“Saya tidak ada di rumah karena baru saja mau mulai mengisi acara seminar, Rafka. Sebaiknya kamu pulang saja karena saya tidak akan ada di rumah sampai malam. Sudah dulu, maaf saya tutup teleponnya karena saya tidak bisa bicara lama-lama.”Setelah mengatakan itu, Sarah benar-benar mematikan teleponnya. Rafka merasa
Sayang sekali, Rafka tak bisa menghabiskan waktu lebih lama bersama dengan Sarah malam ini. Padahal, ia ingin mengiringi perjalanan pulang Sarah dengan mengikuti mobil wanita itu dari belakang ketika mereka telah selesai makanNamun, apalah daya Rafka tak punya pilihan lain karena ia sudah sangat ingin tahu alasan mengapa Tyo dan Kevin bisa ada di restoran yang sama dengannya? Rasanya, Rafka tak bisa percaya kalau mereka datang kesini hanya karena ingin hangout atau mencoba tempat baru.Pasalanya umurnya sama mudanya dengan dua bocah tengik itu. Terang saja, ia bisa sangat hafal jika anak muda sepertinya akan lebih memilih untuk nongkrong di tempat yang lebih santai seperti kafe, dibandingkan di tempat klasik layaknya restoran ini.Sementara itu, di bangku tempat Kevin jatuh tadi terdapat Tyo yang menolong Kevin sambil menggerutu, “Bego lo, Kev. Pakai acara jatoh segala. Lihat noh si Rafka udah ngelihat ke arah kita, kalau begini kita udah enggak bisa kabur karena udah ketangkep basah
Ketika Rafka yang merasa terpuruk itu terlihat bersimpuh dan menunduk sambil terus menjambaki rambutnya, tiba-tiba seseorang menarik kerah bajunya. Cengkraman orang itu pada baju Rafka mampu membuat tubuh Rafka berdiri seketika. Anehnya Rafka hanya diam saja dan tak marah ketika melihat siapa yang melakukan ini padanya.“Sialan! Enggak cukup lo bikin gue marah dengan memacari Mama gue?! Sekarang saat lo udah jadi pacarnya, lo malah bikin dia kecewa! Mau lo apa, sih, bangsat?! Kalau dari awal lo cuma main-main sama Mama gue, lebih baik enggak usah bertingkah sok tulus, bajingan keparat!” damprat Leo sambil melayangkan pukulan ke perut Rafka.Tak puas hanya memberikan pukulan pada perut Rafka, Leo pun mengarahkan serangan ke wajah Rafka bertubi-tubi dan berkali-kali. Untung saja, tadi ia mengikuti Rafka yang ia lihat ada di depan gerbang rumahnya. Dengan sengaja, Leo mengabaikan dan tak membukakan pintu gerbang untuk Rafka, meski lelaki yang berusia 5 tahun lebih tua darinya itu telah
“Tunggu, Sar. Ada yang mau aku bicarakan sama kamu tentang masalah kemarin.”Entah darimana datangnya, tiba-tiba Rafka sudah ada di samping mobil Sarah ketika perempuan itu turun dari mobilnya.“Apalagi yang mau kamu bicarakan?!Saya rasa tidak ada yang perlu dijelaskan lagi. Pendengaran saya sudah cukup jelas untuk menangkap semua kejujuran yang Anda sembunyikan dari saya semalam!” tegas Sarah dengan nada dingin yang seakan mempu membekukan hati Rafka.Usai menegaskan hal itu, Sarah membawa kakinya melewati Rafka karena ia malas belama-lama berhadapan dengan seseorang yang tega mempermainkan dirinya. Terlebih lagi lelaki muda itu telah membohonginya dan beraninya mengaku seolah benar jatuh cinta pada wanita seperti dirinya ini.Rafka menelan ludahnya dengan susah payah ketika mendengar Sarah tak hanya berbicara formal padanya, tetapi juga menyebut Rafka dengan sebutan Anda. Panggilan itu terasa seperti Sarah menganggapnya sebagai orang asing yang baru dikenali dan tak pernah dekat seb
Tiga minggu berlalu dengan cepatnya, saat ini Sarah tengah duduk di ruang kerjanya sambil menggigit bibirnya dan tanpa sadar meremas jari-jemarinya. Pikirannya menerawang jauh karena sudah dua minggu lebih Rafka tidak masuk kuliah. Ia kira hanya di mata kuliahnya saja pemuda itu tidak mengikuti kelas. Namun, setelah memperoleh informasi dari mahasiswanya, akhirnya ia tahu kalau Rafka memang tidak menghadiri semua mata kuliah selama kurang lebih selama dua minggu ini.Sarah tidak akan sampai kepikiran seperti ini kalau saja Rafka tidak masuk kuliah bukan disebabkan oleh dirinya.Bagaimana mungkin Sarah tidak berprasangka Rafka tak datang ke kampus dan menghadiri perkuliahan karena dirinya, jika Rafka bersikap seperti itu usai tiga minggu lalu muncul di rumahnya.“Sarah, tolong dengerin aku dulu kali ini. Aku akui memang awalnya mendekati kamu karena taruhan. Tapi, lama-lama aku jadi beneran suka dan cinta sama kamu!” jelas Rafka.Kala itu Rafka berharap Sarah mau mendengarkan penjela
Setelah menimbang-nimbang dan tak bisa membiarkan dirinya terus dipenuhi kewas-wasan seperti ini, Sarah pun memilih untuk membuka blokir terhadap nomor Rafka di ponselnya. Rasanya sungguh tak nyaman membiarkan ketidak tenangan terus mengusik dan menguasai hatinya.Lebih baik Sarah temui saja biang yang menyebabkan timbulnya perasaan yang mengganggunya ini. Siapa tahu kalau menemui Rafka dan mencoba bicara baik-baik dengan anak muda itu untuk menyelesaikan hubungan mereka, Rafka akan mendengarkannya dan mau masuk kuliah lagi.“Ada yang ingin saya bicarakan padamu terkait masalah kita terakhir kali. Kalau berkenan, temui saya di restoran tempat kita bertemu terakhir kali.” Begitulah pesan yang Sarah kirimkan pesan kepada Rafka untuk mengajak pemuda itu bertemu.Sementara itu, Rafka selama tiga minggu ini hanya menghabiskan waktunya dengan rebahan dan main game saja di vila yang telah ia sewa. Pada Mama dan Papanya ia mengaku akan mencari tempat untuk KKN, tetapi yang sesungguhnya terja
Dua bulan berlalu sejak kasus penculikan yang dilakukan oleh Sonia dan Riko terhadap Leo. Kini, kedua orang tersebut telah menemui hasil persidangan yaitu mereka masing-masing dijatuhi hukuman 7 tahun penjara atas perbuatan yang mereka lakukan. Sekarang luka di punggung Dea sudah mengering dan ia pun sudah keluar dari rumah sakit. Tetapi, ia baru sanggup untuk menemui Mamanya di penjara setelah keluar jatuhnya masa hukuman untuk Mamanya. “Yakin enggak mau aku temenin sampai dalem?” tanya Leo yang hari ini mengantarkan kekasihnya ke tempat Mama Dea menjalani hukuman atas kasus penculikan terhadap dirinya. “Enggak usah, Kak. Aku bisa sendiri. Kakak tunggu di mobil aja,” tolak Dea karena ia ingin berbicara dari hati ke hati dengan Mamanya. Sebenarnya, Leo sudah menawark
“Makasih ya, Pa. Papa tetap sayang dan perhatian sama Dea, padahal Papa udah tahu kalau Dea bukan anak kandung Papa. Dea jadi merasa enggak pantes dapet semuanya dari Papa lagi karena ternyata Dea enggak punya hubungan darah apa pun sama Papa.” lirih Dea berlinangan air mata.Ervan, bersama dengan Sarah dan Rafka memang baru saja datang beberapa menit yang lalu. Tetapi, seolah mengerti kalau Ervan membutuhkan waktu untuk membahas sesuatu yang privasi dengan Dea; Sarah dan Rafka pun mengajak Leo ke kafetaria rumah sakit dan memberikan waktu bagi Ervan dan Dea untuk saling bicara berdua dari hati ke hati.“Papa tidak peduli dengan apa pun yang kemarin Papa dengar. Bagi Papa selamanya kamu adalah putri Papa. Tak peduli jika kamu dan Papa tidak mempunyai hubungan darah sekali pun. Tapi, kamu akan selalu menjadi putri kecil Papa yang berharga.&rdqu
“Ngapain sih lo pake nyelametin gue segala?! Kan jadi lo juga yang harus masuk rumah sakit kayak gini! Belum lagi lo pasti kesakitan karena dapet luka tusuk, ‘kan? Harusnya lo enggak perlu ngelindungin gue dan biarin gue aja yang menanggung semua kesakitan yang lo rasain sekarang!” Sudah sehari ini, Leo memang meminta pada Mama, Om Ervan, dan Bang Rafka untuk mengizinkannya menunggui Dea seorang diri di ruang rawat inap tempat Dea dirawat.Memang Dea baru saja sadar usai menjalankan operasi penjahitan dari luka tusuk yang didapatkannya. Oleh karena itu, usai Dea selesai dioperasi dan masih belum sadarkan diri, Leo sengaja meminta pada keluarganya untuk menjaga Dea seorang diri. Kebetulan luka-luka yang ia dapati karena insiden penculikan kemarin, telah selesai ditangani oleh tenaga medis di rumah sakit ini juga..Anggap lah ia melakukan ini sebagai ucapan terima kasih pada Dea karena telah menyelamatkannya. Toh, ia juga merasa bersalah karena demi melindungi dirinya, malah Dea yan
Hati Ervan terasa remuk dan langkahnya meremang saat perlahan mendekati Sonia. Ia merasa seperti terhempas ke dalam labirin kebohongan yang tak terbayangkan sebelumnya. Marah dan kecewa menyatu dalam dirinya, membuatnya ingin melampiaskan semua emosinya di depan wanita itu.Sebagai seorang ayah yang selama ini yakin bahwa Dea adalah anak kandungnya, perasaannya hancur berkeping-keping ketika ada orang lain yang mengakui Dea sebagai anaknya dan seolah mengungkap bahwa Dea sebenarnya bukanlah darah dagingnya."Sonia!" pekik Ervan, suaranya penuh dengan rasa pahit. "apa arti dari semua ini? Katakan kepadaku, mengapa lelaki itu menyebut Dea sebagai anaknya? Apakah aku yang salah dengar atau memang benar begitu adanya?"Sonia menoleh dengan wajah pucat. "Ervan, aku..."Sonia tak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia terlihat terpojok di bawah sorotan tajam Ervan. Ia menelan ludah, mencoba merangkai kata-kata yang tepat untuk memberikan penjelasan pada Ervan. Namun, sebelum Ia bisa menjawab, k
“Akhirnya kamu bertanya juga apa yang aku mau. Baiklah, aku akan mengatakannya langsung kalau yang kuinginkan agar bisa kubebaskan anak ini yaitu Ervan harus menyerahkan 80% harta dan aset yang kamu miliki kepadaku untuk menjamin masa depan Dea. Sedang kamu Rafka, harus memberikan 50% harta dan aset mu kepadaku kalau ingin anak ini kubebaskan tanpa luka yang lebih parah dari yang didapatkan saat ini.”“Kalau cuma harta, ambil lah sebanyak yang kamu mau, Son. Tapi, apakah kamu meragukan bahwa aku sebagai ayahnya tidak bisa menjamin kehidupan Dea selamanya? Sampai-sampai kamu harus memintaku menyerahkan hartamu untuk menjamin masa depannya?” tukas Ervan dengan tatapan terluka sekaligus ada perasaan kesal dalam hatinya.Sonia tersenyum masam. “Aku percaya padamu sebelum kutahu adanya anak harammu dengan Sarah. Tapi setelah itu, aku tak bisa percaya padamu lagi karena aku takut kamu tidak akan bisa dengan adil membagi harta warisanmu kepada Dea dan anak haram itu! Bagaimana pun anak haram
Setelah menaiki tangga berliku-liku; akhirnya Sarah, Rafka, dan Ervan berhasil menemukan Leo di lantai paling atas atau bagian atap. Namun, pemandangan yang mereka temui mampu menyayat hati dan membuat mereka bertiga tertegun bukan main.Leo terikat erat dan mulutnya ditutupi rapat oleh selembar solasi tebal, sehingga Leo hanya bisa memekik tertahan di balik mulut yang disumpal itu. Di samping Leo, mereka melihat Sonia yang berdiri dengan angkuh, dan di sebelahnya ada Riko, yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.Sekalipun Ervan kini adalah suami Sonia, tetapi bukan berarti ia sudah tahu kalau Riko adalah pacar Sonia dulu.Semantar itu, Mendapati orang-orang yang ia benci sudah ada di hadapannya, langsung saja Sonia menyuruh Riko untuk melancarkan tinjuan bertubi-tubi di wajah Leo yang telah sadar dari pingsannya.Wajah Leo yang tak tertutup lakban, terlihat mengkerut seolah Leo sedang berusaha keras untuk menahan rasa sakit dari tonjokkan tanpa henti yang sedang dilayangkan ke w
Usai menempuh perjalanan sekitar 1 jam lebih, akhirnya Sarah dan Rafka tiba di gedung kosong di jalan Raya Delima No. 25 dengan hati yang berdebar-debar dan penuh kekhawatiran.Namun saat Sarah dan Rafka baru saja tiba di depan gedung kosong itu, mereka melihat Ervan sudah lebih dulu berada di sana.Sarah dan Rafka berdiri di depan gedung kosong, gelisah menyelinap di benak mereka seiring dengan kehadiran Ervan. Rafka, yang masih membawa rasa kekesalan terhadap Ervan atas peristiwa masa lalu, menduga-duga dalam hati.Rafka berspekulasi bahwa Ervan mungkin saja terlibat dalam penculikan Leo, mengingat keterlibatannya dalam peristiwa tragis yang menimpa Sarah dahulu. Tanpa memberi kesempatan pada Ervan untuk memberi jawaban dan menjelaskan alasan kehadirannya di sini, Rafka menghentakkan tinjunya dengan keras ke arah wajah Ervan, dengan maksud ingin melepaskan kekesalannya. "Kenapa lo bisa ada di sini? Apa yang lagi lo lakuin, Bang?Jangan-jangan lo juga terlibat di balik penculikan Le
Sarah menggigit bibirnya dengan keras, matanya berkaca-kaca. “Ini apa maksudnya, Raf? Apa yang harus kita lakukan sekarang? Aku benar-benar takut kalau Leo sampai kenapa-napa!”Rafka yang juga merasakan kekhawatiran yang sama dengan yang tengah dirasakan Sarah, memilih merangkul istrinya agar kepanikan Sarah tak terlalu membahana. "Kita harus segera pergi, Sar. Leo mungkin berada dalam bahaya. Percaya lah, bagaimanapun caranya, aku akan menyelamatkan Leo dan enggak akan membiarkannya sesuatu yang buruk terjadi padanya. Kita harus mencari tahu apa yang sedang terjadi dan menyelamatkan Leo secepat mungkin."Sarah mengangguk, wajahnya pucat. Mereka berdua bergegas keluar dari rumah dan menuju ke lokasi yang disebutkan dalam pesan tersebut dengan hati yang dipenuhi kekhawatiran.Rasanya keduanya sudah tidak sabar ingin mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi pada Leo dan siapakah orang yang berani sekali melakukan penculikan pada anak lelaki Sarah tersebut.****“Untung saja, bocah
Sarah duduk gelisah di ruang tamu, matanya tak henti-hentinya memandangi jam di dinding. Sudah larut malam, tetapi tak seperti biasanya, kali ini Sarah sama sekali tak bisa tidur.Lagi pula bagaimana mungkin ia bisa tidur kalau malam kian larut, tetapi putranya belum kunjung pulang. Berkali-kali, Sarah menghubungi nomor Leo lewat panggilan ponsel, tetapi nomor Leo sama sekali tak bisa dihubungi.Seketika perasaan tak tenang dan gelisah mulai merayap ke dalam hati Sarah. Ia takut terjadi hal buruk pada putranya karena tiba-tiba perasaannya seperti merasa tidak enak.“Aku khawatir sekali pada Leo, Raf. Sekarang sudah jam 12 malam, tapi dia belum pulang dan ponselnya juga tidak bisa dihubungi. Padahal semenjak berbaikan dengan Leo waktu itu, dia sudah tidak pernah pulang malam dan mabuk-mabukan lagi,” ujar Sarah dengan nada cemas dan penuh kekhawatiran, sehingga memuat suaranya gemetar.Saking cemasnya, tak henti-hentinya Sarah terus menerus menatap layar ponselnya yang terus menunju