Setelah menimbang-nimbang dan tak bisa membiarkan dirinya terus dipenuhi kewas-wasan seperti ini, Sarah pun memilih untuk membuka blokir terhadap nomor Rafka di ponselnya. Rasanya sungguh tak nyaman membiarkan ketidak tenangan terus mengusik dan menguasai hatinya.Lebih baik Sarah temui saja biang yang menyebabkan timbulnya perasaan yang mengganggunya ini. Siapa tahu kalau menemui Rafka dan mencoba bicara baik-baik dengan anak muda itu untuk menyelesaikan hubungan mereka, Rafka akan mendengarkannya dan mau masuk kuliah lagi.“Ada yang ingin saya bicarakan padamu terkait masalah kita terakhir kali. Kalau berkenan, temui saya di restoran tempat kita bertemu terakhir kali.” Begitulah pesan yang Sarah kirimkan pesan kepada Rafka untuk mengajak pemuda itu bertemu.Sementara itu, Rafka selama tiga minggu ini hanya menghabiskan waktunya dengan rebahan dan main game saja di vila yang telah ia sewa. Pada Mama dan Papanya ia mengaku akan mencari tempat untuk KKN, tetapi yang sesungguhnya terja
“Tumben banget kamu mengajak aku ketemuan duluan, Sar? Jangan bilang kamu kangen sama aku?” tanya Rafka tak lupa menyertainya dengan kelakar yang penuh kepercayaan diri khas pemuda itu. Begitu sampai di restoran yang menjadi tempat pertemuannya dengan Sarah setelah 3 minggu tak bertemu, seuntai senyum pun tak bisa lepas dari bibir Rafka. Entah perasaannya saja atau bagaimana, tetapi mengapa ketika memandangi wajah Sarah mengapa iras wanita itu terlihat sangat cantik di matanya. Apa mungkin karena kerinduan yang membuncah dalam dadanya membuat Sarah terlihat jauh lebih menarik daripada sebelum-sebelumnya? Sementara itu, Sarah menggigit bibir bawahnya untuk menghalau gemuruh dari debaran jantungnya yang sudah berdendang tak karuan ketika netranya menangkap sosok Rafka yang baru saja menarik kursi untuk duduk di hadapannya. “Saya tidak akan berbasa-basi dan akan langsung berbicara ke intinya saja, Rafka. Apa sebenarnya alasanmu tidak menghadiri satu pun perkuliahan selama 3 minggu
Mendapati tangan Sarah yang memegangi jaketnya yang terbuka dengan begitu erat, Rafka membuka satu matanya. Saat tanpa sadar matanya menangkap netra Sarah yang terpejam dan tampak tak menolak ciumannya, Rafka tak dapat menahan bibirnya untuk tersenyum.Puas menyaksikan sendiri reaksi tubuh Sarah, Rafka pun menarik bibirnya yang sempat melumat bibir Sarah sebelum melepaskannya. Meski bibirnya tidak lagi bertengger di atas bibir Sarah, tetapi tangannya masih memegangi wajah Sarah.“Tanpa perlu jawaban dan pengakuan dari kamu, aku udah bisa menyimpulkan sendiri bagaimana perasaan kamu. Lewat reaksi tubuhmu waktu mendapatkan ciuman dari aku tadi, aku bisa tahu kalau kamu punya perasaan yang sama kayak aku, right?” lontar Rafka dengan bangga sambil mengelus pipi Sarah dengan ibu jarinya.Menyadari hilangnya sensasi basah dan lembab di bibirnya, Sarah pun langsung membuka matanya. Dengan wajah yang kian memerah, Sarah menarik tangannya yang sedari tadi tanpa sadar memegang erat jaket Rafka.
“Jangan lupa besok masuk kuliah, Rafka. Saya sudah bersedia untuk kembali melanjutkan hubungan denganmu, jadi jangan ingkari janjimu untuk berkuliah dan jangan pernah absen lagi hingga kamu lulus semester depan,” tandas Sarah setelah berhasil lolos dari jeratan dekap Rafka.“Tenang aja, Sar. Jangankan masuk kuliah lagi, kamu nyuruh aku masuk NASA pun bakal aku jabanin asal kita bisa balikan lagi,” gurau Rafka. “Tapi, aku beneran enggak boleh ke rumah kamu lagi mulai hari ini? Padahal aku udah kangen makan masakan kamu, Sar.”Setitik perasaan senang meman merambati sanubarinya, tetapi tetap saja bongkahan perasaan tak senang merasuki hatinya kala Sarah bilang untuk sementara waktu jangan datang ke rumah wanita itu.“Leo masih marah padamu, Raf. Saya hanya tidak ingin emosinya makin menggebu dan kemarahannya kian membesar kalau melihatmu datang ke rumah, apalagi kalau sampai dia tahu kalau kita kembali bersama.”“Waktu mendekatimu dulu, aku berhasil meluluhkan kerasnya hati Leo. Bagaima
Tiga bulan berlalu sejak Rafka kembali masuk kuliah dan kini pemuda itu tengah disibukkan dengan kegiatan KKN karena ia sudah memasuki semester 7. Meskipun, pikirannya tengah ruwet dengan aktivitas KKN, tetapi Rafka tetap senang karena dosen pembimbing lapangan KKNnya adalah Sarah. Memang ia tak bisa tiap hari ia bertemu dengan Sarah dan tak bisa setiap hari juga ia berbalas pesan ria dengan Sarah karena di desa tempatnya KKN sinyal internetnya terkadang sering mengalami masalah gangguan.Sarah juga hanya seminggu sekali datang kemari untuk melakukan monitoring dan memantau sejauh mana perkembangan programa kerja yang telah disusun oleh mahasiswanya selama melaksanakan KKN.“Karena kegiatan KKN yang dilakukan oleh mahasiswa dan mahasiswi sekalian akan segera usai, saya selaku Dosen Pembimbing Lapangan kalian berharap beberapa program kerja yang kalian lakukan segera di selesaikan dengan baik. Jangan lupa untuk mulai menyusun proposal hasil kegiatan KKN kalian selama 3 bulan ini.”Be
Usai menjalankan KKN dan menyelesaikan semester 7-nya dengan baik karena dorongan Sarah yang selalu memotivasinya agar memberikan performa yang lebih baik dari semester lalu.Indeks Prestasi Komulatifnya pun jelas lebih lebih menanjak daripada semester-semester sebelumnya. Rafka sedari awal memang berambisi untuk mengacau dengan membuat nilai IPKnya menjadi apa adanya, demi membalas orang tuanya yang hanya menjadikannya sebagai bidak untuk menunjukan prestasi keberhasilan mereka sebagai orang tua yang berhasil mendidik anak di hadapan banyak orang.Namun, semenjak mengenal Sarah dan menjalin hubungan dengan wanita itu, Sarah selalu saja bisa memacu dirinya untuk mendapatkan nilai yang bagus. Kali ini, Rafka memaksa pada Sarah untuk mengabulkan permintaannya jika IPKnya menanjak pesat. Karena Sarah menyetujuinya, maka Rafka begitu bersemangat untuk bisa memperoleh IPK tinggi.Dengan kecerdasan otaknya yang mumpuni, tentu saja Rafka tak perlu bersusah payah dan ia hanya perlu menambah
“Akhirnya kita lulus dan bisa ngerasain wisuda juga, Bro!” seru Kevin mengeluarkan suara 5 oktafnya yang cetar membahana setelah ia dan teman-temannya selesai mengikuti serangkaian acara wisuda yang diselenggarakan oleh kampus mereka.“Enggak usah teriak-teriak segala, Kevin buduk. Lagi banyak orang kayak gini, jangan bikin malu kita lo ogeb,” protes Tyo menjitak kepala Kevin sambil menggeram menahan jengah.“Ribut mulu lo berdua. Jadi foto enggak? Susah-susah kita kabur dari orang tua kita, masa cuma buat ribut doang,” gerutu Rafka memegangi kepalanya yang pusing mendengarkan keriwehan dua temannya.Tadinya, setelah wisuda ia ingin menyiapkan diri agar terlihat setampan mungkin saat bertemu dengan Sarah nanti sore. Sialnya, teman-temannya malah mengajaknya berfoto, padahal ia sudah susah payah kabur dari jangkau orang tuanya yang ingin memamerkan dirinya karena mendapatkan IPK yang cukup bagus untuk di banggakan.“Udah lulus juga masih galak kayak cewek PMS aja lo, Raf. Lagian lo ke
“Selamat untuk kelulusanmu dan wisudamu,” ucap Sarah sambil menyerahkan kotak merah yang ia bungkus dengan rapi kepada Rafka.Sesuai perkataan Sarah yang akan memberikan hadiah setelah selesai makan, Sarah pun benar-benar memenuhi janjinya itu dengan memanggil pelayan untuk membawakan hadiah yang sudah ia titipkan sedari kemarin.“Boleh dibuka sekarang?” tanya Rafka dengan tidak sebaran ketika kotak merah yang dibungkus rapi oleh Sarah itu telah berada di tangannya. Sarah tersenyum sambil mengangguk.” Tentu. Buka lah karena hadiah itu memang untukmu dan sekarang sudah menjadi milikmu.”Kalau saja di hadapannya tidak ada Sarah, sudah lah tentu, Rafka akan membuka pemungkus hadiahnya ini dengan brutal. Hanya saja karena ada Sarah, jadi ia pun terpaksa membuka bungkus hadiah di tangannya ini dengan pelan dan penuh kehati-hatian agar tetap terlihat rapi.Setelah bungkus yang menyelubungi kotak hadiah telah terbuka sepenuhnya, Rafka pun membuka kotak itu dan menemukan sebuah jersey olahr
Dua bulan berlalu sejak kasus penculikan yang dilakukan oleh Sonia dan Riko terhadap Leo. Kini, kedua orang tersebut telah menemui hasil persidangan yaitu mereka masing-masing dijatuhi hukuman 7 tahun penjara atas perbuatan yang mereka lakukan. Sekarang luka di punggung Dea sudah mengering dan ia pun sudah keluar dari rumah sakit. Tetapi, ia baru sanggup untuk menemui Mamanya di penjara setelah keluar jatuhnya masa hukuman untuk Mamanya. “Yakin enggak mau aku temenin sampai dalem?” tanya Leo yang hari ini mengantarkan kekasihnya ke tempat Mama Dea menjalani hukuman atas kasus penculikan terhadap dirinya. “Enggak usah, Kak. Aku bisa sendiri. Kakak tunggu di mobil aja,” tolak Dea karena ia ingin berbicara dari hati ke hati dengan Mamanya. Sebenarnya, Leo sudah menawark
“Makasih ya, Pa. Papa tetap sayang dan perhatian sama Dea, padahal Papa udah tahu kalau Dea bukan anak kandung Papa. Dea jadi merasa enggak pantes dapet semuanya dari Papa lagi karena ternyata Dea enggak punya hubungan darah apa pun sama Papa.” lirih Dea berlinangan air mata.Ervan, bersama dengan Sarah dan Rafka memang baru saja datang beberapa menit yang lalu. Tetapi, seolah mengerti kalau Ervan membutuhkan waktu untuk membahas sesuatu yang privasi dengan Dea; Sarah dan Rafka pun mengajak Leo ke kafetaria rumah sakit dan memberikan waktu bagi Ervan dan Dea untuk saling bicara berdua dari hati ke hati.“Papa tidak peduli dengan apa pun yang kemarin Papa dengar. Bagi Papa selamanya kamu adalah putri Papa. Tak peduli jika kamu dan Papa tidak mempunyai hubungan darah sekali pun. Tapi, kamu akan selalu menjadi putri kecil Papa yang berharga.&rdqu
“Ngapain sih lo pake nyelametin gue segala?! Kan jadi lo juga yang harus masuk rumah sakit kayak gini! Belum lagi lo pasti kesakitan karena dapet luka tusuk, ‘kan? Harusnya lo enggak perlu ngelindungin gue dan biarin gue aja yang menanggung semua kesakitan yang lo rasain sekarang!” Sudah sehari ini, Leo memang meminta pada Mama, Om Ervan, dan Bang Rafka untuk mengizinkannya menunggui Dea seorang diri di ruang rawat inap tempat Dea dirawat.Memang Dea baru saja sadar usai menjalankan operasi penjahitan dari luka tusuk yang didapatkannya. Oleh karena itu, usai Dea selesai dioperasi dan masih belum sadarkan diri, Leo sengaja meminta pada keluarganya untuk menjaga Dea seorang diri. Kebetulan luka-luka yang ia dapati karena insiden penculikan kemarin, telah selesai ditangani oleh tenaga medis di rumah sakit ini juga..Anggap lah ia melakukan ini sebagai ucapan terima kasih pada Dea karena telah menyelamatkannya. Toh, ia juga merasa bersalah karena demi melindungi dirinya, malah Dea yan
Hati Ervan terasa remuk dan langkahnya meremang saat perlahan mendekati Sonia. Ia merasa seperti terhempas ke dalam labirin kebohongan yang tak terbayangkan sebelumnya. Marah dan kecewa menyatu dalam dirinya, membuatnya ingin melampiaskan semua emosinya di depan wanita itu.Sebagai seorang ayah yang selama ini yakin bahwa Dea adalah anak kandungnya, perasaannya hancur berkeping-keping ketika ada orang lain yang mengakui Dea sebagai anaknya dan seolah mengungkap bahwa Dea sebenarnya bukanlah darah dagingnya."Sonia!" pekik Ervan, suaranya penuh dengan rasa pahit. "apa arti dari semua ini? Katakan kepadaku, mengapa lelaki itu menyebut Dea sebagai anaknya? Apakah aku yang salah dengar atau memang benar begitu adanya?"Sonia menoleh dengan wajah pucat. "Ervan, aku..."Sonia tak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia terlihat terpojok di bawah sorotan tajam Ervan. Ia menelan ludah, mencoba merangkai kata-kata yang tepat untuk memberikan penjelasan pada Ervan. Namun, sebelum Ia bisa menjawab, k
“Akhirnya kamu bertanya juga apa yang aku mau. Baiklah, aku akan mengatakannya langsung kalau yang kuinginkan agar bisa kubebaskan anak ini yaitu Ervan harus menyerahkan 80% harta dan aset yang kamu miliki kepadaku untuk menjamin masa depan Dea. Sedang kamu Rafka, harus memberikan 50% harta dan aset mu kepadaku kalau ingin anak ini kubebaskan tanpa luka yang lebih parah dari yang didapatkan saat ini.”“Kalau cuma harta, ambil lah sebanyak yang kamu mau, Son. Tapi, apakah kamu meragukan bahwa aku sebagai ayahnya tidak bisa menjamin kehidupan Dea selamanya? Sampai-sampai kamu harus memintaku menyerahkan hartamu untuk menjamin masa depannya?” tukas Ervan dengan tatapan terluka sekaligus ada perasaan kesal dalam hatinya.Sonia tersenyum masam. “Aku percaya padamu sebelum kutahu adanya anak harammu dengan Sarah. Tapi setelah itu, aku tak bisa percaya padamu lagi karena aku takut kamu tidak akan bisa dengan adil membagi harta warisanmu kepada Dea dan anak haram itu! Bagaimana pun anak haram
Setelah menaiki tangga berliku-liku; akhirnya Sarah, Rafka, dan Ervan berhasil menemukan Leo di lantai paling atas atau bagian atap. Namun, pemandangan yang mereka temui mampu menyayat hati dan membuat mereka bertiga tertegun bukan main.Leo terikat erat dan mulutnya ditutupi rapat oleh selembar solasi tebal, sehingga Leo hanya bisa memekik tertahan di balik mulut yang disumpal itu. Di samping Leo, mereka melihat Sonia yang berdiri dengan angkuh, dan di sebelahnya ada Riko, yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.Sekalipun Ervan kini adalah suami Sonia, tetapi bukan berarti ia sudah tahu kalau Riko adalah pacar Sonia dulu.Semantar itu, Mendapati orang-orang yang ia benci sudah ada di hadapannya, langsung saja Sonia menyuruh Riko untuk melancarkan tinjuan bertubi-tubi di wajah Leo yang telah sadar dari pingsannya.Wajah Leo yang tak tertutup lakban, terlihat mengkerut seolah Leo sedang berusaha keras untuk menahan rasa sakit dari tonjokkan tanpa henti yang sedang dilayangkan ke w
Usai menempuh perjalanan sekitar 1 jam lebih, akhirnya Sarah dan Rafka tiba di gedung kosong di jalan Raya Delima No. 25 dengan hati yang berdebar-debar dan penuh kekhawatiran.Namun saat Sarah dan Rafka baru saja tiba di depan gedung kosong itu, mereka melihat Ervan sudah lebih dulu berada di sana.Sarah dan Rafka berdiri di depan gedung kosong, gelisah menyelinap di benak mereka seiring dengan kehadiran Ervan. Rafka, yang masih membawa rasa kekesalan terhadap Ervan atas peristiwa masa lalu, menduga-duga dalam hati.Rafka berspekulasi bahwa Ervan mungkin saja terlibat dalam penculikan Leo, mengingat keterlibatannya dalam peristiwa tragis yang menimpa Sarah dahulu. Tanpa memberi kesempatan pada Ervan untuk memberi jawaban dan menjelaskan alasan kehadirannya di sini, Rafka menghentakkan tinjunya dengan keras ke arah wajah Ervan, dengan maksud ingin melepaskan kekesalannya. "Kenapa lo bisa ada di sini? Apa yang lagi lo lakuin, Bang?Jangan-jangan lo juga terlibat di balik penculikan Le
Sarah menggigit bibirnya dengan keras, matanya berkaca-kaca. “Ini apa maksudnya, Raf? Apa yang harus kita lakukan sekarang? Aku benar-benar takut kalau Leo sampai kenapa-napa!”Rafka yang juga merasakan kekhawatiran yang sama dengan yang tengah dirasakan Sarah, memilih merangkul istrinya agar kepanikan Sarah tak terlalu membahana. "Kita harus segera pergi, Sar. Leo mungkin berada dalam bahaya. Percaya lah, bagaimanapun caranya, aku akan menyelamatkan Leo dan enggak akan membiarkannya sesuatu yang buruk terjadi padanya. Kita harus mencari tahu apa yang sedang terjadi dan menyelamatkan Leo secepat mungkin."Sarah mengangguk, wajahnya pucat. Mereka berdua bergegas keluar dari rumah dan menuju ke lokasi yang disebutkan dalam pesan tersebut dengan hati yang dipenuhi kekhawatiran.Rasanya keduanya sudah tidak sabar ingin mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi pada Leo dan siapakah orang yang berani sekali melakukan penculikan pada anak lelaki Sarah tersebut.****“Untung saja, bocah
Sarah duduk gelisah di ruang tamu, matanya tak henti-hentinya memandangi jam di dinding. Sudah larut malam, tetapi tak seperti biasanya, kali ini Sarah sama sekali tak bisa tidur.Lagi pula bagaimana mungkin ia bisa tidur kalau malam kian larut, tetapi putranya belum kunjung pulang. Berkali-kali, Sarah menghubungi nomor Leo lewat panggilan ponsel, tetapi nomor Leo sama sekali tak bisa dihubungi.Seketika perasaan tak tenang dan gelisah mulai merayap ke dalam hati Sarah. Ia takut terjadi hal buruk pada putranya karena tiba-tiba perasaannya seperti merasa tidak enak.“Aku khawatir sekali pada Leo, Raf. Sekarang sudah jam 12 malam, tapi dia belum pulang dan ponselnya juga tidak bisa dihubungi. Padahal semenjak berbaikan dengan Leo waktu itu, dia sudah tidak pernah pulang malam dan mabuk-mabukan lagi,” ujar Sarah dengan nada cemas dan penuh kekhawatiran, sehingga memuat suaranya gemetar.Saking cemasnya, tak henti-hentinya Sarah terus menerus menatap layar ponselnya yang terus menunju