“Akhirnya kita lulus dan bisa ngerasain wisuda juga, Bro!” seru Kevin mengeluarkan suara 5 oktafnya yang cetar membahana setelah ia dan teman-temannya selesai mengikuti serangkaian acara wisuda yang diselenggarakan oleh kampus mereka.“Enggak usah teriak-teriak segala, Kevin buduk. Lagi banyak orang kayak gini, jangan bikin malu kita lo ogeb,” protes Tyo menjitak kepala Kevin sambil menggeram menahan jengah.“Ribut mulu lo berdua. Jadi foto enggak? Susah-susah kita kabur dari orang tua kita, masa cuma buat ribut doang,” gerutu Rafka memegangi kepalanya yang pusing mendengarkan keriwehan dua temannya.Tadinya, setelah wisuda ia ingin menyiapkan diri agar terlihat setampan mungkin saat bertemu dengan Sarah nanti sore. Sialnya, teman-temannya malah mengajaknya berfoto, padahal ia sudah susah payah kabur dari jangkau orang tuanya yang ingin memamerkan dirinya karena mendapatkan IPK yang cukup bagus untuk di banggakan.“Udah lulus juga masih galak kayak cewek PMS aja lo, Raf. Lagian lo ke
“Selamat untuk kelulusanmu dan wisudamu,” ucap Sarah sambil menyerahkan kotak merah yang ia bungkus dengan rapi kepada Rafka.Sesuai perkataan Sarah yang akan memberikan hadiah setelah selesai makan, Sarah pun benar-benar memenuhi janjinya itu dengan memanggil pelayan untuk membawakan hadiah yang sudah ia titipkan sedari kemarin.“Boleh dibuka sekarang?” tanya Rafka dengan tidak sebaran ketika kotak merah yang dibungkus rapi oleh Sarah itu telah berada di tangannya. Sarah tersenyum sambil mengangguk.” Tentu. Buka lah karena hadiah itu memang untukmu dan sekarang sudah menjadi milikmu.”Kalau saja di hadapannya tidak ada Sarah, sudah lah tentu, Rafka akan membuka pemungkus hadiahnya ini dengan brutal. Hanya saja karena ada Sarah, jadi ia pun terpaksa membuka bungkus hadiah di tangannya ini dengan pelan dan penuh kehati-hatian agar tetap terlihat rapi.Setelah bungkus yang menyelubungi kotak hadiah telah terbuka sepenuhnya, Rafka pun membuka kotak itu dan menemukan sebuah jersey olahr
“Selamat sore, Ibu dosen. Izinkan pengawal tampan ia untuk mengantarkan Anda pulang,” ucap Rafka langsung menuntun Sarah masuk ke dalam mobilnya.“Sudah tiga hari ini kamu mengantarkanku pulang terus, Raf. Memangnya pekerjaanmu tidak terganggu kalau kamu terus-menerus mengantarku pulang seperti ini?” tanya Sarah mengerutkan dahinya seolah ia benar-benar mencemaskan pekerjaan pemuda itu.Penantian Rafka yang menunggu Sarah mau beraku-kamu dengannya pun berhasil juga. Meskipun butuh waktu dua tahun untuk membuat wanita itu menghilangkan kata ganti saya ketika berbicara berdua saja dengannya.“Bosen di kantor terus, Sar. Kepala aku kayak mau meledak kalau kelamaan di depan laptop. Makanya aku butuh buat melihat kamu supaya sumpek yang aku rasain bisa hilang,” jawab Rafka dengan gaya santainya yang tak hilang meski kini sudah berusia 24 tahun.Dua tahun memang sudah berlalu semenjak Rafka resmi lulus dan menjalani wisuda. Kini lelaki muda itu telah bekerja di perusahaan Papanya sebagai Ch
“Woi, bocah! gue anterin nyokap lo pulang dengan selamat tanpa kekurangan satu apa pun,” teriak Rafak ketika sampai mengantarkan Sarah sampai dalam rumahnya.Dua tahun berlalu, begitu pula kemarahan Leo kepada Rafka pun sudah menguar seperti api yang kobaran dan asapnya telah hilang. Mulanya memang sulit untuk membuat Leo mau berhenti kesal padanya. Tetapi dengan berbagai pembuktian bahwa ia tidak pernah mempermainkan Sarah dan malah memperlakukan Sarah dengan baik, akhirnya ia bisa mencabut akar ke gondokan Leo padanya.Alasan Leo lambat laun kemarahan Leo pada Rafka mereda tentu saja karena Mamanya. Awalnya, ia tak menyangka kalau Mamanya itu masih sudi menjalin hubungan dengan lelaki yang sudah jelas-jelas mempermainkannya.Namun, saat ia tahu kalau Mamanya dan Rafka kembali bersama dan Rafka juga terlihat begitu menunjukan perhatiaan yang tampak tulus pada Mamanya, tak pelak dinding kemarahannya perlahan roboh.Apalagi, wajah Mamaya jauh lebih berseri dan terasa lebih hidup ketik
“Cantik banget kamu malam ini!” puji Rafka tak bohong ketika ia menjemput Sarah malam ini dan melihat wanita itu mengenakan gaun marun menutupi lutut. Area bahunya terbuka, tetapi untung saja terdapat lengan gaun yang mampu menutupi bagian lengan atas dan juga area dada Sarah, sehingga tetap terlihat sopan dan anggun. “Artinya hanya malam ini saja aku terlihat cantik dimatamu, Raf? Biasanya aku biasa saja begitu?” tanya Sarah dengan bibir yang dibuat mengerucut seperti mengundang ingin dicium saja.Meski memasang wajah seperti orang sebal, tetapi ucapan Sarah tentunya hanya gurauan semata. Mungkin selama 2 tahun lebih menjalin cinta, ia mulai tertular virus Rafka yang suka menggoda dan bergurau.“Ya, cantik juga, Sar. Di mata aku mau bentukan kamu kaya gimana juga, tetap aja cantik menurutku. Mau dandan enggak dandan, mau pakai atau enggak pakai baju, kamu always cantik in my eyes, Sar.”Lagi-lagi bukannya memberikan kata-kata yang benar, lelaki muda itu malah mengeluarkan kata-kata
“Dengar, Sar. Aku membawa kamu kesini bukan untuk meminta mereka menerimamu atau memohon pada mereka merestui kita. Aku hanya ingin menunjukan pada mereka kalau kamu lah wanita yang aku cintai. Jadi, tanpa atau dengan persetujuan mereka, enggak akan mengubah apa pun tentang hubungan kita.”Diturunkan tangannya dari wajah Sarah setelah ia menyeka air mata yang menetes membasahi pipi wanita itu. Tangannya beralih menggenggam tangan Sarah dengan begitu erat dan hangat.Hangatnya sentuhan tangan Rafka berbaur dengan batapa penuh keyakinannya kalimat demi kalimat yang ditegaskan olehnya, tanpa sadar mampu menembus relung hatinya. Keraguannya perlahan terasa mulai menghilang dan jiwanya pun jauh lebih tenang.“Maafkan kegelisahanku yang menyusahkanmu tadi, Raf. Tak seharusnya aku bersikap begitu saat kam
“Mengapa lama sekali kamu datang, Rafka? Mama sampai pegal duduk menunggumu!” omel Maya begitu melihat putranya muncul di hadapannya. “Jalanya agak macet, makanya telat, Ma. Sudah lah yang penting kan sekarang Rafka sudah nyampe,” sahut Rafka dengan santainya menarik kursi lalu duduk di seberang Mama dan Papanya. “Mana gadis yang ingin kamu kenalkan pada kami, Raf? Bukan kah kamu meminta kami kemarin untuk memperkenalkan kekasihmu? Lantas mengapa kamu datang seorang diri?” Rentetan pertanyaan interogasi khas Papanya langsung mengambang ke permukaan saat menyaksikan Rafka hanya datang seorang diri, tanpa ada siapapun di samping yang menemani. Jangan bilang kalau anaknya ini hanya ingin mengerjai dirinya? Kalau sampai benar awas saja tak akan ia biarkan putranya itu bisa pulang dengan tenang? “Tenang, Pa. Kali ini aku enggak nge-prank,” ujar Rafka tersenyum miring. “Dia lagi ke toilet. Mungkin deg-degan karena bakal ketemu camer yang menakutkan kayak macan.” Dari sorot mata Papany
“Sa–sarah,” kata Maya dengan terbata-bata.Mata Maya membelalak dan ia sama sekali tak bisa menutupi efek kejut yang menyerangnya tiba-tiba. Sungguh, Maya mengenali betul siapa wanita yang duduk di samping anak bungsunya saat ini, tatkala wanita itu akhirnya tak lagi menunduk.Belasan tahun yang lalu, Maya pernah bertemu dengan Sarah karena Sarah merupakan salah satu teman sekolah anak sulungnya. Peringkatanya pun selalu adu balap dengan anak pertamanya, sehingga Maya bisa hafal dan kenal dengan setiap anak pintar yang berkawan baik dengan anaknya itu.Meski anak sulungnya tak pernah membawa Sarah ke rumah, tetapi beberapa kali ia sering memergoki Sarah dan anak pertamanya sering belajar bersama, sewaktu ia menghadiri rapat komite sebagai ketua komite.“T-tante Maya.” Sarah tak kalah kaget sampai tanpa sadar alisnya menyatu dan matanya membola.Sarah seperti tak bisa mempercayai matanya sendiri karena melihat orang tua kekasihnya sewaktu SMA dulu, duduk di seberangnya. Kala itu, Sa
Dua bulan berlalu sejak kasus penculikan yang dilakukan oleh Sonia dan Riko terhadap Leo. Kini, kedua orang tersebut telah menemui hasil persidangan yaitu mereka masing-masing dijatuhi hukuman 7 tahun penjara atas perbuatan yang mereka lakukan. Sekarang luka di punggung Dea sudah mengering dan ia pun sudah keluar dari rumah sakit. Tetapi, ia baru sanggup untuk menemui Mamanya di penjara setelah keluar jatuhnya masa hukuman untuk Mamanya. “Yakin enggak mau aku temenin sampai dalem?” tanya Leo yang hari ini mengantarkan kekasihnya ke tempat Mama Dea menjalani hukuman atas kasus penculikan terhadap dirinya. “Enggak usah, Kak. Aku bisa sendiri. Kakak tunggu di mobil aja,” tolak Dea karena ia ingin berbicara dari hati ke hati dengan Mamanya. Sebenarnya, Leo sudah menawark
“Makasih ya, Pa. Papa tetap sayang dan perhatian sama Dea, padahal Papa udah tahu kalau Dea bukan anak kandung Papa. Dea jadi merasa enggak pantes dapet semuanya dari Papa lagi karena ternyata Dea enggak punya hubungan darah apa pun sama Papa.” lirih Dea berlinangan air mata.Ervan, bersama dengan Sarah dan Rafka memang baru saja datang beberapa menit yang lalu. Tetapi, seolah mengerti kalau Ervan membutuhkan waktu untuk membahas sesuatu yang privasi dengan Dea; Sarah dan Rafka pun mengajak Leo ke kafetaria rumah sakit dan memberikan waktu bagi Ervan dan Dea untuk saling bicara berdua dari hati ke hati.“Papa tidak peduli dengan apa pun yang kemarin Papa dengar. Bagi Papa selamanya kamu adalah putri Papa. Tak peduli jika kamu dan Papa tidak mempunyai hubungan darah sekali pun. Tapi, kamu akan selalu menjadi putri kecil Papa yang berharga.&rdqu
“Ngapain sih lo pake nyelametin gue segala?! Kan jadi lo juga yang harus masuk rumah sakit kayak gini! Belum lagi lo pasti kesakitan karena dapet luka tusuk, ‘kan? Harusnya lo enggak perlu ngelindungin gue dan biarin gue aja yang menanggung semua kesakitan yang lo rasain sekarang!” Sudah sehari ini, Leo memang meminta pada Mama, Om Ervan, dan Bang Rafka untuk mengizinkannya menunggui Dea seorang diri di ruang rawat inap tempat Dea dirawat.Memang Dea baru saja sadar usai menjalankan operasi penjahitan dari luka tusuk yang didapatkannya. Oleh karena itu, usai Dea selesai dioperasi dan masih belum sadarkan diri, Leo sengaja meminta pada keluarganya untuk menjaga Dea seorang diri. Kebetulan luka-luka yang ia dapati karena insiden penculikan kemarin, telah selesai ditangani oleh tenaga medis di rumah sakit ini juga..Anggap lah ia melakukan ini sebagai ucapan terima kasih pada Dea karena telah menyelamatkannya. Toh, ia juga merasa bersalah karena demi melindungi dirinya, malah Dea yan
Hati Ervan terasa remuk dan langkahnya meremang saat perlahan mendekati Sonia. Ia merasa seperti terhempas ke dalam labirin kebohongan yang tak terbayangkan sebelumnya. Marah dan kecewa menyatu dalam dirinya, membuatnya ingin melampiaskan semua emosinya di depan wanita itu.Sebagai seorang ayah yang selama ini yakin bahwa Dea adalah anak kandungnya, perasaannya hancur berkeping-keping ketika ada orang lain yang mengakui Dea sebagai anaknya dan seolah mengungkap bahwa Dea sebenarnya bukanlah darah dagingnya."Sonia!" pekik Ervan, suaranya penuh dengan rasa pahit. "apa arti dari semua ini? Katakan kepadaku, mengapa lelaki itu menyebut Dea sebagai anaknya? Apakah aku yang salah dengar atau memang benar begitu adanya?"Sonia menoleh dengan wajah pucat. "Ervan, aku..."Sonia tak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia terlihat terpojok di bawah sorotan tajam Ervan. Ia menelan ludah, mencoba merangkai kata-kata yang tepat untuk memberikan penjelasan pada Ervan. Namun, sebelum Ia bisa menjawab, k
“Akhirnya kamu bertanya juga apa yang aku mau. Baiklah, aku akan mengatakannya langsung kalau yang kuinginkan agar bisa kubebaskan anak ini yaitu Ervan harus menyerahkan 80% harta dan aset yang kamu miliki kepadaku untuk menjamin masa depan Dea. Sedang kamu Rafka, harus memberikan 50% harta dan aset mu kepadaku kalau ingin anak ini kubebaskan tanpa luka yang lebih parah dari yang didapatkan saat ini.”“Kalau cuma harta, ambil lah sebanyak yang kamu mau, Son. Tapi, apakah kamu meragukan bahwa aku sebagai ayahnya tidak bisa menjamin kehidupan Dea selamanya? Sampai-sampai kamu harus memintaku menyerahkan hartamu untuk menjamin masa depannya?” tukas Ervan dengan tatapan terluka sekaligus ada perasaan kesal dalam hatinya.Sonia tersenyum masam. “Aku percaya padamu sebelum kutahu adanya anak harammu dengan Sarah. Tapi setelah itu, aku tak bisa percaya padamu lagi karena aku takut kamu tidak akan bisa dengan adil membagi harta warisanmu kepada Dea dan anak haram itu! Bagaimana pun anak haram
Setelah menaiki tangga berliku-liku; akhirnya Sarah, Rafka, dan Ervan berhasil menemukan Leo di lantai paling atas atau bagian atap. Namun, pemandangan yang mereka temui mampu menyayat hati dan membuat mereka bertiga tertegun bukan main.Leo terikat erat dan mulutnya ditutupi rapat oleh selembar solasi tebal, sehingga Leo hanya bisa memekik tertahan di balik mulut yang disumpal itu. Di samping Leo, mereka melihat Sonia yang berdiri dengan angkuh, dan di sebelahnya ada Riko, yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.Sekalipun Ervan kini adalah suami Sonia, tetapi bukan berarti ia sudah tahu kalau Riko adalah pacar Sonia dulu.Semantar itu, Mendapati orang-orang yang ia benci sudah ada di hadapannya, langsung saja Sonia menyuruh Riko untuk melancarkan tinjuan bertubi-tubi di wajah Leo yang telah sadar dari pingsannya.Wajah Leo yang tak tertutup lakban, terlihat mengkerut seolah Leo sedang berusaha keras untuk menahan rasa sakit dari tonjokkan tanpa henti yang sedang dilayangkan ke w
Usai menempuh perjalanan sekitar 1 jam lebih, akhirnya Sarah dan Rafka tiba di gedung kosong di jalan Raya Delima No. 25 dengan hati yang berdebar-debar dan penuh kekhawatiran.Namun saat Sarah dan Rafka baru saja tiba di depan gedung kosong itu, mereka melihat Ervan sudah lebih dulu berada di sana.Sarah dan Rafka berdiri di depan gedung kosong, gelisah menyelinap di benak mereka seiring dengan kehadiran Ervan. Rafka, yang masih membawa rasa kekesalan terhadap Ervan atas peristiwa masa lalu, menduga-duga dalam hati.Rafka berspekulasi bahwa Ervan mungkin saja terlibat dalam penculikan Leo, mengingat keterlibatannya dalam peristiwa tragis yang menimpa Sarah dahulu. Tanpa memberi kesempatan pada Ervan untuk memberi jawaban dan menjelaskan alasan kehadirannya di sini, Rafka menghentakkan tinjunya dengan keras ke arah wajah Ervan, dengan maksud ingin melepaskan kekesalannya. "Kenapa lo bisa ada di sini? Apa yang lagi lo lakuin, Bang?Jangan-jangan lo juga terlibat di balik penculikan Le
Sarah menggigit bibirnya dengan keras, matanya berkaca-kaca. “Ini apa maksudnya, Raf? Apa yang harus kita lakukan sekarang? Aku benar-benar takut kalau Leo sampai kenapa-napa!”Rafka yang juga merasakan kekhawatiran yang sama dengan yang tengah dirasakan Sarah, memilih merangkul istrinya agar kepanikan Sarah tak terlalu membahana. "Kita harus segera pergi, Sar. Leo mungkin berada dalam bahaya. Percaya lah, bagaimanapun caranya, aku akan menyelamatkan Leo dan enggak akan membiarkannya sesuatu yang buruk terjadi padanya. Kita harus mencari tahu apa yang sedang terjadi dan menyelamatkan Leo secepat mungkin."Sarah mengangguk, wajahnya pucat. Mereka berdua bergegas keluar dari rumah dan menuju ke lokasi yang disebutkan dalam pesan tersebut dengan hati yang dipenuhi kekhawatiran.Rasanya keduanya sudah tidak sabar ingin mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi pada Leo dan siapakah orang yang berani sekali melakukan penculikan pada anak lelaki Sarah tersebut.****“Untung saja, bocah
Sarah duduk gelisah di ruang tamu, matanya tak henti-hentinya memandangi jam di dinding. Sudah larut malam, tetapi tak seperti biasanya, kali ini Sarah sama sekali tak bisa tidur.Lagi pula bagaimana mungkin ia bisa tidur kalau malam kian larut, tetapi putranya belum kunjung pulang. Berkali-kali, Sarah menghubungi nomor Leo lewat panggilan ponsel, tetapi nomor Leo sama sekali tak bisa dihubungi.Seketika perasaan tak tenang dan gelisah mulai merayap ke dalam hati Sarah. Ia takut terjadi hal buruk pada putranya karena tiba-tiba perasaannya seperti merasa tidak enak.“Aku khawatir sekali pada Leo, Raf. Sekarang sudah jam 12 malam, tapi dia belum pulang dan ponselnya juga tidak bisa dihubungi. Padahal semenjak berbaikan dengan Leo waktu itu, dia sudah tidak pernah pulang malam dan mabuk-mabukan lagi,” ujar Sarah dengan nada cemas dan penuh kekhawatiran, sehingga memuat suaranya gemetar.Saking cemasnya, tak henti-hentinya Sarah terus menerus menatap layar ponselnya yang terus menunju