“Sa–sarah,” kata Maya dengan terbata-bata.Mata Maya membelalak dan ia sama sekali tak bisa menutupi efek kejut yang menyerangnya tiba-tiba. Sungguh, Maya mengenali betul siapa wanita yang duduk di samping anak bungsunya saat ini, tatkala wanita itu akhirnya tak lagi menunduk.Belasan tahun yang lalu, Maya pernah bertemu dengan Sarah karena Sarah merupakan salah satu teman sekolah anak sulungnya. Peringkatanya pun selalu adu balap dengan anak pertamanya, sehingga Maya bisa hafal dan kenal dengan setiap anak pintar yang berkawan baik dengan anaknya itu.Meski anak sulungnya tak pernah membawa Sarah ke rumah, tetapi beberapa kali ia sering memergoki Sarah dan anak pertamanya sering belajar bersama, sewaktu ia menghadiri rapat komite sebagai ketua komite.“T-tante Maya.” Sarah tak kalah kaget sampai tanpa sadar alisnya menyatu dan matanya membola.Sarah seperti tak bisa mempercayai matanya sendiri karena melihat orang tua kekasihnya sewaktu SMA dulu, duduk di seberangnya. Kala itu, Sa
Awalnya Sarah memang terkejut saat tahu ternyata Rafka adalah adik Ervan. Saat mengetahui kenyataan itu, rasanya Sarah ingin langsung mengakhiri hubungannya dengan Rafka.Namun, melihat betapa gigihnya Rafka membela dirinya di hadapan Mama dan Papanya, ia sampai terharu dan membatalkan niatnya itu.Sepertinya Rafka tidak tahu kalau dulu ia pernah berpacaran dengan Kakaknya, jadi tak adil jika Sarah ingin memutuskan Rafka begitu saja, tanpa ada kesalahan apa pun yang diperbuat oleh pemuda itu.“Maaf, kalau saya lancang. Mungkin di mata masyarakat kita secara umum, menjalin hubungan dengan pria yang lebih muda, bukan lah suatu hal yang baik untuk dilakukan. Tetapi, kalau menyangkut masalah hati dan cinta, saya rasa jatuh cinta pada siapa pun itu tidak salah, selama saya dan Rafka masih sama-sama belum ada yang punya.”Tiba-tiba dengusan sinis bercampur senyum miring terpampang dari mulut Papa Rafka. Satrio menatap sengit ke arah Sarah. Air matanya begitu masygul dan keruh seolah memanda
“Mau kemana kamu, Rafka?! Ikut pulang dan jangan kamu kejar wanita itu atau Papa akan menurunkan jabatanmu!” ancam Satrio saat melihat Rafka akan beranjak mengejar Sarah.“Aku enggak peduli sama jabatan, Pa! Ancaman Papa enggak berpengaruh karena Papa pikir siapa lagi anak Papa yang bisa melanjutkan perusahaan selain aku!” elak Rafka dengan bibirnya yang menyeringai.Baru lah setelah puas menyaksikan betapa kesalnya wajah sang Papa, karena memang yang diucapkan olehnya benar adanya, Rafka buru-buru meninggalkan restoran untuk mengejar Sarah yang sudah terlebih dahulu keluar.Rafka terus berlari tanpa memperdulikan kakinya pegal atau lecet yang penting ia ingin bisa menyusul Sarah. Harapannya, semoga saja Sarah belum menaiki taksi. Syukurlah ternyata harapannya terkabul karena begitu keluar dari gedung, ia masih melihat Sarah yang termenung di bangku taman depan restoran. Meski tahu Sarah ada di sana, tetapi Rafka tak langsung menghampirinya. Dibelokkan kakinya menuju mesin penjual o
“Will you marry me, Sarah?” Sarah tak mampu menyembunyikan Rafka menyatakan lamaran padanya. Jelas-jelas 1 bulan yang lalu orang tuanya menegaskan ketidaksetujuannya terhadap Sarah.Menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih saja sudah tidak direstui, sekarang pemuda di hadapannya ini malah nekat melamar dirinya. Sebenarnya apa yang ada dipikiran Rafka sampai terpikirkan melamarnya seperti ini? Memang mereka sudah memadu kasih lebih dari 2 tahun, tetapi Sarah merasa Rafka masih terlalu muda untuk terikat pernikahan dengannya.“Kamu serius melamarku, Raf?” tanya Sarah seolah ingin memvalidasi kesungguhan Rafka.Wajar saja, Sarah tak sepenuhnya percaya Rafka benar-benar melamarnya. Terkadang lelaki muda itu suka sekali bergurau dengan mimik wajah yang serius.“Off course i’m serious. Duarius malah kalau kamu tetap enggak percaya,” jawab Rafka dengan tegas.Posisinya masih berlutut sambil memegangi kotak cincin yang telah ia buka tepat di hadapan Sarah. “Tapi, apa yang membuatmu tib
“Maaf, tapi aku tetap tidak bisa menerima lamaranmu untuk saat ini, Raf,” ungkap Sarah seiring pelukannya yang memudar dari tubuh Rafka.Kening Rafka berkerut mendapati jawaban Sarah yang menolak lamarannya. Bukan kah sebelumnya wanita itu mengaku mencintainya juga. Tetapi, mengapa Sarah malah tak menerima lamaran darinya? Sebenarnya apa yang salah dan apa yang belum menyakinakan dari dirinya, sehingga Sarah belum mau menyambut lamarannya? Kurang tampan dan humoris sepertinya tidak. Kurang kaya dan baik juga tidak mungkin. Satu-satunya yang memungkinkan yaitu ia kurang dewasa di mata Sarah.“Kamu bilang cinta juga sama aku. Kenapa malah menolak lamaranku? Apa masih karena masalah restu dari bokap nyokap?” cecar Rafka menyapu wajahnya dengan perasaan yang berkecamuk tak karuan.Baru saja ia merasa jauh lebih tenang karena pelukan spontan yang Sarah berikan, kini mengapa wanita itu harus mengaduk-aduk lagi perasaannya menjadi penuh gelebah.Sarah mengangguk sambil memberikan jawaban,
Sarah menggeleng-gelengkan kepala karena menyadari betapa seperti kancil tingkah kekasihnya ini. Memang benar-benar cerdik dan tak mau rugi. Ada saja tingkahnya yang mencari kesempatan dalam kesempitan.“Aku setuju saja dengan syaratmu, Raf. Toh, kamu juga telah menyetujui memenuhi syarat dariku,” ujar Sarah. Tapi, Bisa kah wanita berumur sepertiku mengalahkan dara muda cantik yang dijodohkan denganmu?” Tampaknya Sarah insecure sekali kalau harus bersaing dengan darah muda karena pasti dari gaya penampilannya saja sudah jauh berbeda. Bagaimanapun ia telah menjelma menjadi wanita dewasa dengan penampilan yang tak lagi semodis gadis masa kini. Bisakan Sarah membuat batalnya perjodohan antara Rafka dengan gadis pilihan orang tuanya itu?Dengan gemas Rafka menarik pipi Sarah. “Kamu lebih cantik dan dewasa daripada gadis itu, Sar. Jadi, enggak perlu khawatir kalah saing. Dari segi manapun tetap kamu yang bakal menang di hati aku. Lagian kamu cukup ikutin rencanaku saja.”Tak terima pipin
Setiap minggu selama sebulan ini rutin datang ke kediaman Rafka. Respons orang tua Rafka tentu masih sama saja. Malah tampaknya semakin mangkel karena sang putra terus mengundang Sarah tiap minggunya ke rumah mereka.“Kita tidak bisa membiarkan ini terus, Mas. Mama tidak tahan Rafka terus membawanya ke rumah kita di hari libur dan memamerkan kemesraan dengan wanita itu!” Maya terus saja merepet sepanjang hari ini di dalam ruang kerja suaminya karena ia tak ingin menyaksikan anak bungsunya terus berhubungan dengan wanita yang lebih tua seperti Sarah.Satrio memijat keningnya karena suara istrinya yang bak burung beo mampu menambahkan kadar sakit kepalanya. Padahal kepalanya sendiri saja sudah cukup nyut-nyutan memikirkan urusan pekerjaan. Lalu ditambah pula dengan ulah putra bungsunya yang bisa-bisanya menjalin cinta dengan wanita lebih tua dan punya masa lalu yang hina dina.“Memang anakmu itu semakin lama susah diatur, Ma. Kepalaku mumet karena kelakuannya. Sudah lah kita majukan s
“Hallo, Sar.”Buru-buru Rafka menghubungi Sarah melalui sambungan teleponnya setelah bodyguard yang mengurungnya telah keluar dari kamarnya. “Ada apa, Raf?” tanya Sarah dengan nada khawatir karena suara Rafka terdengar terengap-engap dari seberang sana. “Besok malam please kamu datang ke hotel Citraland. Aku enggak bisa cerita banyak sekarang, tapi satu hal yang harus kamu tahu, aku dipaksa buat tunangan besok.”“Secepat ini? Tapi kenapa kamu baru mengatakannya sekarang, Raf? Aku kan perlu persiapan untuk datang ke sana. Tidak bisa tiba-tiba seperti ini.”“Sorry, aku juga baru tahu hari ini, Sar. Rasanya aku mau ketemu sama kamu langsung buat jelasin semuanya, tapi sayang aku dikurung kaya rapunzel versi cowok. Pokoknya kamu harus dateng karena cuma dengan kehadiran kamu aku bisa batalin pertunangan besok.”Mendapati nada permohonan yang begitu kental dari suara Rafka, Sarah tak kuasa menolak permintaan Rafka. “Aku akan datang besok. Tapi kalau sampai pertunanganmu batal, apa tida
Dua bulan berlalu sejak kasus penculikan yang dilakukan oleh Sonia dan Riko terhadap Leo. Kini, kedua orang tersebut telah menemui hasil persidangan yaitu mereka masing-masing dijatuhi hukuman 7 tahun penjara atas perbuatan yang mereka lakukan. Sekarang luka di punggung Dea sudah mengering dan ia pun sudah keluar dari rumah sakit. Tetapi, ia baru sanggup untuk menemui Mamanya di penjara setelah keluar jatuhnya masa hukuman untuk Mamanya. “Yakin enggak mau aku temenin sampai dalem?” tanya Leo yang hari ini mengantarkan kekasihnya ke tempat Mama Dea menjalani hukuman atas kasus penculikan terhadap dirinya. “Enggak usah, Kak. Aku bisa sendiri. Kakak tunggu di mobil aja,” tolak Dea karena ia ingin berbicara dari hati ke hati dengan Mamanya. Sebenarnya, Leo sudah menawark
“Makasih ya, Pa. Papa tetap sayang dan perhatian sama Dea, padahal Papa udah tahu kalau Dea bukan anak kandung Papa. Dea jadi merasa enggak pantes dapet semuanya dari Papa lagi karena ternyata Dea enggak punya hubungan darah apa pun sama Papa.” lirih Dea berlinangan air mata.Ervan, bersama dengan Sarah dan Rafka memang baru saja datang beberapa menit yang lalu. Tetapi, seolah mengerti kalau Ervan membutuhkan waktu untuk membahas sesuatu yang privasi dengan Dea; Sarah dan Rafka pun mengajak Leo ke kafetaria rumah sakit dan memberikan waktu bagi Ervan dan Dea untuk saling bicara berdua dari hati ke hati.“Papa tidak peduli dengan apa pun yang kemarin Papa dengar. Bagi Papa selamanya kamu adalah putri Papa. Tak peduli jika kamu dan Papa tidak mempunyai hubungan darah sekali pun. Tapi, kamu akan selalu menjadi putri kecil Papa yang berharga.&rdqu
“Ngapain sih lo pake nyelametin gue segala?! Kan jadi lo juga yang harus masuk rumah sakit kayak gini! Belum lagi lo pasti kesakitan karena dapet luka tusuk, ‘kan? Harusnya lo enggak perlu ngelindungin gue dan biarin gue aja yang menanggung semua kesakitan yang lo rasain sekarang!” Sudah sehari ini, Leo memang meminta pada Mama, Om Ervan, dan Bang Rafka untuk mengizinkannya menunggui Dea seorang diri di ruang rawat inap tempat Dea dirawat.Memang Dea baru saja sadar usai menjalankan operasi penjahitan dari luka tusuk yang didapatkannya. Oleh karena itu, usai Dea selesai dioperasi dan masih belum sadarkan diri, Leo sengaja meminta pada keluarganya untuk menjaga Dea seorang diri. Kebetulan luka-luka yang ia dapati karena insiden penculikan kemarin, telah selesai ditangani oleh tenaga medis di rumah sakit ini juga..Anggap lah ia melakukan ini sebagai ucapan terima kasih pada Dea karena telah menyelamatkannya. Toh, ia juga merasa bersalah karena demi melindungi dirinya, malah Dea yan
Hati Ervan terasa remuk dan langkahnya meremang saat perlahan mendekati Sonia. Ia merasa seperti terhempas ke dalam labirin kebohongan yang tak terbayangkan sebelumnya. Marah dan kecewa menyatu dalam dirinya, membuatnya ingin melampiaskan semua emosinya di depan wanita itu.Sebagai seorang ayah yang selama ini yakin bahwa Dea adalah anak kandungnya, perasaannya hancur berkeping-keping ketika ada orang lain yang mengakui Dea sebagai anaknya dan seolah mengungkap bahwa Dea sebenarnya bukanlah darah dagingnya."Sonia!" pekik Ervan, suaranya penuh dengan rasa pahit. "apa arti dari semua ini? Katakan kepadaku, mengapa lelaki itu menyebut Dea sebagai anaknya? Apakah aku yang salah dengar atau memang benar begitu adanya?"Sonia menoleh dengan wajah pucat. "Ervan, aku..."Sonia tak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia terlihat terpojok di bawah sorotan tajam Ervan. Ia menelan ludah, mencoba merangkai kata-kata yang tepat untuk memberikan penjelasan pada Ervan. Namun, sebelum Ia bisa menjawab, k
“Akhirnya kamu bertanya juga apa yang aku mau. Baiklah, aku akan mengatakannya langsung kalau yang kuinginkan agar bisa kubebaskan anak ini yaitu Ervan harus menyerahkan 80% harta dan aset yang kamu miliki kepadaku untuk menjamin masa depan Dea. Sedang kamu Rafka, harus memberikan 50% harta dan aset mu kepadaku kalau ingin anak ini kubebaskan tanpa luka yang lebih parah dari yang didapatkan saat ini.”“Kalau cuma harta, ambil lah sebanyak yang kamu mau, Son. Tapi, apakah kamu meragukan bahwa aku sebagai ayahnya tidak bisa menjamin kehidupan Dea selamanya? Sampai-sampai kamu harus memintaku menyerahkan hartamu untuk menjamin masa depannya?” tukas Ervan dengan tatapan terluka sekaligus ada perasaan kesal dalam hatinya.Sonia tersenyum masam. “Aku percaya padamu sebelum kutahu adanya anak harammu dengan Sarah. Tapi setelah itu, aku tak bisa percaya padamu lagi karena aku takut kamu tidak akan bisa dengan adil membagi harta warisanmu kepada Dea dan anak haram itu! Bagaimana pun anak haram
Setelah menaiki tangga berliku-liku; akhirnya Sarah, Rafka, dan Ervan berhasil menemukan Leo di lantai paling atas atau bagian atap. Namun, pemandangan yang mereka temui mampu menyayat hati dan membuat mereka bertiga tertegun bukan main.Leo terikat erat dan mulutnya ditutupi rapat oleh selembar solasi tebal, sehingga Leo hanya bisa memekik tertahan di balik mulut yang disumpal itu. Di samping Leo, mereka melihat Sonia yang berdiri dengan angkuh, dan di sebelahnya ada Riko, yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.Sekalipun Ervan kini adalah suami Sonia, tetapi bukan berarti ia sudah tahu kalau Riko adalah pacar Sonia dulu.Semantar itu, Mendapati orang-orang yang ia benci sudah ada di hadapannya, langsung saja Sonia menyuruh Riko untuk melancarkan tinjuan bertubi-tubi di wajah Leo yang telah sadar dari pingsannya.Wajah Leo yang tak tertutup lakban, terlihat mengkerut seolah Leo sedang berusaha keras untuk menahan rasa sakit dari tonjokkan tanpa henti yang sedang dilayangkan ke w
Usai menempuh perjalanan sekitar 1 jam lebih, akhirnya Sarah dan Rafka tiba di gedung kosong di jalan Raya Delima No. 25 dengan hati yang berdebar-debar dan penuh kekhawatiran.Namun saat Sarah dan Rafka baru saja tiba di depan gedung kosong itu, mereka melihat Ervan sudah lebih dulu berada di sana.Sarah dan Rafka berdiri di depan gedung kosong, gelisah menyelinap di benak mereka seiring dengan kehadiran Ervan. Rafka, yang masih membawa rasa kekesalan terhadap Ervan atas peristiwa masa lalu, menduga-duga dalam hati.Rafka berspekulasi bahwa Ervan mungkin saja terlibat dalam penculikan Leo, mengingat keterlibatannya dalam peristiwa tragis yang menimpa Sarah dahulu. Tanpa memberi kesempatan pada Ervan untuk memberi jawaban dan menjelaskan alasan kehadirannya di sini, Rafka menghentakkan tinjunya dengan keras ke arah wajah Ervan, dengan maksud ingin melepaskan kekesalannya. "Kenapa lo bisa ada di sini? Apa yang lagi lo lakuin, Bang?Jangan-jangan lo juga terlibat di balik penculikan Le
Sarah menggigit bibirnya dengan keras, matanya berkaca-kaca. “Ini apa maksudnya, Raf? Apa yang harus kita lakukan sekarang? Aku benar-benar takut kalau Leo sampai kenapa-napa!”Rafka yang juga merasakan kekhawatiran yang sama dengan yang tengah dirasakan Sarah, memilih merangkul istrinya agar kepanikan Sarah tak terlalu membahana. "Kita harus segera pergi, Sar. Leo mungkin berada dalam bahaya. Percaya lah, bagaimanapun caranya, aku akan menyelamatkan Leo dan enggak akan membiarkannya sesuatu yang buruk terjadi padanya. Kita harus mencari tahu apa yang sedang terjadi dan menyelamatkan Leo secepat mungkin."Sarah mengangguk, wajahnya pucat. Mereka berdua bergegas keluar dari rumah dan menuju ke lokasi yang disebutkan dalam pesan tersebut dengan hati yang dipenuhi kekhawatiran.Rasanya keduanya sudah tidak sabar ingin mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi pada Leo dan siapakah orang yang berani sekali melakukan penculikan pada anak lelaki Sarah tersebut.****“Untung saja, bocah
Sarah duduk gelisah di ruang tamu, matanya tak henti-hentinya memandangi jam di dinding. Sudah larut malam, tetapi tak seperti biasanya, kali ini Sarah sama sekali tak bisa tidur.Lagi pula bagaimana mungkin ia bisa tidur kalau malam kian larut, tetapi putranya belum kunjung pulang. Berkali-kali, Sarah menghubungi nomor Leo lewat panggilan ponsel, tetapi nomor Leo sama sekali tak bisa dihubungi.Seketika perasaan tak tenang dan gelisah mulai merayap ke dalam hati Sarah. Ia takut terjadi hal buruk pada putranya karena tiba-tiba perasaannya seperti merasa tidak enak.“Aku khawatir sekali pada Leo, Raf. Sekarang sudah jam 12 malam, tapi dia belum pulang dan ponselnya juga tidak bisa dihubungi. Padahal semenjak berbaikan dengan Leo waktu itu, dia sudah tidak pernah pulang malam dan mabuk-mabukan lagi,” ujar Sarah dengan nada cemas dan penuh kekhawatiran, sehingga memuat suaranya gemetar.Saking cemasnya, tak henti-hentinya Sarah terus menerus menatap layar ponselnya yang terus menunju