Share

Tapi Perhatian

Keseimbangan Kalea hilang. Tubuhnya oleng dan terjatuh menghantam lantai. Begitu pula mangkuk dan gelas yang dibawanya, terlempar entah kemana. Yang jelas, suara pecahannya renyah di telinga. Kalea meringis. Pantatnya menghantam keras lantai.

"Astaga, Kalea!"

Gita tergopoh menghampirinya. Membantunya berdiri.

"Mana yang sakit?" tanyanya perhatian. Memeriksa seragam Kalea, yang juga terciprat kuah sebelum melayang. Roknya juga kotor.

"Gue gak papa, Git," ringisnya pelan. Namun ada yang lebih penting dari itu. Netranya tertuju pada Barra. Pecahan mangkuk dan gelas itu berada di bawah Barra. Kalea menelan salivanya kasar. Seragam Barra kotor. Baju putihnya berganti warna kecoklatan akibat terkena kuah baksonya.

"Barra, sory ...."

Barra menatapnya dingin. Dengan gerakan cepat, dia menarik tangan Kalea. Menimbulkan bisik-bisik ricuh di kantin.

"Bar, tunggu. Gue urus mangkok gue dulu."

Tapi Barra mengabaikan permintaannya. Justru cowok itu makin mempercepat langkahnya, membuat Kalea kesulitan menyeimbangkan langkahnya. Ditambah bokongnya saja masih nyeri. Barra lupa, atau memang gak ada perasaan.

Barra ternyata membawanya ke kelas.

"Bar, gue harus ----"

"Duduk."

Kalea kicep. Meski dia kerap kesal dengan Barra, tapi setiap kali Barra memperlihatkan sorot dinginnya, dia tak berani. Dia tahu, sorot dingin mana yang biasa saja dengan yang menyiratkan kemarahan.

Barra mengambil sesuatu di lacinya. Menyodorkan ke Kalea.

"Ganti rokmu, sama bajumu sekalian."

Celana dan kaos olahraga Bara.

"Tapi celanamu juga kotor, Bar. Lo aja yang pake aja."

"Perlu gue yang gantiin?"

Kalea cepat-cepat mengambil celana training dari tangan Barra.

"Kaosnya gak usah. Gue bawa sweater tadi," mengembalikan kaosnya pada Barra.

"Ganti disini saja. Gue jagain," ujar Barra, menerima kembali kaosnya.

"Ntar lo ngintip."

"Ck. Sejak kapan gue semesum itu? Lo bukan selera gue."

Kalea mendecis. Tapi memang benar. Meski menyebalkan, tapi sebenarnya Barra perhatian.

"Udah sana jaga. Gue mau ganti."

Bian tak menjawab, tapi langsung berbalik berjalan ke pintu. Berjaga disana.

Sudut bibirnya tertarik tipis. Calon adik ipar yang baik. Ternyata begini rasanya dijagain adik ipar sendiri. Hihi.

Tak mau membuat Barra lama menunggu, Kalea segera mengganti seragamnya dengan sweater dan celana olahraga Barra. Kepanjangan. Karna itu dia lipat bagian bawahnya. Wajar saja. Tingginya saja gak setara dengan Barra.. Pake nyoba-nyoba pake celananya. Untung bukan kaosnya. Mungkin dia sudah tenggelam.

"Barra, udah selesai," teriaknya, memanggil Barra. Dan cowok itu kembali muncul.

"Ganti sera --- woy! Barra!!" pekiknya langsung menutup mata. Tanpa aba-aba Barra melepas seragamnya di depan matanya. Gimana gak syok?

"Pake aba-aba kek.  Mata gue ternoda. Ish," omel Kalea membalikkan badan. Tapi sialnya dia malah menabrak meja. Gadis itu meringis, mengumpat reflek. Dia berjalan keluar sembari meraba-raba.

Melihatnya Barra menarik sudut bibirnya tipis. Dasar cewek aneh. Padahal dia bisa saja membuka matanya. Gak bakal kelihatan juga. Posisinya saja di belakang.

.

.

Kalea kembali ke kantin untuk mengurus uang baksonya. Sekaligus kerugian akibat memecahkan piring dan gelas tadi.

"Loh, siapa yang bayarin, bu?" kernyitnya. Ibu kantin bilang, sudah ada yang membayarnya.

"Tapi, temenmu."

Gita maksudnya? Tapi, Gita saja uang sakunya suka pas-pasan. Kayaknya kalau Gita gak mungkin. Tapi, temannya siapa lagi? Dia gak begitu dekat dengan orang lain.

"Gue juga gak tahu, Kal. Gue tadi aja bingung gimana bayarinnya. Orang lo tiba-tiba pergi sama Barra."

"Lah, terus Siapa? Lo gak lihat, ada yang bayarin gitu?"

Gita mengangkat bahu. "Gue bayarnya terakhir. Soalnya gue juga bingung, Kal. Pas gue nyoba tanya bu kantin, katanya udah ada yang bayarin. Gue lega deh. Secara, lo tahu sendiri, uang saku gue pas-pasan. Hehe."

Kalea mendesah pelan. Kerutan dahinya masih tercetak.

"Udahlah, Kal. Udah ada yang bayarin juga. Ntar kalau orangnya butuh duit, pasti bakal nongol."

"Iya sih. Tapi gue gak enak."

"Enakin aja. Santai."

Kalea mencibir. Santai apanya?

"Wow. Lo pake celana siapa tuh? Panjang amat."

"Punya Barra."

Gita melotot. "What?! Barra?" serunya, menutup mulutnya.

"Ngaku lo, Kal. Lo pasti ada apa-apa kan sama Barra? Gue curiga nih."

Kalea merolingkan netranya. "Apa sih. Cuma tetangga doang. Wajar dong sesama tetangga saling tolong menolong."

"Tapi ini gak wajar, Kal. Barra suka elo kan?"

"Ngarang."

"Serius, Kal. Barra pasti suka el--"

"Hay. Lo yang namanya Kalea?"

Obrolan dua sahabat itu terhenti. Gita bahkan belum jadi mengeluarkan huruf 'o'nya. Makin terperangah  saat tahu siapa yang memotong obrolan mereka.

"Aku Kimberly. Panggil aja Kim. Siswi baru sebelas IPA satu." Mengulurkan tangannya dengan senyum manis.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status