Share

Si Menyebalkan Barra

Andai ... Andai saja pengakuannya saat itu tidak terjadi. Apakah, nasibnya gak akan sesakit ini?

Harusnya, dia pendam saja perasaannya. Seperti saat itu, saat dirinya belum punya keberanian bodoh itu. Saat dirinya masih malu-malu menunjukkan perasaannya. Saat hanya Barra yang tahu perasaannya. Jauh, sebelum insiden pengakuan nekatnya.

.

.

"Raka jadi pulang, mbak Nggi?"

Di ruang tengah, Kalea mendengar obrolan mamanya dengan mama Barra. Tadi dia diajak mamanya main ke rumah tetangga. Dia ikut-ikut aja. Tapi lebih suka rebahan di ruang tengah. Mainan ponsel.

"Katanya sih semester besok mau pulang. Tapi ya gak tahu, jadi apa enggak. Liburnya gak tentu. Waktu itu sih katanya lagi persiapan buat penelitian."

Mendengar nama Raka disebut, Kalea senyam senyum. Ini salah satu alasan dia tetap bersabar meski punya tetangga menyebalkan semacam Barra. Kalea menyukai Raka, kakaknya Barra. Sayangnya Raka sedang kuliah ke luar kota. Dan ngekos disana. Raka hanya pulang saat liburan semester saja.

Ah, jadi gak sabar, ketemu sang pujaan hati.

"Ikut gue."

Lamunannya buyar, Barra menarik tangannya tanpa persetujuan. Memaksanya bangun dari rebahannya.

"Mau kemana sih, Bar?"

Barra tak menjawab. Justru membawanya ke dapur.

"Gue laper. Masakin mie."

Kalea melotot. Barra memaksanya pergi, cuma buat disuruh memasak?

"Lo punya tangan kan? Masak sendiri," ketus Kalea.

"Lo suka bang Raka, kan? Mau gue cepuin?" ancam Barra balik.

Kalea langsung kicep. Mengambil panci dan mengisinya air. Memasaknya di atas kompor. Sambil menunggu mendidih, dia ambil sebungkus mie.

"Pake telur, inget, kuningnya aja. Awas kalau sampai putihnya kecampur."

Kalea merutuk dongkol. Kalau bukan calon adik ipar, sudah dia jejali mulut itu dengan telur mentah utuh.

Meski begitu, harus dia akui, Barra selalu ada untuknya. Cowok yang dia labeli menyebalkan itu justru yang kerap membelanya diam-diam.

Termasuk, pada hari itu ....

.

.

Kantin SMA Bima Sakti gak pernah sepi sekalipun bukan jam istirahat. Bahkan jam belajarpun tetap ada yang nongkrong disana. Bukan untuk hal buruk, melainkan tugas kelompok dan semacamnya. Guru mengizinkan mereka mencari tempat belajar yang nyaman. Sekaligus mengisi perut juga tak masalah. Karna belajar dengan perut kosong juga nyatanya gak efektif. Yang penting mereka tahu batasannya. Memang berbeda dari sekolah kebanyakan. Tapi nyatanya, SMA Bima Sakti kualitasnya gak kalah dari sekolah lain.

"Stt ... Lihat tuh, yang baru dateng," Gita berbisik lirih, dengan mata menunjuk ke suatu arah.

Kalea menoleh ke arah yang ditunjuk Gita.

"Siapa?"

"Lo gak tahu? Dia, anak baru itu loh. Yang kemarin rame. Katanya sih anaknya kepala sekolah yang baru, pak Berno loh."

"Oh, ikut ayahnya pindah tugasnya, toh."

"Hem. Cantik, njir. Gayanya anak kota banget. Kalah deh lu. Hihi."

Kalea menggendikkan bahu. Dia gak terlalu peduli urusan begitu.

"Di kelas mana dia? Kayaknya gue gak denger kehebohan gue."

"Si anjir. Kelas sebelah, bre. Lo aja kebanyakan tidur, sampek pada heboh gak denger."

Kalea tertawa kecil. Tadi jam kosong. Dan dia memilih rebahan. Semalam, sepulang dari rumah Barra, dia begadang nonton drakor. Akibatnya dia ngantuk. Wajar dong, dia milih tidur, mumpung lagi gak belajar.

"Eh, eh! Apaan tuh. Dia deketin Barra! Omaygat!"

Kalea kembali menoleh. Dan benar, si anak baru itu mendekati Barra.

"Hai. Kenalin, aku Kimberly. Panggil aja Kim. Kalau boleh kenal, namamu siapa?" Mengacungkan tangannya, dengan senyum percaya diri.

"Widih, namanya aja Kim, Kal. Kekoreaan banget. Wajar sih, wajahnya juga cantik, mirip artis Korea," celetuk Gita, sibuk berkomentar.

Kalea diam saja. Justru dia sedang menunggu reaksi Barram Penasaran. Tapi dia terkejut sendiri, saat sorot intens Barra justru tertuju ke arahnya. Pandangan mereka bersitatap.

Sadar, Kalea langsung buru-buru menarik wajahnya. Barra aneh. Diajak kenalan cewek malah ngeliatin dirinya.

"Kayaknya nama gue udah tertera jelas disini. Lo bisa baca sendiri," nada dingin nan ketus.

Kalea tertawa dalam hati mendengar jawaban Barra. Memang apa yang diharapkan dari Elbarra? Cowok dingin bin nyebelin sekaligus anti romantic.

"E busyet! Cool banget Barra. Wow ... Cewek secantik Kim aja dia ketusin. Emang cowok idaman banget deh, Barra, mah. Jadi makin cinta. Hahay!" Gita bersorak senang.

Kalea tersenyum tipis. Memberi mangkuk dan gelasnya. Bersiap berdiri dari duduknya.

"Gue mau balikin mangkok. Nitip enggak?" tawarnya.

"Lah, bakso lo udah habis? Cepet amat."

"Hmm. Makanya pesen makanan itu buat dimakan. Bukan malah ditinggal nontonin orang."

Gita tertawa. "Haha. Seru tahu."

"Oke deh. Jadinya nitip enggak?"

"Em, es teh deh. Habis nih," menunjuk gelasnya yang tinggal es batu doang.

"Oke."

Kalea menyingkirkan kursinya. Membawa mangkuknya untuk dia kembalikan ke ibu kantin. Langkahnya pasti, melirik sekilas Barra yang ada di kursi depan. Tapi dia tidak ambil pusing. Hingga, saat tinggal selangkah dari Barra, tiba-tiba kakinya ada yang menjegal. Dan ....

Bruk!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status