Share

Yes or No?

Penulis: FitriElmu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-20 20:35:23

"Kalea." Kalea membalas uluran gadis itu.

"Salam kenal ya, semoga kita bisa jadi temen."

Kalea tersenyum tipis. Dan sangat kebetulan, bel berbunyi.

"Gue ke kelas dulu."

"Bareng aja, kelasnya juga cuma sebelahan."

Kalea mengangguk. Tapi dia gak nyangka aja, Kim menggandeng tangannya. Mengajaknya jalan duluan. Kalea menoleh , Gita aja kaget sampai melongo di tempat.

"Eh, Kim, temen gue ketinggalan."

"Yang mana? Oh, itu ... Aku kira dia bukan temanmu," ujar Kim santai. Menghentikan langkahnya tanpa melepas tangan Kalea.

Gita menyusul kemudian.

Ketiganya berjalan menuju kelas.

.

.

"Kayaknya Kim deketin lo, deh, Kal," bisik Gita begitu mereka sampai di kelas. Kim sendiri sudah masuk ke kelasnya, di samping.

"Ngapain deketin gue? Gue juga bukan orang penting," Kalea mengangkat bahunya, tak mau ambil pusing.

"Ya mungkin aja karna lo deket sama Barra. Buktinya dia deketin Barra duluan. Cuma gara-gara kejadian tadi, dia jadi mikirnya lo deket sama Barra."

"Su'uzhon mulu. Siapa tahu emang dia semua dideketin, diajak kenalan."

"Tapi gue enggak."

"Itu mah DL. Derita luuu."

"Sialan, lu."

Obrolan terhenti karna bu Desi masuk.

"Kalea, tolong ambilin buku di kantor."

Kalea menunjuk dirinya sendiri. "Saya, Bu?"

"Ya iya. Memangnya siapa yang namanya Kalea di kelas ini kalau bukan kamu?"

Kalea mengangguk. Berdiri dari duduknya dengan menggeser kursi duduknya.

Tumben dia yang dimintai tolong. Makanya itu Kalea sempat bingung.

Gadis itu menyusuri koridor sekolah, menuju kantor. Tidak ada murid yang keluyuran di luar. Sudah jam masuk.

Meja bu Desi terletak di pojok kiri depan.

Mengetuk pintu kantor, dan mengucapkan salam, barulah Kalea masuk. Terlihat tumpukan buku di meja bu Desi. Dia buka beberapa untuk mengecek benar buku kelasnya atau bukan. Setelah yakin, dia membawanya.

"Sepertinya besok siap, pak. Bisa dimulai."

Suara yang tak asing. Kalea menghentikan langkahnya. Mengerutkan dahi, sembari menajamkan telinga.

"Ooo ya bagus. Lebih cepat lebih baik itu, mas Raka."

Deg!

Bahkan namanya juga sesuai. Jantung Kalea berdegup tak karuan. Jika benar dugaannya, yang di dalam adalah Raka. Tapi, untuk apa Raka kesini?

Kalea masih mematung di depan ruang kepala sekolah. Sampai dia gak sadar sudah berapa lama.

"Loh, Kalea."

Gadis itu terkejut. Mengerjapkan matanya, tersenyum canggung.

"Hehe ...." ringisnya. "Bang Raka kok disini?"

Padahal ada kepala sekolah, tapi rasanya gak nampak dalam pandangan Kalea. Pandangannya hanya tertuju pada Raka. Pemuda yang diam-diam dia sukai.

"Oh, ini. Ada keperluan."

"Mas Raka kenal?" pak Berno menimpali. Gak enak dari tadi dikacangin.

"Dia tetangga saya, pak," jelas Raka. Dan Kalea hanya meringis kecil. Salah tingkah dia.

"Ooo ..." pak Berno manggut-manggut.

"Kalea ngapain di kantor? Gak ke kelas?"

Mendengar suara lembut Raka saja, rasanya dia mau pingsan.

"Eng ... Ini, Bang. Ambil buku," menunjuk tumpukan buku di tangannya.

"Gurunya Siapa?" tanya pak Berno.

"Bu Desi, Pak."

Pak Berno manggut-manggut.

"Ya udah, ke kelas sana. Nanti ditungguin gurunya," tukas Raka.

Kalea menggangguk. "Saya permisi, Bang Raka, Pak," ujarnya, ngacir keluar.

Melihat tingkah gadis itu, Raka terkekeh kecil.

Sementara itu, Kalea menaik turunkan napasnya berkali-kali. Gugup banget dia.

"Duh, gini aja gemetaran tangan gue. Apalagi kalau digenggam bang Raka. Aaa .... Bisa tremor duluan."

"Memangnya bang Raka mau nyentuh tangan lo."

Kalea terperanjat. Reflek memegang dadanya.

"Barra! Ish, ngagetin aja sih, lo," omelnya, karna tiba-tiba Barra berada di sampingnya. Barra mengangkat alisnya cuek.

"Kenapa tiba-tiba kumat ngomongin bang Raka? Kangen, lo."

Keduanya jalan beriringin.

"Kangen banget lah. Tapi udah mayan terobati sih. Habis ketemu soalnya. Hihi."

Barra melirik gadis yang tingginya hanya sepundaknya itu.

"Tadi di kantor, gue ketemu bang Raka. Dia di sekolahan. Ngapain ya?" kernyitnya. Penasaran. Tapi dia gak denger jelas percakapan tadi. Cuma sepotong-potong.

"Ngapain bang Raka disini," gumam Barra

"Lah, kan gue yang nanya duluan, malah nanya balik,"

Kalea meletakkan tumpukan buku di tangan Barra. Terang saja Barra melotot tidak terima.

"Lo cowok. Gak peka banget. Minimal inisiatif kek, bawain buku. Malah diem aja."

"Ck. Lo yang disuruh."

"Ya minimal pekaaa, Barraa."

Barra menggerutu.

"Lagian, lo ngapain di luar. Ada bu Desi, kan?"

"Gue ke wc."

"Oh."

Mereka sampai di kelas. Terlihat bu Desi sedang menerangkan pelajaran. Kalea mengetuk pintu, menginterupsi.

"Permisi, Bu."

Bu Desi langsung berhenti. Menatap tajam dua siswanya itu.

"Lama sekali ambil buku saja. Pacaran dulu kalian?"

Terdengar tawa meledak di kelas.

"Eh, enggak kok, Bu. Kita gak pacaran," Kalea panik. Tapi Barra santai.

"Terus ngapain kalian berdua di luar kelas? Kamu tahu, berapa menit kalian di luar?" bu Desi bersidekap. Menginterogasi.

"Saya kan tadi ...."

"Berapa menit kalian, saya tanya."

Kalea menggeleng. "Gak tahu, Bu."

Bu Desi mengela napas. Menatap keduanya.

"Lima belas menit. Sampai teman-temanmu bosan menunggu Si pembawa bukunya gak sampai-sampai. Eh, kalian malah asyik-asyikan pacaran di luar."

"Maaf, bu. Tapi beneran, kita gak pacaran. Ketemu aja di koridor tadi. Soalnya saya tadi di kantor ...."

"Lihat, bajunya saja sepasang. Yang satu pake kaosnya, satunya lagi pake trainingnya. Serasi, ya, anak-anak."

"Serasi, Buu ...."

Kalea menunduk. Nasibnya emang gak jauh-jauh dari apes, tiap kali deketan sama Barra.

"Kalian duduk. Nanti pulang sekolah ke kantor, temui ibu."

"Yah, tapi kan, Bu ...."

"Ibu mau dengar alasan kalian, nanti. Itupun kalau kalian ngadep. Kalau tidak ya, ibu anggap kalian mangkir dari kelas. Dan pastinya ada konsekuensi tersendiri. Gimana, siap?"

"Iya, bu." Kalea mengangguk, lemas.

"Ya sudah, duduk kalian."

Barra bergerak lebih dulu. Langkahnya tegap seperti biasa. Berbeda dengan Kalea yang melangkah gontai.

"Busyet kalian, berduaan gak lihat-lihat sikon. Jadian ajalah," bisik Gita, meledek.

Kalea melotot. "Diem!"

"Siap, salah!" Gita mengangkat tangannya, menahan tawa.

Kalea meletakkan dagunya di atas meja. Manyun. Baru aja dibikin seneng ketemu Raka, eh malah jadi sial gara-gara adiknya.

.

.

Dan sesuai titah bu Desi, pulangnya Kalea menghadap ke ruang guru. Bersama Barra. Tentunya setelah dia eret-eret dengan susah payah dulu. Barra sempat menolak. Malas mengurus hal yang menurutnya gak penting. Tapi demi kemulusan akademiknya, Kalea memaksa Barra ikut.

"Jadi, kenapa kalian pakai pakaian olahraga, bukan seragam. Dimana seragam kalian?" bu Desi menginterogasi.

"Kotor, Bu. Tadi gak sengaja ketumpahan kuah bakso," Kalea memberi alasan.

"Barra juga?" menoleh ke Barra.

"Iya, bu. Soalnya saya gak sengaja tersandung, terus ngenain Barra."

Bu Desi mengela napas. "Ibu tanya Barra, Kalea. Kenapa kamu yang jawab?"

Kalea menggaruk pelipisnya. Habisnya, Barra diam saja. Daripada kena masalah, mending dia yang jelaskan.

"Benar yang dikatakan Kalea, Barra?"

"Tanya saja ibu kantin," sahut Barra datar. Ingin rasanya Kalea menjitak kepala Barra. Sayangnya, tinggian Barra. Kasihan, dia harus berjinjit dulu. Hiks.

"Ibu nanya kamu, malah disuruh nanya ibu kantin. Ada-ada saja kamu."

"Kalaupun saya memberi alasan, tidak menjamin ibu percaya bukan? Buktinya, jawaban Kalea saja ibu masih menyangsikannya."

Bu Desi sontak terdiam. Kalea menatap Barra terperangah. Berani banget Barra.

"Oke. Ibu percaya," wanita itu mengangguk. "Lalu, untuk yang kedua, apa alasan kalian lama kembali ke kelas? Kamu Kalea."

"Kalau itu, tadi saya ketemu tetangga saya di kantor, bu. Diajak ngobrol sebentar. Ada kepala sekolah juga kok, sebagai bukti."

"Kamu Barra?" menoleh ke Barra.

"BAB."

Lagi-lagi jawaban yang membuat Kalea menahan napas. Barra ini gak bisa lihat situasi atau gimana sih? Jawabannya singkat padat, dan mengkhawatirkan.

"Kok kalian bisa bareng?"

"Arah toilet dan kantor sama. Tidak menutup kemungkinan kalau ketemu." Lagi-lagi Kalea harus menahan napasnya. Lama-lama bisa meninggal dia. Jawaban Barra membuatnya pengen menimpuk cowok itu.

"Oke. Jawaban diterima."

Huft .... Kalea mengembuskan napas lega. Setidaknya, dia aman dari hukuman. Masak iya, kemarin dapat hukuman, ini juga. Kan gak lucu. Citranya lama-lama ikut rusak gara-gara Barra.

"Kalian beneran pacaran, ya?" tembak bu Desi.

Kalea Menggeleng cepat.

"Eh, engg ---"

"Iya."

Kalea melotot. Menatap galak Barra. Tapi yang dipelototi tetap memasang wajah santainya.

Bab terkait

  • Jerat Cinta Elbarra   Calon Adik Ipar

    "Lo apaan sih, Bar. Ngapain ngaku-ngaku kalau kita pacaran? Ish!" omel Kalea sepanjang langkah mereka ke parkiran.Barra mengabaikannya. Membiarkan gadis itu mengomel di belakangnya. Langkah lebarnya membuat Kalea kesulitan mengejar. "Bentar ..." Kalea memegang dadanya. Mengatur napasnya yang ngos-ngosan. Padahal cuma ngejar Barra, dia sampek capek sendiri. Ditambah tenaganya tersita gara-gara ngomel."Udah? Buruan naik," tukas Barra, yang sedari tadi sudah nangkring di atas motor. Berlipat tangan di depan dada sembari mengamati gadis yang kelelahan akibat tingkahnya sendiri itu."Ish! Gak sabaran banget." Dengan sedikit berjinjit dan menekan bahu Barra, kakinya menginjakkan tumpuan, melangkah duduk di boncengan. Emang dasar Barra. Motornya tinggi. Padahal enak pake scoopy, gak perlu ngoyo, boncengannya juga gak tinggi. Untung saja kali kaki ini lebih bebas melangkah, karna dia memakai celana."Gue mau mampir ke bengkel dulu," ujar Barra, sedikit menoleh."Hah? Ngapain?""Servis."Ka

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-27
  • Jerat Cinta Elbarra   Terlambat

    Kalea sedang rebahan santai, sambil scroll tiktok saat mendengar namanya dipanggil."Kalea, sayang ...""Iya, Ma," sahutnya. Mempouse video yang sedang dilihatnya."Turun dulu sayang. Dicariin nih."Dahinya mengernyit. Barra? Aish! Udah dibilangin juga kalau dia nolak, malas keluar, tetep aja dateng. Ngeyel banget sih tuh anak."Kalea ....""Iya, Ma."Kalea melompat dari rebahannya. Bergegas turun sambil menggerutu."Kalau pengen main, main sendiri napa. Udah dibilang males juga," omelnya. Menuruni anak tangga, menuju ruang tamu."Kan gue udah bilang kalau gu---""Malam, Kal," senyum manis yang dirindukannya. Kalea seketika mematung di tempat. Mulutnya membuka, terperangah tak percaya dengan yang dilihatnya."Gitu amat ngeliatnya. Kenapa? Bang Raka mirip hantu ya?"Kalea sontak mingkem. Mengerjapkan matanya beberapa kali. Mengukir senyum canggung."Hehe. Kaget aja."Raka me

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-27
  • Jerat Cinta Elbarra   Karna Barra

    "Naik."Kalea tersadar dari lamunannya. Melihat Barra berjongkok."Naik mana?" tanyanya, bingung."Pundak. Cepat. Gak mau kena hukuman, kan?""Iya sih. Tapi ....""Gak ada waktu, Kalea. Cepat, naik."Kalea bergerak ragu. Perlahan mengangkat kakinya. Tapi dia gak tega, menginjak pundak Barra. Apa gak sakit?"Aish! Lea, lama."Barra bergerak mengangkat tubuh kecil Kalea."Barra!" pekiknya, terkejut. Juga takut."Pegangan tembok atas," intruksi Barra."Cepat, Kalea."Gadis itu mencengkram puncak tembok dengan rasa takutnya. "Tahan berat tubuhmu sebentar.""Aaa ... Barra!" Kalea memekik. Karna tiba-tiba Barra melepas tubuhnya."Injak pundak gue, Kal."Karna sudah diambang takutnya, Kalea menginjak pundak Barra gak kira-kira. Tentu saja Barra meringis kesakitan. "Ish! Pelan-pelan," omel Barra.Setelah merasakan ketenangan gadis itu, Barra perlahan berdiri. "Angkat kaki Lo, naikkan ke t

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-27
  • Jerat Cinta Elbarra   Memastikan

    Sesuai dugaannya, sekolah dihebohkan dengan kedatangan guru muda. Tepatnya guru sementara selama masa penelitian. Siapa yang gak bakal heboh, kalau gurunya setampan Raka? Masih muda, tampan, dan ramah. Dan harusnya Kalea termasuk bagian dari yang heboh itu. Tapi, perasaannya lain. Perasaan bersalah membuatnya kehilangan semangat. Bahkan, dia abai bahwa ada satu lagi guru peneliti yang bersama Raka. Dan dia seorang perempuan. Pikiran Kalea terfokus pada Barra.Selama jam sekolah, Barra sama sekali gak muncul. Dia hanya menitipkan sepatunya lewat Sena, temannya. Sena pun gak tahu dimana Barra. Cowok itu hanya menitipkan sepatu, lalu pergi.Saat pulang pun, Barra gak muncul. Kalea mencoba mengecek di rumah yang dititipi motor tadi. Tapi orang itu bilang, Barra sudah pergi sejak tadi pagi. Berarti setelah menitipkan sepatu, Barra langsung pergi.Langkah Kalea lunglai. Pasti Barra kesakitan. Dan jahatnya dia, malah ninggalin Barra sendirian, demi egonya yang takut terlambat. Jahat. Dia mem

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-29
  • Jerat Cinta Elbarra   Sweet Moment

    Melihat kebingungan Kalea, Barra menggeleng. "Jangan bilang lo tinggal di luar?"Kalea meringis. Sayangnya, itu benar."Ayo, ke bawah," ajak Barra. Kalea mengikuti Barra yang melangkah lebih dulu.Dan ternyata benar, Sena duduk melamun di kursi teras."Kayak orang ilang lo, Sen."Sena sontak menoleh. Tertawa lebar. "Sialan, lo!"Barra duduk di kursi sebelah Sena. Memberi isyarat agar Kalea duduk kursi kosong sebelah."Lo apain gadis orang, Yan. Sampek nangis gitu," ujar Sena, melirik Kalea dengan senyum menggoda Barra."Ih, siapa yang nangis? Enggak tuh," elak Kalea."Yang bener? Gue yakin, Kalea nangis kan, pas di kamar lo? Lihat aja tuh, matanya sembab."Kalea melotot. Kalau saja dekat, sudah dia timpuk lengan Sena.Barra tertawa kecil. "Gak gue apa-apain aja dia nangis, apalagi gue apa-apa--- Aw! Kal?" Barra meringis, menatap gadis sebelahnya dengan tatapan memelas. Memegang lengannya yang mendapat cubitan dari Kalea. "Makanya, ngomong itu yang bener.""Bercanda, Kalea.""Apaan g

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-29
  • Jerat Cinta Elbarra   Cemburu

    Kalea menunggu di teras. Tumben, jam segini Barra belum muncul. Apa dia samperin aja di rumahnya?Namun baru beberapa langkah, terdengar deru motor dari rumah samping. Kalea menoleh. Memandangi laju motor itu sampai berhenti di depan gerbang rumahnya."Bareng aku, Kal"Kalea menelan salivanya. Raka."Barra mana, Bang?" tanyanya, mengalihkan kegugupannya."Barra gak berangkat.""Sakit?" seketika timbul rasa khawatirnya. Gimana pun juga, dia masih terngiang-ngiang dengan kejadian kemarin. Kalau Barra sakit, berarti penyebabnya adalah dirinya."Enggak. Diajak paksa sama mama. Nenek kangen bocilnya," jelas Raka, terkekeh kecil.Kalea mengela napas lega. Dia kira, Barra kenapa-napa."Emang gak papa, bareng bang Raka?" tanyanya ragu."Enggak. Memangnya siapa yang melarang?""Hehe, kirain."Dia menaiki boncengan belakang. "Siap?"Kalea mengangguk. Dan Raka melajukan motornya...Seperti yang dia

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-30
  • Jerat Cinta Elbarra   Hujan dan Barra

    Hari ini rasanya lebih menyebalkan dari hari-hari kemarin. Kalea pikir, dengan magang Raka di sekolahnya, akan memberinya waktu lebih banyak dengan pemuda itu. Nyatanya, dia malah dibakar cemburu gara-gara ternyata ada cewek lain. Belum ada konfirmasi sih, apa hubungan Raka dengan perempuan itu. Tapi melihat mereka dekat setiap saat, dadanya gemuruh menahan cemburu. Bahkan, meski tadi Jini masuk kelasnya, Kalea sama sekali gak berminat menanggapi pelajarannya. Menjawabi pertanyaan yang dilontarkan padanya dengan ketus. Saat pulang sekolah, Kalea gegas pulang, tanpa menghampiri Raka terlebih dahulu. Dia sedang sakit hati. "Kal, kok jalan?"Lagi-lagi Sena. Kalea tak menjawab. Moodnya berantakan."Lah, lo kan tadi berangkat sama pak Raka. Emangnya pulangnya gak bareng?""Lagi sibuk. Males ganggu.""Oh, gitu. Ya udah, gue anter aja.""Males. Sana, duluan.""Heey, mana ada. Rumah lo jauh, Kalea. Gempor tuh kaki lo ajak jalan.""Biarin."

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-30
  • Jerat Cinta Elbarra   Surprise

    Baru jam setengah tujuh Kalea sudah sibuk di kamarnya. Padahal, dia sudah memilah baju dari sepulang sekolah tadi. Bahkan, tadinya sudah nemu baju yang cocok. Giliran sekarang malah uring-uringan karna merasa gak ada baju yang cocok."Aish! Baju gue jelek semua sih," omelnya. Menatap kesal pada tumpukan pakaian berantakan di atas kasurnya."Apa gue beli aja dulu kali ya? Eh, tapi udah jam segini, gak mungkin keburu."Kalea benar-benar dibuat frustasi hanya karna gak nemu pakaian yang cocok. "Kalea! Ada bang Raka nih," panggilan dari mamanya.Kalea terkejut. Loh? Memangnya jam berapa? Kok bang Raka sudah menjemputnya?"Astaga, Kalea! Udah jam setengah delapan! Pantesan!" pekiknya, kelimpungan sendiri. Satu jam dia cuma memilah baju, itupun menurutnya gak ada yang pantes sama sekali di tubuhnya.Dan akhirnya, karna terburu-buru, dia mengambil asal. Memoles wajahnya dengan polesan biasa, hanya menambahkan bubuhan lipstik lebih

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-01

Bab terbaru

  • Jerat Cinta Elbarra   P! Maksud?!

    "Baru juga jadi sekretaris pak Barra belum ada berapa minggu, udah berulah aja. Dih."Tahan, Kal. Tahan. Bukannya dari kemarin sudah banyak lontaran kalimat kejam yang ditujukan padanya. Gara-gara gosip sialan uang mudah banget menyebar.Okey! Kupingnya kebal."Bener. Berani banget godain pak Barra. Pasti ngincer hartanya tuh. Secara, dia kan miskin."Mengabaikan, Kalea mempercepat langkahnya. Masuk ke lift. Omongan orang memang kejam. Dan rasanya percuma juga dia membela diri. Gak ada yang percaya."Tunggu!"Pintu ditahan dari luar. Gak jadi tertutup. Seorang pemuda menyusul masuk. Melempar senyum pada Kalea."Maaf, boleh bareng?" pintanya sopan."Hmm. Silakan."Pemuda itu kembali tersenyum. Mengambil tempat di samping Kalea.Lift kembali menutup. Setelah pemuda itu menekankan tombol tujuan mereka, yang ternyata sama.Kalea sadar, pemuda itu menatap ke arahnya. Tapi dia pura-pura tidak tahu. Lagian,

  • Jerat Cinta Elbarra   Gosip

    Kevin ... Menatap dua manusia berbeda jenis kelamin itu dengan tatapan syok. Apalagi, setelah melihat penampilan sang boss yang berantakan."Ma-maaf ... Saya tidak sengaja lewat."Kevin buru-buru pergi.Tidak! Kevin bisa salah sangka."Kevin,  tunggu!"Kaleaberanjak, hendak mengejar Kevin. Jangan sampai Kevin salah sangka, yang akibatnya gosip bisa menyebar.Tapi, tangannya ditahan."Mau kemana, kamu!" Barra menyorotnya galak."Itu ... Gue harus jelasin ke Kevin. Dia pasti salah paham." Saking paniknya Kalea, sampai dia lupa dengan penggunakan kata formalnya."Tidak perlu," ketus Barra.Kalea cengo. "Hah? Tap ... Tapi kan ...." menunjuk Kevin. Maksudnya, bukankah seharusnya dia mencegah kecurigaan Kevin? Sebelum menyebar ke yang lainnya, dan menjadi gosip dadakan."Tidak perlu. Urusanmu dengan saya lebih penting."Urusan? Apa?"Kamu harus bertanggung jawab.""Hah?!"..Kalea menatap layar p

  • Jerat Cinta Elbarra   Dalam Lift

    Cukup lama Kalea bersemedi di kamar mandi. Perutnya benar-benar mulas. Rasanya seperti diremas-remas. Baru dia keluar dari kamar mandi, perutnya kembali melilit. Jadilah dia keluar masuk kamar mandi, sampai pegal rasanya. "Sialan! Kenapa gue bisa kelupaan sih, tadi. Aish!" gerutunya, meringis, sembari meremat perutnya.Sudah lumayan. Hanya saja, tubuhnya jadi lemas kehabisan tenaga. Langkahnya gontai kembali ke meja kerjanya. Lupa kalau dia tadi ninggalin Barra di mobil."Loh, udah balik, Kal?" sambut Kevin dengan binar cerahnya."Udah," sahut Kalea lemas. Menyandar ke kursi."Oke. Thanks," Kevin menyambar berkas di mejanya. Melangkah cepat penuh semangat. Melihatnya, Kalea menatap heran."Semangat banget dia," gumamnya, berkomentar."Siapa? Oh, Kevin? Jelas dong. Dia dikasih proyek sama pak Barra. Dan kalau berhasil, dia dijanjiin bonus gajinya dinaikin," jelas Hana, menyahut. Masih dengan fokus ke komputer. Mengaudit data atau entahlah."Pantesan, semangat banget.""Hem. Dia dari t

  • Jerat Cinta Elbarra   Cie ....

    "Ah? Haha. Anda benar, pak Barra."Pria bernama Surya itu melirik Kalea. "Tapi, rasanya tidak masalah kalau mengajak kenalan sekretaris anda.""Kalau begitu lanjutkan saja perkenalan kalian. Kita batalkan kerjasamanya.""Eh? Jangan pak Barra! Maaf, saya hanya bercanda. Mari kita bahas baik-baik." Raut Surya yang semula penuh senyuman menggoda berubah serius. Dia tahu, kalimat calon partnernya itu mengandung maksud ketidaksukaan atas sikapnya. Daripada kerjasama malah gagal.Nyatanya bukan cuma Surya yang terkejut dengan ucapan Barra barusan, Kalea juga sama terkejutnya. Barra berbeda dengan pak Prayit yang terkesan hati-hati dan menjaga perasaan calon rekan kerjanya. Barra sama sekali tidak suka dengan basa basi. Tapi, apa itu gak bahaya? Apa gak terkesan frontal?Seperti takut dengan ancaman Barra, Surya berubah serius. Fokus membahas pekerjaan. Wajar saja sih, perusahaan pak Surya masih di bawah perusahaan Barra. Mau melawan tidak ada kuasa. Kale

  • Jerat Cinta Elbarra   Penasaran

    "Dia inget gue gak sih?"Memikirkan sikap Barra sejak pertemuan pertama, nyatanya membuat Kalea bertanya-tanya. Sikap Barra membuatnya kembali ragu. "Tapi, perasaan dia sama sekali gak menyinggung apa-apa deh. Seenggaknya, minimal nanyain kabar kek, atau apa. Lah, ini boro-boro. Lagaknya kayak boss beneran deh. Kesannya bukan lagi sombong, tapi ... kayak gak kenal deh," gumamnya lagi, mengerutkan dahi. Menepis keraguannya sendiri.Banyak hal yang dia lewatkan selama ini. Dia benar-benar lari dari kehidupan kelam di masa lalunya itu. Saking kencangnya dia lari, sampai kadang batu sandungan pun gak dia pedulikan. Lukanya akibat terjatuh, gak seberapa sakit dibandingkan dia memilih berhenti, yang akibatnya akan membuatnya menoleh.Tangannya bergerak di tengah otaknya yang masih melamun. Mengetik nama akun yang terlintas di otaknya. Tak butuh berapa detik, muncul akun seperti yang dia tujukan. Sayangnya, gak sesuai harapan."Ck. Update terak

  • Jerat Cinta Elbarra   Perjanjian Kerja

    Tok! Tok!"Hmm. Masuk."Dengan kertas di tangan kirinya, Kalea mendorong pintu. Yang langsung di suguhi tatapan tajam Barra."Untuk kali ini kamu beruntung. Kurang lima menit. Lain kali saya tidak akan mentolerir keterlambatanmu," tegas pria tersebut. Dan tanpa menunggu Kalea sempat menarik napas, Barra sudah berjalan melewati gadis itu. Dan pastinya mau tak mau Kalea mengikutinya. Berkas yang dia bawa adalah bahan untuk rapat. Dia belum sempat mendapat jadwal resmi pria itu. Karna memang dia baru tahu penugasan barunya kemarin. Itupun dia langsung disuruh bersih-bersih. Matanya berat sekali, ya Tuhaaan. Kalau boleh, ingin rasanya dia rebahan sebentar. Suasana rapat yang terlalu tegang dan serius itu membuat kantuknya menjadi. Entah berapa kali matanya tiba-tiba memejam tanpa sadar. Sampai notebooknya penuh coretan. Gadis itu menggeleng kuat. Tidak. Dia gak boleh tertidur. Bagaimanapun juga, tugasnya mencatat apa saja yang penting. Bisa kena semp

  • Jerat Cinta Elbarra   Selalu Bikin Kesal

    "Kusut amat muka. Udah ketemu sama pak direktur baru kan?" Kalea mendengkus keras. Melempar badannya ke salah satu sofa kontrakan mereka."Gimana, Kal? Ganteng, kan? Gue bilang juga apa. Aaaish! Enak jadi elo. Bisa tiap hari ketemu. Bebas mandangin wajah tampannya. Aaaa ... Pengen deh."Kalea mendesis sinis. "Ganteng apanya? Gitu doang. Biasa aja.""Eee ... Kayaknya mata lo perlu operasi geh, Kal."Kalea merotasikan bola matanya, malas."Pak Barra tuh, gimana ya ... Eeum ... Perfect banget deh pokoknya.""Serah deh. Dia emang si paling sempurna," ketus Kalea, seraya beranjak. "Gue mandi duluan.""Yee ... Malah pergi," gerutu Ella. "Jangan lama-lama," tambahnya, berteriak.  Tapi Kalea sudah menghilang di balik tembok."Coba gue aja yang jadi sekretaris pak Barra. Beruntung banget gue. Kalea emang aneh. Dikasih anugerah malam asem banget tuh muka." Gadis itu menyusul masuk ke dalam, setelah sebelumnya menutup pintu terlebih dahu

  • Jerat Cinta Elbarra   Dia Jadi Menyebalkan

    Meski mulut menggerutu penuh hujatan pada sang boss, tetap saja gadis itu melakukannya. Lagian, mana bisa dia nolak. Yang ada malah dirinya dipecat nanti. Yang sama artinya, dirinya juga yang rugi. Terpaksa. Dirinya masih membutuhkan pekerjaan ini untuk menghidupi dirinya.Kalea mengusap dahinya yang dibanjiri peluh. Basah."Huft ... Akhirnya selesai juga," tukasnya, mendesah lega. Melirik jam tangannya, ternyata masih ada waktu sebelum jam makan siang."Ternyata gue cekatan juga. Hebat. Bisa selesai cepet. Haha," pujinya, membanggakan diri."Haahh ... Capek juga ternyata. Gerah juga. Emm ... Enaknya ngadem dulu aja, ah. Lagian Barra sialan itu lagi di luar juga. Palingan juga dia datengnya molor. Daripada gue langsung keluar, ntar malah ketemu dia, dikasih kerjaan tambahan lagi. Cih! Ogah banget," ujarnya setengah menggerutu.Dan benar, gadis itu mewujudkan omongannya. Dengan santai tanpa dosa merebahkan diri di sofa. Menikmati hembusan AC ya

  • Jerat Cinta Elbarra   Bertemu Barra

    "Bodoh."Deg.Setelah sekian lama tidak mendengar desisan kasar itu, kali ini telinganya kembali mendengar. Meski lirih.Eh, tapi apakah telinganya benar mendengar desisan itu? Atau hanya sekedar imajinasi alam bawah sadar? Karna nyatanya bibir pria yang menangkapnya itu terkatup rapat dengan ekspresi datar tanpa reaksi."Pak Barra"Demi mendengar panggilan pak Prayit pada pria itu, seketika menyadarkan Kalea dari lamunanya. Gadis itu tergesa melepaskan diri, tapi sialnya, justru membuatnya jatuh terjerembab di lantai."Aa ... Awh!" pekik Kalea, meringis kesakitan. Iya sih, tadi pantatnya sempat gagal landing ke lantai. Tapi sekarang justru dia sendiri yang mewujudkannya. Sukses menghantam lantai, yang menimbulkan nyeri di pantat.Sementara pria yang menangkapnya tadi, melenggang santai melangkahi kakinya yang membujur. Tanpa dosa. Kalea menatapnya penuh rasa kesal. Ah! Sialan! Kenapa pula dia malah melamun tadi."Aku kir

DMCA.com Protection Status