Bara terkejut mendapati Sheila tidak ada di sisinya. Harusnya ketika dia membuka mata, wajah Sheila yang masih tertidur damai menyambutnya. Bukan malah menghilang yang membuat Bara kalang kabut. Gegas Bara menyingkap selimut, ia lantas mencari Sheila ke seluruh sudut kamar.
Bara menggeram kesal. "Sial! Dia pasti kabur!"
Buru-buru Bara menuruni undakan tangga dengan kemarahan yang memancar dari matanya.
"Dimana Sheila?" tanya Bara pada salah satu pelayan.
"Nyonya sedang ada di dapur, Tuan," jawab Pelayan itu.
Bara melangkah lebar untuk sampai di dapur. Wajah yang semula muram penuh kesal itu berubah cerah. Senyum Bara merekah mendapati Sheila tengah memasak nasi goreng, terlihat dari Sheila yang mulai menuangkan kecap. Dari aromanya saja sudah menggugah selera Bara untuk segera mencicipinya.
Bara melingkarkan tangannya posesif di pinggang Sheila, hidung mancungnya mencium aroma tubuh Sheila. Harum bunga mawar membuat Bara betah menghirupnya lama-lama.
Sheila merinding, hembusan napas halus Bara terasa menggelitik. "B-bara," panggil Sheila tergagap.
"Iya, Sayang," jawab Bara.
"Aku kira kau melarikan diri," ucap Bara membenamkan wajahnya di ceruk leher Sheila. Sebenarnya Sheila risih, tapi mau bagaimana lagi, Bara suaminya. Bara berhak atas tubuhnya.
"Apa kamu takut, kalau aku pergi?" tanya Sheila.
"Jelas, karena aku mencintaimu," ungkap Bara mencium pipi Sheila.
Sheila bisa merasakan ketulusan dari Bara. Namun hatinya masih mendambakan sosok Bryan.
"Bara, lepas. Aku mau mengambil piring," perintah Sheila melepas tangan Bara bukannya menurut Bara kian mengeratkan pelukannya.
"Aku ikut," rengek Bara.
"Astaga," gumam Sheila menggeleng dengan sikap manja Bara. Alhasil Sheila berjalan mengambil piring dengan Bara yang masih memeluknya dari belakang.
"Kenapa harus dua? Kurasa satu saja cukup," protes Bara membuat Sheila meletakkan satu piringnya.
Sheila memindahkan nasi goreng dari teflon ke piring, sedangkan Bara ikut memperhatikannya.
"Aku lapar, aku mau duduk lalu sarapan," keluh Sheila.
Bara melepas pelukannya lalu duduk manis di kursi meja makan.
"Aku ingin kau menyuapiku," pinta Bara membuka mulutnya.
Sheila berdecak. "Memangnya kamu bayi apa?" ejeknya menimbulkan tawa kecil bagi Bara.
Sheila mulai menyendok nasi goreng kemudian mengangkatnya ke arah mulut Bara.
"Enak Shei ... selain cantik, ternyata kau pandai memasak. Aku memang tidak salah memilih istri, " ucap Bara bangga pada dirinya sendiri.
"Hm, iya-iya," jawab Sheila. Bara memberengut ketika raut wajah Sheila terlihat terpaksa.
Bara mencondongkan tubuhnya, dia mengecup bibir Sheila singkat.
Sheila tertegun, matanya terbelalak.
"Ini baru sarapan sesungguhnya," ucap Bara santai lalu melahap nasi goreng itu lagi, seolah tidak terjadi apa-apa.
Sheila menatap Bara lekat saat mengingat bingkai berwarna emas besar berisi foto Bara dan keluarganya.
"Bara, apa keluargamu tau kita sudah menikah?" tanya Sheila.
Bara mengangguk pelan. "Aku sudah memberi mereka kabar, tapi sekarang mereka ada di luar negeri. Hawai," terang Bara membuat Sheila mengerti bila keluarga Bara tengah berlibur.
"Kenapa kamu tidak ikut?"
Senyum jahil muncul di paras Bara. "Jadi kau sedang memberiku kode? Kau ingin bulan madu, Sayang?" goda Bara bersemangat.
Sheila tersedak ludahnya sendiri.
"A-aku hanya bertanya," kilah Sheila meraih gelas berisi air putih lalu meneguknya.
"Shei, jangan malu. Kita bisa berangkat hari ini juga kalau kau mau. Lagi pula, aku ingin segera memberi cucu untuk, Oma. Dia selalu menagih itu padaku," papar Bara sengaja menekankan kata demi katanya.
"Bara!" pekik Sheila malu, wajahnya merona, tangan Bara terulur mengusapnya membuat rona merah itu makin jelas.
"Blushing! Tapi makin cantik," ledek Bara.
"Ish kamu!" Sheila memukul lengan Bara.
"Bara, hari ini aku mau pergi ke toko kue. Ada pesanan soalnya, boleh, ya?" Sheila meminta izin meski ia ragu, akankah Bara memperbolehkannya.
Seketika raut Bara berubah dingin, dia tampak keberatan. "Kau lupa Sayang? Kau adalah Nyonya di rumah ini. Kau hanya perlu duduk manis dan merasakan kemewahan yang aku berikan padamu. Mencari nafkah itu kewajibanku."
"Iya, aku tau. Tapi aku butuh kegiatan untuk mengisi waktuku. Usaha kue itu sudah aku kelola sejak SMA dan, aku ingin terus mengelolanya. Aku mohon Mas Bara," pinta Sheila dengan wajah menggemaskan.
Satu alis Bara berjengit. Sheila barusan memanggilnya, Mas? Astaga, Bara menggigit pipi bagian dalamnya. Tersipu, istrinya ini benar-benar pandai merayunya.
"Aku izinkan, asal mereka menemanimu." Bara menunjuk Anton dan Angga yang dia tugasi khusus menjaga Sheila.
"Oke, tidak masalah," jawab Sheila lugas. Dia tersenyum penuh arti.
**
Sheila berada di mobil sambil meremas jemari tangannya. Rencananya sudah tersusun rapi di otak, hanya tinggal mempraktekkannya saja.
"Bisa kita berhenti sebentar? Aku ingin ke toilet," ucap Sheila menekan perutnya. Perlahan laju mobil mulai melambat dan berhenti di tepi jalan.
"Baik, Nyonya. Tapi kami harus mengikuti Nyonya," kata Anton.
"Terserah kalian," ketus Sheila.
Anton keluar kemudian membukakan pintu mobil untuk Sheila. Ketika Sheila keluar, dia langsung mendorong Anton membuat Anton dengan sigap mencekal tangan Sheila.
"Jangan mencoba kabur, Nyonya!'' tegas Anton.
"Aku harus pergi," gumam Sheila terpaksa menendang aset pribadi Anton.
"Akh! N-nyonya Sheila!" pekik Anton meraskan nyeri yang tak tertahan.
"Maafkan aku!" jerit Sheila berlari kencang.
Angga turun menghampiri. Dia mengeluarkan ponselnya.
"Jangan beritahu Tuan Bara! Dia bisa marah besar," cegah Anton pada Angga.
Anton bergidik ngeri bila mengingat kemarahan Bara, Pria itu pasti akan mengamuk.
"Apa kau kira dengan kita menyembunyikan ini nyawa kita aman?" tanya Angga.
"Setidaknya, kita cari dulu kemana Sheila pergi. Jika memang tidak bisa ditemukan baru kita lapor," usul Anton.
"Cepat kejar dia!" perintah Anton.
Angga berlari menyusul Sheila meninggalkan Anton yang masih berkutat pada rasa sakitnya.
**
Sheila menoleh ke belakang dengan wajah panik. Dari kejauhan terlihat Angga berlari menuju ke arahnya. Peluh keringat menetes dari dahi Sheila. Dia lelah dan akhirnya Sheila masuk ke dalam toko pakaian dan mengambil jaket, topi juga kacamata hitam menyamar layaknya seorang pembeli.
Jantung Sheila berdebar tak karuan ketika Angga masuk dan menatapnya curiga.
Semoga dia tidak mengenalku! batin Sheila matanya memejam erat.
Sheila menelan ludahnya berat saat derap langkah Angga mendekatinya.
"Maaf, Mbak, saya hanya ingin memberi tahu. Kaca mata anda terbalik," ucap Angga.
"Oh ini," kata Sheila memegang kaca matanya, suara Sheila terdengar serak.
"Saya memang sengaja, karena zaman sekarang hal seperti ini menjadi tren," kata Sheila asal dengan suara dibuat serak.
"Aku baru tahu," kata Angga kebingungan lalu mengedarkan pandangannya.
Sheila bergegas menuju kasir dan membayar pakaian dan aksesoris yang membalut tubuhnya.
Sheila merogoh ponselnya dan mengetik pesan.
Sheila.
[Bryan, temui aku di taman Kenangan]
Setelah itu Sheila mematikan ponselnya agar Bara tidak bisa melacak keberadaannya.
"Maafkan aku Bara, aku tidak bisa hidup denganmu," ungkap Sheila merasa bersalah.
Sheila telah menunggu Bryan sekitar tiga puluh menit. Namun Bryan tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Taman Kenangan terasa sunyi jauh dari hiruk pikuk perkotaan, tapi tetap saja Sheila khawatir.
"Ada apa She?" tanya Bryan, seketika Sheila berdiri. Dia menatap prihatin penampilan Bryan yang terlihat kacau, mata sayu serta lebam biru keunguan di wajahnya.
"Aku mau kita pergi dari sini Bryan." Sheila memegang erat lengan Bryan.
"Sejauh apapun kita pergi, Bara akan mampu mengetahui keberadaan kita, She." Bryan menatap kosong ke depan.
"Jadi ... kamu benar-benar merelakanku, Yan?" tanya Sheila tidak menyangka.
"Kamu tidak mau memperjuangkan aku? Aku kecewa sama kamu, Yan!" seru Sheila.
"Sekarang, aku paham maksud ucapan kamu di rumah sakit itu. Kamu sendiri yang membuat aku pergi darimu!"
"She, cukup!" Bryan tidak tahan mendengar kalimat Sheila yang menusuk dalam relung hatinya.
"Keadaan yang membuatku begini," lirih Bryan.
"Kembalilah ke rumah, sebelum Bara menyadarinya," perintah Bryan membuat Sheila menatapnya tidak percaya.
"Semudah itu kamu melupakanku Bryan?" Rasa sesak kian menghimpit dada Sheila.
"Bryan, aku kira kamu rela melakukan apapun untukku, tapi aku salah besar! Kamu tidak lebih dari pengecut yang hanya memanfaatkanku!" jerit Sheila menangis.
"She, berhenti menyalahkanku! Aku benar-benar terdesak! Aku begini demi ibuku, She. Cuma dia orang tuaku sekarang. Aku tidak mau kejadian tiga tahun terulang lagi, ayahku meninggal karena terlambat ditangani. Karena apa? Karena aku tidak memiliki uang!" bentak Bryan menggoyangkan kedua bahu Sheila.
Sheila terisak. Gadis itu berlari, tidak ada yang bisa diharapkan dari Bryan. Pria itu menyerah.
"Aku berjanji akan melepaskanmu dari belenggu Bara. Tapi tidak sekarang. Maaf mungkin tidak bisa menebus kesalahanku, She. Karena aku, kamu terperangkap dengan lelaki kasar dan tidak berhati seperti Bara," sesal Bryan.
**
Bara menghubungi Sheila, namun ponsel istrinya tidak aktif.
"Kenapa tidak mengangkat telfonku? Dimana kau sekarang, Shei?" panik Bara.
Mata Bara memicing tidak suka melihat kedatangan Anton dan Angga yang menunduk.
"Ada apa kalian ke sini? Bukankah saya menyuruh kalian untuk mengawasi Sheila? Sekarang mana dia?" tanya Bara curiga pada dua pengawalnya.
"Nyonya kabur, Tuan," ungkap Anton.
"Dasar tidak becus!" murka Bara, dia meraup wajahnya kasar.
"Hal sekecil ini pun tidak bisa kalian atasi?!"
Bara membanting apapun benda yang ada di hadapannya.
"Dasar tidak berguna!" rutuk Bara meninju meja kaca hingga pecah membuat darah segar menetes deras dari buku-buku jarinya.
"Sheila, kau membuatku gila!"
"Jadi sikap manismu tadi pagi hanyalah tipu dayamu?" Bara tertawa miris, cinta membuatnya mudah dibodohi.
"Setelah ini tidak ada lagi kebebasan untukmu! Tidak ada! Hahaha!" Pria itu tertawa sumbang.
Kehilangan Sheila adalah hal menakutkan. Dia terlanjur jatuh hati dan terobsesi.
"Aku tidak akan pernah melepasmu, Sheila!"
"Tuan, kami akan mencari Nyonya sampai ketemu," ucap Angga.
"Tidak perlu! Saya yang akan mencarinya sendiri!" murka Bara.
"Begitu aku menemukanmu, aku akan memberimu hukuman Sheila! Kau bermain-main dengan orang yang salah! Membangunkan singa yang tidur adalah bencana bagimu!"
Bara melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas normal, dia menyalip satu per satu kendaraan dengan lihai. Pria itu dipenuhi kabut emosi. Bara sudah berkeliling mencari Sheila. Namun, hingga petang ini, Bara tak kunjung menemukan wanita yang membuatnya tidak mempedulikan dirinya sendiri.Bara menepi, ia memukul setir mobil dengan kondisi buku-buku jari yang penuh akan darah yang mengering."Sheila!" erang Bara."Aku terjebak denganmu!" geram Bara frustasi.Sebenarnya mudah saja jika Bara ingin segera menemukan Sheila, dia tinggal mengerahkan anak buahnya. Namun, dia terlanjur marah dan bertekad menemukan Sheila sendiri.**Sheila melangkah lemas dengan kedua mata merah dan sembab. Langkah kaki menggiringnya ke sebuah gang sempit yang diterangi cahaya temaram. Sheila bahkan bingung ingin kemana. Jika dia pulang, Sheila takut keluarganya akan terseret dalam permasalahannya. Hatinya masih tersayat perih ketika mengingat respon Bryan yang tidak peduli lagi dengannya."Cantik," sapa seora
Buliran bening terus menetes dari pelupuk mata Sheila. Bara terus melumat bibirnya hingga terasa sedikit bengkak. Dia tidak bisa lepas karena kedua lengan kokoh Bara menahan tangannya. Bara menghentikan ciumannya lalu menatap Sheila dengan hasrat yang membara. "Sudah siap melihat diriku yang sebenarnya Shei?" tanya Bara bernada rendah berhasil membuat tubuh Sheila meremang. Dia memandang Bara gamang. "B-bara, aku belum siap. Aku takut," lirihnya dengan suara bergetar. "Takut?” tanya Bara terdengar mengejek. Dimana Sheila yang menantangku beberapa detik yang lalu?" sindirnya tersenyum miring. "A-aku tidak bermaksud," cicit Sheila. Sungguh dia benar-benar takut merasakan aura kelam suaminya. "Jangan harap aku akan berubah pikiran dengan wajah memelasmu itu!" kelakar Bara.Dengan satu tarikan Bara merobek piyama Sheila."Bara!" pekik Sheila menutupi dadanya. Pria itu mengabaikan teriakan Sheila, matanya tertuju pada tubuh atas Sheila yang membuatnya kian bergairah.Bara mencium bib
Bara Alexander Rodriguez, seorang CEO muda, gagah dan tampan. Sosoknya adalah idaman bagi setiap wanita. Namun, di balik namanya yang melejit sebagai seorang pengusaha muda berbakat, Bara tak pernah sekali pun menjalin hubungan dengan seorang wanita. Dia terlalu fokus dengan karirnya untuk memajukan bisnis konstruksi perusahaan keluarganya, Rodriguez Corporation. Bara berjalan tergesa memasuki Kafe untuk bertemu dengan klien. Lantaran tidak memperhatikan sekitar dia malah menabrak seseorang hingga terjatuh. "Awh!" Bara yang kaget langsung berjongkok melihat keadaan gadis bersuarai hitam sepunggung itu. "Maafkan saya, apa kau baik-baik saja?" tanya Bara sopan.Gadis itu mendongak lalu mengumbar senyum manis padanya membuat detak jantung Bara berdebar kuat saat lesung di pipi kanan gadis itu tampak jelas. Semakin menambah kecantikannya berkali-kali lipat. Bara sadar ada yang salah dalam dirinya. Debaran yang tak tertahan di dadanya. Inikah yang disebut jatuh cinta pandangan pertama
“Pulanglah She, sudah malam,” perintah Bryan. “Tapi….”"Jangan pikirkan aku, istirahatlah. Aku tau kau lelah selain mengurus persiapan pernikahan, kau juga sibuk mengurus toko kuemu. Aku tidak mau kau sakit saat hari pernikahan kita.”"Baiklah kalau begitu aku pamit. Jika ada apa-apa segera hubungi aku. Semoga ibumu cepat pulih," kata Sheila."Amin. Hati-hati, She. Aku minta maaf tidak bisa antar kamu pulang," balas Bryan. Sheila tersenyum sembari mengusap pundak Bryan."Aku tau kondisi kamu Bryan.”"Iya."Sheila berada di pintu keluar rumah sakit. Hujan turun dengan lebat. Sheila mengangkat kedua tangan untuk melindungi wajah agar pandangannya bisa melihat jelas ke depan. Terpaksa, Sheila berlari menerobos guyuran hujan deras dari pelataran demi menuju halte. Napas Sheila memburu, dia mengusap wajahnya. "Hey, kita bertemu lagi," sapa Bara ketika Sheila ikut berteduh di halte yang sama. Bara memang sudah menduga Sheila pasti akan kemari karena ia membuntuti Sheila dan bergerak cep
"Saya tidak akan membiarkan Sheila jatuh ke tanganmu!" tolak Bryan bangkit. "Kau menantangku?!" Bara mulai tersulut emosi. Dia langsung meninju rahang kiri Bryan kuat hingga pria itu terhuyung merasakan kuatnya pukulan Bara. Semuanya menjerit histeris, belum sempat Bryan membalas, Bara menendang keras di ulu hatinya. "Akh!" erang Bryan saat rasa nyeri menjalar ke seluruh tubuhnya."Jangan ada yang mendekat atau membantu dia atau kalian berurusan dengan saya!" ancam Bara ketika beberapa orang ingin melawannya."Sebenarnya siapa Bara? Kenapa dia sangat berkuasa?" tanya Sheila pada Kayla."Dia itu ...." Kayla menggantung kalimatnya."Anak pemilik perusahaan RodriguezCorp yang bergerak di bidang konstruksi. Memiliki beberapa cabang di luar negeri. Bara, pemimpin galak dan terkenal perfeksionis," jelas Kayla membuat Sheila tercengang."Shei, kamu tidak sadar?" tanya Kayla menoleh pada Sheila.Sheila menggeleng, Bara di foto dan dunia nyata berbeda. Jika dilihat langsung, Bara lebih tamp